RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS
KEDELAI (Glycine max L. Merril) PADA TANAH ULTISOL DENGAN
PEMBERIAN PUPUK HAYATI
SKRIPSI
OLEH:
PRAMITA PANGESTUTI 040307001 / PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
The using biofertilizers (rhizobium and mycorrhiza) with tolerance of varieties soybean is one alternative to increase yield of soybean in the ultisol soil. The aim of this research was to evaluated effects of biofertilizers (rhizobium and mycorrhiza) to the growth and yield of some varieties soybean in the ultisol soil. The research was filed Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan from May 2008 until August 2008. The experimental design was arranged in a randomized block design using with two factor and three replication. The first factor is soybean varieties : Burangrang, Sinabung, and Wilis. The second factor is boifertilizers, consisted of not inoculated by biofertilizers (control), inoculated by rhizobium, inoculated by mycorrhiza and inoculated by rhizobium and mycorrhiza. The research result showed that Wilis will gave highst response to plant after 2 weeks until 6 weeks, planted age of flowering, number of nodule, number of branch, the time of harvesting, weight of fresh root, weight of fresh leaf, ratio weight of fresh root to weight of fresh leaf, weight of dry root, weight of dry leaf, ratio weight of dry root to weight of dry leaf, number of pods per plant, weight of dry seed per plant. Inoculated by rhizobium and mycorrhiza will gave highst response to plant after 6 weeks, number of nodule, weight of fresh leaf and weight of dry leaf. The interaction of variety Wilis and inoculated by rhizobium and mycorrhiza will gave affected to number of nodule. Wilis variety with inoculated by rhizobium and mycorrhiza will be increased yield of soybean in the ultisol soil
ABSTRAK
Pemanfaatan pupuk hayati (rhizobium dan mikoriza) dengan varietas yang tahan masam merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai di tanah ultisol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk hayati (rhizobium dan mikoriza) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai di tanah ultisol. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan (rumah kasa) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai bulan Mei 2008 hingga bulan Agustus 2008. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancanan Acak Kelompok, yang disusun secara Faktorial dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah varietas kedelai yaitu Burangrang, Sinabung, dan Wilis. Faktor kedua adalah pupuk hayati yang terdiri dari tanpa inokulan (kontrol), inokulan rhizobium, inokulan mikoriza, dan inokulan rhizobium dan mikoriza. Hasil menunjukkan varietas Wilis memberikan pengaruh lebih baik pada parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, umur berbunga, jumlah bintil akar, jumlah cabang, bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, umur panen, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Inokulan rhizobium + mikoriza memberikan jumlah bintil akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Interaksi varietas Wilis dengan inokulan rhizobium dan mikoriza memberikan pengaruh pada parameter jumlah bintil akar. Varietas Wilis dengan inokulan rhizobium dan mikoriza dapat meningkatkan hasil tanaman kedelai yang ditanam pada tanah ultisol.
Ir Eva Sartini Bayu, MP Ketua
Luthfi A. M. Siregar, SP, M.Sc,Ph.D Anggota
Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril) pada Tanah Ultisol dengan Pemberian Pupuk Hayati
Nama : PRAMITA PANGESTUTI
NIM : 040307001
Departemen : Budidaya Pertanian
Program Study : Pemuliaan Tanaman
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Mengetahui :
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS
KEDELAI (Glycine max
L. Merril
) PADA TANAH ULTISOL DENGAN
PEMBERIAN PUPUK HAYATI
SKRIPSI
OLEH:
PRAMITA PANGESTUTI 040307001 / PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
(Ir Eva Sartini Bayu, MP) (Luthfi A. M. Siregar, SP, M.Sc,Ph.D) Ketua Anggota
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Pemupukan ... 27
Perbedaan Varietas Kedelai terhadap Pertumbuhan dan Produksi ... 64
Pengaruh Interaksi varietas dan Inokulan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai ... 69
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 71 Saran ... 71
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rataan Tinggi Tanaman Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan .. 34
2. Rataan Umur Berbunga Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 37
3. Serapan Unsur Hara N Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan .... 38
4. Serapan Unsur Hara P Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 39
5. Serapan Unsur Hara K Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan. ... 39
6. Rataan Jumlah Bintil Akar Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 40
7. Rataan Jumlah Cabang Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan .... 43
8. Rataan Umur Panen Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 45
9. Rataan Bobot Basah Akar Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan 46
10.Rataan Bobot Basah Tajuk Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 48
11.Rataan Nisbah Bobot Basah Akar terhadap Bobot Basah Tajuk Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 50
12.Rataan Bobot Kering Akar Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 51
13.Rataan Bobot Kering Tajuk Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 53
14.Rataan Nisbah Bobot Kering Akar terhadap Bobot Kering Tajuk Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 55
15.Rataan Jumlah Polong per Tanaman Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 56
16.Rataan Bobot Biji Per Tanaman Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Inokulan ... 57
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tiga Varietas Kedelai ... 35
2. Pertumbuhan Tinggi Tanaman terhadap Pengaruh Inokulan ... 36
3. Pengaruh Varietas terhadap Umur Berbunga ... 38
4. Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Bintil Akar... 41
5. Pengaruh Inokulan terhadap Jumlah Bintil Akar ... 42
6. Pengaruh Interaksi Varietas dan Inokulan terhadap Jumlah Bintil Akar . 43
7. Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Cabang ... 44
8. Pengaruh Varietas terhadap Umur Panen ... 46
9. Pengaruh Varietas terhadap Bobot Basah Akar ... 47
10.Pengaruh Varietas terhadap Bobot Basah Tajuk ... 48
11.Pengaruh Inokulan terhadap Bobot Basah Tajuk ... 49
12.Pengaruh Varietas terhadap Nisbah Bobot Basah Akar terhadap Bobot Basah Tajuk ... 51
13.Pengaruh Varietas terhadap Bobot Kering Akar ... 52
14.Pengaruh Varietas terhadap Bobot Kering Tajuk ... 53
15.Pengaruh Inokulan terhadap Bobot Kering Tajuk ... 54
16.Pengaruh Varietas terhadap Nisbah Bobot Kering Akar terhadap Bobot Kering Tajuk ... 56
17.Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Polong per Tanaman. ... 57
18.Pengaruh Varietas terhadap Bobot Biji per Tanaman ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Bagan Penelitian ... 76
2. Deskripsi Varietas Kedelai ... 77
3. Jadwal Kegiatan ... 78
4. Prosedur Analisis Unsur Hara N, P, K pada Daun ... 79
5. Analisis Tanah Percobaan ... 81
6. Model Sidik Ragam secara Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial 81
7. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 82
8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 82
9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 83
10.Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 83
11.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 84
12.Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 84
13.Data Pengamatan Umur Berbunga (HST) ... 85
14.Sidik Ragam Umur Berbunga (HST) ... 85
15.Data Pengamatan Serapan Unsur hara N (%) ... 86
16.Data Pengamatan Serapan Unsur hara P (%) ... 86
17.Data Pengamatan Serapan Unsur hara K (%) ... 86
18.Data Pengamatan Jumlah Bintil Akar (buah) ... 87
19.Sidik Ragam Jumlah Bintil Akar (buah) ... 87
20.Data Pengamatan Jumlah Cabang (cabang) ... 88
22.Data Pengamatan Umur Panen (HST) ... 89
23.Sidik Ragam Umur Panen (HST) ... 89
24.Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 90
25.Sidik Ragam Bobot Basah Akar (g) ... 90
26.Data Pengamatan Bobot Basah Tajuk (g) ... 91
27.Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk (g) ... 91
28.Data Pengamatan Nisbah BBA/BBT (g) ... 92
29.Sidik Ragam Nisbah BBA/BBT (g) ... 92
30.Data Pengamatan Bobot Kering Akar (g) ... 93
31.Sidik Ragam Bobot Kering Akar (g) ... 93
32.Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk (g) ... 94
33.Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk (g) ... 94
34.Data Pengamatan Nisbah BKA/BKT (g) ... 95
35.Sidik Ragam Nisbah BKA/BKT (g) ... 95
36.Data Pengamatan Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 96
37.Sidik Ragam Jumlah Polong (polong) ... 96
38.Data Pengamatan Bobot Biji Per Tanaman (g)... 97
39.Sidik Ragam Bobot Biji Per Tanaman (g) ... 97
40.Data Pengamatan Bobot 100 Biji Kering (g)... 98
41.Sidik Ragam Bobot 100 Biji Kering (g)... 98
42. Rangkuman Uji Beda Rataan pada Perlakuan Varietas dan Inokulan ... 99
43. Nilai Korelasi Setiap Parameter Varietas Burangrang ... 100
44. Nilai Korelasi Setiap Parameter Varietas Sinabung ... 101
46. Foto Tanaman Kedelai di Lahan Penelitian ... 103
47. Foto Tanaman Kedelai Pada setiap Kombinasi Perlakuan ... 104
48. Foto Polong Kedelai Pada setiap Kombinasi Perlakuan ... 105
49. Foto Biji Kedelai Pada setiap Kombinasi Perlakuan ... 106
50. Foto Akar Kedelai Pada setiap Kombinasi Perlakuan ... 107
ABSTRACT
The using biofertilizers (rhizobium and mycorrhiza) with tolerance of varieties soybean is one alternative to increase yield of soybean in the ultisol soil. The aim of this research was to evaluated effects of biofertilizers (rhizobium and mycorrhiza) to the growth and yield of some varieties soybean in the ultisol soil. The research was filed Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan from May 2008 until August 2008. The experimental design was arranged in a randomized block design using with two factor and three replication. The first factor is soybean varieties : Burangrang, Sinabung, and Wilis. The second factor is boifertilizers, consisted of not inoculated by biofertilizers (control), inoculated by rhizobium, inoculated by mycorrhiza and inoculated by rhizobium and mycorrhiza. The research result showed that Wilis will gave highst response to plant after 2 weeks until 6 weeks, planted age of flowering, number of nodule, number of branch, the time of harvesting, weight of fresh root, weight of fresh leaf, ratio weight of fresh root to weight of fresh leaf, weight of dry root, weight of dry leaf, ratio weight of dry root to weight of dry leaf, number of pods per plant, weight of dry seed per plant. Inoculated by rhizobium and mycorrhiza will gave highst response to plant after 6 weeks, number of nodule, weight of fresh leaf and weight of dry leaf. The interaction of variety Wilis and inoculated by rhizobium and mycorrhiza will gave affected to number of nodule. Wilis variety with inoculated by rhizobium and mycorrhiza will be increased yield of soybean in the ultisol soil
ABSTRAK
Pemanfaatan pupuk hayati (rhizobium dan mikoriza) dengan varietas yang tahan masam merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai di tanah ultisol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk hayati (rhizobium dan mikoriza) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai di tanah ultisol. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan (rumah kasa) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai bulan Mei 2008 hingga bulan Agustus 2008. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancanan Acak Kelompok, yang disusun secara Faktorial dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah varietas kedelai yaitu Burangrang, Sinabung, dan Wilis. Faktor kedua adalah pupuk hayati yang terdiri dari tanpa inokulan (kontrol), inokulan rhizobium, inokulan mikoriza, dan inokulan rhizobium dan mikoriza. Hasil menunjukkan varietas Wilis memberikan pengaruh lebih baik pada parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, umur berbunga, jumlah bintil akar, jumlah cabang, bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, umur panen, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Inokulan rhizobium + mikoriza memberikan jumlah bintil akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Interaksi varietas Wilis dengan inokulan rhizobium dan mikoriza memberikan pengaruh pada parameter jumlah bintil akar. Varietas Wilis dengan inokulan rhizobium dan mikoriza dapat meningkatkan hasil tanaman kedelai yang ditanam pada tanah ultisol.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan tanaman pangan berupa
semak yang tumbuh tegak. Tanaman kedelai berasal dari Manshuko (Cina Utara).
Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari Manshukuo menyebar ke
daerah Mansyuria dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Di Indonesia,
kedelai mulai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai makanan dan pupuk hijau
Produksi kedelai Sumatera Utara 2006 sebesar 7.042 ton, turun sebesar
8751 ton atau 55,41 persen dibandingkan produksi kedelai tahun 2005. Penurunan
produksi kedelai disebabkan penurunan luas panen sebesar 7.476 hektar atau
54,22 persen. (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2007).
Peningkatan kebutuhan kedelai tidak seimbang dengan produktifitasnya.
Masalah utama penyebab kekurangan produksi kedelai adalah luas panen yang
belum memadai, masih rendah daripada kebutuhan. Sedangkan upaya peningkatan
produksi dengan cara intensifikasi pada areal yang telah ada kurang memberikan
tambahan produksi, karena kurangnya tindakan nyata di lapangan. Oleh karena
itu, upaya pencukupan produksi kedelai harus ditekankan pada penambahan areal
baru
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari luas total daratan
Papua, Sulawesi, Jawa serta Nusa Tenggara. Tanah ultisol mempunyai ciri
penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan
kedalaman tanah, reaksi tanah masam dan kejenuhan basa yang rendah.
Tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan
organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P,
kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan peka terhadap erosi
(Adiningsih dan Mulyadi, 1993 dalam Prasetyo dan Suryadikarta, 2006)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala kemasaman
yang tinggi bagi pengembangan kedelai adalah penggunaan varietas toleran.
Dalam pengujiannya di berbagai lokasi tanah masam, varietas yang telah
dihasilkan mampu berproduksi tinggi. Selain berdata hasil cukup tinggi dan
toleran kemasaman, juga tahan terhadap penyakit karat yang merupakan penyakit
penting tanaman kedelai
Pupuk hayati merupakan mikroba yang dipakai untuk perbaikan kesuburan
tanah, misalnya rhizobium, mikroba pelarut fosfat, cendawan mikoriza dan
lain-lain. Penambahan mikroba pelarut fosfat dan bakteri perangsang pertumbuhan
tanaman, mampu meningkatkan ketersediaan hara P didalam tanah dan
merangsang pertumbuhan akar tanaman sehingga penyerapan hara N dan P
meningkat. Asosiasi rhizobium dan mikoriza vesikular arbuskular dapat
meningkatkan pertumbuhan, serapan N dan P tanaman serta hasil kedelai
(Hasibuan, 2006).
Dalam penelitian Gonggo (1998), tanaman kedelai yang diberikan pupuk
Interaksi antara kedua perlakuan terdapat pada peubah kandungan P dalam tanah
dan jaringan tanaman.
MVA pada tanaman kedelai memiliki peranan yang khusus. Penambatan
nitrogen berjalan jika terdapat fosfor dalam jumlah yang cukup pada perakaran
kacangan. Disinilah terjadi mekanisme unik, MVA menyumbang P untuk
penambat nitrogen. Di lain pihak bintil juga menyediakan nitrogen tersedia untuk
pertumbuhan dan perkembangan MVA. Mekanisme demikian sempurna sehingga
jika salah satu tidak ada maka proses penambatan nitrogen sekaligus juga
penyerapan fosfar akan tergangu. Kedelai diketahui merupakan salah satu
tanaman yang sangat tergantung MVA untuk menjamin pertumbuhannya normal
(Pfeiffer dan Bloss, 1980).
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai akibat pemberian
pupuk hayati. Penelitian menggunakan 3 varietas kedelai berdasarkan kelompok
yang mempunyai produksi tinggi, toleran terhadap tanah masam/ Al dan
selanjutnya diuji dengan penggunaan pupuk hayati yang terdiri dari tanpa
inokulasi, inokulasi rhizobium, inokulasi mikoriza dan inokulasi mikoriza dan
rhizobium.
Tujuaan Penelitian
Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
kedelai (Glycine max L. Merril) pada tanah ultisol dengan pemberian pupuk
Hipotesis Penelitian
1. Adanya pengaruh pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi pada
tanah ultisol.
2. Adanya perbedaan pertumbuhan dan produksi dari beberapa varietas kedelai
pada tanah ultisol.
3. Adanya interaksi antara varietas kedelai dengan pupuk hayati terhadap
pertumbuhan dan produksi pada tanah ultisol.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana
di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Sharma (1993) klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotylodenae
Ordo : Polypetales
Famili : Leguminosae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merril
Perakaran kedelai terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari bakal
akar, empat baris akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang dan sejumlah
akar cabang yang tumbuh dari akar sekunder. Akar lateral tumbuh mendatar
atau sedikit menukik, mencapai 40 cm sampai 75 cm. Pada umumnya
perakaran kedelai berbentuk serabut dan berada pada lapisan atas dari tanaman
(Hidajat (1985) dalamSoemaatmaja, dkk (1985).
Pada akar-akar cabang terdapat bintil-bintil akar berisi bakteri
Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas
(N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah
Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat
dibedakan membentuk 3-6 cabang. Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3
macam yakni determinet, indeterminet dan semi determinet. Batang kedelai
berwarna ungu dominan berwarna hijau (Departemen Pertanian, 1990).
Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji,
daun primer sederhana, daun bertiga dan profila. Daun primer sederhana
berbentuk telur (oval), berupa daun tunggal (unifoliat), terletak bersebrangan pada
buku pertama, diatas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbentuk
pada batang utama dan pada batang cabang ialah daun bertiga
(trifoliat). Daun profila ialah daun yang terletak pada pangkal tiap cabang
(Hidajat (1985) dalamSoemaatmaja, dkk (1985)).
Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai
alat jantan dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih
tertutup sehingga kemungkinan perkawinan silang akan sangat kecil. Tidak semua
bunga dapat menjadi polong, walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna
(Departemen Pertanian, 1990).
Polong pertama tampak sekitar 10-14 hari setelah munculnya bunga
pertama. Jumlah polong yang terbentuk beragam antara 2 sampai 20 dalam tiap
kelompok bunga dalam jumlah polong dapat mencapai 400 tiap pohon. Tiap
pohon dapat berisi 1 sampai 5 biji. Polong kedelai berbentuk rata atau agak
melengkung dan panjangnya berkisar antara 2 cm hingga 7 cm. Warna polong
matang beragam antara kuning hingga kuning kelabu, coklat atau hitam
Berat masing-masing biji berbeda-beda, yaitu antara 50-500 gram per
1000 butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat
pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan
(tembus cahaya). Disamping itu ada pula biji yang berwarna gelap, kecoklatan
sampai hitam atau bintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Syarat Tumbuh
Tanah
Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap agroklimat,
menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat.
Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan
organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup
air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainasenya dan
aerasinya tanah cukup baik. Pada tanah podsolik merah kuning dan tanah yang
mengandung banyak pasir kwars, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali
bila diberi tambahan pupuk organik kompos dalam jumlah tertentu
Iklim
Pertumbuhan optimum kedelai tercapai pada suhu 20-25°C. Suhu 12-20°C
adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman,
tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan
tinggi dari 30°C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis
(Rubatzky dan Yamaguchi,1998).
Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya,
terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya
kedelai adalah 100-200 mm/ bulan, sedangkan tanaman kedelai dapat tumbuh
baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan
(Departemen Pertanian, 1996).
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 m. Umur
tanaman kedelai lebih panjang pada tempat yang lebih tinggi. Hasil kedelai lebih
tinggi pada dataran tinggi (1.100 m dpl) dibandingkan dengan dataran rendah
(12 m dpl). Peningkatan hasil disebabkan oleh peningkatan ukuran biji dan jumlah
polong per tanaman. Umur berbunga dan umur matang lebih lambat pada dataran
tinggi (Baharsjah,dkk, (1985) dalam Soemaatmadja, dkk 1985).
Varietas Kedelai
Tingkat konsumsi kedelai di Indonesia 8.1 kg / kapita / tahun pada
tahun 2005. Produksi kedelai dalam negeri baru mencapai 808 ribu ton dan ini
hanya mampu memenuhi 35-40 % kebutuhan, sedangkan sisanya harus diimpor.
Impor kedelai tahun 2005 telah mencapai 1,2 juta ton, lalu meningkat 1,3 juta ton
pada tahun 2007 karena produksi dalam negeri turun 25 %
(Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2008).
Upaya peningkatan produksi kedelai nasional dapat ditempuh melalui dua
produktifitas yang rata-rata nasionalnya masih rendah. Dari segi luasnya lahan
kering masam memiliki potensi yang besar bagi upaya perluasan areal tanam/
panen kedelai, disamping lahan sawah dan lahan kering yang lain. Untuk
mendukung upaya perluasan areal tanam kedelai, identifikasi teknologi produksi
kedelai pada lahan masam merupakan hal yang sangat diperlukan dalam upaya
peningkatan produksi menuju swasembada kedelai (Subandi, 2007).
Sumber daya lahan masam diluar pulau Jawa, seperti Sumatera dan
Kalimantan cukup luas sekitar 16,8 juta ha, dan potensial untuk pengembangan
areal pertanian. Lahan dengan tingkat kemasaman tidak terlalu tinggi berpeluang
untuk meningkatkan pengembangan areal tanam pangan termasuk kedelai
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Kedelai, 2002).
Pengambangan kedelai dengan kendala masam dapat dilakukan dengan
penggunaan varietas toleran. Varietas unggul kedelai telah banyak dihasilkan,
untuk lahan kering masam dianjurkan varieas Tanggamus, Sibanyak, Nanti, Kaba,
dan Wilis. Pada lahan kering masam dengan masukan optimal dapat diperoleh
hasil 1.5 ton/ ha (tergolong baik). Varietas unggul sangat menentukan tingkat
pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Penggunaan benih dari varietas unggul,
populasi tanaman akan optimal dan pertumbuhan akan seragam
(Marwoto, Arsyad, Taufik dan Kuntyastuti, 2004).
Dalam penelitian Bertham, Kusuma, Setiadi, Mansur dan Sapondie
(2005), menyatakan bahwa varietas Wilis memberikan respon yang positif pada
peningkatan kadar unsur hara N dan P, bobot kering total, serapan hara N dan P,
jumlah polong, jumlah bintil, bobot bintil akar dibandingkan varietas Pangrango
merupakan varietas yang sudah tua, namun efisiensi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas Pangrango dan Ceneng yang merupakan galur baru.
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada
satu fase atau keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dapat
diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi
tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman
penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi
sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis spesies disebabkan oleh
dua faktor yaitu keragaman yang disebabkan oleh lingkungan dan keragaman
yang disebabkan oleh sifat-sifat yang diwariskan oleh genetik. Ragam lingkungan
dapat diketahui bila tanaman dengan genetik yang bersamaan ditanam pada
lingkungan yang berbeda, misalnya galur murni yang ditanam pada berbagai
tingkat kesuburan tanah. Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman
mempunyai karakter genetik yang berbeda, umumya dapat dilihat bila
varietas-varietas yang berbeda ditanam pada lingkungan yang sama (Makmur, 1992).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati adalah mikrobia di dalam tanah dan berguna untuk
meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara.
Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan
mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia
mendapatkan bahan organik untuk aktifitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang
digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung kedalam
tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan
ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan
mikrobia untuk meningkatkan P (Hanum, 2008).
Rhizobia
Pertanian sangat tergantung pada N yang dihasilkan oleh organisme yang
mampu menambat N2 untuk produksi tanaman budidaya. Bakteri Rhizobium yang
berhubungan dengan legum (tumbuhan polong) sebagai inang umumnya yang
paling penting. Hubungan keduanya ini dapat memfiksasi 100 kg. ha-1 N per
musim dan sering kali tiga kali lipat dari jumlah ini, yang jauh lebih banyak dari
sistem fiksasi biologis N2 lainya (Gardner dkk,1991).
Pada tumbuhan kacangan, yang berperan adalah species bakteri dari tiga
genus yang berkerabat, yaitu Rhizobium, Bradyrhizobium dan Azorhibium.
Species rhizobium tertentu atau seperti Rhizobium pada umumnya efektif dengan
hanya satu species kacangan. Semua Rhizobium adalah bakteri aerobik yang
bertahan secara saprofit dalam tanah sampai mereka menginfeksi bulu akar atau
kandungan sel epidermis yang rusak. Bulu akar biasanya tanggap terhadap
invasi oleh molekul yang tidak dikenal yang dilepaskan oleh bakteri
(Salisbury and Ross, 1995).
Sejumlah besar Rhizobium dapat hilang karena keasaman tanah atau
atau tanah adalah untuk membentuk populasi galur Rhizobiun yang cukup efektif
agar terjadi kolonisasi dan infeksi pada perakaran legum. Landasan terjadinya
pembintilan yang berbeda-beda berhubungan dengan genotip inang, bakteri dan
dengan kondisi lingkungan. Kegagalan infeksi mungkin terjadi disebabkan oleh
(1) kolonisasi pada akar, (2) invasi dari bulu-bulu akar atau (3) pembentukan
bintil (Gardner, dkk 1991).
Peranan Rhizobium terhadap tanaman khususnya berkaitan dengan
masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Suatu pigmen merah yang
disebut dengan legmoglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid yang
selubung membran yang mengelilinginya. Legmoglobin berfungsi sebagai (a)
tempat absobsi dan reduksi nitrogen (b) pembawa elektron khusus dalam fiksasi
nitrogen (c) pemasok oksigen dan (d) pembawa oksigen (Rao, 1994).
N atmosfer secara simbiotik difiksasi didalam bintil akar legume. Bentuk
N ini dapat kembali ke dalam tanah melalui berbagai mekanisme sebagai berikut:
1. Perjalanan utama yang lain dari N fiksasi simbiotis dari tanah ke tanah
adalah melalui ekskresi langsung dari akar yang hidup dan dari bintil akar.
2. Dekomposisi jaringan akar yang mati dan nodul sumber penting
pengkayan N tanah. Total berat nodul 244 kg/ha telah dihitung untuk
legume A.rubara. Analisis ini menunjukan bahwa nodul memang kaya N.
3. Mikro free-living nitrogen fixing, dapat merupakan sumber penambahan
yang ditambahkan ke rhizosfer. Sebanyak 1/3 dari total N tanah
disumbangkan oleh mikroorganisme
Mikoriza
Mikoriza adalah salah satu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan
tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali
dikemukakan oleh ilmuan Jerman, Frank pada tanggal 17 April 1885. Nuhamara
(1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang
mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara
tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikrobia dalam ruang dan waktu.
Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan
memperlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis
cendawan maupun penyebarannnya (Subiksa,2002).
Dikenal ada dua kelompok mikoriza yaitu ektomikoriza dan endomikoriza.
Pada ektomikoriza, hifa cendawan membentuk selimut di luar dan di dalam akar,
di ruang dalam sel epidermis atau korteks tidak terjadi, namun jala-jala yang
meluas yang dinamakan jala hartig terbentuk diantara sel-sel ini. Endomikoriza
terdiri dari tiga anak kelompok, namun sejauh ini yang paling lazim adalah
mikoriza vesikular arbuskular (MVA). Cendawan yang menyusun MVA adalah
sel korteks, yang kemudian meruak keluar menuju ke tanah untuk menyerap air
dan garam mineral (Salisbury and Ross, 1995).
Yang paling menarik dari dua tipe mikoriza adalah kemampuannya untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi pengambilan P. Dalam
tanah yang defisien P, tanaman bermikoriza biasanya jelas-jelas tumbuh lebih baik
dibandingkan tanaman non mikriza, tetapi akan terjadi sebaliknya pada tanah yang
disuplai fosfat dengan baik. Pada kenyataanya tanaman bermikoriza
mungkin bahwa mikroba rhizosfer dalam menurunkan panjang akar
disebabkan infeksi endomikoriza, karena hal tersebut memiliki pengaruh nyata
(Fitter and Hay, 1981).
Jamur mikoriza berpotensi memfasilitasi penyediaan berbagai unsur hara
bagi tanaman terutama P. Perbaikan pertumbuhan dan kenaikkan hasil berbagai
tanaman berkaitan dengan perbaikan nutrisi P tanaman. Disamping sebagai
fasilator penyerapan hara, jamur mikoriza juga berpotensi sebagai pengendali
hayati. Pengaruh hayati berbagai penyakit oleh mikoriza dapat dipengaruhi oleh
atau lebih mekanisme, yaitu (1) perbaikan gizi tanaman, (2) kompetisi untuk
mendapatkan fotosintat dan tempat infeksi pada tanaman inang (3) perbaikan
morfologi dan jaringan tanaman, (4) perubahan susunan kimia jaringan tanaman,
(5) reduksi stres abiotik dan (6) perubahan mikrobial pada mikorizosfir
(Simanungkalit, 2001).
Keuntungan tersebut secara umum adalah dalam penyerapan ion-ion
esensial yang secara normal berdifusi secara lambat ke permukaan akar, tetapi
dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman, misalnya fosfat, amonium, kalium,
dan nitrat. Berdasarkan sifat asosiasi antara jamur mikoriza dengan tanaman,
maka manfaat jamur ini akan secara nyata terlihat pada kondisi tanahnya miskin
hara atau kering, sedangkan pada kondisi yang subur, peran jamur ini tidak akan
kentara (Lakitan, 1993).
Hifa jamur yang berasal dari tanah memasuki akar-akar lewat
rambut-rambut akar atau epidermis dan meluas dari satu kedalam akar. Didalam korteks
zat hara atau karbohidrat-karbohidrat antara akar dan jamur. Pada tanah-tanah tak
subur tanaman dengan MVA didapat tumbuh sangat lebih baik dari pada tanaman
tanpa MVA. MVA sendiri tidak menambat nitrogen, tapi mereka dapat
memperbesar penambatan oleh bakteri-bakteri rhizobium dalam simbiosis dengan
tanaman legum (Goldsworthy and Fisher, 1992).
Mikoriza pada tanaman polong memiliki peran yang khas. Tanaman
polong membentuk bintil akar yang serapan sebagai mediator penambat nitrogen
dan proses ini hanya berjalan jika terdapat fosfor dalam jumlah cukup pada
perakaran tanaman. Mikoriza menyumbang P untuk penambatan N, sedangkan
bintil akar menyediakan N terseda untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikoriza (Setiawati et al, 2000).
Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi
cendawan mikoriza tersebut, tetapi merupakan masalah besar bagi tanaman.
Cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman
pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu
meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah podsolik
dan latosol. Pada tanah podsolik, serapan hara meningkat dari 0,18 mg P/ tanaman
menjadi 2,15 mg/ tanaman. Sedangkan hasil kedelai meningkatkan dari 0,02 g
biji/ tanaman, menjadi 5,13 g biji/ tanaman. Sedangkan hasil kedelai meningkat
dari 0,02 g biji/ tanaman, menjadi 5,13 g biji/ tanaman. Pada tanah latosol serapan
hara meningkat dari 0,13 mg P/ tanaman, menjadi 2,66 mg P/ tanaman, dan hasil
kedelai meningkat dari 2,84 g biji/ tanaman menjadi 5,98 g biji/ tanaman.
Dalam penelitian Hanum (1997) menyatakan bahwa inokulasi mikoriza
secara tidak langsung terhadap peningkatan serapan N tanaman adalah melalui
kemampuan mensuplai P bagi proses nodulasi dan fiksasi N. Selain itu
meningkatkan serapan N tanaman oleh kehadiran mikoriza disebabkan asosiasi
mikoriza dengan perakaran kedelai akan memperluas volume serapan hara N dan
memperbaiki pertumbuhan akar tanaman, dimana rhizobium akan membentuk
bintil akar.
Dalam penelitian Nusantara (2002) menyatakan bahwa inokulasi MVA
meningkatkan kadar P jaringan semai sengon. Ini disebabkan hifa eksternal
mikoriza tersebut membantu melarutkan bentuk-bentuk P tidak tersedia dalam
tanah dan juga melindungi tudung akar dari pelukaan oleh ion-ion logam,
misalnya Al yang banyak dijumpai pada tanah ultisol. Unsur hara berhubungan
erat dengan persentase akar terinfeksi. Dalam penelitian ini diperoleh hubungan
antara persen akar terinfeksi CMA dengan kadar P jaringan tanaman.
Dalam penelitian Hapsoh (2003) menyatakan bahwa MVA meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai, yang ditunjukkan oleh meningkatnya
luas daun, jumlah polong berisi, jumlah biji/tanamn, berat kering biji. Peningkatan
luas daun, kadar K, IAA dan kerapatan stomata daun akan meningkatkan
fotosintesis dan transpirasi menyebabkan proses metabolisme berlangsung lebih
baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. MVA
membantu penyerapan air melalui peningkatan sistem perakaran, tetapi tidak
efisien dalam pengunaan air sehingga proses metabolisme pada masa pengisian
Tanah Ultisol
Ultisol merupakan salah satu ordo tanah yang penyebarannya tergolong
paling luas di Indonesia (sekitar 45,79 juta ha). Menurut Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat (2000), tanah ini terutama menyebar di provinsi Kalimantan
Timur (10.04 juta ha), Papua (7.62 juta ha), Kalimantan Barat (5.71 juta ha),
Kalimantan Tengah (4,81 juta ha) dan Riau (2,27 juta ha). Tanah ini dapat
terbentuk dari bahan volkan, sedimen atau metamorf pada landform
bergelombang hingga bergunung. Pada awalnya, tanah ultisol dan oxisol lebih
dikenal dengan nama podsolik merah kuning (PMK) yang mendominasi tanah
lahan kering di daerah Sumatera, Kalimantan dan Papua (Prasetyo, 2006).
Ultisol mengandung berbagai kendala berat untuk budidaya tanaman
yang saling berkaitan. Ciri tanah ultisol yang terutama menjadi kendala bagi
budidaya tanaman ialah :
1. pH rendah
2. Kejenuhan Al tinggi, kemungkinan besar juga Fe dan Mn aktif yang tinggi
3. Lempung beraktivitas rendah
4. Daya semat terhadap posfat kuat
5. Kejenuhan basa yang rendah
6. Kadar bahan organik rendah dan dengan sendirinya kadar N pun rendah
serta terbatas dalam lapisan permukaan tanah
7. Daya simpan air terbatas
8. Jeluk efektif terbatas
9. Derajat agresi rendah dan kemantapan agregrat lemah, yang menyebabkan
dan rentan pemampatan yang menjadi kendala baik di lahan berlereng
maupun pada lahan yang datar.
(Notohadiprawiro, 2006).
Unsur hara tidak tersedia pada pH rendah. Perharaan yang sangat
dipengaruhi oleh pH adalah:
1. Kalsium dan magnesiun dapat ditukar
pH tanah beralih menjadi lebih rendah atau dengan kata lain semakin
masam akibat sebagian besar dari Ca dan Mg akan hilang dari permukaan
koloid tanah.
2. Aluminium dan unsur mikro
Bila pH tanah mineral rendah, sejumlah Al, Fe, Mn menjadi sangat larut
sehingga merupakan racun bagi tanaman.
3. Ketersediaan fosfor
Ketersediaan P dipengaruhi sangat nyata oleh pH. Pada pH rendah ion P
akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe, Mn, membentuk senyawa yang
tidak terlarut.
4. Kegiatan jasad mikro
Kegiatan bakteri dan aktinomisetes berkurang bila pH turun lebih rendah
dari 5.5. Pada pH tinggi jamur bersaing dengan bakteri dan aktinomisetes.
(Hakim, dkk, 1986).
Kelarutan Al dalam larutan tanah terkait sangat erat dengan pH tanah,
disamping dengan kejenuhan Al, KTK efektif dan konsentrasi garam. Pada tanah
mineral berpH < 5.0 sebagian besar koloid bermuatan negatif diduduki oleh kation
kimiawi kesuburan tanah pada tanah-tanah ini hampir semuanya bermuatan pada
tingginya kelarutan Al (Hanafiah, 2005).
Faktor-faktor pembentukan tanah yang paling dominan pada
pembentukan ultisol menurut Mohr dan Van Baren (1972) adalah iklim, rata-rata
curah hujan dari 2500-3500 mm per tahun, terdapat lebih dari tiga bulan kering
Af-Am (Koppen) serta A, B dan C (Smith Fergusson). Bahan induk umumnya
berupa tuff masam, batu pasir serta bahan-bahan endapan dari pasir. Topografi
atau bentuk permukaan tanahnya bervariasi dari bergelombang sampai berbukit
dengan ketinggian di atas muka laut lebih dari 3 meter. Vegetasi utama umumnya
berupa hutan tropika basah, padang alang-alang, melastoma dan paku-pakuan
(Munir,1996).
Dalam menghadapi tanah berkemampuan rendah dan berkendala banyak
semacam ultisol ini, ada dua sistem pemanfaatan yang dapat dipilih. Pertama,
membenahi kemampuan tanah sehingga serasi dengan macam pemanfaatan atau
bentuk penggunaan yang diinginkan. Kedua, memilih macam pemanfaatan atau
bentuk penggunaan yang dapat diadapatsi pada kemampuan asli tanah. Sistem
yang pertama dapat disebut dengan menggunakan teknologi masukan tinggi,
sedangkan sistem yang kedua menerapkan apa yang dikenal dengan teknologi
masukan rendah atau teknologi hemat energi (Notohadiprawiro, 2006).
Teknologi masukan rendah merupakan perangkat teknik budidaya yang
dapat menghasilkan 80% hasil maksimum dengan menggunakan species dan
varietas tanaman tenggang masam (acid-tolerant) dan menggunakan tanah serta
masukan kimia paling efisien. Teknik ini mencakup antara lain membatasi
sebagai bagian dari pengelolaan P yang efisien, menggunakan penyemat N oleh
legum secara maksimum dengan rhizobia tenggang masam, memperhatikan
kebutuhan tanaman akan S dan unsur hara mikro, dan mendaurulangkan hara
(Notohadiprawiro, 2006).
Analisis Unsur Hara Tanaman
Umumnya ketersediaan nutria bukan kuantitas mutlaknya lebih
menentukan status nutrisi tanaman. pH tanah merupakan faktor utama yang
mempengaruhi daya larut dan mempengaruhi ketersediaan nutrisi tanaman.
kebanyakan nutrisi tanaman lebih tersedia dalam nilai pH antara 6,0 dan 7,0. Ca,
Mg, K dan lebih tersedia banyak dalam tanah yang basa dan Zn, Mn dan B kurang
tersedia. Besi, Mn, dan Al mungkin dapat larut sampai tingkat beracun dalam
tanah yang sangat masam. Tanah podsol berkapur (yang terbentuk dibawah hutan
dan terkikis) sering kali meransang defisiensi C, terutama pada alfafa yang
membutuhkan kapur yang tinggi (Gadner dkk, 1991).
Sebelum tanah dapat mengabsobsi unsur hara, maka syaratnya adalah
unsur tersebut terdapat pada permukaan akar. Pergerakan unsur hara kepermukaan
akar terjadi melalui tiga cara yaitu (1) intersepsi (penyerapan akar) (2) aliran
massa dan (3) difusi. Mekanisme intersepsi sebenarnya adalah merupakan
pertukaran langsung antara hara dengan akar. Dengan demikian semakin banyak
akar yang bersentuhan dengan hara, semakin banyak pula hara yang dapat diserap
akar. Mekanisme kedua yaitu aliran masa, yang dalam hal ini air akan bergerak ke
akar tanaman akibat transpirasi. Pada saat yang bersamaan ikut terangkut
akar. Mekanisme yang ketiga adalah terjadi sebagai akibat selisih konsentrasi
yang terjadi di sekitar akar selanjunya hara yang disekitarnya akan berdifusi ke
daerah itu. Difusi akan berlangsung melalui selaput air yang ada dan oleh karena
itu kecepatan berdifusi akan sangat bergantung kepada kadar air tanah
(Hakim dkk, 1986).
Kemampuan tumbuhan untuk memperoleh hara esensial dari tanah itu
penting untuk menentukan tempat tumbuhnya. Kebanyakan pohon dan rumput
asli dapat tumbuh di tanah yang kurang subur dan kubutuhan hara mereka lebih
rendah dibandingkan dengan kebutuhan hara pada tanaman yang telah dimuliakan
untuk tanggap terhadap pupuk (Salisbury and Ross, 1995).
Analisis tanaman pada hakekatnya bertujuan untuk mengetahui status
unsur hara dalam tanaman, sehingga dapat menunjukkan unsur hara yang tersedia
secara tepat. Disamping itu berguna juga untuk :
a. Dapat mengetahui terjadinya defisiensi unsur hara sebelum tanaman
menunjukkan gejala defisiensi.
b. Keperluan perbaikan dan peningkatan efisiensi analisis tanaman.
c. Mengukur efektifitas jumlah, macam dan cara pemupukan.
d. Mengidentifikasi kerusakan atau kekurangan yang tersembunyi
e. Mempelajari adanya interaksi antogonis atau sinapsis antara unsur –unsur
hara.
f. Meneliti efektifitas penggunan pupuk diantara varietas-varietas tanaman.
g. Sebagai suatu bantuan dalam mengerti fungsi internal tanaman.
h. Sebagai sarana uji tambahan untuk identifikasi kerusakan/ kekurangan.
Analisis tanaman adalah didasarkan kepada asumsi bahwa jumlah unsur
hara yang terdapat di dalam tanaman mempunyai hubungan dengan keadaan hara
tanaman yang terdapat dalam tanah. Dari hasil analisis tanaman akan di dapat
suatu kadar dari unsur hara tertentu dalam tanaman.. Kadar tersebut kemungkinan
akan berada pada suatu titik yang kritis, dimana telah diperlukan tambahan unsur
tersebut melalui pupuk. Analisa daun banyak membantu dalam rekomendasi
pemupukan untuk tanaman pepohanan yang berakar dalam. Akar dari tanaman ini
akan menyebar keseluruh bagian tanah sampai ke bagian yang lebih dalam dari
lapisan olah. Selanjutnya akar tanaman mengabsobsi hara-hara yang terdapat pada
bagian yang lebih dalam dari tanah dan hara tersebut akan didistribusikan
keseluruh bagian tanaman, juga daun (Hakim dkk,1986).
Rhizobia dan mikoriza vesikular arbuskular sering berinteraksi secara
sinergenik mengahasilkan bintil akar, pengambilan nutria, dan hasil panen yang
lebih baik. Pada tanah yang memiliki kandungan P yang rendah, interaksi ini
sangat jelas, terutama dengan tambahan fosfat. Interaksi yang menguntungkan ini
telah diketahuipada legum berikut ini : Strylosanthes guyunensis, Centrosema
pubescens, Medicago sativa, Phaseolus sp, Glycine max, Arachis hypogea, dll
(Rao, 1994).
. Hanum (1997) menyatakan dalam penelitiaanya, inokulasi rhizobium
meningkatkan jumlah bintil akar 86.45 % lebih banyak dari pada tanpa perlakuan
inokulasi, dan inokulasi mikoriza meningkatkan jumlah bintil akar 6.46 kali lipat
dari perlakuan tanpa inokulasi. Kedelai merupakan tanaman simbion obliglat
dengan mikoriza. Kehadiran mikoriza merupakan prekondisi proses nodulasi dan
tanaman. Kenyataan ini tampak memang ada hubungan yang erat antara
ketersediaan unsur P yang cukup dalam proses pembentukan bintil akar. Young et
al (1986) menyatakan akar yang terinfeksi mikoriza akan memiliki kemampuan
menyerap unsur hara sampai diluar rhizosfer sehingga pertumbuhan tanaman akan
lebih baik. Penelitian mikoriza membuktikan bahwa mikoriza dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman baik tajuk maupun akar tanaman.
Dalam penelitian Nusantara (2002) mengatakan bahwa inokulasi CMA
(cendawan mikoriza arbuskular), rhizobium dan CMA+ Rhizobium meningkatkan
persen bintil akar efektif dan akar terinfeksi Glomus sp dan kadar N dan P
jaringan semai sengon. Terinfeksinya akar oleh CMA pada semai yang di
inokulasi Rhizobium menunjukkan bahwa inokuan rhizobium mampu membantu
perkembangan propagula mikoriza yang ada dalam tanah miskin P. Rhizobium
memasok nitrogen ke tanaman inang dapat meningkatkan pembentukan dan
translokasi fotosintat yang diperlukan untuk bekerjanya simbiosis CMA dengan
tanaman.
Dalam penelitian Gonggo (1998) mengatakan bahwa tanaman kedelai
yang diinokulasi mikoriza lebih mampu menyerap ion-ion P dalam konsentrasi
yang rendah dibandingkan yang tidak diiokulasi dengan mikoriza. Meningkatkan
serapan hara P merupakan pengaruh langsung infeksi mikoriza. Tanaman yang
diinokulasi oleh mikoriza dapat menyerap unsur P dalam jumlah beberapa kali
lebih besar daripada tanaman yang tidak diinokulasi. Keberhasilan inokulasi
MVA diidentifikasi dengan nisbah akar dan bagian atas tananam. Peningkatan
serapan hara dan translokasi ke bagian atas tanaman meningkatkan fotosintesis
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara dan analisis unsur hara N, P, K, dilakukan di
Laboratoriun Sentral, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dengan
ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut, pada bulan Mei 2008 sampai
Agustus 2008.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai
varietas Burangrang, varietas Sinabung, dan varietas Wilis sebagai objek yang
diamati, tanah ultisol sebagai media tanam, polibag ukuran 40 x 50 cm sebagai
tempat media tanam, inokulan Rhizobium dan Mikoriza Veskular Arbaskular
(MVA) sebagai faktor perlakuan pupuk hayati, pupuk (urea, KCl, SP-36),
insektisida untuk mengendalikan hama, NaOH 40%, H3BO3 4%, HCl 1 N, H20
untuk bahan-bahan analisis, dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor alat
untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur tinggi tanaman dan lahan
penelitian, handspreyer sebagai alat aplikasi insektisida, pacak, tali plastik,
timbangan analitik untuk menimbang, amplop, oven untuk mengeringovenkan
tanaman, alat tulis, tabung destilasi, destruksi, spektrometer, biuret untuk alat
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I : Varietas yang terdiri dari 3 varietas yaitu :
- Varietas Burangrang (V1)
- Varietas Sinabung (V2)
- Varietas Wilis (V3)
Faktor II : Pupuk hayati yang terdiri dari inokulan rhizobium dan mikoriza
yang terdiri dari 4 jenis inokulan yaitu :
- Tanpa inokulan (I0)
- Inokulan rhizobium (I1)
- Inokulan mikoriza (I2)
- Inokulan rhizobium + mikoriza (13)
Kombinasi perlakuan :
V1I0 V2I0 V3I0
V1I1 V2I1 V3I1
V1I2 V2I2 V3I2
V1I3 V2I3 V3I3
Jumlah ulangan : 3 Ulangan
Jumlah plot : 36 plot
Jumlah polibag per plot : 3 polibag
Jumlah tanaman per polibag : 1 tanaman
Jumlah sampel destruksi : 1 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman
Jumlah seluruh sampel : 108 tanaman
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar ulangan : 50 cm
Dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
Rancangan Acak Kelompok Faktorial adalah ;
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4
dimana :
Yijk = hasil pengamatan pada blok ke-i dengan varietas (V) pada
katagori ke-j dan inokulan (I) pada taraf ke-k
μ = nilai tengah
ρi = efek blok ke-i
αj = efek varietas pada taraf ke-j
βk = efek inokulan pada taraf ke-k
(αβ)jk = pengaruh interaksi varietas pada taraf ke-j dan inokulan pada
taraf ke-k
εij = efek eror pada blok ke-i varietas pada katagori ke-j dan inokulan
pada taraf ke-k
Jika dari sidik ragam diperoleh efek varietas atau inokulan yang
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa akar
tanaman dan batu-batuan dengan menggunakan cangkul kemudian diratakan.
Setelah itu dibentuk blok-blok sebanyak 3 blok dengan jarak antar blok 50 cm.
Setiap blok dibagi menjadi 12 plot dengan jarak antar plot 30 cm.
Persiapan Media Tanam
Polibag diisi dengan tanah ultisol sebanyak ¾ bagian lalu polibag tersebut
disusun dilahan penelitian.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan satu hari sebelum tanam, yaitu dengan memberikan
urea 1,03 g per polibag, SP-36 1,03 g per polibag, dan KCl 0,4 g per polibag.
Pemupukan urea, SP-36 dan KCl dilakukan dengan cara ditugal.
Aplikasi Inokulan Rhizobium dan Mikoriza
Inokulasi benih dengan bakteri rhizobium dengan takaran 8 gr/ kg benih.
Mula-mula biji kedelai dibasahi dengan air secukupnya, kemudian diberikan
bubukan rhizobiumsehingga bakteri tersebut dapat menempel dibiji.
Pemberian mikoriza vesikular arbuskular (MVA) dilakukan pada media
tanam, dengan cara disebarkan merata pada kedalaman 5 cm dari permukaan
Penanaman
Penanaman benih dilakukan dengan membuat lubang tanam sedalam
2-3 cm, tiap lubang tanam ditanam 2 benih per lubang tanam, setelah itu lubang
ditutup.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan tiap hari yakni pagi dan sore hari atau sesuai
dengan kondisi dilapangan dengan menggunakan gembor.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada 2 MST yakni dipilih tanaman yang
pertumbuhannya kurang baik atau abnormal. Penjarangan dilakukan dengan
memotong tanaman.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah
disekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah
dan berdiri tegak.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan tangan ataupun
dengan cangkul, baik didalam atau diluar polibag. Ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya persaingan antara tanaman utama dengan gulma untuk
Pengandalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida. Penyemprotan disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan
mengunakan handspreyer.
Panen
Panen dilakukan setelah kedelai mencapai kriteria matang. Panen ditandai
dengan polong yang mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kecoklatan
atau jika 95 % polong berubah warna serta batang dan daun terlihat kering.
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh dengan
menggunakan meteran. Pengamatan tinggi tanaman dimulai pada saat tanaman
berumur 2 minggu setelah tanam (MST) dengan selang waktu dua minggu sekali
dan diamati hingga stadia reproduksi R1 yaitu stadia bunga terbuka pertama pada
buku manapun pada batang tanaman.
Umur Berbunga (HST)
Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan menghitung umur tanaman
pada saat tanaman memasuki stadia R1, yaitu membukanya bunga pertama kali
.Kandungan Unsur Hara N,P,K pada Daun (%)
Analisis dilakukan pada saat tanaman kedelai memasuki stadia R1.
Analisis unsur hara N,P,K daun dengan menggunakan metode destruksi basah
(Lampiran 4). Penetapan unsur N, P, K dengan rumus sebagai berikut:
Penetapan N (%) = ml HCl x N HCl x 14 x 50 x 20 x 100
Berat contoh x 1000 50
Penetapan P (%) = P Larutan x 50 x 50 x 10-4
0,25 5
Penetapan K (%) = K larutan x 50 x 50 x 10-4
0,25 5
(Muklis, 2004).
Jumlah Bintil Akar/ Tanaman (buah)
Perhitungan bintil akar dilakukan dengan cara membongkar bagian akar
tanaman, setelah itu dibersihkan dari tanah yang menempel. Bintil akar yang
dihitung adalah bintil akar yang efektif, yang ditandai bintil akar besar dan
berwarna kemerah-merahan. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur
7 MST.
Jumlah Cabang (cabang)
Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung seluruh cabang
yang terletak pada batang utama yang ada pada setiap tanaman. Pengamatan
jumlah cabang dilakukan pada stadia R7 yaitu pada saat satu polong pada batang
Umur Panen (HST)
Umur panen dihitung mulai dari penanaman benih hingga tanaman
memasuki stadia matang penuh (R8) dengan kriteria polong telah mencapai warna
polong matang lebih kurang 95 %.
Bobot Basah Akar (g)
Bagian akar tanaman dipisahkan dari tajuk dengan cara memotong bagian
pertautan batang dan akar tanaman, lalu ditimbang seluruh bagian akar tanaman
yang masih segar. Ini dilakukan pada akhir penelitian.
Bobot Basah Tajuk (g)
Bagian tajuk yang terlah terpisah dari akarnya yang masih segar
ditimbang. Dilakukan pada akhir penelitian.
Nisbah Bobot Basah Akar Terhadap Bobot Basah Tajuk (g)
Perbandingan bobot basah akar terhadap bobot basah tajuk (BBA/BBT),
dihitung dengan cara membagi bobot basah akar dengan bobot basah tajuk.
Bobot Kering Akar (g)
Bobot kering akar dihitung dengan menimbang bagian akar tanaman yang
telah dikeringovenkan selama 24 jam dengan temperatur 70°. Dilakukan pada
akhir penelitian
Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk dihitung dengan menimbang bagian tajuk tanaman
yang telah dikeringovenkan selama 24 jam dengan temperatur 70°. Dilakukan
Nisbah Bobot Kering Akar Terhadap Bobot Kering Tajuk (g)
Perbandingan bobot kering akar terhadap bobot kering tajuk (BKA/BKT),
dihtung dengan cara membagi bobot kering akar dengan bobot kering tajuk.
Jumlah Polong Per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah polong setiap
tanaman. Pengamatan ini dilakukan pada saat panen.
Bobot Biji Per Tanaman (g)
Penimbangan dilakukan dengan menimbang seluruh biji dari
masing-masing tanaman. Dilakukan pada akhir penelitian.
Bobot 100 Biji (g)
Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji pada masing-masing
Pembahasan
Perbedaan Varietas Kedelai terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Dari hasil analisa statistik diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap
parameter 2 MST hingga 6 MST, umur berbunga, jumlah bintil akar, jumlah
cabang, umur panen, bobot basah akar, bobot basah tajuk, nisbah bobot basah akar
terhadap bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, nisbah bobot
kering akar terhadap bobot kering tajuk, jumlah polong, bobot biji per tanaman
dan bobot 100 biji.
Perbedaan yang terjadi dari masing-masing varietas menunjukkan bahwa
setiap varietas memiliki karakter genetik yang berbeda. Perbedaan genetik ini
mengakibatkan setiap varietas memiliki ciri dan sifat yang khusus yang berbeda
satu dengan yang lain sehingga mempengaruhi keragaman pertumbuhan, seperti
yang dikemukakan oleh Sitompul dan Guritno (1995), bahwa perbedaan susunan
genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman.
Program genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang
mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman
pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai juga dengan pendapat Makmur (1992) yang
menyatakan ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai
karakter genetik yang berbeda, pada umumnya dapat dilihat bila varietas-varietas
yang berbeda yang ditanam pada lingkungan yang sama.
Dari analisa data varietas Wilis memiliki perbedaan yang nyata terhadap
parameter tinggi tanaman 2 MST sampai 6 MST, jumlah bintil, jumlah cabang,
polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman dibandingkan dengan varietas
Burangrang dan Sinabung. Namun pada parameter nisbah bobot basah akar
terhadap bobot basah tajuk, nisbah bobot kering akar terhadap bobot kering tajuk
dan bobot 100 biji, varietas Wilis memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan
varietas Burangrang dan varietas Sinabung, serta pada parameter umur berbunga
dan umur panen, varietas Wilis mempunyai umur yang panjang dibanding dengan
varietas Burangrang dan varietas Sinabung. Keragaman sifat-sifat diatas juga
ditunjukkan pula pada deskripsi tanaman (Puslitbangtan) bahwa varietas Wilis
memiliki umur berbunga dan umur panen yang lebih lama dan bobot 100 biji yang
lebih rendah dibandingkan dengan varietas Burangrang dan Sinabung.
Keunggulan varietas Wilis pada sebagian besar komponen parameter
disebabkan varietas Wilis merupakan varietas unggul yang tahan terhadap tanah
masam seperti tanah ultisol yang digunakan dalam percobaan. Varietas sangat
menentukan tingkat pertumbuhan dan produktivitas tanaman, seperti yang
dikemukakan oleh Marwoto, dkk (2004) yang menyatakan bahwa varietas unggul
kedelai telah banyak dihasilkan, untuk lahan masam dianjurkan varietas
Tanggamus, Sibayak, Nanti, Kaba, dan Wilis. Dalam penelitian Bertham dkk
(2005) menyatakan bahwa varietas Wilis memiliki kenaikan bobot kering, bintil
akar, kandungan unsur hara N, P, dalam respon pupuk hayati dibandingkan
dengan varietas lainnya pada tanah ultisol.
Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh terdapat hubungan pada
perlakuan varietas yaitu tinggi tanaman dengan serapan unsur K, jumlah cabang,
bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan
basah akar terhadap bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk,
bobot 100 biji. Semakin banyak unsur hara yang terserap maka bobot tanaman
akan bertambah dan sebaliknya. Jumlah bintil akar dengan jumlah cabang, umur
panen, bobot basah akar, bobot kering akar, jumlah polong dan bobot biji.
Semakin banyak bintil akar yang terbentuk maka akan meningkatkan bobot basah
akar, jumlah polong dan bobot biji dan sebaliknya. Jumlah cabang dengan bobot
basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, jumlah
polong, bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji. Semakin banyak cabang yang
terbentuk maka bobot tanaman meningkat, polong yang terbentuk makin banyak,
bobot biji makin bertambah dan sebaliknya. Bobot tanaman dengan jumlah
polong, bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji berbanding lurus dan
sebaliknya. Jumlah polong dengan bobot biji per tanaman. semakin banyak
polong maka bobot biji semakin meningkat dan sebaliknya. Berdasarkan nilai
korelasi yang diperoleh terdapat hubungan pada perlakuan varietas yaitu tinggi
tanaman dengan serapan unsur K, jumlah cabang, bobot basah akar, bobot basah
tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan bobot 100 biji. Serapan unsur
N,P,K dengan bobot basah tajuk, nisbah bobot basah akar terhadap bobot basah
tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot 100 biji. Semakin banyak
unsur hara yang terserap maka bobot tanaman akan bertambah dan sebaliknya.
Jumlah bintil akar dengan jumlah cabang, umur panen, bobot basah akar, bobot
kering akar, jumlah polong dan bobot biji. Semakin banyak bintil akar yang
terbentuk maka akan meningkatkan bobot basah akar, jumlah polong dan bobot
biji dan sebaliknya. Jumlah cabang dengan bobot basah akar, bobot basah tajuk,
bobot 100 biji. Semakin banyak cabang yang terbentuk maka bobot tanaman
meningkat, polong yang terbentuk makin banyak, bobot biji makin bertambah dan
sebaliknya. Bobot tanaman dengan jumlah polong, bobot biji per tanaman dan
bobot 100 biji berbanding lurus dan sebaliknya. Jumlah polong dengan bobot biji
per tanaman. semakin banyak polong maka bobot biji semakin meningkat dan
sebaliknya.
Pengaruh Inokulan Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai
Dari hasil analisa statistik diperoleh bahwa inokulan berpengaruh nyata
terhadap parameter tinggi tanaman 6 MST, jumlah bintil akar, bobot basah tajuk,
dan bobot kering tajuk.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan kombinasi
antara inokulan rhizobim dan mikoriza memberikan tinggi tanaman yang paling
tinggi dibandingkan inokulan rhizobium atau inokulan mikoriza saja dan
menunjukkan juga bahwa perlakuan tanpa inokulan tinggi tanaman yang terendah.
Hal ini diduga dikarenakan jamur mikoriza yang memfasilitasi penyediaan
berbagai unsur hara untuk tanaman, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Begitu
juga dari peranan rhizobium terhadap tanaman, menyediakan nitrogen bagi
tanaman. Hal ini sesuai dengan Lakitan (1993) yang menyatakan bahwa jamur
mikoriza berpotensi memfasilitasi penyediaan berbagai unsur hara. Rao (1994)
menyatakan bahwa peranan rhizobium terhadap tanaman khusus berkaitan dengan
ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Rhizobium dan mikoriza vesikular
pengambilan unsur hara sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dan
hasil panen lebih baik.
Mengacu pada paparan hasil penelitian ini, diketahui bahwa jumlah bintil
akar dengan kombinasi inokulan rhizobium + mikoriza memiliki jumlah bintil
akar yang paling banyak dibandingkan dengan inokulan rhizobium atau inokulan
mikoriza saja. Ini membuktikan bahwa inokulan rhizabium mampu membantu
perkembangan mikoriza untuk dapat meningkatkan pembentukan dan translokasi
fotosintat. Hal ini sesuai dengan Nusantara (2002) yang menyatakan bahwa
inokulasi mikoriza, rhizobium, dan mikoriza + rhizobium meningkatkan persen
bintil akar efektif pada semai sengon. Terinfeksinya akar oleh mikoriza pada
semai yang di inokulasi rhizobium menunjukkan bahwa inokulan rhizobium
mampu membantu perkembangan propagula mikoriza yang ada dalam tanah
miskin P. Rhizobium memasok nitrogen ke tanaman inang dapat meningkatkan
pembentukan dan translokasi fotosintat yang diperlukan untuk bekerjanya
simbiosis mikoriza dengan tanaman.
Dari hasil penelitian diperoleh kombinasi inokulan rhizobhium dan
mikoriza dapat meningkatkan bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk,
dibandaingkan dengan yang diberi inokulan rhizobhium atau inokulan mikoriza
saja. Hal ini diduga disebabkan dengan kehadiran mikoriza membantu menyerap
unsur hara untuk tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Young
et al (1986) menyatakan akar yang terinfeksi mikoriza akan memiliki kemampuan
menyerap unsur hara sampai diluar rhizosfer sehingga pertumbuhan tanaman akan
lebih baik. Penelitian membuktikan mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman terutama serapan N. Hanum (1997) dalam penelitiannya menyatakan
tanaman yang diinokulasi dengan rhizobium meningkatkan berat kering tajuk
tanaman daripada tanaman tanpa inokulasi Dengan demikian perpaduan inokulasi
rhizobium dan mikoriza dapat menghasilkan pengambilan unsur hara untuk
tanaman. Rao (1994) menyatakan rhizobium dan mikoriza sering terinfeksi secara
sinergik menghasilkan pengambilan unsur hara dan hasil panen yang lebih baik.
Terdapat hubungan antara serapan unsur hara tanaman dengan bobot tanaman.
Dari hasil penelitian serapan unsur N,P,K yang tertinggi terdapat pada
inokulan mikoriza, dibandingkan dengan inokulan rhizobium atau tanpa inokulan.
Hal ini diduga karena kemampuan mikoriza yang dapat membebaskan
unsur-unsur yang terikat akibat dari fiksasi Al yang ada pada tanah ultisol, walau pada
dasarnya mikoriza mempunyai peranan dikhususkan pada unsur P, tetapi dari data
penelitian dapat dilihat juga mikoriza meningkatkan unsur-unsur lainnya.
Pengaruh Interaksi Varietas dan Inokulan Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai
Dari paparan hasil penelitian ini, diketahui bahwa terdapat interaksi
varietas dan inokulan pada parameter jumlah bintil akar, dimana varietas Wilis
dengan inokulan rhizobium + mikoriza memiliki jumlah bintil akar yang paling
banyak dan yang paling rendah terdapat pada varietas Sinabung yang tanpa
inokulan. Kehadiran mikoriza merupakan hal yang sangat baik dalam proses
nodulasi dan fiksasi N, terdapat hubungan yang erat antara ketersediaan unsur P
dalam proses pembentukan bintil akar. Hanum (1997) menyatakan dalam
banyak dari pada tanpa perlakuan inokulasi, dan inokulasi mikoriza meningkatkan
jumlah bintil akar 6.46 kali lipat dari perlakuan tanpa inokulasi. Kehadiran
mikoriza merupakan prekondisi proses nodulasi dan fiksasi N yang sangat besar
peranannya dalam mensuplai kebutuhan bagi tanaman. Kenyataan ini tampak
memang ada hubungan yang erat antara ketersediaan unsur P yang cukup dalam