• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Hepatoprotektif dari ekstrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera) pada sayatan Histologi Hepar Mencit (Mus musculus) betina yang diinduksi Paracetamol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aktivitas Hepatoprotektif dari ekstrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera) pada sayatan Histologi Hepar Mencit (Mus musculus) betina yang diinduksi Paracetamol"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

NURUL NAHDIYAH

NIM : H71214018

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN SAINS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2018

AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF DARI EKSTRAK KURMA

RUTHAB (

Phoenix dactylifera)

PADA HISTOLOGI HEPAR

MENCIT (

Mus musculus)

BETINA YANG DIINDUKSI

PARACETAMOL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF DARI EKSTRAK KURMA RUTHAB (Phoenix dactylifera) PADA HISTOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG DIINDUKSI PARACETAMOL

ABSTRAK

Parasetamol (PCT) adalah obat yang biasa dipakai sebagai antipiretik analgesik. Hati (hepar) merupakan organ yang berperan dalam sistem detoksifikasi dan metabolisme tubuh. Kurma ruthab (Phoenix dactylifera) merupakan buah yang digunakan untuk agen hepatoproteksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan berbagai perbandingan dosis dari ekstrak kurma ruthab

(Phoenix dactylifera) terhadap sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) dan

untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektif dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix

dactylifera) terhadap sayatan histologi hati mencit (Mus musculus) betina yang

telah diinduksi paracetamol. Metode pada penelitian ini adalah pada kelompok pre eksperimen dan kelompok eksperimen. Kelompok pre eksperimen yaitu mencit di induksi hanya dengan kurma ruthab dosis 1, 3, dan 7. Sedangkan pada kelompok eksperimen yaitu mencit diinduksi dengan paracetamol dan kurma ruthab (Phoenix dactylifera) dosis 7 + paracetamol. Hasil pada penelitian ini, pada kelompok pre eksperimen tidak terdapat perbedaan antara berbagai dosis ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) yang telah diberikan. Sedangkan hasil kelompok eksperimen yaitu tidak terdapat aktivitas hepatoproteksi pada ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) dan dosis paracetamol yang telah diberikan, tetapi terdapat penurunan rerata skor nekrosis dari angka 4.4 ke 2,8. Kesimpulan penelitian ini adalah rerata skor nekrosis setalah pemberian ekstrak kurma ruthab

(Phoenix dactylifera) pada kelompok pre eksperimen dan kelompok eksperimen

tidak menujukkan perbedaan yang signifikan, meskipun pada kelompok eksperimen menunjukkan adanya penurunan rerata skor nekrosis.

(7)

HEPATOPROTECTIVE ACTIVITY OF THE RUTHAB DATES (Phoenix dactylifera) TO THE HITOLOGYCAL LIVER MICE (Mus musculus)

FEMALES INDUCED BY PARACETAMOL

ABSTRACT

Paracetamol (PCT) was a drug commonly used as an antipyretic and analgesic. Liver (hepar) was an organ that played a role in detoxification and metabolism system. Ruthab dates (Phoenix dactylifera) was fruit that can be used for hepatoprotection agents. The purpose of this study was to investigated the differenced within the dose ratio of the extract of the ruthab dates (Phoenix dactylifera) to the histology of the liver of mice (Mus musculus) and to find out the hepatoprotective activity of the extract of the ruthab dates (Phoenix

dactylifera) to the histological liver of the mice (Mus musculus) females induced

by paracetamol. The methods of this study were in the pre experimental group and experimental group. Pre experimental group of mice was induced only with 1, 3, and 7 doses of ruthab dates (Phoenix dactylifera), while in the experimental group the mice were induced by only paracetamol and ruthab dates (Phoenix dactylifera) dose of 7 + paracetamol. The results of this study were, in the pre experiment group there was no difference between the various dose extracts of ruthab dates

(Phoenix dactylifera) that have been given. Results in the experimental group

were no hepatoprotection activity in the extract of the ruthab dates (Phoenix

dactylifera) and the given doses of paracetamol, but there was a decreased in

mean necrosis score from 4.4 to 2.8.The conclusion of this study was the mean score of necrosis after giving ruthab dates (Phoenix dactylifera) experiments in the pre experimental group and the experimental group were not showed any significant differences, although in the experimental group shows a decreased in the mean score of necrosis.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x ABSTRAK ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Batasan Penelitian ... 8 E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Taksonomi Kurma (Phoenix dactylifera) ... 10

B. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Kurma (Phoenix dactylifera) ... 11

C. Kandungan Kurma (Phoenix dactylifera) ... 16

D. Manfaat Kurma (Phoenix dactylifera) ... 17

E. Hepar ... 21 1. Fisiologi Hepar ... 21 2. Histologi Hepar ... 22 F. Parcetamol (Asetaminofen) ... 26 1. Toksisitas Paracetamol ... 26 2. Efek Samping ... 28

BAB III KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 30

A. Kerangka Teori ... 30

B. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Rancangan Penelitian ... 34

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

C. Bahan dan Alat Penelitian ... 35

1. Bahan Coba ... 35 2. Bahan Penelitian ... 35 3. Alat penelitian ... 35 D. Variabel Penelitian ... 36 1. Variabel Bebas ... 36 2. Variabel Terikat ... 36 3. Variabel Terkendali ... 36

E.Prosedur Etik Penelitian ... 36

1. Pre Eksperimen ... 37

2. In Eksperimen ... 37

(9)

F. Prosedur Penelitian ... 38

1. Identifikasi Hewan Coba ... 38

2. Identifikasi Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera) ... 39

3. Penentuan Jumlah Hewan Coba ... 39

4. Pembuatan Ekstrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera) ... 40

5. Pemberian Perlakuan pada Hewan Coba ... 40

6. Pembuatan Dosis Ekstrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera) ... 41

7. Pembuatan Dosis Paracetamol ... 42

8. Pembedahan ... 42

9. Pembuatan Sayatan Histologi Hepar ... 43

10. Penyajian Data ... 45

G.Kerangka Operasional ... 47

H.Analisis Data ... 50

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

BABVI PENUTUP ... 65

A.Kesimpulan ... 65

B.Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Masyarakat sudah tidak segan lagi minum obat pilihan sendiri untuk menangkal gangguan-gangguan tersebut. Obat yang paling banyak digunakan untuk menyembuhkan atau mengurangi sakit kepala atau demam adalah dari golongan analgetik- antipiretik (Rahardi, 2010).

Di Indonesia obat analgetik beredar sangat banyak, diantaranya sebanyak 29 merek obat analgetik yang termasuk obat bebas terbatas, 307 merek obat analgetik yang termasuk dalam golongan obat keras, dan 110 merek obat analgetik yang termasuk golongan bebas. (Annisya, 2011). Diantara obat analgetik yang termasuk golongan bebas adalah paracetamol.

Parasetamol (PCT) adalah obat yang biasa dipakai untuk menurunkan suhu tubuh waktu demam (antipiretik), dan mengurangi rasa sakit (analgesik).Walaupun parasetamol dinyatakan aman pada dosis terapi, namun dosis tinggi parasetamol dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati. Efek hepatoksik parasetamol diketahui sejak sekitar tahun 1960 (Oktiari dkk, 2010).

Parasetamol diaktifkan oleh enzim sitokrom P450 menjadi bahan metabolit bernama N-acetyl-p-benzoquinon imine (NAPQI) yang reaktif

(11)

2

sehingga menekan glutation hepar kemudian berikatan kovalen dengan protein. Ikatan kovalen ini berhubungan dengan toksisitas parasetamol yang mengakibatkan kerusakan hepar. Pada manusia dilaporkan efek hepatotoksik terjadi pada dosis tunggal 10-15 g yang muncul sekitar 2 sampai 4 hari setelah asupan dosis toksik, sedangkan pada tikus terjadi pada dosis 2,5 g/kgbb. Dosis maksmial harian untuk parasetamol adalah 3000 mg (Ferrel dkk, 2010).

Menurut Pauls, dkk (2012) obat-obat seperti estrogen, androgen, chorpromazine, asam klavulanat, dan piroxicam dapat menyebabkan kolestatis. Kolestatis adalah kegagalan cairan empedu masuk kedalam duodenum. Obat lain seperti amiodaron dapat menyebabkan perlemakan hati. Penggunaan dosis toksik dari produk yang mengandung aspirin, asetaminofen, ibuprofen, naproxen dan ketoporofen dapat meningkatkan resiko hepatotoksik dan hemorrhagic saluran pencernaan yang didukung dengan konsumsi minuman beralkohol.

Di Prancis, terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan populasi DILI (Drug Induce Liver Injury) sekitar 13,9 kasus/100.000, dua orang (5,9%) meninggal dan 4 dari 34 (11,8%) pasien dirawat di rumah sakit. Di Singapura, transplatasi hati bahkan sebanyak 14%. 96% pasien dengan gangguan fungsi hati masih banyak yang diberikan obat penginduksi penyakit hati diantaranya ranitidin, sefriakson, dan parasetamol pada tahun 2012 di rumah sakit Tasikmalaya (Sa’roni, 2012). Paracetamol banyak diteliti dapat menyebabkan toksisitas pada hepar.

(12)

3

Hati (hepar) merupakan organ yang penting didalam tubuh, antara lain karena hati sangat berperan dalam sistem detoksifikasi dan metabolisme tubuh. Kerusakan hati dapat diakibatkan oleh infeksi atau intoksikasi zat kimia. Paparan zat kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati terjadi melalui inhalasi, pemberian per oral, atau parenteral (Guyton dan Hall, 2009). Hati merupakan organ metabolik, sekretorik dan immunologik. Semua substansi termasuk obat dimetabolisme di hati. Penggunaan obat yang berlebihan contohnya obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat menyebabkan kerusakan hati. Toksisitas pada hepar ini dapat dikurangi dengan adanya senyawa antioksidan. (Hayati dkk, 2014). Salah satu buah yang terdapat kandungan antioksidan adalah kurma ruthab (Phoenix dactylifera).

Kurma (Phoenix dactylifera) merupakan buah yang bisa digunakan untuk agen hepatoproteksi karena sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Arem et al (2014), menyatakan bahwa efek hepatoproteksi terjadi pada tikus (Rattus novergicus) yang diberi asam dikloroacetik (DCA) dengan hepatoprotektor ekstrak kurma (Phoenix dactylifera) sebanyak 0,5 dan 2 g/l. Hasil dari percobaan tersebut mengalami peningkatan kadar serum AST, ALT dan LDH apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) dapat digunakan

sebagai hepatoproteksi karena mempunyai kandungan senyawa

(13)

4

radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Mekanisme kerja dari antioksidan dalam membuat radikal bebas menjadi stabil yaitu dengan melengkapi kekurangan elektron dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari radikal bebas. Mekanisme kerja antioksidan ada dua yaitu sebagai donor atom hidrogen seingga radikal bebas menjadi lebih stabil dan yang kedua yaitu untuk memperlambat laju autooksidasi (Philips dkk, 2010).

Dalam beberapa riset juga ditemukan bahwa kurma ruthab

(Phoenix dactylifera) mengandung serat yang memiliki efek baik terhadap

kesehatan. Adanya pektin didalam kurma dapat membantu mengurangi penyakit pada hati, diabetes, dan kolesterol, pektin dalam kurma sebanyak 0,5-3,9% (Satuhu, 2010).

Dalam alquran banyak diterangkan ayat yang bercerita tentang Allah yang menurunkan banyak jenis tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini, diantaranya surat Thaha ayat 53 sebagai berikut:

ًءاَم ِءَاَمَسْلا َنِم َلَزْ نَاَو ًلًُبُس اَهْ يِف ْمُكَل َكَلَسَو اًدهَم َضْر ْلْا ُمُكَل َلَعَج ىِدْلا

َتَش ٍتاَبَ ن ْنِم اًجَوْزَا ِهِب اَنْجَرْخَاَف

Artinya: Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam (QS. Thaahaa:53).

Menurut Al-Jazari dalam tafsir al-Aisar (2009) dijelaskan maksud dari

ًلًُبُس اَهْ يِف ْمُكَل َكَلَسَو اًدهَم

adalah mahdan artinya hamparan, salaka artinya memudahkan, dan subhan artinya jalan-jalan. Maksud dari sepenggal

(14)

5

kalimat

َتَش ٍتاَبَ ن ْنِم اًجَوْزَا

adalah azwaajan artinya berjenis-jenis dan syatta

artinya beraneka warna serta rasa. Makna ayat ini adalah bumi dibentangkan sebagai hamparan untuk kehidupan, dengan tujuan agar mempermudah manusia dalam mendapatkan apa yang dibutuhkan. Allah SWT menurunkan air hujan dari langit kemudian terbentuklah sungai-sungai yang mengalir deras, dengan air hujan tumbuhlah bermacam jenis tumbuhan yang beraneka warna, rasa bau dan keistimewaannya.

Selain itu, dalam alquran banyak diterangkan tentang buah kurma (Phoenix dactylifera) dan manfaatnya yang baik untuk kesehatan antara lain sangat dianjurkan bagi perempuan yang hamil dan yang akan segera melahirkan. Pada waktu Maryam binti 'Imran sedang nifas, beliau diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memakan buah kurma ini (Khasanah, 2011).

يِّرَ قَو ِبَرْشاَو يِلُكَف

)25(

اًّيِنَج اًبَطُر ِكْيَلَع ْطِقاَسُت ِةَلْخَّنلا ِعْذِِبِ ِكْيَلِإ يِّزُهَو

َمْوَ يْلا َمِّلَكُأ ْنَلَ ف اًمْوَص ِنَْحَّْرلِل ُتْرَذَن ِّنِِإ ِلوُقَ ف اًدَحَأ ِرَشَبْلا َنِم َّنِيَرَ ت اَّمِإَف اًنْ يَع

)26(

اًّي ِسْنِإ

Artinya: “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu,

niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak

kepadamu, maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka katakanlah, 'Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa untuk Rabb Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun

pada hari ini' (QS. Maryam: 25-26).

Muhammad an-Nasimi mengatakan bahwa pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah perempuan hamil yang akan melahirkan itu sangat membutuhkan minuman dan makanan yang kaya akan unsur gula,

(15)

6

hal ini karena banyaknya kontraksi otot-otot rahim ketika akan mengeluarkan jabang bayi, terlebih lagi apabila hal itu membutuhkan waktu yang lama (Khasanah, 2011).

Selain itu, disunahkan mengonsumsi kurma (Phoenix dactylifera) setelah berbuka puasa, baik kurma ruthab maupun kurma tamr, sebagaimana hadist Nabi SAW berikut ini:

ْنَأ َلْبَ ق ُرِطْفُ ي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ُِّبَِّنلا َناَك :َلاَق ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَأ ْنَع

َيِّلَصُي

َْلَ ْنِإَف ،ٌتاَرْ يَمُتَ ف ٌتاَبَطُر ْنُكَت َْلَ ْنِإَف ، ٍتاَبَطُر ىَلَع

اَسَح ٌتاَرْ يَُتُ ْنُكَت

ٍءاَم ْنِم ٍتاَوَسَح

Artinya: “Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma basah), jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), dan jika tidak ada tamr,

beliau meminum seteguk air”

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berbuka dengan ruthab atau kurma dengan jumlah yang ganjil. Maka seorang muslim dalam rangka mengikuti sunnah agar berbuka dengan ruthab atau kurma tanpa perlu menghitungnya. Syeikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah- berkata: “Tidak ada kewajiban (bahkan bukan termasuk sunnah) bahwa seseorang berbuka dengan jumlah ganjil: 1, 3, 5, 7 atau 9 kecuali pada hari raya idul fitri telah ditetapkan riwayatnya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak beranjak menuju tempat shalat pada hari raya idul fitri sampai beliau memakan beberapa butir kurma dengan jumlah yang ganjil. Selain itu maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bermaksud memakan kurma

(16)

7

dengan jumlah yang ganjil” (Mustaqni, 2002).Adapun hadits Anas, bahwa dia berkata:

، ٍتاَرََتُ ِث َلًَث ىَلَع َرِطْفُ ي ْنَأ ُّبُِيُ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ُِّبَِّنلا َناَك

ىلعي وبأ هاورف " ُراَّنلا ُهْبِصُت َْلَ ٍءْيَش ْوَأ

(

3305

)

Artinya: “Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyukai untuk berbuka dengan tiga kurma atau dengan sesuatu yang tidak tersentuh oleh api (tidak dimasak)”. (HR. Abu Ya’la: 3305)

Dari hadist tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa mengonsumsi kurma ruthab dan tamr setelah berbuka puasa dan dalam julah ganjil merupakan sunah nabi Shallahu Alaihi. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk makan kurma berjumlah ganjil yaitu sebanyak tiga, tujuh, sembilan, atau pun sebelas (Mustaqni, 2002).

Oleh karena itu, penting penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai perbandingan dosis terhadap aktivitas hepatopotektif dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) dan aktivitas hepatoproteksi ekstrak buah kurma ruthab (Phoenix dactylifera)

terhadap histologi hepar mencit (Mus musculus) betina yang telah diinduksi paracetamol.

(17)

8

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana aktivitas hepatoprotektif dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) terhadap sayatan histologi hati mencit (Mus musculus) betina yang telah diinduksi paracetamol?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aktivitas hepatoprotektif dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) terhadap sayatan histologi hati mencit (Mus musculus) betina yang telah diinduksi paracetamol.

D. Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah hewan coba yang digunakan yaitu mencit (Mus musculus) betina berjumlah 30 ekor, telah berumur 6-7 minggu dan memiliki berat badan antara 25-30 gram. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera).

Ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) yang diberikan pada mencit

(Mus musculus) betina memiliki konsentrasi yaitu 1 kurma (2 gram), 3

kurma (6 gram), dan 7 kurma (14 gram) sebanyak 0,2 ml. Konsentrasi paracetamol yang diberikan pada mencit (Mus musculus) adalah 41,4 gram. Permberian ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) dan paracetamol pada mencit (Mus musculus) secara oral.

(18)

9

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Universitas

Diharapkan dapat menambah sumber referensi mengenai manfaat dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera). sebagai hepatoprotektif.

2. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang manfaat dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera). Selain itu, untuk memenuhi persyaratan kelulusan akhir program studi biologi.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan bahan tambahan yang lebih sempurna mengenai manfaat dari ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera).

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.

Tinjauan Umum tentang Kurma (Phoenix dactylifera) 1. Taksonomi Kurma (Phoenix dactylifera)

Buah kurma atau dikenal dengan nama ilmiah Phoenix dactylifera

merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Tanaman kurma merupakan salah satu tanaman yang tertua di dunia dan hingga saat ini masih terpelihara keberadaannya di berbagai negara (Kruger dkk, 2009).

Nama ilmiah buah kurma Phoenix dactylifera berasal dari bahasa Yunani, “Phoenix ” yang artinya buah merah atau ungu, dan

dactylifera” dalam bahasa Yunani disebut dengan “daktulos” yang

berarti jari, seperti yang tampak pada bentuk buah kurma. Genus dari buah kurma yaitu “Phoenix” terdiri atas 12 spesies yang banyak dikenal sebagai tanaman hias, namun hanya spesies buah kurma yang dapat dipanen, meskipun sebenarnya ada 5 spesies buah yang dapat dimakan selain kurma (Kruger dkk, 2009).

Tanaman kurma memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

(20)

11

Genus : Phoenix

Spesies : Phoenix dactylifera (Vyawahare dkk, 2009).

Meskipun buah kurma dikenal berasal dari negara Timur Tengah yang mayoritasnya dikonsumsi oleh kaum muslim, namun saat ini kurma telah menjadi bahan makanan yang dikonsumsi oleh banyak orang, tidak hanya orang-orang Arab melainkan juga seluruh masyarakat muslim dan non-muslim yang ada di berbagai belahan dunia (Shabib, 2009).

2. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Kurma (Phoenix dactylifera)

Pertumbuhan dan perkembangan kurma (Phoenix dactylifera L.) adalah proses yang rumit termasuk degradasi klorofil, sintesis karotenoid, degradasi dinding sel, dan konversi pati menjadi gula (Farooq dkk, 2001). Menurut istilah Arab, pertumbuhan dan perkembangan kurma dibagi atas 5 tahap, yaitu:

a. Hababouk stage

Tahap ini muncul setelah terjadi penyerbukan, buah memiliki bentuk bulat, kecil, berwarna krim dan memiliki garis-garis hijau. Tahap ini relatif lambat dan berlanjut selama 4–5 minggu setelah penyerbukan (Farooq dkk, 2001). Pada tahap ini buah kurma masih tertutupi oleh kelopak daun dan masih berkembang hingga menjadi warna hijau (Shabib, 2009).

(21)

12

Gambar 2.1. Hanbabouk Stage Sumber: Repository.uinjkt.ac.id

b. Kimri stage

Tahap ini muncul dalam 17 minggu pertama setelah penyerbukan (Morton, 2000). Pada tahap ini buah muda, berukuran memanjang (Farooq dkk, 2001), berwarna hijau dan dengan tekstur keras (Hui, 2006). Pada tahap ini, berat dari buah meningkat dan konsentrasi tanin tinggi (Farooq dkk, 2001).

Pada tahap kimri ditandai oleh dua fase. Pada fase pertama, kurma (Phoenix dactylifera) menunjukkan peningkatan pesat dalam ukuran dan berat, tingkat akumulasi gula meningkat, keasaman tinggi, dan kadar air yang tinggi. Pada fase kedua, menunjukkan pengurangan tingkat ukuran dan berat badan, mengurangi tingkat akumulasi gula,tingkat keasaman sedikit berkurang, dan kadar air lebih tinggi daripada di fase satu (Fallahi, 2001).

(22)

13

Gambar 2.2. Kimri Stage Sumber: Repository.uinjkt.ac.id

c. Khalal stage

Fase ini berada dalam kurun waktu kurang lebih 6 minggu (Morton, 2000), kurma (Phoenix dactylifera) memiliki ukuran dan berat yang cukup besar, secara bertahap berubah warna menjadi warna kuning, kuning keunguan, merah, atau kuning yang khas tergantung pada kultivar, dengan tekstur keras (Hui, 2006). Terjadi perubahan ukuran dan berat, akumulasi gula, keasaman, dan kadar air terus menurun.

Persentase protein, lemak dan kelembaban berkurang sedangkan berat buah meningkat (Al-Shabib dan Najeh, 2003). Pada tahap ini, gula meningkat perlahan terutama sukrosa (Morton 2000 dan Najeh 2003). Akumulasi gula menyebabkan peningkatan berat menjadi lambat. Tahap ini berlangsung selama 3-5 minggu dalam beberapa varietas (Farooq, 2001). Pada fase ini, kurma

(Phoenix dactylifera) terutama dikonsumsi mentah sebagai buah

segar atau dapat digunakan untuk selai, mentega, atau sirup kurma (Hui, 2006).

(23)

14

Gambar 2.3. Khalal stage Sumber: Repository.uinjkt.ac.id

d. Ruthab stage

Pada fase ini berlangsung selama 4 minggu (Morton, 2000), kurma (Phoenix dactylifera) kehilangan air (Al-Shahib, 2003). Setengah dari buah menjadi lembut, lebih manis dan lebih gelap dalam warna (coklat muda), kurang astringen, dan sukrosa mengkonversi menjadi mengurangi gula (Morton, 2000). Kurma

(Phoenix dactylifera) pada tahap ini terdapat beberapa varietas

tetap permukaannya yang halus selama tahap ini (Farooq, 2001). Dalam tahap ini persentase protein, lemak, dan kelembaban berkurang (Al-Shahib, 2003). Pada tahap ini adalah awal pematangan (Najeh, 2003). Kurma (Phoenix dactylifera) dapat digunakan untuk selai, mentega, batang kurma, dan pasta kurma. Buah tahap Rutab dari beberapa kultivar umumnya dikonsumsi segar (Hui, 2006).

(24)

15

Gambar 2.4. Ruthab Stage Sumber: Repository.uinjkt.ac.id

e. Tamar stage

Tahap ini berlangsung selama 2 minggu terakhir (Morton, 2000), seluruh total padatan buah meningkat maksimum, tingkat kemanisan tertinggi, tingkat astringensi terendah, berwarna coklat gelap, tekstur lembut, dan memiliki permukaan yang keriput (Hui, 2006). Pada tahap ini, terdapat pengurangan konsentrasi gula yang tinggi, terutama glukosa dan fruktosa, serta kurangnya sukrosa(Sydhu dan Mihara, 2000). Persentase protein, lemak dan kelembaban berkurang dibandingkan dengan tahap sebelumnya (Al-Shahib, 2003). Dalam kasus kultivar kurma (Phoenix

dactylifera) kering, kurma (Phoenix dactylifera) menjadi berwarna

terang dan memiliki kulit kering yang keras, sementara pada kultivar lunak daging tetap lunak dan utuh dengan warna gelap (Farooq, 2001).

(25)

16

Gambar 2.5. Tamar Stage Sumber: Repository.uinjkt.ac.id

3. Kandungan Kurma (Phoenix dactylifera)

Kurma (Phoenix dactylifera) merupakan salah satu buah tertua didaerah Arab memiliki berbagai manfaat untuk manusia karena

berbagai komponen yang dimilikinya. Kandungan air dalam kurma

(Phoenix dactylifera) terus berkurang sesuai dengan stadium

kematangannya (Assirey, 2014). Pada stadium Kimri kelembaban kurma sekitar 83,6%, 65,9% pada stadium Khalal, dan terus menurun kelembabannya pada stadium Rutab 43% dan stadium Tamr 24,2%. Konsentrasi total karbohidrat komplek yang berupa serat dalam kurma

(Phoenix dactylifera) terus meningkat dari stadium Kimri 44

%,stadium Khalal 67%, hingga stadium Rutab 88% (Kiftiyah dan Rosyidah, 2007). Konsentrasi total gula fruktosa pada stadium Kimri 3,4-7,7%, sedangkan pada stadium Khalal 18,8-31,9% dan stadium Rutab konsentrasinya 43,9-50,1% (Assirey, 2014).

Selain kandungan air dan karbohidrat yang dimiliki, kurma

(Phoenix dactylifera) memiliki kandungan asam lemak, yang terdiri

(26)

17

margaric, arachidic, heneicosanoic dan asam tricosanoic, serta lemak

yang tidak tersaturasi seperti palmitoleic, oleic, linoleic, dan asam

linoleic. Kurma (Phoenix dactylifera) juga dikenal sebagai buah

dengan kandungan protein tertinggi yaitu 2,3-5,6% dibandingkan dengan buah-buahan lain, seperti apel (0,3%), jeruk (0,7%), pisang (1,0%), dan anggur (1,0%) (Assirey, 2014).

Telah ditemukan bahwa terdapat 23 asam amino yang berbeda tergantung didalam protein kurma, contohnya aspartic acid, threonine,

serine, glutamic acid, poline, dan alanine. Pada stadium Khalal,

kebanyakan kandungan asam amino pada kurma (Phoenix dactylifera) memiliki kosentrasi yang lebih tinggi. Dalam beberapa riset juga ditemukan bahwa kurma (Phoenix dactylifera) mengandung serat yang memiliki efek baik terhadap kesehatan. Kurma (Phoenix dactylifera) mengandung 0,5-3,9% pektin, sebagaimana yang diketahui bahwa pektin dapat mengurangi faktor risiko penyakit metabolik yang berkaitan dengan penyakit hati dan diabetes, serta serat yang terdapat dalam kurma (Phoenix dactylifera) juga berfungsi untuk menurunkan level kolesterol dalam tubuh (Assirey, 2014). Senyawa antioksidan yang terdapat pada kurma (Phoenix dactylifera) adalah tanin yang berfungsi sebagai hepatoproteksi pada hepar (Rahayu dkk, 2015).

4. Manfaat Kurma (Phoenix dactylifera)

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa kurma (Phoenix dactylifera) memiliki berbagai macam manfaat dalam

(27)

18

mencegah terjadinya penyakit. Berikut beberapa manfaat kurma (Phoenix dactylifera):

a. Anti-oksidan

Anti-oksidan merupakan bahan yang berinteraksi dan mengahambat radikal bebas. Hal penting untuk mencegah terjadinya suatu kerusakan dalam tubuh. Tumbuhan obat dan kandungannya memiliki efek samping dalam menetralisir atau menghambat radikal bebas dengan menggunakan aktivitas antioksidan yang terkandung didalamnya (Satuhu, 2010).

Buah kurma (Phoenix dactylifera) megandung banyak karbohidrat, garam, mineral, serat, vitamin, asam lemak, dan asam amino yang memiliki manfaat bagi nutrisi tubuh. Buah kurma

(Phoenix dactylifera) memiliki efek yang signifikan dalam

menetralisir radikal bebas dan menekan progesivitas berbagai macam penyakit. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurma (Phoenix dactylifera) memiliki fungsi sebagai antiosidan, antimikroba, dan antimutagenik serta kurma

(Phoenix dactylifera) memiliki fungsi sumber antioksidan yang

baik diantaranya yaitu kandungan polifenol yang tinggi diantara beberapa buah kering lainnya, yang memiliki peran penting dalam mengabsorbsi dan menetralisir radikal bebas (Satuhu, 2010).

Mekanisme antioksidan untuk menangkal radikal bebas adalah menjadikan radikal bebas tersebut stabil. Dalam menangkal

(28)

19

radikal bebas, antioksidan mempunyai dua cara yaitu dengan donor atom hidrogen sehingga menjadi lebih stabil dan kedua yaitu memperlambat laju autooksidasi (William, 2015).

Mekanisme kerja antioksidan sebagai donor atom hidrogen biasanya dilakukan oleh antioksidan primer. Senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan primer mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas dengan memberikan ion hidrogen atau elektron pada radikal bebas sehingga menjadi produk yang stabil. Senyawa yang digolongkan sebagai antioksidan primer adalah kelompok senyawa asam askorbat (vitamin C), kelompok senyawa asam galat, BHT, BHA, TBHQ, PG, dan tokoferol (Najalaksmi dan Narishimhan, 2006).

Sedangkan mekanisme kerja antioksidan untuk memperlambat laju autooksidasi biasanya dilakukan oleh antioksidan sekunder. Antioksidan sekunder berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas, menginaktifkan singlet oksigen, menyerap radiasi ultraviolet dan bekerja sinergis dengan antioksidan primer. Senyawa yang digolongkan sebagai antioksidan sekunder adalah asam tiodipropionat, dilauril dan distearil ester, polifenol (Najalaksmi dan Narishimhan, 2006).

Semakin banyak fenol maka aktivitas antioksidan semakin meningkat (Andarwulan dkk, 2013). Dalam menghambat pembentukan radikal bebas, polifenol juga dapat berperan antioksidan yang berfungsi untuk melengkapi kekurangan elektron

(29)

20

yang dimiliki dan menstabilkan radikal bebas. Senyawa polifenol berfungsi sebagai antioksidan dengan menghambat propagasi, yaitu memutus rantai autooksidasi atau disebut juga chain breaking

antioxidants (AH) (Manach dkk, 2014).

Gambar. 2.6. Struktur Antioksidan Sumber: Aswani, 2016

Gambar 2.7. Mekanisme antioksidan menangkal radikal bebas Sumber: Inkes.bontangkita.go.id

b. Hepatoprotektif

Pada penelitian pre dan post ekstrak daging buah dan biji

kurma (Phoenix dactylifera) yang diberi formaldehid

menunjukkan penurunan CCl4 (Karbon tetraklorida) yang dapat

(30)

21

transminase), ALT (Alkaline transminase), ALP (Alkaline

Phosphatase), LDH (Dehidrogenase Laktat), Gamma, Glutamil

transferase, konsentrasi bliriubin menjadi normal kembali (Daniel dkk, 2014).

Kurma (Phoenix dactylifera) juga dapat menurunkan stress oksidatif yang meningkat pada hepatic malonaldehyde. selain itu dengan mengonsumsi ekstrak daging kurma (Phoenix dactylifera) dapat dijadikan profilaksis dari racun thiocetamide (Daniel dkk, 2014).

Gambar 2.8. Aktivitas farmakologi kurma (Phoenix dactylifera) dalam mengontrol penyakit

Sumber: Rahmani dkk, 2014.

B.

Tinjauan Umum tentang Hepar 1. Fisiologi Hepar

Fungsi dasar hepar dapat dibagi menjadi: 1) fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah, 2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, dan 3) fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Fungsi vaskular hepar

(31)

22

adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hepar juga dapat dijadikan tempat penyimpanan sejumlah besar darah. Aliran limfe dari hepar juga sangat tinggi karena pori dalam sinosoid hati sangat permeable, selain itu di hepar juga terdapat sel kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah (Guyton dan John, 2010).

Fungsi metabolisme hepar dibagi menjadi metabolisme

karbohidarat, lemak, protein, dan lainnya. metabolisme fungsi hepar:

a. Menyimpan glikogen

b. Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa c. Glukoneogenesis

d. Membentuk senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat

Fungsi sekresi hepar membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang diekskresikan ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan. Bilirubin adalah hasil akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosa yang dapat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah haemolitik dan berbagai tipe penyakit hepar (Guyton dan John, 2010).

2. Histologi Hepar

Unit fungsional dasar hepar adalah lobulus hepar. Lobus tunggal seukuran biji wijen dan memiliki bentuk heksagonal (Ozougwu, 2017).

(32)

23

Allen (2002) menjelaskan bahwa struktur primer ditemukan pada lobulus hepar adalah sebagai berikut: Pelat hepatosit yang membentuk sebagian besar lobulus, Triad Portal di setiap sudut heksagonal, Vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus, Sinusoid hepar dari vena sentral ke triad portal, Makrofag hepar (sel Kupffer), Canaliculi biliaris terbentuk antar dinding hepatosit yang berdekatan, Space of Disse - ruang kecil antara sinusoid dan hepatosit. Selain cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hepar juga terdapat saluran empedu (Janquiera dan caniero, 2009).

a. Parenkim Sel Hepar

Parenkim hepar terdiri dari sel hepar atau hepatosit, yang tersusun radier, bertumpukan, dan membentuk lapisan sel yang tebal satu sama lain. Parenkim hepar tersusun dalam rangkaian lempeng atau lembaran cabang dan beranastomosis dengan bebas, membentuk struktur seperti busa. Celah diantara lempeng tersebut mengandung sinusoid hepar. Hepatosit berbentuk poligonal, berukuran 20-35 µm dengan membran sel yang jelas. Inti sel bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya bervariasi antara sel yang satu dengan sel yang lain. Setiap inti mempunyai granula kromatin yang tampak jelas dan tersebar dengan satu atau lebih anak inti (Lesson dkk, 2010).

(33)

24

b. Sinusoid Hepar

Sinusoid hepar merupakan suatu pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel yang tidak kontinu. Sinusoid kapiler hepar mempunyai batas yang tidak sempurna dan memungkinkan pengaliran makromolekul dengan mudah dari lumen ke sel hepar dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh selubung serabut retikuler halus yang penting untuk mempertahankan bentuknya (Janquiera dan caniero, 2009).

c. Kanalikuli Biliaris

Merupakan celah tubuler yang hanya dibatasi oleh membran plasma hepatosit dan mempunyai sedikit mikrovili pada bagian dalamnya. Kanalikuli biliferus membentuk anastomosis yang kompleks disepanjang lempeng lobulus hepar dan berakhir dalam daerah porta. Beberapa kanalikuli biliferus membentuk duktus biliferus yang bermuara dalam duktus biliferus dalam segitiga porta. Duktus biliferus bersatu membentuk duktus hepar (Janquiera dan caniero, 2009).

d. Triad Porta

Merupakan tempat dimana tiga atau lebih unit lobulus bertemu dimana terdapat akumulasi jaringan pengikat. Triad porta mengandung cabang dari vena porta, arteri hepatika, dan duktus biliferus (Janquiera dan caniero, 2009).

(34)

25

Triad portal terdiri dari tiga pembuluh: arteri porta hepatika, vena porta hepatika, dan saluran empedu. Darah dari arteri dan vena mengalir ke arah yang sama melalui sinusoid menuju vena sentralis, mengarah ke vena hepatika dan vena cava inferior. Aliran empedu dari arah sebaliknya melalui kanalikuli biliaris jauh dari vena sentralis menuju triad porta dan keluar melalui saluran empedu. Seperti darah yang mengalir melalui sinusoid dan ruang arah vena sentralis, nutrisi diproses dan disimpan oleh hepatosit, dan sel darah yang telah tua dimakan oleh sel Kupffer (Allen, 2002).

Gambar 2.9. Sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) normal perbesaran 300 μm dan pewarnaan HE

Sumber: jtrolis.ub.ac.id

Sel Hepatosit Vena

(35)

26

Gambar 2.10. Sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) yang mengalami nekrosis, perbesaran 300 μm dan pewarnaan HE.

Sumber: jtrolis.uc.ac.id

Gambar 2.11. Gambar skematis struktur sel hati (Tampak atas) Sumber: eprint.ums.ac.id

Gambar 2.12. Gambar skematis struktur sel hati (Tampak samping) Sumber: eprint.ums.ac.id.

C. Tinjauan Umum tentang Paracetamol 1. Toksisitas Paracetamol

Parasetamol atau N-asetyl-p-aminofenol merupakan senyawa analgetik dan antipiretik nonarkotik turunan para aminofenol.

Vena Sentralis

Sel Hepatosit

(36)

27

Hepatotoksik parasetamol terjadi karena terbentuknya metabolik reaktif di dalam hati. Parasetamol di dalam hati mengalami metabolisme, sebagian besar parasetamol akan dikonjugasikan dengan asam glukuronat dan asam sulfat (Kumar dkk, 2009).

Sisanya oleh enzim sitokrom P-450 mikrosomal dioksidasi

sehingga membentuk suatu metabolit elektrofil

N-asetyl-p-benzoquinonimina (NAPQI) yang bersifat hepatotoksik. Hipotesis

mekanisme toksisitas parasetamol dibagi menjadi 2, yaitu melalui interaksi kovalen dan interaksi nirkovalen. Interaksi kovalen terjadi karena pemberian parasetamol dosis toksik akan menguras kandungan glutation (GSH) sehingga NAPQI akan berikatan secara kovalen dengan makromolekul protein sel hati, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel hati (Philips dkk, 2010).

Interaksi nirkovalen melibatkan pembentukan radikal bebas NAPQI, pembangkitan oksigen reaktif, anion superoksida, serta gangguan homeostatis Ca, yang semuanya akan menyebabkan terjadinya kematian sel. Pada keadaan nekrosis, sel-sel hati pecah sehingga enzim Alanine transaminase (ALT) yang terdapat dalam sel hati akan keluar dan masuk ke dalam aliran darah di sekitar vena sentralis sehingga terjadi kenaikan aktivitas ALT melebihi normal (Philips dkk, 2010).

Serum transaminase adalah indikator yang peka pada kerusakan sel hati. Kenaikan kadar transaminase serum disebabkan oleh

(37)

28

sel yang kaya akan transaminase mengalami nekrosis atau hancur. Enzim-enzim tersebut masuk ke dalam peredaran darah. Kadarnya dalam darah tidak hanya disebabkan oleh kerusakan hati karena enzim-enzim tersebut, terutama AST juga terdapat pada organ-organ tubuh yang lain. Hal-hal yang dapat meningkatkan kadar AST dan ALT antara lain adalah penyakit jantung, ginjal, trauma otot yang berat, dan penyakit pada saluran pencernaan (Damjanov dkk, 2011).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerusakan hati dapat diinduksi dengan karbon tetraklorida (CCl4), galaktosamin, dan parasetamol dosis tinggi. Hepatotoksitas parasetamol pada manusia dapat terjadi dalam penggunaan dosis tunggal 10 sampai 15 g (200 hingga 250 mg/kgBB). Pada penelitian Erdiana (2009) dosis parasetamol 180 mg/kgBB tikus sudah dapat menimbulkan kerusakan hati.

2. Efek Samping

Efek samping yang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Efek merugikan paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma hipoglikemik mungkin juga terjadi. Hepatoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol. Efek samping ini juga bisa terjadi pada perubahan morfologi hepar (Damjanov dkk, 2010).

(38)

29

Perubahan morfologi hepatosit diawali dengan stres oksidatif yang mengakibatkan peroksidasi lipid dan malondialdehid (MDA) sebagai produk akhir. Stres oksidatif terjadi bila prooksidan yang diperantarai oksigen reaktif bersifat dominan terhadap antioksidan. Stres oksidatif menyebabkan peroksidasi lipid yang kemudian mengakibatkan kerusakan membran sel dengan perubahan morfologi dan biokimia yang diikuti gangguan fungsi sel dan diakhiri kematian hepatosit. (Damjanov dkk, 2010).

(39)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Agen Hepatoksik Agen Hepatoprotektif

Ikatan Kovalen NAPQ1 dengan Makromolekul Hepar Mengandung Antioksidan Kerusakan Makromolekul

Kerusakan Sel Hepar

Peningkatan Total Antioksidan Status

(TAS)

1. Sel hepar mengalami nekrosis

2. Kandungan glutation (GSH) berkurang

3. Aktivitas enzim alanine transminase (ALT) mengalami kenaikan melebihi normal

Pengaruh kurma ruthab (Phoenix dactylifera) Pengaruh paracetamol

Garis putus-putus adalah akibat yang terjadi karena pemberian paracetamol, tetapi penulis tidak mengamatinya.

Hepar

Paracetamol Ektrak Kurma Ruthab

(Phoenix dactylifera)

Ikatan Nirkovalen, melibatkan pembentukan radikal bebas, pembangkit

stress oksigen reaktif

Donor atom hidrogen

Memperlambat laju autooksidasi

(40)

31

Penggunaan parasetamol yang berlebihan dan terus-menerus (drug

abuse) membuat jalur sulfat dan glukoronat menjadi jenuh sehingga jalur

detoksifikasi parasetamol lebih banyak dilakukan oleh sitokrom P450. Akibat NAPQI menjadi sangat banyak dan pasokan glutation untuk sel hepar berkurang. Saat itu juga NAPQI masih dalam bentuk racun dalam hepar dan bereaksi dengan molekul membran sel, mengakibatkan kerusakan dan kematian sel hepar dan akhirnya menyebabkan nekrosis hepar akut (Philips dkk, 2010).

Kematian sel atau jaringan yang hidup disebut nekrosis. Secara mikroskopis jaringan nekrosis seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak mengambil zat warna hematoksilin. Pada nekrosis kerusakan banyak terjadi pada darah inti, perubahan inti diantaranya adalah

1. Inti menyusut, batas tidak teratur

2. Inti tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (pinotik) 3. Inti terbagi-bagi atas fragmen-fragmen, robek (karioreksi)

4. Inti tidak lagi mengambil zat warna, karena itu pucat dan tidak nyata (kariolisis) (Philips dkk, 2010).

(41)

32

Gambar 3.1. Histopatologi nekrosis sel hepar tikus (Rattus novergicus). (1) sel hepar normal (2) sel hepar yang mengalami nekrosis berupa piknotik (3) sel hepar yang mengalami nekrosis berupa kariokinesis (4) sel hepar yang mengalami nekrosis berupa kariolisis (Pewarnaa HE; Perbesaran 400x) Sumber: Saputri, 2015.

Tampilan morfologik jaringan nekrosis bervariasi, tergantung pada hasil aktivitas litik didalam jaringan yang mati. Umumnya perubahan lisis yang terjadi pada semua bagian sel, tetapi perubahan pada inti sel adalah petunjuk paling jelas pada kematian sel (Philips dkk, 2010).

Kurma ruthab (Phoenix dactylifera) mempunyai kandungan senyawa antioksidan. Cara kerja senyawa antioksidan adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Mekanisme kerja antioksidan ada dua yaitu sebagai donor atom hidrogen seingga radikal bebas menjadi lebih stabil dan yang kedua yaitu untuk memperlambat laju autooksidasi (Philips dkk, 2010).

(42)

33

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesa pada penelitian ini adalah

H0 = Tidak terdapat aktivitas hepatoprotektif dari pemberian ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) terhadap sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) betina yang telah diinduksi paracetamol.

H1 = Terdapat aktivitas hepatoprotektif dari pemberian ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera) terhadap sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) betina yang telah diinduksi paracetamol

(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 kelompok perlakuan terbagi atas 2 kelompok besar dan 5 kali ulangan yaitu:

1. Kelompok praeksperimen

K (-): Diinjeksi dengan Aquades 0,2 ml.

P1: Diinjeksi dengan ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) dengan dosis 1 kurma sebanyak 0,2 ml.

P2: Diinjeksi dengan ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) dengan dosis 3 kurma sebanyak 0,2 ml.

P3: Diinjeksi dengan ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) dengan dosis 7 kurma sebanyak 0,2 ml.

2. Kelompok eksperimen

K (+): Diinjeksi dengan paracetamol dengan dosis 41.4 sebanyak 0,2 ml.

P4: Diinjeksi dengan parasetamol dengan dosis 41,4 gram sebanyak 0,2 ml dan ekstrak kurma ruthab dengan dosis (terbaik dari kelompok praeksperimen) sebanyak 0,2 ml.

(44)

35

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Integrasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan, dimulai dalam rentang bulan September 2017 sampai Juni 2018.

C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Coba

Bahan coba pada penelitian ini adalah mencit (Mus musculus)

betina berjumlah 30 ekor, telah berumur 6-7 minggu dan memiliki berat badan antara 25-30 gram, ekstrak Kurma ruthab (Phoenix

dactylifera), konsentrasi yaitu 1 kurma (2 gram), 3 kurma (6 gram),

dan 7 kurma (14 gram) sebanyak 0,2 ml. dan paracetamol dengan konsentrasi 0,4732 gram

2. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Aquades, Tisu, Kloroform, Alkohol 70%, Alkohol 80 %, Alkohol 96 %, Alkohol 100%, Formalin 10%, Xylol, dan Pewarna HE (Haematoxylin Eosin), Mortar porselen.

3. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Rotary Evaporator, Peralatan bedah, Parafin Block, Waterbath, Slide glass, Cover glass, Jarum Tusuk, Kandang mencit

(45)

36

Mikrotom, Cetakan Parafin, Pot urine, Pinset, Oven, Kuas kecil, Kaset jaringan atau Kertas saring whatman.

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini meliputi:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah dosis bertingkat ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) yang diberikan secara per-oral pada mencit (Mus musculus) betina, yaitu dengan dosis 1 kurma (2 gram), 3 kurma (6 gram), dan 7 kurma (14 gram).

2. Variabel Terikat

Variabel Terikat pada penelitian ini adalah jumlah nekrosis pada sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) betina.

3. Variabel Terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini adalah spesies mencit (Mus musculus), jenis kelamin betina, umur mencit (6-7 bulan), berat badan, pakan, kandang hewan coba.

E. Prosedur Etik Penelitian

Tahap pelaksanaan sebuah penelitian biologi dengan penggunaan hewan coba dibagi menjadi 3 bagian, yaitu tahap pre eksperimen, in eksperimen, dan post eksperimen. Pada setiap tahapan eksperimen tersebut

(46)

37

terdapat petunjuk teknis (etik) operasional yang harus diikutimoleh peneliti.

1.

Pre Eksperimen

a. Teknik handling mencit (Mus musculus)

Untuk memegang mencit (Mus musculus) yang akan digunakan dalam suatu percobaan laboratorium, diperlukan cara khusus sehingga mempermudah perlakuannya. Secara alami mencit (Mus musculus) cenderung menggigit bila mendapat sedikit perlakuan kasar. Pengambilan mencit (Mus musculus) dari kandang dilakukan dengan memegang ekor kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa dengan ekornya sedikit ditarik, cubit kulit bagian belakang kepala dan jepit ekornya. Selain dengan tangan, juga terdapat alat khusus untuk handling mencit (Mus musculus) dengan berbagai ukuran yang dapat disesuaikan.

b. Dalam satu kandang, berisi 5 ekor mencit (Mus musculus) betina yang akan diberi pelakuan tiap masing-masing kelompoknya.

2.

In Eksperimen

a. Sebelum diberi perlakuan, mencit (Mus musculus) dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu tujuannya agar mencit (Mus musculus) tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. b. Mencit (Mus musculus) diberi pakan sebanyak 50 gram untuk satu

(47)

38

c. Mencit (Mus musculus) diberi 1 tempat minum dan diisi tiap kali habis untuk masing-masing kelompok perlakuan.

d. Kandang mencit (Mus musculus) dibersihkan tiap 3 hari sekali dengan cara dicuci.

e. Sekam mencit (Mus musculus) diganti setiap 3 hari sekali

f. Perlakuan injeksi pada masing-masing kelompok mencit (Mus

musculus) sama yaitu dengan tangan kanan memegang mencit

(Mus musculus) dan tangan kiri menginjeksikan ekstrak kurma

ruthab ke oral mencit (Mus musculus).

g. Setelah selesai perlakuan, semua mencit (Mus musculus) dibedah dengan menggunakan alat bedah dan diambil bagian heparnya dan dimasukkan kedalam formalin 10%.

3. Post Eksperimen

a. Setelah selesai diambil organ heparnya, Mencit (Mus musculus) di kubur sebagaimana mestinya.

b. Semua catatan dan dokumentasi terkait perlakuan terhadap hewan coba selama eskperimen telah disimpan dan diarsipkan.

F. Prosedur Penelitian

1. Identifikasi Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit

(Mus musculus) betina yang diperoleh dari PUSVETMA (Pusat

(48)

39

berpedoman pada Mammals Spesies of the world third edition

(Kandun, 2008).

2. Identifikasi Kurma Ruthab(Phoenix dactylifera)

Kurma ruthab yang digunakan pada penelitian ini adalah kurma ruthab dengan merk “multazam” yang perkotaknya berisi 250 gram. Identifikasi dari kurma ruthab (Phoenix dactylifera) berdasarkan artikel ilmiah yang berjudul Field identification of the 50 most

common plant families in temperate region (Lena, 2009).

3. Penentuan Jumlah Hewan Coba

Subyek pada penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) betina yang berumur 6-7 minggu dengan berat rata-rata 25-30 gram. Mencit

(Mus musculus) betina dibagi kedalam 6 kelompok percobaan dengan

2 tahap percobaan. 4 kelompok mencit (Mus musculus) pada percobaan pertama dan 2 kelompok mencit (Mus musculus) pada percobaan kedua. Jumlah hewan coba tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer: (k-1) (n-1) > 15 (6-1) (n-1) > 15 5 (n-1) > 15 5n – 5 > 15 5n > 20 n > 4 Keterangan:

(49)

40

k : jumlah kelompok

n : jumlah sampel tiap kelompok

Dari hasil perhitungan didapat jumlah hewan coba untuk masing-masing kelompok adalah 5 ekor mencit (Mus musculus) (Purawisastra, 2010).

4. Pembuatan Ekstrak Buah Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera.)

Pembuatan ekstrak buah kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) dengan langkah sebagai berikut yaitu kurma ruthab (Phoenix

dactylifera.) dengan berat basah 250 gram dipotong kecil-kecil

kemudian di oven selama 3 hari pada suhu 60 °C (Nurdiana, 2009). Kemudian dihasilkan berat kering sebesar 150 gram. Dimaserasi dengan 2 kali 300 ml metanol selama 6 hari dan setiap 3 hari ekstrak tersebut disaring (Simanjuntak dkk, 2014). Setelah itu, di evaporasi dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 50 °C selama kurang lebih 30 menit (Qorriaina, 2015). Kemudian ekstrak dimasukkan botol vial.

5. Pemberian Perlakuan pada Hewan Coba

Pada penelitian ini hewan coba diberikan perlakuan pemberian ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) dengan dosis:

a. 1 kurma (2 gram) b. 3 kurma (6 gram) c. 7 kurma (14 gram)

(50)

41

6. Pembuatan Dosis Esktrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera)

Pembuatan dosis ektrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:

Dosis n butir kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) dengan berat (x gram)

1) x (mg).yz (mg) = p

2) Volume pelarut dalam 30 ml aquades

p 30 ml

Keterangan: n = Jumlah kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) x = Berat kurma ruthab (Phoenix dactylifera.)

y = Faktor konversi dari manusia ke mencit (Mus musculus) z = Berat badan mencit (Mus musculus)

p = Hasil dari dosis kurma ruthab (Phoenix dactylifera.) yang diberikan

a. Dosis 1 butir kurma ruthab (Phoenix dactylifera.)

1) 2000 mg x 0,00260,02 mg = 260mgkgBB

2) Volume pelarut dalam 30 ml aquades

260mgkg BB

30 ml = 8,7 mg ekstrak dalam 30 ml aquades

b. Dosis 3 butir kurma ruthab (Phoenix dactylifera.)

(51)

42

2) Volume pelarut dalam 30 ml aquades

780 mgkg BB

30 ml = 26 mg ekstrak dalam 30 ml aquades

c. Dosis 7 butir kurma ruthab (Phoenix dactylifera.)

1) 14000 x 0,00260,02 = 1820mgkgBB

2) Volume pelarut dalam 30 ml aquades

1820 mgkg BB

30 ml = 60,7 mg dalam 30 ml aquades

7. Pembuatan Dosis Paracetamol

a. Dosis toksik paracetamol pada manusia adalah 10-15 gram (Diambil nilai tengah yaitu 13 gram).

b. Faktor koversi dari manusia ke mencit (Mus musculus) adalah 0,0026

c. Berat mencit (Mus musculus) adalah 25-30 gram (Diambil nilai tengah yaitu 28 gram).

d. Dosis mencit 20 gram.

13 gram x 0,0026 = 0,0338.

e. Dosis mencit (Mus musculus) 28 gram

20 x 0,033828 = 0,04732 gram

8. Pembedahan

Pembedahan pada penelitian ini dilakukan pada hari ke-16 setelah perlakuan. Pembedahan dilakukan diatas parafin block dan menggunakan alat bedah.

(52)

43

9. Pembuatan Sayataan Histologi Hepar

Pembuatan sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) dengan menggunakan metode parafin dengan langkah sebagai berikut:

a. Fiksasi

1) Siapkan larutan fiksatif yaitu Buffer formalin 10%. 2) Siapkan sampel yang akan dibuat menjadi preparat 3) Potong sampel sesuai dengan kebutuhan

4) Masukkan ke dalam larutan fiksatif

5) Biarkan jaringan terendam dalam fiksatif minimal 1x24 jam

b. Processing

1) Masukkan sampel ke dalam kaset jaringan

2) Cuci sampel agar bersih dari larutan fiksatif dengan air mengalir minimal 2 jam. Boleh dibiarkan overnight.

3) Dehidrasi dengan memasukkan sampel ke dalam alkohol bertingkat, mulai dari kadar paling rendah hingga paling tinggi 70% (4x) - 80% (2x) - 96% - 100%

4) Masing-masing tahapan alkohol selama 30 menit

5) Clearing dengan memasukkan sampel ke dalam xylol. a) Xylol 1 selama 15 menit.

b) Xylol 2 selama overnight.

6. Embedding

a) Masukkan sampel ke dalam campuran xylol : paraffin = 1 : 1 selama 30 menit.

(53)

44

b) Masukkan ke dalam 3 tahap parafin cair, masing-masing selama 1 jam.

c) Buat cetakan parafin berbentuk kubus dari kertas yang permukaannya licin. Ukuran cetakan menyesuaikan ukuran sampel (standar: 2x2x2).

d) Tuang parafin cair ke dalam cetakan, lalu masukkan sampel. Atur posisi sampel sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan saat sectioning.

e) Biarkan hingga parafin mengeras (3 jam sampai overnight).

7. Sectioning

a) Buka cetakan parafin.

b) Pasang blok parafin berisi sampel ke permukaan holder.Rapikan sisi-sisinya agar lebih mudah dipotong (trimming).

c) Pasang holder ke mikrotom. Atur pisau dan ketebalan irisan pada mikrotom sesuai dengan kebutuhan. Hew: 4-5 mikron Tumb: 10-15 mikron

d) Potong blok parafin hingga menghasilkan pita dan sampel teriris pada bagian yang diinginkan.

e) Ambil bagian sampel yang diinginkan dengan bantuan pisau dan kuas.

f) Letakkan irisan ke dalam water bath yang diisi akuades bersuhu 40-45°C untuk mengembangkan pita hasil irisan.

g) Oleskan Mayer’s albumin (putih telur ayam kampung : gliserin 1:1) ke permukaan slide glass.

(54)

45

h) Ambil irisan dari air dengan slide glass.

i) Tiriskan, lalu masukkan ke dalam oven (50°C) minimal selama 2 jam.

8. Staining dan Mounting

a) Ambil sampel dari dalam oven.

b) Deparafinisasi dengan memasukkan slide berisi irisan ke dalam xylol selama 2 x 10 menit.

c) Rehidrasi dengan memasukkan slide ke dalam alkohol bertingkat dari kadar yang paling tinggi hingga paling rendah masing-masing selama 5 menit – 100% - 96% - 80% - 70%

d) Masukkan ke dalam pewarna (water-based) yaitu

Hematoxilyn-Eosin Hematoxylin 10 menit, cuci dengan air kran, masukkan ke etanol asam untuk menghilangkan kelebihan hematoxylin, bilas dengan akuades. Dehidrasi kembali dengan alkohol bertingkat, masing-masing tahapan selama 5 menit. 70% - 80% - 96% - 100%

e) Clearing dengan xylol 2 x 10 menit

f) Mounting atau menempelkan cover glass dengan mounting

media (entellan).

10. Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini menggunakan metode skoring

derajat kerusakan hepar pada pemeriksaan ini dilakukan menurut metode Knodell (2000) dan Klopfleisch (2013) yang telah

(55)

46

dimodifikasi, dimana derajat kerusakan dari setiap sampel ditentukan dengan cara menjumlah seluruh skor dari lesi histopatologik seperti pada tabel 1. dibawah ini:

Tabel .1 Skoring nekrosis pada hepar mencit (Mus musculus) betina

BENTUK LESI SKOR KETERANGAN

NEKROSIS

0 Tidak terjadi nekrosis dan atau nekrosis < 5 % dari seluruh Lapangan Pandang (LP)

2 Nekrosis terjadi antara 6- 10 % dari seluruh LP 6 Nekrosis terjadi antara 11-25 % dari seluruh LP 8 Nekrosis terjadi pada 26-50 % dari seluruh LP 10 Nekrosis terjadi pada 51-75% dari seluruh LP 12 Nekrosis terjadi pada >76 dari seluruh LP

14 Nekrosis terjadi pada >76 dari seluruh LP disertai bridging

(56)

47

F. Kerangka Operasional

1. Pembuatan Ekstrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera.) Kurma Ruthab

(Phoenix dactylifera.)

Disaring hasil maserasi

Dimaserasi dengan metanol masing-masing 300 ml selama 2 kali 3 hari

Dioven selama 3 hari pada suhu 60 °C Dipotong kecil-kecil

Dievaporasi dengan suhu 50 °C selama ± 30 menit

Ekstrak Kurma Ruthab (Phoenix dactylifera.)

Filtrat kurma ruthab (Phoenix dactylifera.)

Substrat kurma ruthab (Phoenix dactylifera.)

(57)

48

2. Pembuatan Paracetamol

Paracetamol Tablet

Digerus sampai halus

ditambah aquades sebanyak 30 ml

Diinjeksi ke mencit kelompok K (+) dan kelompok P4 dengan dosis

0,04732 gram sebanyak 0,2 ml Paracetamol cair

Ditimbang paracetamol sebanyak 0,04732 gram

(58)

49

3. Pemberian Perlakuan

30 Ekor mencit (Mus musculus) betina K (-) 5 ekor mencit (Mus musculus) betina Diinjeksi dengan aquades sebanyak 0,2 ml P1 5 ekormencit (Mus musculus) betina Diinjeksi dengan ekstrak 1 kurma ruthab sebanyak 0,2 ml K (+) 5 ekormencit (Mus musculus) betina Diinjeksi dengan paracetamol dengan dosis 0,04732 gram sebanyak 0,2 ml P4 5 ekormencit (Mus musculus) betina Diinjeksi dengan ekstrak kurma ruthab (hasil terbaik dari 15 hari

pertama) dan paracetamol dengan dosis 0,04732 gram sebanyak 0,2 ml P2 5 ekormencit (Mus musculus) betina Diinjeksi dengan ekstrak 3 kurma ruthab sebanyak 0,2 ml P3 5 ekormencit (Mus musculus) betina Diinjeksi dengan 7 kurma ruthab sebanyak 0,2 ml

Diinjeksi secara oral selama 15 hari

Diambil hepar mencit (Mus musculus) + ditimbang berat hepar mencit (Mus

musculus)

Dibuat sayatan histologi hepar dengan metode parafin

Pengamatan:

Presentase sel hepar normal dan tidak normal

Pada hari ke-15, dilakukan pembedahan

Dimasukkan kedalam formalin 10 % untuk fiksasi

15 hari pertama

15 hari kedua

(59)

50

G. Analisis Data

Skor sel hepar yang mengalami nekrosis pada sayatan histologi hepar mencit (Mus musculus) berupa skala data nominal ordinal, uji komparasi, dan akan diolah menggunakan aplikasi SPSS 21.0. Berdasarkan skala data tersebut, maka uji yang digunakan adalah uji chi-square baik pada kelompok pre-eksperimen dan kelompok eksperimen karena sampel pada penelitian ini terdiri dari 2 sampel atau lebih dan saling bebas (independent) maka termasuk kedalam uji non-parametrik. Sedangkan hasil pada uji chi-square ini adalah α > 0,05 maka H0 pada penelitian ini diterima. Hasil ini berlaku baik pada kelompok pre eksperimen maupun kelompok eksperimen.

(60)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data numerik, memliki skala data nominal ordinal dan data tersebut termasuk bebas (Indepedent). Data tersebut telah diolah dengan menggunakan SPSS 21.0.

Hasil pengamatan inti sel yang mengalami nekrosis (piknotik, kariolisis, dan kariokinesis) pada kelompok pre esperimen dapat dilihat pada grafik 5.1 dibawah ini.

Gambar 5.1. Grafik rerata skor perubahan nekrosis pada kelompok pre eksperimen

Dari Grafik 5.1 didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pada rerata skor nekrosis hepar terhadap pemberian berbagai macam dosis ekstrak kurma ruthab (Phoenix dactylifera L.). Menurut uji chi-square, data pada kelompok pre eksperimen ini memiliki nilai α sebesar 0,420 dimana α > 0,05. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yaitu tidak terdapat

1.6

2

1.6 1.6

Kontrol Negatif Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Rerata Skor Perubahan Nekrosis

Rerata Skor Nekrosis

(61)

52

perbedaan antara skor perubahan nekrosis dan ekstrak kurma ruthab (Phoenix

dactylifera L.) yang telah diberikan.

Sebagaimana hasil penelitian pada kelompok perlakuan 1 yang memiliki rerata nilai skor perubahan nekrosis yang lebih banyak dari pada kelompok kontrol negatif yaitu 2. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pada kelompok perlakuan 1 belum bisa dikatakan sebagai dosis yang sesuai untuk hepatoprotektif.

Dalam penelitian ini, rerata skor perubahan nekrosis hepar mencit (Mus

musculus) pada kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 hasilnya sama dengan

kelompok kontrol. Hal ini dapat dimungkinkan bahwa pada saat pengamatan preparat histologi sel hepar, sel tersebut mengalami nekrosis hanya saja dalam jumlah yang sedikit atau tidak merusak hampir seluruh hepar karena sistem imun tubuh menetralisir kerusakan yang terjadi (Peter dkk, 2007), karena waktu yang dibuthkan oleh sel imun dalam tubuh untk memperbaiki kerusakan pada jaringan tubuh adalah sekitar 3-5 hari (Dahlan, 2017).

Sel hepar akan mengalami nekrosis dan kerusakan lain yang terjadi dalam jumlah yang banyak apabila terdapat induksi dari zat lain dari luar tubuh yang dapat membahayakan sel hepar dan diinduksi dalam jumlah yang berlebihan (Peter dkk, 2007). Sedangkan waktu yang diperlukan oleh suatu zat toksik seperti paracetamol untuk bisa menyebabkan kerusakan atau nekrosis dalam jumlah besar adalah sekitar 1-5 hari (Hudyarisandi, 2016).

Pada penelitian ini rerata perubahan skor nekrosis pada kelompok kontrol negatif dalah 1,6 yang mewakili bahwa tidak terjadi nekrosis dan atau nekrosis

Gambar

Gambar 2.1. Hanbabouk Stage  Sumber: Repository.uinjkt.ac.id
Gambar 2.2. Kimri Stage  Sumber: Repository.uinjkt.ac.id
Gambar 2.3. Khalal stage  Sumber: Repository.uinjkt.ac.id
Gambar 2.4. Ruthab Stage  Sumber: Repository.uinjkt.ac.id
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1 Bidang Kepabeanan dan Cukai Bidang Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan,

Kelompok ekstrak buah belimbing wuluh dengan dosis 0,25 gram/kgBB memiliki perbedaan penurunan kadar glukosa darah yang lebih bermakna bila dibandingkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian fraksi n-heksan dan PE terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi aloksan

Ketapang merupakan tumbuhan dari famili combreataceae dilaporkan bahwa di dalam daun memiliki aktivitas antioksidan secara in vitro yang ditentukan dengan metode peredaman

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis pelarut terhadap karakteristik fitokimia dan toksisitas dari ekstrak buah ciplukan matang (Physalis angulata

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membentuk sebuah lembaga yang bertugas menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai bukti bahwa mereka yang melakukan

Dari persamaan linear tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua komponen tersebut baik mentol maupun polietilenglikol sama-sama memberikan pengaruh dalam peningkatan

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan LKS berbasis penemuan terbimbing pada materi katabolisme karbohidrat yang dapat melatihkan keterampilan proses siswa yang