Penentuan Aktivitas Fraksi Nonpolar dari Ekstrak Etanol Akar Dadangkak
(Hydrolea spinosa L.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus
Jantan yang Diinduksi Aloksan
Activity Determination of Nonpolar Fraction from Ethanol Extract of
Dadangkak Root (Hydrolea spinosa L.) to Decrease Blood Glucose Levels
of Male Rat Induced by Aloxan
Muhammad Zaini1,Vivi Shofia2, Amalia Ajrina2 1Program Studi D-III Farmasi Politeknik Unggulan Kalimantan 2Program Studi D-III Analis Kesehatan Politeknik Unggulan KalimantanJl. P. Hidayatullah No. 10, RT 14. Komplek Upik Futsal, Banua Anyar Banjarmasin, Indonesia email : zaini.apt@gmail.com
ABSTRAK
Akar Dadangkak (Hydrolea spinosa L) secara empiris digunakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan sebagai obat antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek antidiabetes fraksi nonpolar dari ekstrak etanol akar dadangkak.
Ekstraksi akar dadangkak (250 gram) dilakukan secara maserasi dengan etanol untuk memperoleh ekstrak etanol (16,62 g). Selanjutnya ekstrak etanol difraksinasi dengan n-Heksan dan Petroleum Eter. Uji antidiabetes menggunakan tikus wistar jantan 20 ekor yang dibagi menjadi 4 kelompok Perlakuan. Kelompok I diberi akuades 2 mL/200 g BB ; kelompok II diberi Glibenklamid 0,45 mg/kgBB ; Kelompok III diberi fraksi n-heksan 100 mg/kg BB dan kelompok IV diberi fraksi Petroleum eter 100 mg/kg BB. Sebelum diberi perlakuan, tikus diinduksi Aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal. Hari ke-4 setelah induksi, tikus diberi perlakuan kontrol dan fraksi-fraksi selama 7 hari secara peroral. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-1, 4 dan 12 menggunakan Gluco-DR. Kadar glukosa darah diuji dengan SPSS taraf kepercayaan 95 %.
Hasil Penelitian menunjukkan rata-rata penurunan glukosa darah oleh fraksi n-heksan adalah 189,8 ± 13,59 mg/dL dan fraksi petroleum eter adalah 437,6 ± 8,98 mg/dL. Fraksi n-heksan mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus secara signifikan (sig<0.05) dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Sedangkan pemberian fraksi Petroleum eter tidak menujukkan penurunan glukosa darah yang signifikan (sig>0.05).
Kata kunci : akar dadangkak, fraksi n-heksan, fraksi petroleum eter, antidiabetes, aloksan
ABSTRACT
The roots of Dadangkak (Hydrolea spinosa L.) have been used empirically by Kalimantan people to medicate diabetes. The purpose of this research was to determine the effect of antidiabetic of fractions from Dadangkak root ethanol extract.
Root extraction (250 grams) was carried out by maceration with ethanol to obtain ethanol extract (16.62 g). Furthermore, the ethanol extract was fractionated with n-Hexane and Petroleum Ether. The antidiabetic test used 20 male wistar rats which were divided into 4 treatment groups. Group I was given distilled water 2 mL / 200 g BB; group II was given Glibenclamide 0.45 mg / kgBB; Group III was given a n-hexane fraction of 100 mg / kg BB and group IV was given a fraction of Petroleum ether 100 mg / kg BB. Before being treated, The mice were induced by aloxan at a dose of 150 mg / kg BW intraperitoneally. Day 4 after induction, rats were treated with control and fractions for 7 days orally. Blood glucose levels were measured on days 1, 4 and 12 using Gluco-DR. Blood glucose levels were tested with SPSS 95% confidence level.
189,8 ± 13,59 mg/dL and petroleum ether was 437,6 ± 8,98 mg/dL.n-hexane fraction could decrease the blood glucose level of mice significantly (sig<0.05) compared to the control group. On the other side, petroleum ether fraction treatment was not showing the decrease of blood glucose level significantly (sig>0.05).
Keyword: dadangkak roots, n-hexane fraction, petroleum ether fraction, antidiabetic, aloxan
Pendahuluan
Penyakit Diabetes mellitus diperkirakan pada tahun 2030 menempati pertingkat ke-7 penyebab kematian dunia. Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan akan memiliki penderita Diabetes mellitus sebanyak 21,3 juta jiwa (DepKes RI, 2011). Prevalensi kejadian Diabetes mellitus yang tinggi menyebabkan penyakit tersebut memperoleh perhatian khusus terutama dalam mencari solusi pengobatan yang tepat.
Kalimantan Selatan yang terkenal dengan kawasan lahan basah yang melimpah, dimana kawasan hutan mencapai 1.659.003 ha (Portal Nasional RI, 2010), sangat potensial untuk dikembangkan sebagai daerah dengan sumber tanaman herbal berbasis kearifan lokal. Akar tumbuhan Dadangkak merupakan salah satu contoh pemanfaatan tumbuhan obat yang secara empiris digunakan pada Diabetes Mellitus oleh warga Kalimantan Selatan, meskipun belum pernah dikaji secara ilmiah.
Kajian ilmiah mengenai aktivitas akar Dadangkak (Hydrolea spinosa L) dilakukan untuk membuktikan khasiat yang terkandung dari akar dadangkak sebagai antidiabetes. Penggunaan pelarut nonpolar telah dilaporkan
sebelumnya mampu menarik
kandungan kimia berpotensi
antidiabetes dengan baik. Penelitian oleh Muhammad et al (2015) yang menguji fraksi n-heksan dan kloroform dari daun Ceiba pentandra
menunjukkan efek potensial sebagai agen hipoglikemik dan hipolipidemik pada tikus putih. Penggunaan fraksi petroleum ether (PE) Phaeranthus
indicus Linn mampu mereduksi secara
signifikan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan (Jha et al, 2010).
Akar dadangkak diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70 % sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak etanol kemudian difraksinasi dengan pelarut nonpolar secara bertingkat yaitu dengan n-heksan dan PE. Fraksi kental yang diperoleh diujikan terhadap tikus jantan galur wistar yang dibuat diabetes dengan aloksan 150 mg/kgBB (i.p). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian fraksi n-heksan dan PE terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi aloksan sehingga diketahui efektivitas fraksi nonpolar akar dadangkak sebagai antidiabetes.
Metode Penelitian
BahanBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus jantan galur wistar, akar dadangkak, Aloksan, akuades, etanol 70 %, etil asetat teknis,
n-heksan teknis, metanol, pereaksi
Dragendorff, pereaksi Mayer, asam
sulfat, asam asetat anhidrat, FeCl3. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah
beaker glass (pyrex), tabung reaksi, rak tabung reaksi, bunsen, kaki tiga, neraca analitik, Gluco-DR, strip Gluco-DR, bejana maserasi, Vortex, Waterbath, Corong pisah, Spuit injeksi 1 mL dan 3 mL, sonde oral, Vacum Rotary Evaporator, pipet volume, pipet tetes dan kandang tikus.
Jalannya Penelitian Pengolahan Simplisa
Tumbuhan dadangkak diperoleh dari Kota Marabahan, Kalimantan Selatan. Pengambilan sampel adalah seluruh bagian tumbuhan dadangkak, kemudian dipisahkan antara akar dan bagian lainnya. Akar dadangkak berwarna coklat dengan tekstur lembek dicuci bersih dengan air mengalir. Pencucuian ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang menempel pada bagian akar.
Sampel dipotong kecil dengan alat pemotong dan dikeringkan dengan cara dikering anginkan. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air dan mengurangi risiko kerusakan bahan akibat kontaminasi bakteri. Sampel kering dikecilkan menjadi ukuran serbuk kasar dengan blender. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi. Simplisia serbuk kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Ekstraksi dan Fraksinasi
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi dingin yaitu secara maserasi. Serbuk simplisa ditimbang sebanyak
250 gram dan dimasukkan dalam wadah maserasi. Ekstraksi dilakukan selama 3 hari menggunakan pelarut etanol 70 % dengan sesekali dilakukan pengadukan. Ekstrak kemudian dikentalkan dengan Vacum Rotary
Evaporator yang mampu menguapkan
ekstrak dibawah titik didih dari pelarut sehingga diperoleh ekstrak kental akar dadangkak.
Hasil maerasi kemudian difraksinasi secara bertingkat dengan pelarut n-heksan dan PE. Fraksi kemudian dikentalkan dengan Vacum
Rotary Evaporator dan dipekatkan
dengan waterbath.
Uji Aktivitas Antidiabetes
Uji aktivitas antidiabetes menggunakan tikus jantan galur wistar, berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan 200 – 250 gram. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 5 ekor yaitu Kelompok I : akuades 2 mL/200 gBB ; Kelompok II : glibenklamid 0,4525 mg/kg BB ; Kelompok III : fraksi PE akar dadangkak 100 mg/kgBB dan Kelompok IV : fraksi n-heksan akar dadangkak 100 mg/kgBB peroral. Sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, hewan coba dipuasakan selama 16 jam. Selama dipuasakan, sekam dikeluarkan dari kandang, agar tidak dimakan oleh hewan coba.
Semua kelompok diberi aloksan 150 mg/kgBB pada hari pertama perlakuan untuk menaikkan kadar glukosa darah. Pengukuran kadar
glukosa dilakukan dengan
menggunakan Gluco-DR. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan lagi pada hari ke -4 dimaksudkan untuk mengetahui apakah kadar glukosa
dilakukan pada pembuluh darah ekor hewan coba Jika kadar glukosa darah sudah naik (rentang DM) pada hari ke-4 Pemberian sediaan uji pada hewan coba diberikan pada hari ke-5 sampai dengan hari ke-11. Pengukuran glukosa darah selanjutnya dilakukan pada hari ke-12. Kadar glukosa darah yang telah diperoleh masing-masing fraksi dibandingkan dan di analisis dengan SPSS taraf kepercayaan 95 % sehingga diperoleh fraksi yang memberikan efek terbesar sebagai antidiabetes.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi
Akar dadangkak diperoleh dari Kota Marabahan, provinsi Kalimantan Selatan. Serbuk akar dadangkak 250 gram diekstraksi secara maserasi dengan etanol 70 % diperoleh ekstrak kental 16,62 gram dengan rendemen 6,6 %. Hasil fraksinasi terhadap ekstrak etanol 10 gram diperoleh rendemen fraksi n-heksan sebesar 15,5 % dan fraksi PE 14,4 %. Uji kualitatif terhadap fraksi n-heksan dan PE diperoleh fraksi n-heksan positif mengandung saponin dan tanin, sedangkan fraksi PE positif terhadap keberadaan saponin.
Hasil Aktivitas Antidiabetes
Pengujian efek antidiabetes dilakukan dengan alat Gluco-Dr untuk menilai kadar glukosa darah tikus. Induksi DM menggunakan Aloksan yang diberikan secara intraperitoneal dengan dosis 150 mg/kgBB. Penelitian ini merupakan permodelan Diabetes tipe I dimana terjadi kerusakan pankeras akibat senyawa diabetogenik. Aloksan mampu merusak sel β
dapat merembes ke Langerhans pankreas. Hal itu mengindikasikan bahwa telah terjadi proses autoimun yang biasa terjadi pada kasus diabetes tipe I (Nugroho, 2006).
Perlakuan pada tikus dilakukan pada 5 kelompok dengan jumlah per kelompok adalah 5 tikus. Pengujian dilakukan terhadap akuades 2 mL/200 gBB sebagai kontrol negatif, glibenklamid 0,45 mg/kgBB sebagai kontrol positif, fraksi n-heksan dan PE 100 mg/kgBB sebagai kelompok uji. Dosis fraksi akar dadangkak yang digunakan dalam penelitian adalah berdasarkan dosis empiris manusia sebanyak 1 genggam serbuk kering yaitu ± 8 gram. Dosis untuk tikus diperoleh dengan melakukan konversi dosis dengan faktor konversi adalah sebesar 0,72 g/kgBB. Mengacu pada rendemen fraksi rata-rata adalah 15 %, maka diperoleh dosis fraksi sebesar 108,6 mg/kgBB. Dosis fraksi 100 mg/kgBB ditetapkan sebagai dosis uji.
Data yang diperoleh berupa kadar glukosa darah tikus pada hari ke-1, 4 dan 12. Pemberian kelompok kontrol dan uji dilakukan secara peroral dengan dosis yang disesuaikan dengan berat badan tikus diberikan pada hari ke-5 sampai hari ke-11. Hasil uji antidiabetes berupa rata-rata kadar glukosa darah tikus disajikan pada tabel 1.
Kelompok
kontrol
dan
kelompok perlakuan menunjukkan
kadar
glukosa
darah
rata-rata
sebelum pemberian aloksan (hari
ke-1) berada pada rentang normal.
Pada hari ke-4 semua kelompok
menunjukkan
kenaikan
kadar
glukosa darah yang tinggi.
Tabel 1. Kadar Rata-Rata Glukosa Darah Tikus
Kelompok kontrol negatif
memperlihatkan kenaikan rata-rata kadar glukosa darah hingga hari ke-12 perlakuan. Kontrol positif mampu menurunkan kadar glukosa darah hingga 140 mg/dL pada hari ke-12. Fraksi n-heksan menunjukkan penurunan kadar glukosa hingga 189,8 mg/dL dan fraksi PE menunjukkan kadar glukosa darah yang tinggi dan stabil yaitu 437,6 mg/dL pada hari ke-12. Kadar glukosa rata-rata tikus kemudian diolah dalam bentuk grafik untuk menunjukkan perbedaan antar perlakuan. Perbandingan rata-rata kadar glukosa darah tikus dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik kadar glukosa darah rata-rata setiap kelompok
Hasil dari grafik kadar glukosa darah rata-rata setiap kelompok menunjukkan kelompok kontrol negatif dan fraksi PE relatif tidak mengalami penurunan kadar glukosa darah hingga hari ke-12 pengamatan. Rata-rata kadar glukosa darah kelompok kontrol positif menunjukkan hasil penurunan terbesar yang diikuti oleh frkasi n-heksan. Hal ini tergambar pada hasil plot data hari ke-12 pada gambar 2.
Gambar 2. Kadar glukosa rata-rata kelompok perlakuan hari ke-12
Analisis data menggunakan program SPSS versi 20 meliputi data kadar glukosa darah pasca pemberilan perlakuan (hari ke-12) dengan uji normalitas Kolmorgov-Smirnov
menunjukkan data yang terdistribusi secara normal (sig>0,05) dan uji homogenitas Levene data yang diujikan homogen (sig>0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut, maka analisis dilanjutkan menggunakan uji One way. Hasil Uji
One way Avova menunjukkan ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan (sig<0,05). Uji dilanjutkan dengan Tukey HSD untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan. Ringkasan hasil uji Tukey HSD dapat dilihat pada tabel 2.
No Perlakuan Rata-Rata Kadar glukosa (mg/dL) Hari ke- 1 4 12 1 Kontrol Negatif 91 452.2 447.6 2 Kontrol Positif 82.4 485.6 140 3 Fraksi PE 100 mg/kgBB 83.6 430 437,6 4 Fraksi n-heksan 100 mg/kgBB 88.8 454.8 189,8 Waktu (hari)
Kelompok Rata-rata kadar Glukosa Darah (mg/dL) Kontrol Negatif 447,6 ± 9,53c Kontrol Positif 140,0 ± 13,76a Fraksi PE 437,6 ± 8,98c Fraksi n-Heksan 189,8 ± 13,59b
Ket : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05)
Rata-rata kadar glukosa darah tikus kelompok kontrol dapat dijadikan standar untuk menentukan adanya peningkatan dan penurunan karena pengaruh perlakuan. Hasil uji Tukey HSD menunjukkan terjadi perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok yang lain (sig<0,05). Kelompok kontrol negatif dinyatakan tidak berbeda bermakna dengan kelompok fraksi PE (sig>0,05). Sedangkan kelompok fraksi n-heksan menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol negatif (sig<0,05). Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok fraksi PE memberikan efek yang sama dengan kontrol negatif dan tidak mampu menunjukkan aktivitas antidiabetes sedangkan fraksi n-heksan mampu memberikan aktivitas antidiabetes yang ditunjukkan dengan nilai glukosa darah rata-rata tikus yang mengalami penurunan dan dinyatakan berbeda dengan kontrol negatif.
Kemampuan fraksi n-heksan dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes diduga merupakan kontribusi senyawa kimia yang berhasil terekstraksi ke dalam fraksi tersebut. Senyawa saponin dan tanin menunjukkan hasil positif pada uji kualitatif. Penelitian sebelumnya
dari buah S. Anguivi mampu menurunkan kadar glukosa darah (hipoglikemik), hipolipidemik dan bersifat antioksidan (Elekofehinti et al, 2013). Saponin dilaporkan pada berbagai penelitian memiliki mekanisme meningkatkan kadar insulin plasma dengan menginduksi pelepasan insulin, inhibisi aktivitas diasaccharide, penghambatan α-glucosidase dan menghambat ekspresi mRNA dari
glycogen phosphorylase dan glucose 6 phosphat (Lavle et al, 2016).
Tanin telah banyak diteliti aktivitasnya sebagai antidiabetes. Tanin mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat enzim α-amylase dan α-glucosidase dan bersifat antioksidan (Kunyanga et al, 2011). Tanin bersifat sebagai antioksidan dengan menangkap radikal bebas yang sangat potensial pada berbagai tumbuhan sebagaimana penelitian Kumari & Jain (2012) tanin dapat memperbaiki keadaan stres oksidatif pada kondisi DM. Tanin dan saponin diduga sebagai senyawa yang berpotensi menurukan kadar glukosa darah dengan mekanisme antioksidan yang mana dapat menangkap radikal bebas (hidroksil) yang diproduksi ketika terjadi kerusakan sel yang diprantarai oleh aloksan (Studiawan & Santosa, 2005).
KESIMPULAN
Pemberian Fraksi n-heksan 100 mg/kgBB berpengaruh signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus (sig.<0.05) dibandingkan terhadap kelompok kontrol dengan kadar glukosa darah rata-rata 189,8 ±
13,59 mg/dL. Pemberian fraksi PE 100 mg/kgBB tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus (sig>0.05) dibandingkan terhadap kelompok kontrol.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas dukungan hibah penelitian sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
[Depes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Konsensus Pengelolaan dan P encegahan Diabetes Melitus Ti
pe 2 Di Indonesia 2011.
Jakarta: Depkes RI
Elekofehinti OO, Kamdem JP, Kade IJ, Rocha JBT & Adanlawo IG. 2013. Hypoglycemic, antiperoxidative and antihyperlipidemic effects of saponins from Solanum anguivi Lam. fruits in alloxan-induced diabetic rats. South African journal of botany. 88:56-61.
Jha RK, Mangilal BA & Nema RK. 2010. Antidiabetic activity of flower head petroleum ether extracts of Sphaeranthus indicus Linn. Asian J
Pharm Clin Res. 3:9-16.
Kumar M & Jain S. 2012. Tannins: An antinutrient with positive effect to manage diabetes. Research
Journal of Recent Sciences.
1(12):1-8.
Kunyanga CN, Imungi JK, Okoth M, Momanyi C, Biesalski HK & Vadivel V. 2011. Antioxidant and antidiabetic properties of condensed tannins in acetonic
extract of selected raw and processed indigenous food ingredients from Kenya. Journal of
Food Science. 76(4): C560–C567.
Lavle N, Shukla P & Panchal A. 2016. Role of flavonoids and saponins in the treatment of diabetes mellitus. J.Pharm Sci Bioscientific Res. 6(4): 535-541.
Muhammad HL, Busari MB, Okonkwo US, & Abdullah AS. 2015. Biochemical effects of n-hexane and chloroform fractions of ceiba pentandra leaf used in the folkloric treatment of diabetes. British
Journal of Pharmaceutical
Research. 6(1): 44-60.
Nugroho AE. 2006. Animal models of diabetes mellitus: Pathology and
mechanism of some
diabetogenics. Biodiversitas Journal of Biological Diversity. 7(4):378-382. Portal Nasional Republik Indonesia. 2010. Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Selatan.
http://www.indonesia.go.id. [14 maret 2016].
Studiawan H & Santosa MH. 2005. Test pharmacological effect of ethanolic extract of Eugenia polyantha leaves as for decreasing glucose level activity on mice induced by alloxan. Media Kedokteran