• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BPHTB DALAM TRANSAKSI

E. Peranan PPAT Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan

Perolehan dan peningkatan pajak BPHTB ini sangat berkaitan erat dengan peran dari seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Karena secara praktis PPAT berhubungan langsung terhadap masyarakat yang akan melakukan transaksi

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, sehingga hal ini sangat efektif untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban dalam pembayaran pajak.

Selain itu secara umum PPAT adalah sebagai pembantu pemerintah dan diangkat oleh pemerintah yang mempunyai tugas dan weweang dalam membuat akta otentik, sekaligus berperan juga dalam membantu pemerintah dalam tertib administrasi perpajakan.

Undang-Undang Jabatan Notaris No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat dengan UUJN merupakan dasar hukum bagi Notaris sebagai satu satunya pejabat yang berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Maka Notaris tidak dapat menolak pembuatan akta apabila dimintakan kepadanya kecuali terdapat alasan yang mendasar.

Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menjelaskan kewenangan seorang Notaris dan menyatakan bahwa :

Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grose, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Akibat hukum yang timbul dari akta yang seharusnya dibuat PPAT tetapi dibuat dihadapan Notaris adalah akan tetap sah terhadap akta yang telah dibuat

Notaris, Namun apabila akta Notaris yang dibuat menyimpang dari ketentuan yang berlaku mengakibatkan akta tersebut menjadi tidak sah karena mengandung cacat hukum.68

Menurut mereka mengenai PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang keberadaan PPAT sangat penting sekali, keberadaan PPAT di sini maksudnya adalah : bahwa dengan adanya PPAT tersebut akan memberikan pelayanan kepada semua masyarakat yang memerlukan penjelasan-penjelasan yang menyangkut tentang fungsi PPAT.

Supaya fungsi dari PPAT tersebut dapat diketahui oleh banyak khalayak masyarakat, di sini akan diuraikan fungsi PPAT tersebut yang telah diatur dalam Pasal 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 sebagaimana berikut ini “Di dalam hal ini PPAT mempunyai fungsi selaku pejabat yang ditugaskan oleh Menteri Agraria/Badan Pertanahan Nasional, untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang menurut peraturan pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku (pembuatan akta jual beli tanah, tukar menukar, hibah pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) pembagian hak milik, pemberian hak guna bangunan/pembebanan hak tanggungan”.

Dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini, semakin jelas fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk membantu masyarakat dalam menghadapi permasalahannya. Permasalahan tersebut adalah, belum mengertinya bagaimana yang benar dalam mengurus keperluan pembuatan akta-akta antara lain, akta jual beli tanah dan lainnya, dimana keperluannya dalam pembuatan akta jual beli

68 Adjie Habib, Telaah Ulang: Kewenangan PPAT Untuk Membuat Akta, Bukan Mengisi Blanko Formulir Akta, Renvoi), Jurnal Nomor 3,44, IV, Januari 2007

tanah dan lainya harus melibatkan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), hal yang demikian di atas biasanya diabaikan oleh masyarakat begitu saja tanpa memikirkan dampaknya, bilamana terjadi sesuatu permasalahn dikemudian hari.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 ini berarti sekali bagi seluruh masyarakat agar semakin memahami keuntungan fungsi dari PPAT, maka fungsi dari PPAT tersebut hendaknya didukung oleh pihak-pihak yang terkait, yaitu kantor pertanahan, masyarakat dan PPAT sendiri, supaya jelas fungsi PPAT dengan tujuan untuk memberikan kelancaran, kemudahan kepada seluruh lapisan masyarakat dan dengan fungsi PPAT ini, dapat mencegah terjadinya pemalsuan akta-akta yang dibuat oleh pihak-pihak lain tanpa diketahui oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 setiap peralihan dan pembebanan hak atas tanah hanya dapat didaftar apabila dibuktikan dengan akta PPAT. Maka dari itu fungsi dari Pejabat Pembuat Akta Tanah sangat penting, sebab tanpa adanya PPAT dapat dirasakan tidak adanya pembuktian-pembuktian akta apabila ada suatu permasalahan/sengketa.

Fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah juga dapat memberi peningkatan sumber penerimaan negara dari sektor pajak, dan PPAT berperan besar, sebab mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya pajak BPHTB akibat pemindahan hak atas tanah dan bangunan sebelum membuat akta. Menginggat fungsi PPAT yang cukup besar dalam bidang pelayanan masyarakat dan peningkatan sumber penerimaan negara yang kemudian merupakan pendorong untuk peningkatan pembangunan nasional, perlu segera diterbitkan peraturan jabatan PPAT, dalam

bentuk Peraturan Pemerintah sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, di samping itu fungsi PPAT juga lebih ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Pejabat yang di maksud tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Pejabat tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang dan Pejabat Pertanahan. Pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dalam pelaksanaannya mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) Undang Nomor 1 Tahun 1997 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 21.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang BPHTB mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat serta menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah subyek/wajib pajak menyerahkan bukti penyetoran biaya pajak ke Kas Daerah.

Untuk dapat meningkatkan fungsi PPAT sebagai pejabat pembuat akta peralihan hak atas tanah maka diharapkan kepada masyarakat hendaknya dapat memanfaatkan fungsi PPAT agar memperoleh alat pembuktian yang otentik. Namun

demikian PPAT harus tetap berhati-hati pada saat menerima alat bukti yang diberikan para penghadap agar akta yang akan dibuatnya tidak mengandung cacat hukum.69

Perbuatan hukum yang dilakukan di hadapan PPAT maka akan lahir akta otentik yang dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak yang telah dilakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum dimaksud.70

Bagian umum penjelasan tersebut juga diuraikan bahwa akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuhi dan mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang Perbankan, Pertanahan, kegiatan Sosial dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan atas kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi, sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, dapat diciptakan kepastian dan sekaligus pula diharapkan dapat dihindari terjadinya sengketa atau kalaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, maka dalam proses penyelesaian sengketa tersebut akta otentik yang merupakann alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian sengketa secara murah dan cepat.

69Ibid.

Berdasarkan Pasal 1 angka 7 dan Pasal 38 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang diterapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu setiap akta notaris terdiri atas : Awal Akta, Badan Akta dan Akhir Akta. Akta yang dibuat oleh notaris harus dibacakan di hadapan para penghadap, para saksi sebelum ditandatangani oleh penghadap, saksi-saksi dan Notaris.

Peraturan tentang jabatan PPAT di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998, Pasal 1 angka (1) (Diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara 3746). Akta Otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

Pembuktian bahwa hak atas tanah dialihkan, dengan suatu akta otentik yang dibuat dan di hadapan PPAT yaitu jual beli yang akan dijadikan dasar pendaftaran, perubahan dasar pendaftaran tanah, akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum pemegang hak atas suatu bidang tanah.

Sementara itu berkenaan dengan cara pembuatan akta jual beli tanah dan/atau bangunan dikaitkan dengan ketentuan perpajakan, seorang PPAT tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang BPHTB di mana akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani apabila telah melunasi SSPD, diserahkan kepada PPAT bersangkutan serta menyerahkan satu

lembar Photocopy dari SSPD tersebut. Apabila pembeli sebagai wajib pajak tidak membayar BPHTB maka secara otomatis akta jual beli secara PPAT tidak dapat dilaksanakan.

Dalam hal peran PPAT terhadap pembayaran pajak supaya akta jual belinya dapat dilakukan, dan sebagai seorang PPAT kita juga dapat membantu para klien untuk membayar pajak tersebut atau awam mengenai perpajakan.

Ketentuan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB, telah dijelaskan sebagi pejabat umum yang mengesahkan terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan di mana disyaratkan agar sebelum menandatangani akta dipenuhi segala syarat-syarat termasuk di dalamnya pembayaran pajak-pajak.

Di sinilah peran PPAT muncul untuk memberikan informasi sekaligus sebagai gerbang pertama dalam pengamanan penerimaan BPHTB sebelum melakukan akta jual beli. Pada tahap ini PPAT harus dapat memberikan gambaran yang jelas tentang bentuk pajak yang akan dikenakan para pihak pada setiap transaksi peralihan hak atas tanah, pihak penjual dan pihak pembeli masing-masing mempunyai kewajiban dalam hal pembayaran pajak. Untuk pihak penjual menanggung PPh yaitu sebagai konsekuensi dari penghasilan yang ia peroleh atas dasar pemindahan haknya sedangkan bagi pihak pembeli di wajibkan membayar BPHTB dari hak yang ia peroleh. Seorang PPAT mempunyai tanggung jawab yang besar selain memastikan para pihak untuk melakukan pembayaran pajak sebelum akta jual beli tersebut dilakukan.

Pembayaran BPHTB dilakukan oleh Wajib Pajak ke Kas Daerah dengan mengunakan SSPD melaui Bank Persepsi atau Bank yang melayani pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum akta pengalihan hak atas tanah dan bangunan ditandatangani oleh dan di hadapan PPAT.

Suatu perolehan atas tanah dan bangunan pada dasarnya hasil dari proses peralihan hak. Hal ini dapat terjadi karena dua hal yaitu beralih dan dialihkan. Yang dimaksud dengan dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemilik asalnya dan menjadi milik pihak lain, dengan kata lain terjadinya karena adanya suatu perbuatan hukum tertentu.

Subyek dalam peralihan hak atas tanah/dan bangunan adalah orang pribadi atau badan. Orang pribadi atau badan yang termasuk di sini bisa berkedudukan sebagai pembeli atau penjual. Bagi Pembeli dikenakan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Sedangkan obyek pajak pembeli adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai Nomor 2 Tahun 2011 tentang BPHTB bagi pihak penjual maka yang menjadi objek adalah penghasilan yang diperoleh penjual atas tambahan ekonomi yang diterimanya dalam hal terjadinya peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pengalihan Hak Atas Tanah dan/ atau Bangunan dibedakan : 1. Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan oleh pribadi.

2. Pengalihan Hak oleh Wajib pajak badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (wajib pajakreal estate).

3. Pengalihan Hak atas Tanah dan/Bangunan yang dilakukan oleh wajib pajak badan di luar usaha pokoknya.

Untuk melakukan pembayaran BPHTB, terlebih dahulu harus mengisi formulir SSPD dengan mencantumkan nama, alamat, nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari wajib pajak yang mengalihkan hak serta mencantumkan lokasi tanah dan/atau bangunan serta nama pembeli. Bagi Wajib Pajak yang belum mempunyai NPWP, maka dalam SSP dicantumkan NPWP.

Cara menghitung BPHTB :

BPHTB = (Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) - Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) x Tarif

= (NPOP - NPOPTKP ) X 5 %

Tarif pajak BPHTB yang dikenakan terhadap orang pribadi/badan yang mengalihkan tanah dan bangunan yang di kurangkan terlebih dahulu dengan NPOPTKP.71

Tata cara pembayaran pajak atas BPHTB dalam hal peralihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan dilakukan dengan cara :

1. Mengisi SSPD yang biasanya sudah tersedia di Kantor PPAT dan biasanya dalam pengisian dibantu oleh para pegawai PPAT Formulir SSPD ini terdiri dari 6 (enam) rangkap yaitu :

a. Lembar pertama untuk Wajib Pajak sebagai bukti pembayaran.

71 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pasal 5.

b. Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPBB) melalui Bank.

c. Lembar ketiga untuk KPPBB disampaikan oleh Wajib Pajak

d. Lembar ke empat untuk Kantor Penerimaan Pembayaran (Bank/kantor Post Persero).

e. Lembar kelima untuk untuk PPAT/Notaris, Kepala Kantor Lelang Pejabat Lelang, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

f. Lembar ke enam untuk DPPKA Kota Tanjung Balai.

2. Wajib Pajak menyerahkan SSPD BPHTB kepada bank yang ditunjuk/Bandahara penerimaan. Pada saat yang bersamaan wajib pajak kemudian membayar BPHTB terutang melalui bank yang ditunjuk/Bendahara penerimaan.

3. Bank yang ditunjuk/Bendahara penerimaan menerima SSPD BPHTB dan uang pembayaran BPHTB terutang dari Wajib Pajak. Bank yang ditunjuk/Bendahara penerimaan kemudian memeriksa kelengkapan pengisian SSPD BPHTB dan kesesuaian besaran nilai BPHTB terutang dengan uang pembayaran yang diterima Wajib Pajak.

4. Bank yangditunjuk/Bendahara penerimaan menandatangani SSPD BPHTB, lembar 5 dan 6 disimpan sedangkan lembar 1-4 dikembalikan ke Wajib Pajak. 5. Wajib Pajak menerima SSPD BPHTB lembar 1, 2, 3 dan 4 dari bank yang

ditunjuk/Bendahara penerimaan. Wajib Pajak kemudian melakukan proses berikutnya yaitu permohonan penelitian SSPD BPHTB ke fungsi pelayanan DPPKA.

Setelah surat setoran BPHTB diisi oleh Wajib Pajak, maka Wajib Pajak membayar sendiri atau biasanya dalam melakukan pembayaran pajak BPHTB tersebut dapat juga dibantu oleh petugas PPAT ke tempat pembayarn yang ditunjuk. Hal ini disebabkan para klien biasanya ingin penyelesaian sekaligus dengan pembuatan akta. Mengenai tempat pembayaran biasanya dilakukan di Bank Persepsi yaitu Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk menerima pembayaran pajak dari Wajib Pajak.

Mengenai besarnya tarif BPHTB yang dikenakan terhadap pihak penjual yang melakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dan bangunan berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 yang menjadi dasar pengenaan :

i. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditentukan sebesar 5 % (lima persen) dari Jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah/atau bangunan.

ii. Nilai Jual Objek Pajak dan Bumi (NJOP BPP), apabila besarnya NJOP besarnya tidak diketahui atas NJOP lebih rendah dari pada NJOP PBB.

Pada dasarnya Pajak BPHTB tidak dapat dipisahkan dalam hal peralihan hak atas tanah dan bangunan, karena sebelum melakukan perbuatan hukum dalam akta jual beli di hadapan PPAT. Pajak tersebut haras telah dibayar oleh Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak dapat memperlihatkan photocopy pembayaran pajak tersebut sebagai bukti bahwa telah dilakukan pembayaran atas pajak tersebut.

F. Tata Cara Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dengan Akta Jual