• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Pustaka

3. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Seiring dengan semakin meningkatnya pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, telah terjadi perubahan struktur perekonomian, yaitu peralihan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi ekonomi industri modern. Perekonomian negara-negara berkembang yang semula didominasi sektor primer semakin bergeser ke sektor sekunder dan sektor tersier. Dalam suatu perekonomian padat penduduk dan berorientasi pertanian, umumnya 70-80 persen penduduk berusaha di bidang pertanian. Dengan terjadinya perubahan struktur perekonomian, maka peranan sektor pertanian semakin menurun (Arsyad, 2013: 43). Menurut Todaro dan Smith (2006: 507), penyebab semakin menurunnya kinerja sektor pertanian di negara-negara berkembang adalah terabaikannya sektor pertanian dalam perumusan prioritas pembangunan negara-negara berkembang.

Pada saat ini sumbangan sektor pertanian terhadap Gross National Income (GNI) di negara-negara berkembang secara keseluruhan masih berkisar pada angka 14 persen (Todaro dan Smith, 2006: 82). Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan sektor pertanian di Indonesia. Pada tahun 2010, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB di Indonesia sebesar 13,93 persen dan turun menjadi 13,38 persen tahun 2014 (BPS, 2015: 161).

Penurunan kontribusi sektor pertanian pada perekonomian terjadi karena pertumbuhan sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor lainnya, terutama sektor industri. Fenomena penurunan kontribusi sektor pertanian merupakan proses alami dalam perkembangan ekonomi suatu negara yang diakibatkan terjadinya transformasi perekonomian (Sumedi dan Jauhari, 2014:326).

Sepanjang proses pembangunan ekonomi, sektor pertanian mengalami transformasi, baik internal sektor pertanian maupun eksternal dalam hubungannya dengan sektor-sektor perekonomian lainnya. Menurut Arsyad (1987), tahap-tahap transformasi dalam sektor pertanian meliputi: 1) Tahap pertanian subsisten, yaitu suatu tahap di mana produksi dan konsumsi berjumlah

18

seimbang sehingga tidak ada kelebihan yang dapat dijual ke pasar; 2) Tahap transisi, yaitu tahap perpindahan dari pertanian subsisten ke pertanian modern;

3) Tahap pertanian modern, yaitu tahap di mana jenis tanaman yang dibudidayakan murni ditujukan untuk pasar (Hakim, 2002: 283-284).

Kajian Perwitasari (2012: xv) menunjukkan bahwa selama tahun 1975-2008 telah terjadi perubahan struktur perekonomian Indonesia dari pertanian ke arah industrialisasi. Darsono (2012: 8) menyatakan bahwa kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian diperkirakan akan terus menurun hingga tahun 2030, akan tetapi diikuti peningkatan kesejahteraan, produktivitas dan keterkaitannya dengan sektor lain. Produktivitas sektor pertanian akan meningkat seiring kemajuan teknologi sehingga menghasilkan nilai tambah per pekerja yang lebih besar. Peranan sektor pertanian selanjutnya adalah sebagai pendukung sektor manufaktur dan jasa. Sektor pertanian masih ditempatkan sebagai prioritas pertama agar dikelola dengan baik untuk mendukung percepatan sektor sekunder selanjutnya.

Menurut Jhingan (2007:362), sumbangan/jasa sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi terletak dalam hal menyediakan surplus pangan yang semakin besar bagi penduduk yang jumlahnya semakin meningkat;

meningkatkan permintaan akan produk industri sehingga mendorong berkembangnya sektor sekunder dan tersier; menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal pembangunan melalui ekspor hasil pertanian; meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; dan memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan. Selanjutnya, Irianto (2005) dalam Darsono (2012: 8-9) menyampaikan bahwa peran pertanian sangat strategis, tidak hanya sebagai penghasil (output) tetapi juga berperan multifungsi, yaitu:

a. Penghasil pangan dan bahan baku industri

Sektor pertanian sangat menentukan dalam ketahanan pangan nasional sekaligus menentukan ketahanan bangsa. Penduduk Indonesia tahun 2025 akan mencapai 300 juta lebih, ketahanan nasional akan terancam jika pasokan pangan sangat tergantung dari impor. Dalam proses industrialisasi pertanian juga memproduksi bahan baku industri pertanian seperti sawit, karet, gula, serat, dan lainnya.

19 b. Pembangunan daerah dan perdesaan

Pembangunan nasional akan timpang kalau daerah/perdesaan tidak dibangun, urbanisasi tidak akan dapat ditekan dan akhirnya kesenjangan antara desa dan kota semakin melebar. Lebih dari 83 persen kabupaten/kota di Indonesia ekonominya berbasis kepada pertanian. Agroindustri perdesaan akan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi perdesaan terutama dalam penyerapan tenaga kerja.

c. Penyangga dalam masa krisis

Sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal terbukti sangat handal dalam masa krisis ekonomi, bahkan mampu menampung 5 juta tenaga kerja limpahan dari sektor industri dan jasa yang terkena krisis.

d. Penghubung sosial ekonomi antar masyarakat dari berbagai pulau dan daerah sebagai perekat persatuan bangsa

Masing-masing pulau/daerah memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keunggulan masing-masing. Perdagangan (trade) antar pulau ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dengan melakukan spesialisasi masing-masing daerah. Saling ketergantungan antara daerah menjadi jaminan pengembangan ekonomi daerah dan mempererat persatuan antar daerah.

e. Kelestarian sumberdaya lingkungan

Kegiatan pertanian berperan dalam penyangga, penyedia air, udara bersih dan keindahan. Pada hakekatnya pertanian selalu menyatu dengan alam.

Membangun pertanian yang berkelanjutan (sustainable) berarti juga memelihara sumberdaya lingkungan. Agrowisata merupakan contoh yang ideal dalam multi-fungsi pertanian.

f. Sosial budaya masyarakat

Usaha pertanian berkaitan erat dengan sosial-budaya dan adat istiadat masyarakat. Sistem sosial yang terbangun dalam masyarakat pertanian telah berperan dalam membangun ketahanan pangan dan ketahanan sosial, seperti lumbung pangan, sistem arisan dan lainnya.

20

g. Kesempatan kerja, Produk Domestik Bruto dan devisa

Lebih dari 25,5 juta keluarga atau 100 juta lebih penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada pertanian. Sektor pertanian menyerap 46,3 persen tenaga kerja dari total angkatan kerja, menyumbang 6,9 persen dari total ekspor non migas dan memberikan kontribusi sebesar 15 persen PDB nasional. Kontribusi terhadap PDB tinggal 13,2 persen pada awal tahun 2012.

Pada masa yang akan datang, peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional menjadi semakin penting. Meskipun kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja dan pangsa ekspor semakin menurun, namun secara hakikat kehidupan, peran sektor pertanian sebagai sumber pemenuhan kebutuhan pangan, energi dan bahan baku industri tidak tergantikan (Sumedi dan Jauhari, 2014:328).

Menurunnya kontribusi sektor pertanian di dalam PDB, tidak berarti diikuti oleh penurunan output pertanian. Sebaliknya output pertanian harus naik secara absolut. Oleh karena itu, harus dilakukan perubahan-perubahan dalam bentuk land reform, perbaikan teknik dan input pertanian, organisasi pemasaran yang lebih baik, lembaga kredit baru dan lain sebagainya (Arsyad, 2013: 43).

Mengutip pernyataan Gunnar Mirdal dalam Todaro dan Smith (2006:502) yang menyatakan bahwa dalam sektor pertanianlah ditentukan berhasil atau tidaknya upaya–upaya pembangunan ekonomi jangka panjang. Jika suatu negara menghendaki pembangunan yang lancar dan berkesinambungan, maka negara itu harus memulainya dari sektor pertanian khususnya.

Todaro dan Smith (2006: 503) menjelaskan bahwa strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yaitu:

a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil.

b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasi pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.

21

c. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.

Oleh karena itu, pada skala yang lebih luas, pembangunan sektor pertanian kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak. Tanpa pembangunan daerah pedesaan/pertanian yang integratif, pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar dan kalaupun dapat berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian yang bersangkutan. Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan pengangguran.

Pada saat ini Indonesia telah memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ketiga (2015-2019) sebagai kelanjutan dari RPJMN tahap sebelumnya. RPJMN tahap ketiga difokuskan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber daya alam yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pentahapan RPJPN (2005-2025) (Setiyanto dan Irawan, 2014: 146-147).

Sejalan dengan RPJMN tahap ketiga, pemerintah telah merumuskan strategi pembangunan pertanian Indonesia untuk lima tahun ke depan (2015-2019), yaitu: (1) Menjadikan basis produksi komoditas pangan, komoditas ekspor, penyedia bahan baku industri dan bio‐energi dengan pendekatan kawasan; (2) Meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian; (3) Menyediakan prasarana dasar bidang pertanian; (4) Memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani; (5) Meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang baik (Kementan, 2014: 14).

Dokumen terkait