• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKAITAN ANTAR SEKTOR

KODE SEKTOR

5.5. Peranan Stakeholders Dalam Pengembangan Wilayah

Sebagai upaya mengatasi kesenjangan sekaligus mempercepat pertumbuhan Kawasan Indonesia Timur yaitu dengan pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet Bima). Pembentukan dan fungsi peran Kapet mengalami beberapa kali perubahan (reposisi). Awal pembentukan Kapet berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996, kemudian dilakukan perubahan dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998 yang selanjutnya diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000. Selain itu masing-masing Kapet memiliki Keppres pembentukannya, dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 1998, Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu telah ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) yang disebut Kapet Bima.

Pengelolaan Kapet Bima melibatkan berbagai pihak, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah dan masyarakat. Secara garis besar setidaknya terdapat enam pelaku (stakeholders) yaitu : BP Kapet Bima, Pemda Propinsi NTB, Pemerintah Daerah kabupaten/Kota (Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu dan Kota Bima), Pemerintah Pusat, Swasta, Lembaga Masyarakat.

Tiap pelaku memiliki fungsi dan peran masing-masing. Fungsi stakeholders/lembaga menyangkut tugas dan kewajiban serta kewenangan yang dimilikinya. Fungsi suatu stakeholders atau lembaga akan menentukan tingkat pengaruhnya terhadap lingkungan atau wilayahnya. sehingga jika stakeholders yang memiliki fungsi yang besar kemudian melaksanakan (memerankan) fungsinya tersebut maka akan memberikan pengaruh yang besar pula terhadap lingkungan atau wilayahnya. Sedangkan peran atau keterlibatan stakeholders/lembaga menyangkut aktivitas atau aktualisasi dari fungsi yang dimiliki masing-masing stakeholders yang berdampak pada pengembangan wilayah Kapet Bima.

Berdasarkan persepsi stakeholders maka dapat dinilai tingkat pengaruh (fungsi) dan keterlibatan masing-masing stakeholders itu sendiri. Penilai dilakukan dengan memberikan peringkat. Nilai 1 (satu) diberikan kepada stakeholders yang memiliki tingkat pengaruh atau keterlibatan yang paling rendah, sehingga semakin tinggi nilainya yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat pengaruh atau keterlibatan stakeholders tersebut.

Pada tabel 74 terlihat bahwa yang memiliki fungsi yang secara relatif paling besar pengaruhnya terhadap pengembangan Kapet Bima adalah Pemerintah Daerah Propinsi NTB dalam hal ini adalah gubernur dan jajarannya (Tingkat Pengaruh = 6) karena dan yang memiliki fungsi yang secara relatif paling kecil pengaruhnya terhadap pengembangan Kapet Bima. Adapun yang memiliki tingkat keterlibatan yang secara relatif paling besar melalui implementasi program kerja yang sudah dilaksanakan adalah Pemda kabupaten/Kota yang ada di Kapet Bima (Tingkat Keterlibatan = 6), Sedangkan yang paling rendah adalah BP Kapet Bima.

Tabel 74 Tingkat Pengaruh dan Keterlibatan Stakeholders Dalam Pengembangan Wilayah di Kapet Bima

No. Stakeholders Tk. Pengaruh Tk. Keterlibatan

1 BP Kapet Bima 2 1 2 Pemda Propinsi NTB 6 3 3 Pemda Kab/Kota 5 6 4 Pemerintah Pusat 1 2 5 Swasta 4 4 6 Lembaga Masyarakat 3 5

Sumber : Hasil Analisis Dari Data Primer

Keberadaan stakeholders tersebut di atas tidak terlepas dari peraturan yang mengatur tentang keberadaan dan pengelolaan Kapet itu sendiri. Pada tahun 1996, dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi terpadu (Kapet) selanjutnya diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998. Keppres tersebut merupakan dasar hukum pertama bagi pengembangan Kapet secara operasional. Keppres tersebut menjelaskan bahwa penetapan kebijakan dan pelaksanaan koordinasi kegiatan pembangunan di Kapet dilakukan oleh tim pengarah. Tim ini terdiri dari unsur-unsur Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dan unsur-unsur-unsur-unsur Pemerintah Daerah.

Pada pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Kapet di lakukan oleh Badan Pengelola Kapet yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ketua dan Wakil Ketua BP Kapet diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Tim Pengarah. Wakil Ketua BP Kapet sekaligus berfungsi sebagai Pelaksana Harian BP Kapet dan berkedudukan di lokasi Kapet yang bersangkutan. Sedangkan anggota BP Kapet diangkat dan diberhentikan oleh Tim Pengarah atas usul Ketua BP Kapet. Dalam pelaksanaan tugas BP Kapet seharí-hari, Pelaksana Harian BP Kapet dibantu oleh beberapa direktur dan staff.

Dalam Keppres masing-masing Kapet disebutkan bahwa BP Kapet bertugas mengendalikan dan mengawasi kegiatan pembangunan di wilayah Kapet berdasarkan rencana induk pengembangan yang ditetapkan oleh Tim Pengarah

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah. BP Kapet menyelenggarakan fungsi :

(1) melaksanakan Rencana Induk Pengembangan Kapet yang telah ditetapkan oleh Tim Pengarah.

(2) Mengembangkan dan mengendalikan pembangunan industri perdagangan dan jasa di wilayah Kapet.

(3) Memberikan dan mengendalikan perijinan usaha berdasarkan limpahan wewenang dari instansi terkait dalam rangkan pelayanan satu atap.

Pada tahun 2000 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan ekonomi Terpadu (Kapet). Menurut Keppres ini bahwa kelembagaan pengelolaan Kapet terdiri dari tiga lembaga terkait, yakni dua lembaga pengelola di tingkat pusat dan satu lembaga pengelola di daerah. Ketiga lembaga tersebut adalah :

(1) Badan Pengembangan Kapet. Lembaga ini diketuai oleh Menko Perekonomian, wakil Ketua Menkimpraswil dan Sekretaris Ketua Bappenas. Anggota Badan ini adalah sembilan menteri kabinet dan kepala BPN.

(2) Tim teknis, tim ini diketuai oleh Menteri pemukiman dan prasarana wilayah dan anggota akan ditentukan kemudian oleh Badan Pengembangan Kapet. (3) Badan Pengelola Kapet, berkedudukan di lokasi Kapet, diketuai oleh

gubernur. Badan ini terdiri dari wakil ketua dan anggota yang diangkat dan diberhentikan oleh gubernur.

Adapun tugas masing-masing lembaga ini di atur dalam Keppres dengan uraian sebagai berikut :

(1) Tugas Badan pengembangan Kapet

- memberikan usulan kepada presiden untuk kawasan yang akan ditetapkan sebagai Kapet setelah memperhatikan usulan dari gubernur yang bersangkutan.

- Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional untuk mepercepat pembangunan Kapet.

- Merumuskan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong dan mempercepat masuknya investasi dunia usaha di Kapet.

- Mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan rencana kegiatan pembangunan Kapet.

- Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan Kapet. (2) Tugas Tim Teknis

- Membantu tugas Badan Pengembangan Kapet.

- Melakukan pembinaan teknis terhadap Badan Pengelola Kapet. (3) Tugas Badan Pengelola

- membantu pemerintah daerah dengan memberikan pertimbangan teknis bagi permohonan perijinan kegiatan investasi pada Kapet.

Perubahan peraturan (Keppres) tentang Kepet memberikan dampak pada perubahan struktur kelembagaan pengelolaan Kapet serta fungsi-tugas dari kelembagaan itu sendiri. Pada Keppres Nomor 89 Tahun 1996 jo. Nomor 9 Tahun 1998 terdapat hirarki yang lebih tegas mulai kelembagaan tingkat pusat sampai tingkat daerah dengan otorita (kewenangan) yang lebih besar khususnya Kepada BP Kapet di tingkat daerah, misalnya mengembangkan dan mengendalikan serta perijinan dalam kegiatan pembangunan Kapet. Sedangkan didalam Keppres Nomor 150 Tahun 2000, kelembagan pengelolaan Kapet kurang didukung oleh struktur hirarki dan kewenangan yang jelas seperti tugas Tim Teknis dan Badan pengelola yang cenderung mengambang (hanya memberikan pertimbangan teknis bagi pemberian perijinan investasi). Padahal secara hirarki, tugas kelembagaan yang semakin rendah, maka fungsi-tugasnya harus lebih teknis-operasional dan jelas.

Adapun gambaran posisi stakeholders dalam kuadran kartesius berdasarkan tingkat pengaruh dan peran di dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dapat dijelaskan dengan gambar 15. Dari gambar 15, stakeholders/kelembagaan dibagi dalam empat kuadran. Kuadran I, merupakan kuadran yang memiliki tingkat pengaruh (kewenangan) yang relatif rendah namun memiliki tingkat peran (keterlibatan) yang relatif tinggi, yang masuk dalam kuadran ini adalah kelembagaan masyarakat. Sehingga pelaku dalam kuadran ini perlu dilibatkan bukan hanya dibutuhkan perannya dalam pelaksanaan pembangunan, namun juga dibutuhkan keterlibatannya dalam perencanaan dan

mengambil bagian dalam menyusun kebijakan serta pengawasan dan evaluasi, yakni antara lain melalui upaya pemberdayaan.