• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA METAMATERIAL CRLH

3.4 Perancangan Antena

Tahapan perancangan antena pertama kali adalah menentukan karakteristik antena yang diingkan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Karakteristik antena yang dimaksud yaitu, frekuensi kerja, return loss, VSWR, dan gain. Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan karakteristik hasil yang diinginkan yaitu:

1. Frekuensi Kerja : 3.3 GHz (3.3 - 3.4 GHz) 2. Impedansi terminal : 50 Ω koaksial konektor SMA

3. VSWR : ≤ 2

4. Bandwidth : 100 MHz

Setiap substrat memiliki parameter yang berbeda – beda. Oleh karena itu, perlu ditentukan terlebih dahulu jenis substrat yang akan digunakan sebagai antena mikrostrip. Jenis substrat yang digunakan adalah Taconic TLY 5 dengan konstanta dielektrik 2.2 dan tebal substrat 1.6 mm.

Ketebalan substrat akan mempengaruhi bandwidth dan gelombang permukaaan (surface wave). Semakin kecil tebal substrat maka efek gelombang permukaan semakin kecil. Dengan mengecilnya gelombang permukaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja antena seperti: gain, efisiensi dan bandwidth. Konstanta dielektrik relatif (εr) akan mempengaruhi terjadinya gelombang permukaan. Namun dengan semakin kecilnya konstanta dielektrik, maka ukuran patch dan saluran pencatu mikrostrip yang dibutuhkan akan semakin luas, karena ukuran patch dan saluran mikrostrip berbanding terbalik dengan konstanta dielektrik.

Skripsi ini merancang dua jenis antena dengan substrat dan tebal substrat yang sama, yang pertama adalah antena konventional dan yang kedua adalah antena CRLH metamaterial. Dimana nantinya kedua antena ini akan dibandingkan, dan diharapkan dengan metode CRLH metamaterial dapat meminiaturisasi antena.

3.4.1 Perancangan Antena Konventional

Sebelum merancang antena mikrostrip CRLH metamaterial, langkah pertama yang harus dilakukan adalah merancang antena konvensional, seperti gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Antena Konvensional

3.4.1.1 Perancangan Saluran Pencatu Mikrostrip

Pada saat pengukuran, pencatu antena mikrostrip akan dihubungkan dengan konektor SMA 50 Ω. Dengan demikian dalam perancangan pencatu antena mikrostrip perlu impedansi masukan (Zin) 50 Ω. Untuk mendapatkan nilai impedansi saluran pencatu 50 Ω, dapat dilakukan dengan mencari lebar saluran pencatu. Lebar saluran pencatu bisa dihitung dengan persamaan (2.19 – 2.22). Dengan memasukkan nilai εr = 2.2, h = 1.6 mm dan Z0 = 50 Ω, maka:

W

L Yo

Dimana nilai B adalah:

Sehingga

3.4.1.2 Perancangan Lebar, Panjang dan Inset Feed Antena

Langkah selanjutnya adalah menghitung panjang (L), lebar (W), dan inset feed (Y0) antena konvensional. Dengan spesifikasi f0 = 3.35 GHz, εr = 2.2, h = 1.6 mm, c = 3 x 108. Untuk menghitung lebar antena digunakan persamaan 2.14 sebagai berikut:

Sedangkan untuk menentukan panjang patch antena (L) diperlukan paramater yang merupakan pertambahan panjang dari L akibat adanya fringing effect. Pertambahan panjang dari L ( ) tersebut dirumuskan pada persamaan 2.15. Sebelum menghitung maka harus diketahui dulu konstanta dielektrik relatif yang dirumuskan pada persamaan 2.16, sebagai berikut:

Sehingga dapat dicari:

Sebelum mencari L, maka dihitung terlebih dahulu Leff yaitu panjang patch efektif seperti yang dirumuskan pada persamaan 2.18, sebagai berikut:

Leff =

Sehingga L dapat dihitung, seperti pada persamaan 2.17, yaitu: L = Leff – 2

Perhitungan untuk mendapatkan panjang inset feed ditunjukkan pada persamaan 2.28 berikut. Yang mana persamaan ini valid untuk εr dari 2 sampai 10.

3.4.2 Perancangan Antena Mikrostrip CRLH Metamaterial

Karena tidak diperoleh rumusan spesifik untuk menghitung dimensi antena mikrostrip CRLH metamaterial untuk mendapatkan karakteristik-karakteristik antena pada frekuensi kerja tertentu, maka dimensi antena mikrostrip CRLH metamaterial diperoleh dari jurnal-jurnal terkait dan referensi dari buku-buku, dimana dapat disimpulkan semakin kecil dimensi via dan gap pada antena mikrostrip CRLH metamaterial maka karakteristiknya akan semakin bagus[20].

Maka dari itu penulis, merancang dan memilih ukuran parameter antena sekecil, sebatas ukuran yang bisa di fabrikasi.

3.5 Hasil Simulasi

Setelah melakukan perhitungan untuk antena konvensional dan merancang antena CRLH, maka langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi antena untuk mendapatkan karakteristiknya dengan software CST Studio 2011. Ada beberapa iterasi yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan karakteristik antena yang diinginkan. Adapun iterasi yang telah dilakukan penulis yaitu:

1. Mengubah bentuk patch yang awalnya berbentuk rectangular, menjadi antenna dengan patch berbentuk huruf S, E, dan U.

2. Memperbesar diameter via.

3. Menggeser via, saling mendekat dan saling menjauh diantara dua via ditiap patch nya.

4. Mengurangi luas ground.

5. Memindahkan posisi feeding line, keatas dan kebawah. 6. Memperkecil jarak feeding line ke patch antena.

7. Memperlebar gap dari 0.2 mm menjadi 0.3 mm dengan tujuan bisa difabrikasi. Pada akhirnya proses iterasi dilakukan dengan beberapa penyesuaian atau ketentuan ketika mau difabrikasi. Seperti, minimal via memiliki diameter 0.7 mm, lebar jalur minimal 0.2 mm (namun tempat penyedia jasa pembuatan antena menyarankan minimal jalur 0.3 mm, agar mengurangi resiko kegagalan).

3.5.1 Hasil Simulasi Awal

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ada beberapa proses iterasi, yang pertama membuat desain antena yang lain, yaitu mengubah patch yang rectangular menjadi patch berbentuk huruf S, E, dan U. Kemudian membandingkan hasilnya, dari keempat desain antena tersebut. Kemudian mengiterasi via dengan diameter 0.24 mm, 0.3 mm, 0.5 mm, 0,7 mm dan 1 mm. Dengan tujuan memperbaiki kualitas antena, namun semakin besar diameter via

antena maka frekuensi juga akan semakin besar (bergeser ke kanan). Disisi lain, via berdiameter paling kecil yang bisa diproduksi di Indonesia untuk saat ini mempunyai ukuan yaitu 0.5 mm.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.3 (a) Patch Rectangular, (b) Patch E, (c) Patch S, (d) Patch (U)

Berikut hasil yang didapat untuk keempat desain dengan diameter via 0.24

mm, 0.3 mm, 0.5 mm dan 0.7 mm.

Tabel 3.1. Hasil Simulasi untuk via 0.24 mm

Parameter Rectangular Patch E Patch S Patch U

Bandwidth 40 MHz 40 MHz 40 MHz 50 MHz

Frekuensi (3.32-3.36) GHz (3.29-3.33) GHz (3.31-3.35) GHz (3.40-3.45) GHz

F. Resonant 3.345 GHz 3.315 GHz 3.34 GHz 3.43 GHz

Z 51.29 Ω 51.35 Ω 50.65 Ω 50.66 Ω

Gambar 3.4 Grafik S11 antena patch rectangular dengan diameter via 0.24 mm

Gambar 3.4 menunujukan Grafik S11 pada antena patch rectangular dengan diameter via 0.24 mm. Pada frekuensi 3.345 GHz dengan return loss 27.5 dB menghasilkan bandwidth yang masih sempit yaitu 40 MHz dengan rentang frekuensi dari 3.32 GHz – 3.36 GHz.

Tabel 3.2. Hasil Simulasi untuk via 0.3 mm

Parameter Rectangular Patch E Patch S Patch U

Bandwidth 40 MHz 40 MHz 40 MHz 50 MHz

Frekuensi (3.43-3.47) GHz (3.38-3.42) GHz (3.40-3.44) GHz (3.51-3.56) GHz

F. Resonant 3.455 GHz 3.405 GHz 3.43 GHz 3.545 GHz

Z 51.29 Ω 51.35 Ω 50.65 Ω 50.66 Ω

Gain 1.88 dB 1.886 dB 1.619 dB 2.032 dB

Tabel 3.3. Hasil Simulasi untuk via 0.5 mm

Parameter Rectangular Patch E Patch S Patch U

Bandwidth 50 MHz 50 MHz 40 MHz 60 MHz

Frekuensi (3.69-3.74) GHz (3.62-3.67) GHz (3.65-3.69) GHz (3.74-3.80) GHz

F. Resonant 3.725 GHz 3.65 GHz 3.68 GHz 3.77 GHz

Z 51.29 Ω 51.35 Ω 50.65 Ω 50.66 Ω

Gain 2.109 dB 2.066 dB 1.713 dB 2.232 dB

Tabel 3.4. Hasil Simulasi untuk via 0.7 mm

Parameter Rectangular Patch E Patch S Patch U

Bandwidth 60 MHz 50 MHz 40 MHz 50 MHz

F. Resonant 3.725 GHz 3.65 GHz 3.68 GHz 3.77 GHz

Z 51.29 Ω 51.35 Ω 50.65 Ω 50.66 Ω

Gain 2.404 dB 2.338 dB 2.23 dB 2.509 dB

Dari keempat tabel bisa dilihat bahwa keempat patch tidak menunjukan hasil yang signifikan, namun bisa diketahui bahwa semakin lebar diameter via maka akan semakin besar juga frekuensinya, begitu juga untuk gainnya, yaitu gain semakin meningkat seiring semakin lebarnya diameter via. Untuk bandwidth, keempat patch menghasilkan bandwidth diantara 40 MHz – 60 MHz.

Iterasi selanjutnya yaitu, melakukan pergeseran via yaitu saling mendekat dan menjauh. Via digeser saling menjauh 0.5 mm dari via yang satu, dan via digeser saling mendekat sejauh 0.5 mm. Namun untuk iterasi ini, hanya dilakukan pada via dengan diameter 0.5 mm, dikarenakan hasil tidak signifikan, hasil hampir sama dengan sebelum digeser menjauh dan mendekat.

Dikarenakan bandwidth belum mencapai target maka, dilakukan iterasi kembali, yaitu mengurangi luas ground (dari feeding line) sebanyak 2 mm, 4 mm, dan 8 mm. Untuk yang 2 mm dan 4mm belum menunjukkan hasil yang bagus. Sedangkan untuk yang 8 mm di dapat bandwidth 620 MHz, namun return lossnya masih besar yaitu sekitar 12 dB, sementara yang diharapkan return loss ≤14 dB.

Gambar 3.5 Grafik S11 patch rectangular yang groundnya dikurangi 8 mm

Gambar 3.5 menunjukan grafik S11 untuk desain antena patch rectangular, dimana groundnya dikurangi sebanyak 8 mm dari feeding line. Bandwidth yang dihasilkan lebar yaitu sekitar 620 MHz namun return loss nya hanya 13 dB. Range frekuensi nya dari 2.74 GHz – 3.36 GHz.

Gambar 3.6 Farfield 3D patch rectangular yang groundnya dikurangi 8 mm

Gambar 3.6 menunjukan Farfield 3D antena patch rectangular yang groundnya dikurangi 8 mm. Terlihat pada frekuensi kerjanya yaitu 3.345 GHz, diperoleh gain antena sebesar 1.496 dB. Gambar diatas juga menunjukan pola radiasi secara 3D dari antena.

Gambar 3.7 Desain antena tampak belakang

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan mengurangi luas ground maka bandwidth yang dihasilkan juga semakin lebar. Iterasi dilakukan untuk lebar ground yang dikurangi sebanyak 2 mm, 4 mm, 8 mm, 10 mm, 12 mm dan 15 mm. Hasil paling bagus ketika ground dibuang sebanyak 15 mm. Diameter via juga diubah menjadi 1 mm. Karena semakin lebar via frekuensi juga semakin bergeser namun karena luas groundnya juga disesuaikan maka didapat frekuensi yang diinginkan yaitu 3.3 GHz.

3.5.2 Hasil Simulasi Akhir

Setelah melakukan beberapa kali iterasi, dapat disimpulkan dengan mengurangi luas ground dari feeding line nya dapat meningkatkan bandwidth. Sementara itu dengan mengiterasi luas patch antena dapat mengatur frekuensi, karena semakin luas patch antena maka frekuensi nya semakin kecil, begitu sebaliknya. Via juga berpengaruh dalam hal menggeser frekuensi, semakin lebar diameter via maka frekuensi juga semakin besar. Sementara itu, untuk gain sendiri, selalu berbanding lurus dengan dimensi antena, semakin kecil dimensi antena maka gain juga akan semakin kecil. Lebar pencatu juga disesuaikan, karena impedansi antena yang diinginkan adalah 50 Ω. tempat pencatu juga disesuaikan karena letak pencatunya berpengaruh pada besar kecilnya return loss.

3.5.2.1 Hasil Simulasi Akhir Antena CRLH Metamaterial

Pengurangan luas ground pada antena, mempunyai kekurangan yang berdampak besar pada antena, yaitu pada saat menghubungkan konektor ke antena, ground tidak terhubung langsung ke ground, sehingga dibutuhkan kabel semi rigid untuk menghubungkan nya. Kabel semi rigid yang digunakan berupa kabel tembaga dengan lebar diameter penampang 2 mm dan panjang kabel semi rigid 22 mm. Dimana disekeliling kabel semi rigid ini diselubungi dengan induktor, dengan tujuan arus tetap mengalir ke ground tanpa harus mengenai substrat Taconic TLY-5 nya. Hal ini juga bertujuan agar bisa mendapatkan hasil pengukuran yang sesuai dengan hasil ketika simulasi. Kabel semi rigid dihubungkan pada konektor 50 Ω kemudian disolder ke antena dan konektornya, agar antena dan konektor menjadi lebih kuat.

Gambar 3.8. Antena CRLH tampak depan

Gambar 3.9. Antena CRLH tampak belakang

Gambar 3.8 dan gambar 3.9 memperlihatkan antena tampak atas dan tampak belakang. Dimana dimensi antena keseluruhan yaitu 20 mm x 35 mm. Dibagian belakang ground yang dikurangi ditambah kabel semi rigid untuk menghubungi bagian atas ground dengan konektor.

L W o Via Gap 15 mm Ground L

Gambar 3.10 Grafik S11.

Dari gambar 3.10 memperlihatkan hasil simulasi S11, frekuensi masih dalam range 3.3 – 3.4 GHz, namun bandwidthnya menjadi lebih kecil. Sementara itu return lossnya menjadi lebih bagus yaitu 18.544 dB.

(a) (b)

Gambar 3.11 Pola radiasi medan E antena metamaterial CRLH (a) E-Co (b) E-Cross

Gambar 3.11 menampilkan pola radiasi medan E antena metamaterial CRLH. Gambar (a) menunjukan pola radiasi E-Co sedangkan gambar (b) menunjukan pola radiasi E-Cross.

Gambar 3.12 Pola radiasi E-Co vs E-Cross

Gambar 3.12 menunjukan pola radiasi E-Co vs E-Cross. Dimana E-co lebih besar dari pada E-cross.

Gambar 3.13 VSWR antena metamaterial CRLH

Gambar 3.13 memperlihatkan grafik VSWR dimana pada frekuensi kerjanya VSWR maksimum yang didapat adalah 1.268.

Gambar 3.14 Farfield 3D Antena CRLH Metamaterial

Gambar 3.14 memperlihatkan farfield 3D dari antena CRLH metamaterial, dimana dari gambar dapat dilihat pola radiasi secara 3 dimensi. Terlihat bahwa gain yang dihasilkan sebesar 1.334 dB pada frekuensi kerja 3.37 GHz.

Jadi bisa disimpulkan untuk hasil simulasi antena CRLH metamaterial:

3.5.2.2 Hasil Simulasi Akhir Antena Konvensional

Antena konvensional dirancang bertujuan untuk membandingkan dimensinya dengan antena CRLH metamaterial. Dimana antena metamaterial didesain hanya berupa patch biasa dengan inset feed. Tidak ada via dan gap antar patch. Karena via dan gap inilah yang membuat antena jadi metamaterial.

Rangkaian ekivalen antena konvensional berupa induktansi seri dan kapasitansi paralel. Sebaliknya, antena metamaterial berupa kapasitansi seri dan induktansi paralel.

Gambar 3.15 Antena konvensional tampak depan.

Gambar 3.15 menunjukkan rancangan antena konvensional tampak depan. Ukuran antena disesuaikan dengan iterasi panjang L, W, dan inset feednya. Pada saat perhitungan ukuran W = 35.4 mm sama seperti perancangan. L saat perhitungan 30.85 mm, sementara pada perancangan beda sedikit yaitu 29.175 mm. Untuk W0 saat perhitungan 4.8 mm, saat perancangan menjadi 4.6 mm, ini disesuaikan agar impedansi karakteristik 50 Ω. Ukuran inset feed sama dengan perhitungan yaitu 7.425 mm. Untuk ukuran lebar celah inset feed, dibuat berdasarkan iterasi. Lebar inset feed ini berpengaruh pada return loss antena. Agar return loss nya kecil didapatkan ukuran lebar inset feed 2 mm.

Gambar 3.16 Antena konvensional tampak belakang

Gambar 3.16 memperlihatkan tampak belakang dari antena konvensional. Terlihat bahwa ukuran patch antena yaitu 40 mm x 45 mm dan ground antena tidak dimodifikasi, yaitu masih tertutup tembaga semua.

Gambar 3.17 Grafik S11 antena konvensional

Grafik S11 antena konvensional diperlihatkan pada gambar 3.17. Dari hasil simulasi didapat frekuensi kerja 3.33 GHz, sesuai dengan perhitungan dimensi antena pada Bab 3. Bandwidth yang dihasilkan 120 MHz pada VSWR ≤ 2 (10 dB).

Gambar 3.18 Grafik VSWR antena konvensional

Gambar 3.18 memperlihatkan grafik VSWR vs frekuensi. Dari gambar dapat diperoleh bahwa pada frekuensi kerja di 3.35 GHz, VSWR maksimumnya sebesar 1.263.

Gambar 3.18 Farfield 3D antena konvensional

Gambar 3.18 memperlihatkan farfield 3D dari antena konvensional, dimana dari gambar dapat dilihat pola radiasi secara 3 dimensi. Terlihat bahwa gain yang dihasilkan sebesar 5.643 dB pada frekuensi kerja 3.35 GHz. Gain antena konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan antena CRLH metamaterial dikarenakan gain berbanding lurus dengan dimensi antena, semakin besar dimensi antena maka semakin besar juga gain antenanya, begitu sebaliknya.

Jadi, Jadi bisa disimpulkan untuk hasil simulasi antena konvensional:

Dokumen terkait