Basic-behavior terdiri dari tiga behavior yang dirancang menggunakan Fuzzy Logic Controller (FLC) metode Takagi-Sugeno-Kang (TSK) dan untuk mengintegrasikan ketiga behavior dirancang sebuah behavior controller.
3.5.1. Perancangan basic-behavior dengan FLC
Tiga buah basic-behavior dirancang dengan menggunakan Fuzzy metode Takagi-Sugeno-Kang (TSK), behavior tersebut adalah goal seeking behavior, obstacle avoidance behavior, dan move backward behavior. Metode TSK merupakan aturan yang direpresentasikan dalam bentuk IF-THEN, dimana output (konsekuen) sistem tidak berupa himpunan fuzzy melainkan konstanta atau persamaan linear.
Membership Function (MF) input penelitian ini menggunakan grafik keanggotaan kurva bentuk bahu kiri, segitiga, dan bahu kanan untuk MF untuk fungsi keanggotaan lebih dari dua, kurva bahu kiri dan bahu kanan digunakan untuk awal fungsi keanggotaan dan akhir fungsi keanggotaan dimana terdapat daerah dengan derajat keanggotaan konstan (biasanya 1) dan fungsi keanggotaan diantaranya menggunakan kurva segitiga yang merupakan gabungan fungsi kurva linear naik dan
linear turun. Untuk fungsi keanggotaan yang berjumlah dua digunakan grafik keanggotaan fungsi bahu kiri dan bahu kanan. MF untuk output dibuat singletone untuk mempermudah perhitungan output tetapi tetap handal dalam implementasinya.
Pada perancangan ini, setiap behavior terdiri atas 2 antaseden, untuk mendapatkan nilai tunggal (nilai keanggotaan yang sering disebut dengan fire-strenght atau α−predikat) digunakan operator AND yang selanjutnya diaplikasikan pada fungsi keanggotaan konsekuen. Konsekuen dari rules base yang dirancang merupakan sebuah konstanta. Defuzzyfikasi menggunakan metode rata-rata (Weighted Average) seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.33.
3.5.1.1.Perancangan goal seeking behavior
Goal seeking behavior adalah sebuah perilaku yang akan membantu robot mencapai target berupa koordinat (xt,yt) yang telah ditentukan dalam kordinat 2D pada bidang datar. Secara umum perilaku ini berfungsi sebagai proses inverse kinematics yang akan memetakan (φ(t),ν(t)) berdasarkan informasi posisi (x,y,θ).
Untuk merealisasikan perilaku ini dibutuhkan informasi sudut kemudi CLMR untuk menghasilkan radius putar (R) sesuai dengan karakteristik CLMR yang digunakan.
Informasi sudut kemudi dibutuhkan untuk merencanakan rute dalam mencapai target.
Pengujian sudut kemudi telah dilakukan dan hasil pengujian dapat dilihat pada halaman lampiran. Gambar 3.9 menunjukkan posisi radius putar (R) terhadap robot CLMR.
φ
(x,y)
φ
R
Gambar 3.9 Posisi radius putar (R) terhadap CLMR
Keterangan Gambar 3.9:
φ : Sudut kemudi
L: Jarak sumbu roda depan terhadap sumbu roda belakang (base line) R: Radius putar dari titik (x,y) ke titik P
P: Pusat rotasi
(x,y): Kordinat tengah sumbu roda belakang
Nilai radius putar dari sudut kemudi selanjutnya akan digunakan dalam proses perancangan basis aturan goal seeking behavior, berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada halaman lampiran, informasi radius putar (R) yang dihasilkan sudut kemudi adalah sebagai berikut:
cm
Dalam perancangan goal seeking behavior variabel fuzzy input pada perilaku ini adalah EO (orientation error) dan EP (position error) yang merupakan hasil dari perhitungan (x,y,θ) pada sub rutin update posisi. Output dari Perilaku ini adalah kecepatan linear ν dan sudut kemudi ( )t φ yang akan membawa robot mendekati ( )t
target.
Variabel fuzzy dibagi menjadi 2 variabel input, yaitu variabel EO dan variabel EP. Tahapan dalam perancangan goal seeking behavior meliputi fuzzyfikasi, evaluasi aturan, dan deffuzzyfikasi.
a. Fuzzyfikasi
Untuk memetakan nilai input dalam bentuk “crisp” kedalam domain fuzzy maka digunakan grafik fungsi keanggotaan. Salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan derajat keanggotaan adalah dengan menggunakan pendekatan fungsi. Didalam perancangan goal seeking behavior ini fungsi yang digunakan merupakan representasi dari grafik fungsi keanggotaan bahu dan segitiga. Variabel fuzzy pada perancangan ini
dibagi menjadi 7 himpunan fuzzy, dengan 3 himpunan fuzzy digunakan untuk mewakili orientasi CLMR terhadap target pada arah kiri, 3 himpunan fuzzy digunakan untuk mewakili orientasi CLMR terhadap target pada arah kanan, dan sebuah himpunan fuzzy digunakan untuk mewakili orientasi CLMR terhadap target pada posisi lurus kedepan. Variabel EP dibagi menjadi 4 himpunan fuzzy. Gambar 3.10 menunjukkan fungsi keanggotaan EO dan Gambar 3.11 menunjukkan fungsi keanggotaan EP.
EO
µ
Gambar 3.10. Fungsi keanggotaan EO dalam satuan derajat
( )
OKe-tujuh himpunan fuzzy pada Gambar 3.10 adalah NB (Negative Big) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kiri, NM (Negative Medium) yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, NS (Negative Small) yang yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, ZE (Zero) yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, PS (Positive Small) yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, PM (Positive Medium) yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, dan PB (Positive Big) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kanan. Himpunan yang dinyatakan dengan tanda negative menandakan
Orientation Error (EO) berada disebelah kiri robot, dan tanda positive menandakan Orientation Error (EO) berada disebelah kanan robot.
Berdasarkan Gambar 3.10 derajat keanggotaan (degree of membership function) EO ditunjukkan pada persamaan 3.8 s.d. 3.14.
[ ]
[ ]
Contoh 1: input crisp EO = -500, maka derajat keanggotaan akan memenuhi persamaan 3.9 µNM
[ ]
−50 = 0,66 dan persamaan 3.10 µNS[ ]
−50 = 0,33, selain persamaan tersebut akan menghasilkan nilai derajat keanggotaan = 0.EP
µ
Gambar 3.11 Fungsi keanggotaan EP dalam satuan (cm)
Ke-empat himpunan fuzzy pada Gambar 3.11 diatas adalah N (Near) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kiri, M (Medium) yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, F (Far) yang direpresentasikan dengan fungsi segitiga, dan VF (Very Far) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kanan. Berdasarkan Gambar 3.11 derajat keanggotaan (degree of membership function) EP ditunjukkan pada persamaan 3.15 s.d. 3.18.
[ ]
[ ]
µM . Selain persamaan tersebut akan menghasilkan nilai derajat keanggotaan = 0.
b. Evaluasi aturan (Rules evaluation)
Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi untuk setiap fungsi keanggotaan input kedalam basis aturan (rule base) yang telah ditetapkan. Jumlah kombinasi aturan yang mungkin terjadi untuk goal seeking behavior dengan dua fungsi keanggotaan input, yaitu fungsi keanggotaan EO yang terdiri dari 7 himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan EP yang terdiri dari 4 fungsi keanggotaan secara lengkap kombinasi aturan terdiri dari 28 aturan.
Perancangan basis aturan dilaksanakan dengan uji coba untuk mendapatkan aturan yang efektif dan mengacu kepada sudut kemudi (φ ) yang dimiliki CLMR yang menghasilkan radius putar (R) sebagai pembentuk lintasan yang akan dilalui CLMR dalam mencapai target. Sebagai acuan perancangan basis aturan adalah dengan mengkondisikan EO dan EP dengan derajat keanggotaan 1 terhadap ruang konfigurasi awal (x,y) dengan menggunakan persamaan trigonometri untuk memetakan kordinat (x,y) berdasarkan EO dan EP seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.19 dan 3.20.
cos E0
E
x = P ... (3.19)
sin E0
E
y = P ... (3.20) Secara lengkap pemetaan nilai pada sumbu (x,y) berdasarkan EP dan EO
ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pemetaan ruang konfigurasi (x,y) berdasarkan EP dan EO
EP (cm) Sumbu
EO ( 0)
PB PM PS ZE NS NM NB
-90 -60 -30 0 30 60 90
N 40 x 0 20 34.64 40 34.64 20 0
y -40 -34.64 -20 0 20 34.64 40
M 70 x 0 35 60.62 70 60.62 35 0
y -70 -60.62 -35 0 35 60.62 70
F 100 x 0 50 86.60 100 86.60 50 0
y -100 -86.60 -50 0 50 86.60 100
VF 130 x 0 65 112.58 130 112.58 65 0
Y -130 -112.58 -65 0 65 112.58 130
Berdasarkan data konfigurasi awal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.5 maka dapat diilustrasikan posisi robot terhadap lintasan yang dibentuk CLMR dengan kombinasi sudut kemudi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. Dari Gambar 3.12 terlihat target yang diberi tanda titik hitam dengan Position Error (EP) berurutan dari jarak terdekat terhadap konfigurasi awal (0,0) dengan nilai 40 cm, 70 cm, 100 cm, dan 130 cm dengan Orientation Error (EO) dinyatakan dalam bentuk garis berwarna yang mewakili sudut yang dibentuk. Lingkaran dengan warna hitam menandakan lintasan yang dibentuk CLMR dengan arah sudut kemudi kearah kiri dan lingkaran berwarna merah menandakan lintasan yang dibentuk CLMR dengan arah sudut kemudi kearah kanan.
Gambar 3.12 Ilustrasi posisi target terhadap lintasan yang dibentuk sudut kemudi
Berdasarkan pertimbangan posisi target terhadap lintasan yang terbentuk oleh sudut kemudi, maka basis aturan goal seeking behavior dirancang.
yang dibentuk sudut kemudi. Pengecualian diberikan pada target yang berada pada EP = N dengan EO = LB atau LM untuk target berada disebelah kiri CLMR dan EO = RM atau RB untuk target berada disebelah kanan CLMR dengan pertimbangan radius putar terkecil yang dibentuk sudut kemudi maksimum maka lintasan yang dibangkitkan tidak dapat menjangkau target, solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan sudut kemudi berlawanan arah terhadap target dengan harapan terjadi perubahan EP dan EO sehingga terjadi kombinasi penggunaan sudut kemudi untuk mencapai target. Tabel 3.6 menunjukkan basis aturan goal seeking behavior secara lengkap.
Tabel 3.6 Basis aturan (Rules Base) goal seeking behavior EO
[R1]. IF EO is NB AND EP is N THEN φ = RM AND ν = M [R2]. IF EO is NB AND EP is M THEN φ = LB AND ν = S [R3]. IF EO is NB AND EP is F THEN φ = LB AND ν = S [R4]. IF EO is NB AND EP is VF THEN φ = LM AND ν = S [R5]. IF EO is NM AND EP is N THEN φ = RS AND ν = M [R6]. IF EO is NM AND EP is M THEN φ = LB AND ν = S [R7]. IF EO is NM AND EP is F THEN φ = LM AND ν = S [R8]. IF EO is NM AND EP is VF THEN φ = LS AND ν = M [R9]. IF EO is NS AND EP is N THEN φ = LB AND ν = S [R10]. IF EO is NS AND EP is M THEN φ = LM AND ν = S [R11]. IF EO is NS AND EP is F THEN φ = LS AND ν = M [R12]. IF EO is NS AND EP is VF THEN φ = LS AND ν = M [R13]. IF EO is ZE AND EP is N THEN φ = ZE AND ν = S [R14]. IF EO is ZE AND EP is M THEN φ = ZE AND ν = M [R15]. IF EO is ZE AND EP is F THEN φ = ZE AND ν = F [R16]. IF EO is ZE AND EP is M THEN φ = ZE AND ν = F [R17]. IF EO is PS AND EP is N THEN φ = RB AND ν = S [R18]. IF EO is PS AND EP is M THEN φ = RM AND ν = S [R19]. IF EO is PS AND EP is F THEN φ = RS AND ν = M
φ = RS AND ν = M
[R21]. IF EO is PM AND EP is N THEN φ = LS AND ν = M (Tabel 3.6) diperoleh 4 aturan, dan dengan menggunakan operator AND untuk setiap aturan pada aplikasi fungsi implikasinya maka α−predikatdapat dicari sebagai berikut:
( )
Tahap akhir dalam perancangan goal seeking behavior adalah pengambilan keputusan dengan defuzzyfikasi. Metode yang digunakan adalah weighted average. Fungsi keanggotaan sudut kemudi
( )
φ dibagi menjadi 7 himpunan fuzzy dan kecepatan linear( )
ν dibagi menjadi 3 himpunan fuzzy yang dirancang singletone seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13.µφ
µ
νGambar 3.13 Fungsi keanggotaan output goal seeking behavior (a) Fungsi keanggotaan output sudut kemudi
( )
φ dalam satuan ( 0) (b) Fungsi keanggotaan output kecepatan linear( )
ν dalam (cm/s)Dari Gambar 3.13 (a) ke-tujuh himpunan fuzzy tersebut adalah: RB (Right Big), RM (Right Medium), LS (Right Small), ZE (Zero), LS (Left Small), LM (Left Medium), dan LB (Left Big). Tanda (-) menyatakan sudut kemudi
( )
φ diputar kearah kanan dan tanda (+) menyatakan sudut kemudi( )
φ diputar kearah kiri. Dari Gambar 3.13 (b) ke-tiga himpunan fuzzy tersebut adalah : S (Slow), M (Medium), dan F (Fast).( ) ( ) ( ) ( )
3.5.1.2.Perancangan obstacle avoidance behavior
Obstacle avoidance behavior adalah perilaku berbasis sensor, yang membimbing robot bergerak bebas tanpa bertabrakan dalam lingkungan yang tidak diketahui. Secara umum perilaku ini akan membimbing CLMR menghindari rintangan dengan arah maju. Perilaku akan membimbing CLMR kearah kanan jika terdapat rintangan disebelah kiri atau sebaliknya akan membimbing CLMR kearah kiri jika terdapat rintangan disebelah kanan. Pengaturan sudut kemudi ditentukan berdasarkan jarak deteksi sensor depan (FC) dengan mengacu kepada karakteristik geometri CLMR untuk lintasan yang terbentuk berdasarkan radius terluar yang dibentuk CLMR dengan memperhitungkan jarak ambang minimum (JAMIN ≤ 12 cm, nilai ditetapkan saat perancangan sub rutin sensor jarak) pembacaan sensor pada kedua sisi robot sebagai batas jarak aman. Gambar 3.14 menunjukkan karakteristik geometri CLMR dengan memperhitungkan JAMIN pada sisi sensor depan.
(x,y)
φ
R
L
α
α
w1 p1
p2
w2
w3
Gambar 3.14 Karakteristik geometri CLMR dengan memperhitungkan JAMIN
Berdasarkan Gambar 3.14 titik konfigurasi awal (x, y,θ ) = (0,0,0) berada pada titik (x,y) CLMR. Bagian depan CLMR searah dengan sumbu X positip.
Keterangan Gambar 3.14 adalah sebagai berikut:
P = Pusat rotasi
(x,y) = Kordinat tengah sumbu roda belakang R = Radius putar dari titik (x,y) ke titik P Re = Radius terluar CLMR
RO = Radius terluar CLMR dengan memperhitungkan JAMIN sensor
p2 = jarak terdepan CLMR kebagian depan JAMIN sensor samping.
w1 = Lebar CLMR
w2 = Jarak samping kanan yang dibentuk JAMIN sensor FR w3 = Jarak samping kiri yang dibentuk JAMIN sensor FL α = sudut yang dibentuk sensor samping
Berdasarkan rancangan mekanik CLMR yang ditunjukkan pada Gambar 3.4 diketahui L = 15 cm, α = 450, w1 = 15 cm, dan p1 = 3 cm. Berdasarkan perancangan sub rutin sensor jarak ditetapkan JAMIN ≤ 12 cm, dan berdasarkan hasil pengujian sudut kemudi yang terdapat pada halaman lampiran didapat radius putar (R) terhadap sudut kemudi sebagai berikut:
cm
Dengan menggunakan teorema trigonometri, maka didapat w2 = w3 = p2 seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.21. Radius terluar (Re) ditunjukkan pada persamaan 3.22 dan radius terluar dengan memperhitungkan JAMIN ditunjukkan pada persamaan 3.23.
Berdasarkan persamaan 3.21 dan 3.23, maka radius terluar dengan memperhitungkan JAMIN (RO) untuk setiap sudut kemudi (φ ) ditunjukkan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Nilai radius putar terhadap sudut kemudi
Sudut kemudi (derajat) R (cm) 
Data pada Tabel 3.7 selanjutnya akan diilustrasikan hubungan radius putar (RO) terhadap rintangan untuk merancang basis aturan obstacle avoidance behavior.
Input crisp dari perilau ini berasal dari sensor jarak front left, front center, dan front right. Perilaku ini akan menghasilkan kecepatan linear ν dan sudut kemudi ( )t
( )t
φ yang membawa robot menjauhi rintangan dengan arah maju. Variabel input terdiri atas 2 variabel fuzzy, yaitu variabel FC dan variabel FSOD. FSOD (Front Side Obstacle Distance) merupakan selisih jarak hambatan kanan (FR) terhadap jarak hambatan kiri (FL), (FSOD = FR – FL). Tahapan perancangan obstacle avoidance behavior meliputi fuzzyfikasi, evaluasi aturan, dan deffuzzyfikasi.
a. Fuzzyfikasi
Untuk memetakan input dari nilai crisp kedalam domain fuzzy maka digunakan pendekatan fungsi. Didalam perancangan obstacle avoidance behavior variabel FC dibagi menjadi 2 himpunan fuzzy, dimana crisp input FC dipetakan dengan gabungan pendekatan fungsi grafik bahu kiri dan bahu kanan, sedangkan crisp input FSOD dipetakan dengan menggunakan gabungan pendekatan fungsi grafik bahu kiri, segitiga, dan bahu kanan.
Gambar 3.15 menunjukkan Fungsi keanggotaan FC dan Gambar 3.16 menunjukkan Fungsi keanggotaan FSOD.
µ
FCGambar 3.15 Fungsi keanggotaan FC dalam satuan (cm)
Jangkauan nilai fungsi keanggotaan untuk setiap himpunan fuzzy ditetapkan dengan mempertimbangkan jangkauan sensor FC yang berkisar 10 cm s.d. 80 cm dan radius putar maksimum yang dibentuk sudut kemudi. Ke-dua himpunan fuzzy pada Gambar 3.15 adalah N (Near) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kiri dan F (Far) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kanan. Berdasarkan Gambar 3.15 derajat keanggotaan (degree of membership function) FC ditunjukkan pada persamaan 3.24 dan 3.25.
[ ]
Gambar 3.16 Fungsi keanggotaan FSOD dalam satuan (cm)
Ke-tiga himpunan fuzzy pada Gambar 3.16 adalah N (Negative) yang direpresentasikan dalam fungsi bahu kiri, ZE (Zero) yang direpresentasikan dalam fungsi segitiga, dan P (Positive) yang direpresentasikan dalam fungsi bahu kanan. Himpunan yang dinyatakan dengan tanda negative menandakan rintangan lebih dekat disisi kanan dan tanda positive menandakan rintangan lebih dekat disisi kiri. Himpunan fuzzy ZE menandakan jarak hambatan sisi
terdeteksi pada sisi kiri dan kanan. Berdasarkan Gambar 3.16 derajat keanggotaan (degree of membership function) FSOD ditunjukkan pada persamaan 3.26 s.d. 3.21.
[ ]
Contoh 6 : input crisp FSOD = -18 cm, maka derajat keanggotaan akan memenuhi persamaan 3.26 µN
[ ]
−18 = 0,9 selain persamaan tersebut akan menghasilkan nilai derajat keanggotaan = 0.b. Evaluasi aturan (Rules evaluation)
Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi untuk setiap fungsi keanggotaan input kedalam basis aturan (Rule base) yang telah ditetapkan. Jumlah
kombinasi aturan yang mungkin terjadi untuk obstacle avoidance behavior dengan dua fungsi keanggotaan input, yaitu fungsi keanggotaan FC yang terdiri dari 2 himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan FSOD yang terdiri dari 3 fungsi keanggotaan secara lengkap kombinasi aturan terdiri dari 6 aturan.
Perancangan basis aturan dilaksanakan dengan uji coba untuk mendapatkan aturan yang efektif dan mengacu kepada radius putar CLMR terluar dengan memperhitungkan jarak minimum JAMIN sensor sisi depan.
Berdasarkan data pada Tabel 3.7 maka dapat di ilustrasikan hubungan radius putar (RO) terhadap rintangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Ilustrasi radius putar (RO) terhadap rintangan kemudi (a) Ilustrasi radius putar (RO) terhadap rintangan kemudi kearah kiri
Gambar 3.17 (Sambungan)
(b) Ilustrasi radius putar (RO) terhadap rintangankemudi kearah kanan
Berdasarkan Gambar 3.17 titik tengah sumbu roda belakang (x,y) berada pada titik konfigurasi awal (X,Y,θ) = (0,0,0) kordinat global dengan posisi depan robot searah dengan sumbu X positif kordinat global. Obstacle diasumsikan berada pada sumbu X = 58 cm dan 78 cm (berdasarkan himpunan fuzzy variabel FC dengan nilai derajat keanggotaan 1).
Berdasarkan persamaan 3.24 untuk crisp input FC = 40 cm akan
memenuhi 1
20 40 ] 60
40
[ = − =
µN , dan berdasarkan Gambar 3.17 dalam konfigurasi awal maka obstacle akan berada pada subu X = L + p1 + 40 = 15 + 3 + 40 = 58 cm. Berdasarkan ilustrasi Gambar 3.17 maka sudut kemudi yang memungkinkan untuk menghindari obstacle untuk arah kiri dengan
230
digunakan φ = 16,230. Untuk arah kanan berdasarkan ilustrasi Gambar 3.17 maka sudut kemudi yang memungkinkan untuk digunakan adalah
690
Berdasarkan persamaan 3.25 untuk crisp input FC = 60 akan memenuhi 20 1
Berdasarkan ilustrasi Gambar 3.17 maka sudut kemudi yang memungkinkan untuk menghindari obstacle untuk arah kiri dengan φ = 16,230 dan
760
,
= 11
φ . Dengan pertimbangan lintasan yang dibentuk φ = 16,230 terlalu jauh dengan rintangan, maka sudut kemudi yang digunakan
760
690
,
−16
=
φ terlalu jauh dengan rintangan, maka sudut kemudi yang
digunakan φ = −11,760.
Berdasarkan fungsi keanggotaan FC dan fungsi keanggotaan FSOD dan mengacu pada ilustrasi radius putar RO seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.17, maka basis aturan secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Basis aturan (rules base) obstacle avoidance behavior
φ
ν φ
ν
Berdasarkan Tabel 3.8 dapat dibentuk basis aturan dalam bentuk IF…THEN sebagai berikut:
[R 1] IF FSOD is N AND FC is N THEN φ = LB AND ν = S [R 2] IF FSOD is N AND FC is F THEN φ = LM AND ν = M [R 3] IF FSOD is ZE AND FC is N THEN φ = LB AND ν = S [R 4] IF FSOD is ZE AND FC is F THEN φ = ZE AND ν = F [R 5] IF FSOD is P AND FC is N THEN φ = RB AND ν = S [R 6] IF FSOD is P AND FC is F THEN φ = RM AND ν = M
Contoh 7 berdasarkan soal contoh 5 dan contoh 6, dengan melihat basis aturan (Tabel 3.8) diperoleh 2 aturan sebagai berikut:
[R 1] IF FSODis N AND FCis N THEN φ = LB AND ν = S
Tahap akhir dalam perancangan obstacle avoidance behavior adalah pengambilan keputusan dengan defuzzyfikasi. Fungsi keanggotaan sudut kemudi
( )
φ dibagi menjadi lima himpunan fuzzy dan kecepatan linear( )
νdibagi menjadi tiga himpunan fuzzy sebagai fungsi keanggotaan output yang dirancang singletone seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.18.
µφ
µ
νGambar 3.18 Fungsi keanggotaan output obstacle avoidance behavior (a) Fungsi keanggotaan output sudut kemudi
( )
φ dalam satuan ( 0)(b) Fungsi keanggotaan output kecepatan linear
( )
ν dalam (cm/s)Dari Gambar 3.18 (a) ke-lima himpunan fuzzy tersebut adalah : RB (Right Big), LM (Right Medium), ZE (Zero), LM (Left Medium), dan LB (Left Big). Tanda (-) menyatakan sudut kemudi
( )
φ diputar kearah kanan dan tanda (+) menyatakan sudut kemudi( )
φ diputar kearah kiri. Dari Gambar 3.18 (b) ke-tiga himpunan fuzzy tersebut adalah: S (Slow), M (Medium), dan FFuzzy decision index
( )
φ = 40,12698% untuk LB dan 59,87302% untuk LM.Fuzzy decision index
( )
ν = 78,33333% untuk S dan 21,66667% untuk M.3.5.1.3.Perancangan move backward behavior
Move backward behavior adalah perilaku bergerak mundur yang membantu CLMR mengatasi keterbatasan sudut kemudi pada saat perilaku obstacle avoidance tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Selain dapat membantu CLMR menghindari rintangan pada jarak deteksi yang relatif dekat, perilaku ini juga dapat membantu CLMR untuk berbalik arah saat menjumpai rintangan cekung (rintangan yang membawa CLMR dalam kondidi kebuntuan) dengan kombinasi obstacle avoidance behavior. Perilaku ini akan digunakan saat robot menghadapi rintangan dengan jarak rintangan ≤ 12 cm dari salah satu atau kombinasi sensor depan. Output perilaku ini adalah sudut kemudi φ , kecepatan pada saat behavior ini digunakan bernilai ( )t konstan 8 cm/s yang membawa robot menjauh dari rintangan dengan arah berlawanan Skenario yang diterapkan untuk move backward behavior sangat sederhana, yaitu menjauhi rintangan dengan arah mundur dengan pengaturan sudut kemudi berlawanan arah saat menghindari rintangan dalam arah maju. Skenario ini penulis usulkan berdasarkan pengalaman / mengamati sebuah kendaraan (mobil) saat berputar berbalik arah dalam ruang yang tidak memungkinkan sebuah kendaraan berbalik arah hanya dengan gerakan maju, maka yang dilakukan seorang pengemudi adalah dengan menggerakkan kendaraan dengan arah maju sampai batas gerakan
maju tidak memungkinkan lagi untuk dilanjutkan, lalu dilanjutkan dengan bergerak dengan arah mundur dengan posisi kemudi berlawanan saat bergerak maju sampai batas gerakan mundur tidak mungkin dilanjutkan lagi. Kondisi tersebut akan terus berlangsung sampai kendaraan berputar berbalik arah.
Variabel fuzzy pada perilaku ini adalah Back Side Obstacle Distance (BSOD) dan Last Steering Angle (LSA). Crisp input pada perilaku ini berasal dari sensor jarak belakang dan sudut kemudi terakhir yang digunakan untuk bergerak maju (obstacle avoidance behavior). Sensor belakang terdiri dari back left dan back right, crisp input untuk variabel BSOD merupakan pengurangan jarak sensor belakang kanan dengan sensor belakang kiri (BSOD = BR – BL). Tahapan perancangan move backward behavior meliputi fuzzyfikasi, evaluasi aturan, dan deffuzzyfikasi.
a. Fuzzyfikasi
Untuk memetakan nilai input dalam bentuk “crisp” kedalam domain fuzzy maka digunakan grafik fungsi keanggotaan. Salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan derajat keanggotaan adalah dengan menggunakan pendekatan fungsi. Didalam perancangan move backward behavior ini fungsi yang digunakan merupakan representasi dari grafik fungsi keanggotaan bahu kiri dan bahu kanan.
Variabel fuzzy move backward Behavior terdiri atas dua bagian, yaitu variabel BSOD dan variabel LSA. Variabel BSOD dibagi menjadi 2 himpunan fuzzy seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.19. Variabel LSA dibagi menjadi 2 himpunan fuzzy seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.20.
L R
5 -5
Gambar 3.19 Fungsi keanggotaan BSOD dalam satuan (cm)
Ke-dua himpunan fuzzy pada Gambar 3.19 adalah L (Left) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kiri dan R (Right) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kanan.. Derajat keanggotaan (Degree of membership function) BSODditunjukkan pada persamaan 3.29 dan 3.30.
[ ]
µ
LSAGambar 3.20 Fungsi keanggotaan LSA dalam satuan ( 0)
Ke-dua himpunan fuzzy pada Gambar 3.20 adalah SR (Steering Right) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kiri dan SL (Steering Left) yang direpresentasikan dengan fungsi bahu kanan.. Derajat keanggotaan (degree of membership function) LSAditunjukkan pada persamaan 3.31 dan 3.32.
[ ]
Contoh 10: input crisp LSA = 11,760 , maka derajat keanggotaan akan memenuhi persamaan 3.31 µSR
[
11,76]
= 0 dan persamaan 3.32[
11,76]
= 1µSL .
b. Evaluasi aturan (Rules evaluation)
Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi untuk setiap fungsi keanggotaan input kedalam basis aturan (Rule base) yang telah ditetapkan. Jumlah kombinasi aturan yang mungkin terjadi untuk move backward behavior dengan dua fungsi keanggotaan input, yaitu fungsi keanggotaan BSOD yang terdiri dari 2 himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan LSA yang terdiri dari 2 fungsi keanggotaan secara lengkap kombinasi aturan terdiri dari 4 aturan.
Perancangan basis aturan dilaksanakan dengan uji coba untuk mendapatkan aturan yang efektif berdasarkan nilai variabel LSA dan BSOD.
Variabel LSA digunakan untuk menentukan arah kemudi untuk LSA = SL (Steering Left) maka arah kemudi saat menggunakan move backward behavior adalah kekanan dan sebaliknya saat LSA = SR (Steering Right) maka arah kemudi saat menggunakan move backward behavior adalah kekiri.
Variabel BSOD digunakan untuk menentukan besar sudut kemudi yang yang digunakan untuk arah kiri/kanan. Untuk arah kemudi kekiri dengan nilai BSOD = L yang artinya rintangan disisi kanan belakang lebih dekat dari pada
Variabel BSOD digunakan untuk menentukan besar sudut kemudi yang yang digunakan untuk arah kiri/kanan. Untuk arah kemudi kekiri dengan nilai BSOD = L yang artinya rintangan disisi kanan belakang lebih dekat dari pada