ANALISA STRUKTUR
3. Perhitungan Tegangan Kritis
5.4. Bahan dan Metode 1. Bahan
5.5.3. Perancangan Konsep
Untuk memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada, maka perlu dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan :
1. Pada satu titik sambung dapat terjadi pertemuan lebih dari empat buah batang
(Gambar 5.2.), sehingga sambungan harus dibuat tirus.
2. Sambungan pada titik buhul pada umumnya digunakan ball joint atau pelat yang
dibentuk (Gambar 2.2.). Untuk itu alat sambung yang digunakan adalah baut, sehingga sambungan yang dibuat dapat menghimpun gaya yang bekerja pada batang untuk diteruskan pada baut. Untuk itu perlu dipasang pasak kayu pengisi yang berfungsi untuk meneruskan gaya dari batang bambu ke baut.
3. Baut yang dipasang harus bebas berputar. Untuk itu baut harus diletakkan pada
bagian dalam pasak kayu, yang sudah diberi lubang dengan diameter sedikit lebih besar daripada diameter baut.
4. Diameter serta tebal dinding bambu tidak seragam, sehingga menyulitkan dalam
pembuatan pasak kayu, terutama jika akan digunakan perekat. Untuk mengatasi hal itu, diameter luar dipilih yang mendekati seragam. Sementara bagian dinding sebelah dalam dibubut agar diameter seragam, sehingga pasak kayu dapat direkat dengan baik ke permukaan bambu bagian dalam.
5. Jarak antar buku tidak seragam. Untuk itu, sambungan yang direncanakan harus tidak terpengaruh oleh keberadaan buku.
6. Kuat belah bambu sangat kecil, sehingga dalam mengerjakan bagian ujung bambu
yang dibuat mengerucut (tirus) diusahakan sesedikit mungkin belah. Selain itu, pada bagian luar perlu dipasang klem bulat yang dibuat dari pipa besi.
7. Kuat geser bambu kecil, sehingga dalam pembuatan sambungan sedapat mungkin
menggunakan paku atau baut yang dipasang dengan melubangi buluh bambu.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka ada beberapa bentuk sambungan yang dapat dikembangkan, diantaranya adalah sambungan bambu yang menggunakan pengisi kayu yang dikembangkan oleh Duff (Janssen, 1981) yang menggunakan klem dibagian luarnya (Gambar 2.6.) dan yang dikembangkan oleh Vilalobos (1993) dengan merekatkan pengisi kayu di bagian dalam,selanjutnya disisipkan pelat dengan bentuk yang sesuai kebutuhan (Gambar 2.8.).
Dengan memperhatikan sambungan yang telah dikembangkan, maka ada dua alternatif bentuk sambungan yang mungkin dibuat seperti dapat dilihat pada Gambar 5.4. di bawah ini.
Sambungan pertama (Gambar 5.4.a.) direncanakan dengan menggunakan kayu pengisi yang dibubut sesuai dengan diameter dalam bambu. Kayu pengisi ini dibuat bulat dengan bagian ujung mengerucut (tirus) sementara bagian dalamnya diberi lubang yang
Gambar 5.4. Alternatif sambungan (gambar potongan) Baut Mur Pasak Kayu Epoxy Bambu (a) (b) Klem
diameternya sedikit lebih besar dari diameter baut. Selanjutnya kayu pengisi direkatkan pada bagian dalam bambu.
Sambungan kedua (Gambar 5.4.b.) dirancang dengan mengembangkan sambungan yang dibuat Duff dengan penambahan perekat antara kayu pengisi dengan bambu serta penggunaan kayu pengisi yang diberi lubang lebih besar dari diameter baut, sehingga baut dapat berputar bebas. Selanjutnya, karena sambungan yang rancang harus dapat menahan beban baik tarik maupun tekan, maka penggunaan baut harus dilengkapi dengan mur.
5.5.4. Evaluasi
Untuk mengevaluasi kedua alternatif sambungan yang direncanakan, maka hal utama yang perlu diperhatikan adalah fungsi sambungan untuk meneruskan gaya-gaya yang bekerja.
1. Gaya tekan
Baik pada sambungan pertama, maupun pada sambungan kedua, gaya tekan yang diterima dari baut akan diteruskan ke mur, yang selanjutnya meneruskan gaya tersebut ke pasak kayu pengisi. Pada pasak kayu, gaya tekan akan diteruskan ke dinding bagian dalam batang bambu melalui perekat. Pada waktu gaya diteruskan dari mur ke pasak pengisi, kemungkinan terjadi geser dalam pasak, mengingat kuat geser kayu dalam arah sejajar serat rendah. Oleh karena itu, jika pada sambungan kedua diberikan ring, yang terbuat dari pelat, antara mur dengan kayu pengisi yang diameternya sama dengan diameter luar bambu yang ditirus, maka gaya tekan dari mur akan diteruskan oleh ring langsung ke buluh bambu.
2. Gaya Tarik
Baik pada sambungan pertama, maupun pada sambungan kedua, gaya tarik yang diterima baut, melalui kepala baut akan diteruskan ke pasak kayu pengisi. Pada pasak kayu, gaya tarik akan diteruskan ke dinding bagian dalam batang bambu melalui perekat. Seperti halnya pada gaya tekan, kemungkinan terjadi geser dalam pasak. Oleh karena itu, jika antara kepala baut dengan pasak kayu diberikan ring yang terbuat dari pelat dengan diameter sama dengan diameter kayu pengisi, maka gaya tarik dari baut akan diteruskan seluruhnya ke dinding bagian dalam bambu. Jika dibandingkan antara sambungan pertama dengan kedua, maka untuk menahan gaya tarik, sambungan kedua
lebih baik, karena dengan adanya bambu yang mengerucut disertai klem besi di bagian luar akan lebih kuat dalam menerima gaya tarik.
Berdasarkan evaluasi, maka bentuk sambungan yang baik direncanakan
penyempurnaan sambungan kedua dengan penambahan dua buah ring pelat. Selain itu, untuk menghindari pecahnya bambu di antara bagian yang lurus dengan bagian yang ditirus pada saat gaya tekan diteruskan ke buluh bambu, maka penggunaan klem besi diperpanjang, sehingga bentuk yang direncanakan menjadi seperti pada Gambar 5.5.
Distribusi gaya-gaya yang bekerja pada sambungan 1. Gaya Tekan
P dari titik sambung mula-mula bekerja pada baut, lalu ke mur. Dari mur gaya dialihkan kepada ring A. Selanjutnya dari ring A gaya diteruskan menjadi gaya tekan terbagi rata pada buluh bambu seperti terlihat pada Gambar 5.6.
Ring Ring Klem Mur Perekat Baut Bambu Kayu Pengisi
Gambar 5.5. Sambungan yang direncanakan
Baut Mur Pasak Kayu Ring A Ring B Epoxy Klem besi Bambu
Gambar 5.6. Distribusi gaya tekan pada sambungan.
Besarnya gaya tekan (Ptekan) yang dapat dipikul oleh sambungan dapat dihitung dengan persamaan 5.1. uj tekan tekan A P =σ . ... (5.1.) dengan σtekan = Tegangan tekan ijin bambu
Auj = Luas penampang bambu bagian ujung
Dalam perhitungan besarnya gaya tekan yang dapat dipikul oleh komponen secara keseluruhan persamaan 5.1. harus dibandingkan dengan besarnya gaya tekan yang dapat diterima oleh buluh bambu dengan menggunakan persamaan 4.13. Selanjutnya besarnya gaya yang dapat dipikul dalam perhitungan diambil P yang terkecil di antara P dari persamaan 4.13 dengan P dari persamaan 5.1.
2. Gaya Tarik :
P dari titik sambung mula-mula bekerja pada baut, lalu oleh ring B gaya diteruskan ke pasak kayu (menjadi gaya tekan). Selanjutnya melalui perekat epoxy gaya tersebut dipindahkan ke buluh bambu menjadi gaya geser seperti pada Gambar 5.7.
Besarnya gaya tarik yang dapat diterima oleh sambungan ditentukan oleh besarnya gaya tarik yang dapat diterima oleh baut, besar gaya geser yang dapat diterima oleh bidang rekat (antara kayu pengisi dan dinding sebelah dalam bambu), serta besarnya gaya yang dapat diterima oleh bambu bagian dalam. Penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (2002) dalam Morisco (2005) tentang kuat geser bidang rekat antara kayu
Ptarik Baut Mur Pasak Kayu Ring A Ring B Epoxy Klem besi Bambu
pengisi dan dinding sebelah dalam bambu, menggunakan perekat epoksi, memperoleh hasil kuat geser 3 MPa sementara kuat geser dinding bambu bagian dalam diperoleh nilai 2,5 MPa.
P = π.d.h.
τ
dengan P = Kekuatan tarik sambungan (kg) d = Diameter dalam buluh bambu (cm) h = Panjang bidang geser (cm)
τ
= Tegangan geser ijin buluh bambu (kg/cm2)5.6. Perancangan Detail