• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sambungan Bambu yang Didukung Penelitian

ANALISA STRUKTUR

2. Sambungan Bambu yang Didukung Penelitian

Upaya untuk meningkatkan kekuatan sambungan bambu perlu didukung penelitian eksperimen, mulai dari sifat fisik dan mekanik bahan agar kekuatan sambungan dapat dianalisa. Penelitian eksperimen terhadap sambungan perlu dilakukan untuk mengamati perilaku sambungan yang dirancang. Ada berbagai bentuk sambungan yang telah dikembangkan, serta didukung oleh penelitian baik di Indonesia maupun mancanegara, di antaranya :

a. Sambungan tarik

Sambungan yang dikembangkan oleh Duff pada tahun 1941 (Janssen, 1981) dengan mengisi ujung bambu dengan kayu yang mengerucut dengan sebuah baut di dalamnya, sedangkan bagian luar bambu diberi ring yang terbuat dari logam (Gambar 2.7.). Dilaporkan, dengan menggunakan bambu berdiameter 64 mm, sambungan ini dapat menahan beban tarik sebesar 27 kN.

b. Sambungan dengan pipa logam

Untuk membuat sambungan ini, setiap ujung buluh diisi dengan pipa logam, kemudian diberi baut. Sambungan ini dikembangkan oleh Shoei Yoh pada tahun 1989 (Gambar 2.8.). Dengan adanya pipa di dalam bambu, buluh bambu tidak mudah pecah walaupun baut dikencangkan. Walaupun begitu jika terjadi beban tarik, maka akan terjadi geser.

Ring logam Baut

Gambar 2.7. Sambungan tarik.

(Sumber: http://www.bambus\new\eng) Kayu pengisi

Gambar 2.8. Sambungan dengan pipa. (Sumber: http://www.bambus\new\eng)

c. Sambungan dengan inti kayu

Pada sambungan ini setiap ujung bambu diisi dengan silinder kayu dengan perekat yang bentuk ujungnya disesuaikan dengan kebutuhan (Gambar 2.9.) Selanjutnya untuk merangkai sambungan dapat dikerjakan dengan seperti mengerjakan sambungan pada konstruksi kayu. Jika diperlukan, pada bagian dalamnya dapat ditambahkan pelat besi sebagai alat sambung.

Gambar 2.9 . Sambungan Bambu dengan pengisi kayu. (Sumber : Villalobos, 1993)

d. Sambungan dengan penutup

Sambungan ini dirancang agar gaya yang bekerja disalurkan melalui dinding luar bambu, melalui penutup pada ujung buluh. Agar perekat antara penutup dengan bambu dapat bekerja dengan baik, pada bambu bagian luar dibuat takikan melingkar. Ada dua penelitian yang menggunakan penutup sebagai alat sambung; yaitu:

Sambungan yang dikembangkan menggunakan penutup aluminium atau baja (Huber, 2005), sehingga penutup ini dapat dilubangi atau dilas ke bagian logam yang lain (Gambar 2.10a)

(2) Albermani, et al. (2006)

Sebagai alat sambung penutup yang pergunakan terbuat dari PVC dengan bentuk khusus (Gambar 2.10b), sedemikian rupa sehingga dapat disambungkan menggunakan baut. Kegagalan sambungan ini terjadi pada PVC. Dengan

menggunakan bambu Phyllostachy pubescen berdiameter sekitar 6 cm, dilaporkan

beban tekan dan tarik maksimum yang dapat dicapai berturut-turut 2400 kg dan 900kg (Albermani et al., 2007).

(a) (b)

Gambar 2.10. Sambungan dengan penutup. (Sumber: (a)Huber,2005; (b) Albermani,2007)

e. Sambungan untuk kuda-kuda (rangka batang)

Rangka batang merupakan konstruksi yang secara tradisional sering menggunakan bambu. Untuk itu ada beberapa model sambungan yang telah dikembangkan; di antaranya :

(1) Sambungan dengan pelat baja dan pengisi.

Untuk membuat sambungan kaku digunakan pengisi dari mortar semen dan kayu dengan pelat buhul terbuat dari pelat baja (Gambar 2.11a). Dengan menggunakan bambu betung berdiameter 8 cm, kekuatan sambungan dapat mencapai 4 ton (Morisco, 1999)

Untuk kuda-kuda bambu prefabrikasi sambungan dibuat menggunakan pelat sambung

papan dengan ketebalan 2 cm dengan baut φ 12 mm (Gambar 2.11b), dapat dibuat

kuda-kuda dengan bentang 8 m (Purwito, 2007)

(a) (b)

Gambar 2.11. Sambungan untuk kuda-kuda (sumber: (a) Morisco,1999; (b) koleksi pribadi)

f. Sambungan dengan pengisi untuk konstruksi rangka batang ruang (space truss)

Pengembangan sambungan ini pada umumnya mengacu pada penelitian yang dilakukan Duff (Gambar 2.7.) dengan beberapa penyempurnaan, di antaranya : sambungan yang dikembangkan oleh Tonges dengan menggunakan pengisi mortar semen dengan bagian luar buluh dililit dengan tambang stainless atau pita fiber glass (Gambar 2.12.). Dengan menggunakan bambu berdiameter 10,6 cm, dapat dibuat komponen rangka batang ruang sepanjang 2 m (Tönges, 2005)

Gambar 2.12. Sambungan bambu untuk komponen rangka batang ruang (sumber : koleksi pribadi)

g. Sambungan untuk menggabungkan beberapa buluh

Pemakaian satu buluh bambu sebagai balok atau kolom kadang kala tidak memenuhi. Untuk itu perlu dilakukan usaha agar buluh bambu dapat digabungkan. Berbeda dengan

KAYU PENGISI

BETON

Resin

Beton

kayu yang dapat digabungkan dengan mudah, karena bentuknya berupa silinder penggabungan buluh bambu agar dapat bekerja sama perlu teknik tersendiri. Beberapa penelitian yang telah dilakukan :

(1) menggunakan pita baja dengan bagian ujung diisi silinder kayu dengan batang baja

ditengahnya (Gambar 2.13a). Jika perlu batang-batang baja ini dapat las.

(2) menggunakan pasak berbaji (Gambar 2.13b). Dengan pasak berukuran 3 cm x 1 cm

ini diperoleh gaya geser yang dapat diterima mencapai 3.000 kg, 3.300 kg dan 3.450 kg untuk pemasangan berturut-turut satu, dua dan tiga pasak (Gambar 2.13c). Penggunaan pasak berbaji yang terbuat dari bambu, selain bahannya mudah didapat, biaya ringan dan aplikasinya mudah (Bachtiar dan Surjono, 2005).

(a) (b) (c)

Gambar 2.13. Sambungan untuk menggabungkan beberapa buluh. (Sumber : (a) Villalobos,1993 ; (b) & (c) koleksi pribadi)

Selain itu, masih banyak model-model sambungan lain yang telah dikembangkan, terutama di mancanegara seperti Jerman, Australia, Belanda dan Columbia.

3.1. Pendahuluan

Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk menurunkan rumus dan persamaan untuk memprediksi perilaku bahan. Walaupun begitu, teori hanya dapat digunakan dalam desain praktis jika besaran fisik bahan diketahui. Besaran ini diperoleh dari hasil eksperimen di laboratorium. Bambu sebagai bahan alami mempunyai sifat fisik dan mekanik bervariasi, baik karena pengaruh jenis, tempat tumbuh maupun karena pengaruh umur. Selain itu, dalam satu batang bambu pun terdapat variabilitas, baik secara vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun secara horizontal (kulit/luar, dalam) serta pengaruh keberadaan buku.

Dalam perencanaan bambu sebagai komponen rangka batang ruang, perlu dihitung gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing batang bambu sebagai komponen dalam struktur yang direncanakan. Agar gaya-gaya batang dapat dihitung secara teliti, maka digunakan program analisa struktur. Untuk menjalankan program ini diperlukan masukan berupa besaran sifat fisik dan mekanik material yang akan digunakan; seperti : kerapatan, kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastistitas.

3.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik bambu tali yang meliputi : kerapatan, kadar air, penyusutan kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, dan modulus elastisitas, sebagai dasar pada perhitungan analisa struktur dan perancangan dimensi sambungan.

3.3. Bahan dan Metode 3.3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) berumur lebih dari 3 tahun yang tumbuh di daerah Depok. Mengingat buluh bambu tali cenderung lurus pada bagian pangkal sampai tengah dengan ujungnya melengkung (Gambar 3.1.a.), maka bagian yang cocok dimanfaatkan sebagai bahan

bangunan adalah buluh bambu bagian pangkal sampai tengah yang cenderung lurus. Berdasarkan hal tersebut penelitian yang dilakukan hanya meneliti bambu bagian pangkal dan tengah saja dengan pengambilan sampel seperti pada Gambar 3.1.b.

Alat yang digunakan untuk pengujian sifat fisik diantaranya timbangan dengan ketelitian 0,01 gram, jangka sorong dan oven. Untuk pengujian sifat mekanik dipakai UTM (Universal Testing Machine) merk Instron dengan kapasitas 5000 kgf.

3.3.2. Metoda

Pengujian dilakukan dengan berpedoman pada Standar ISO, yaitu ISO 22157-2004, tentang petunjuk pengujian sifat fisik dan mekanik bambu. Sampel dibuat menggunakan bambu dalam keadaan kering udara dengan 5 (lima) ulangan untuk masing-masing pengujian. Untuk mengukur kadar air dan penyusutan, sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 103+20C selama 24 jam (sampai mencapai berat tetap). Adapun bentuk dan ukuran sampel dapat dilihat pada Gambar 3.2.

2m

1 ruas tidak digunakan 1m ( pangkal) 1m (tengah)

(a) Bentuk rumpun

Gambar 3.1. Bambu tali serta pengambilan sampel.

Untuk menghitung kerapatan, kadar air dan penyusutan, sesuai dengan ISO 22157-2004, digunakan persamaan di bawah ini :

ρ (g/cm3) = KU KT V B ...(3.1.) KA (%) = x100% B B B KT KT KU − ...(3.2.) Penyusutan (% )= 100% 0 1 0 x L L L − ...(3.3.) dengan : ρ = Kerapatan bambu (g/cm3) BKT = Berat kering tanur (g) BKU = Berat kering udara (g) VKU = Volume kering udara (cm3) KA = Kadar air (%) L0 = Dimensi awal (mm) L1 = Dimensi akhir (mm) h=D D h=D D 300 100 300 10 20 1:20 (a) (e) (d) (c) (b)

Gambar 3.2. Sampel pengujian sifat dasar.

(a) Sampel uji tarik (ukuran dalam mm); (b) sampel uji tekan tanpa buku (c) sampel uji tekan dengan buku; (d) sampel uji geser melalui tekan; (e) sampel uji geser melalui tarik

Untuk menghitung tegangan geser, tegangan tarik, tegangan tekan digunakan persamaan 3.4. dan modulus elastisitas dihitung menggunakan persamaan 3.5. di bawah ini : σ

A

F

ult

=

...(3.4.) E = 20 80 20 80

ε

ε

σ

σ

...(3.5.) dengan : σ = Tegangan (MPa) Fult = Gaya maksimum (N)

A = Luas penampang bambu (mm2) E = Mmodulus elastisitas (MPa) ξ = Regangan (tanpa satuan) =

0 0

l l

l

σ80 = Tegangan yang merupakan 80% dari σult σ20 = Tegangan yang merupakan 20% dari σult

ε80 = Regangan pada saat σ80 ε20 = Regangan pada saat σ20

3.4. Analisa data 3.4.1. Sifat Fisik Bambu Tali

Untuk hasil pengujian sifat fisik, data masing-masing sifat dianalisis dengan statistik deskriptif sederhana yang meliputi nilai rataan, maksimum, minimum, standar deviasi dan koefisien variasi. Hasil pengujian ini dan analisanya disajikan dalam bentuk tabel.

3.4.2. Sifat Mekanik Bambu Tali

Hasil pengujian mekanika, pada tahap awal dianalisa secara statistik deskriptif sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya data yang dianggap dapat mewakili populasi, dianalisa berdasarkan AC 162 (Acceptance Criteria for Structural Bamboo) yang dikeluarkan oleh ICBO (International Conference for

Building Official) pada tahun 2000 di California. Untuk mendapatkan nilai kekuatan rencana (S), digunakan rumus :

a C

B S =

B= (m-K.SD).DOL ...(3.7.) dengan : B = Tegangan karakteristik

m = Tegangan rata-rata

K = Faktor dari tabel 3 ASTM D2915 SD = Standar deviasi

DOL = Faktor akibat pembebanan (Duration of Loading) 1 untuk beban tetap

1,25 untuk beban sementara

1,5 untuk beban angin dan gempa Ca = Faktor keamanan (Tabel 3.1)

Nilai K yang akan digunakan dalam perhitungan dipilih untuk tingkat kepercayaan 75% dengan nilai persentil 5%, sedangkan faktor keamanan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Faktor keamanan untuk masing-masing besaran mekanik

Besaran Faktor Keamanan

Modulus Elastisitas 1,00 Kuat Tarik 2,25 Kuat tekan 2,25 Kuat lentur 2,25 Kuat geser 2,25

Sumber : International Conference of Building Official (2000)

3.5. Hasil dan Pembahasan 3.5.1. Sifat Fisik Bambu Tali 1. Kerapatan

Pengujian kerapatan bambu tali yang berumur 3 tahun yang berasal dari daerah Depok dilakukan terhadap volume kering udara dan berat kering tanur. Hasil pengujian kerapatan terhadap sampel bagian pangkal dan bagian tengah dapat dilihat pada Tabel

3.2. dan hasil tersebut memperlihatkan kerapatan bambu bagian tengah lebih besar sekitar 15 % dari kerapatan bambu bagian pangkal.

Tabel 3.2. Kerapatan bambu tali

Sampel Ρrataan(g/cm3) ρmax(g/cm3) ρmin(g/cm3) SD CV (%) n

Tengah 0,77 0,86 0,69 0,06 8,01 5

Pangkal 0,66 0,78 0,60 0,07 11,02 5

Gabungan 0,71 0,86 0,60 0,08 11,69 10

Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel

Nilai kerapatan yang diperoleh lebih besar dari nilai kerapatan hasil penelitian Syafi’i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994) yang mendapatkan nilai kerapatan sebesar 0,65 g/cm3. Demikian juga dibandingkan dengan hasil penelitian Nuryatin (2000) yang memperoleh nilai kerapatan bagian pangkal dan bagian ujung berturut-turut sebesar 0,365 g/cm3 dan 0,496 g/cm3. Baik penelitian Syafi’i maupun Nuryatin menggunakan sampel bambu tali yang berasal dari Dramaga, Bogor. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa kerapatan bagian pangkal lebih kecil dari kerapatan bagian atas.

Untuk perhitungan struktur digunakan nilai kerapatan sampel gabungan yaitu 710 kg/m3 (setara dengan 0,71 g/cm3)

Dokumen terkait