• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Pendahuluan 1

3.2 Perancangan Program 33

Simulasi gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali ini diraancang dengan menggunakan seperangkat notebook yang menggunakan prosesor Intel Core 2

Duo dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica Versi 6.

Adapun Proses perancangan program penelitian ini dirancang melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Perancangan diagram alir (flowchart) dan algoritma simulasi penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta orde 4.

b. Pembuatan program lengkap berdasarkan rancangan diagram alir dan algoritma dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica Versi 6.

3.2.1. Perancangan Diagram Alir (Flowchart)

Dalam merancang suatu program yang terstruktur dan terkendali dengan baik, terlebih dahulu perlu dilakukan perancangan diagram alir (flowchart) serta algoritma program sehingga dapat memperjelas langkah-langkah dalam membuat program secara utuh. Rancangan diagram alir program bantu dapat dilihat pada gambar 3.1. dan 3.2.

Gambar 3.1. Diagram Alir Simulasi persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta Orde 4.

Keterangan Gambar:

a. Input Data.

Simulasi dimulai dengan memberikan data-data input terlebih dahulu. Data input pada simulasi ini yaitu, frekuensi, percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, a, rentang waktu, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 (θ01 dan θ02 ) dan ω0 serta nilai amplitudo gaya pengendali eksternal divariasikan.

b. Pendefinisian koefisien-koefisien Runge-Kutta orde 4.

Koefisien-koefisien Runge-Kutta orde 4 didefinisikan berdasarkan persamaan-persamaan 3.5.

c. Pendefinisian Orde Runge-Kutta.

Orde yang digunakan pada penelitian ini adalah orde 4.

d. Menyelesaikan Persamaan Gerak Pendulum dengan metode Runge-Kutta. Persamaan gerak pendulum nonlinier teredam dan terkendali diselesaikan dengan menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang telah didefinisikan pada point c.

e. Membaca pemilihan tampilan.

Program membaca pemilihan tampilan yang dipilih oleh pengguna, jika tampilan yang diinginkan adalah “Grafik Simpangan”, maka plot yang ditampilkan adalah plot posisi sudut, θ(t) vs waktu,t. Jika tampilan yang diinginkan adalah “Ruang Fasa“ maka program akan menentukan batas Lintasan yang akan ditampilkan, yaitu pada rentang –π sampai +π, dan memplot titik lintasan (ω(t), dan θ(t) pada t= 0, Δt, 2 Δt, 3 Δt, dan seterusnya, dengan Δt= T/150. Jika tampilan yang diinginkan adalah “Belahan Poincarè“ maka program akan menetukan batas lintasan yang akan ditentukan, yaitu pada rentang –π sampai +π, dan memplot titik-titik potong lintasan pada bidang setiap t = mT (m = 0,1,2,3,...). Semua grafik tersebut pada nilai θ0 = θ01. Jika tampilan adalah “Sensitivitas Kondisi Awal” maka program akan menampilkan dua grafik θ vs t sekaligus dalam satu tampilan.

Gambar 3.2. Diagram Alir Animasi persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali.

Keterangan Gambar:

a. Input Data.

Simulasi dimulai dengan memberikan data-data input terlebih dahulu. Data input pada simulasi ini yaitu, frekuensi, percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, a, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 dan ω0 serta nilai amplitudo gaya pengendali eksternal divariasikan.

b. Penentuan Sudut awal (dalam radian).

Sudut awal masukan adalah dalam derajat sehingga perlu dikonversi dalam radian, dengan

180 ) ( ) ( 0 0 π θ θ rad = derajat × .

c. Penyelesaian Persamaan gerak Pendulum Nonlinier Teredam dan Terkendali. Persamaan Gerak Pendulum yang merupakan persamaan differensial orde dua diselesaikan dengan menggunakan fungsi NDSolve yang terdapat pada bahasa pemrograman Mathematica Versi 6. Persamaan gerak yang diselesaikan ada dua, yaitu untuk nilai θ0 = θ01 dan θ0 02.

d. Penentuan Komponen Tangensial dan Radial Pendulum.

Komponen tangensial dari pendulum yaitu, sin θ dan komponen radial pendulum, yaitu cos θ berdasarkan hasil penyelesaian persamaan gerak pendulum.

e. Menampilkan hasil visualisasi dari Pendulum sederhana.

Hasil visualisasi diperoleh dari fungsi Graphics yang terdapat pada bahasa pemrograman Mathematica Versi 6 berdasarkan komponen tangensial dan radial pada point d. Untuk nilai θ0 = θ01 warna pendulum adalah biru, dan untuk θ0 = θ02 warna pendulum adalah hijau. Jika θ01= θ02 maka yang tampak hanya pendulum biru.

f. Menganimasikan visualisasi pendulum.

Hasil visualisasi dianimasikan sesuai dengan penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan menggunakan fungsi Trigger pada bahasa pemrograman Mathematica Versi 6. Jika terdapat perbedaan yang kecil pada keadaan chaos, maka pendulum biru dan pendulum hijau akan memiliki gerak yang berbeda.

3.2.2. Algoritma Program Bantu

Adapun algoritma program bantu yang digunakan dalam penyelesaian persamaan gerak pendulum dengan metode Runge-Kutta orde 4 adalah sebagai berikut:

INPUT

a. ΩD = Frekuensi gaya pengendali eksternal

b. a = Variabel untuk memvariasikan amplitudo gaya pengendali eksternal

c. q = Variabel untuk merepresentasikan koefisien redaman

d. g = Percepatan gravitasi bumi

e. l = Panjang Tali Pendulum

f. θo = Sudut awal pendulum (θ pada t = 0) dalam program terdiri dari θ01 dan θ02.

g. ω0 = Kecepatan sudut awal pendulum (ω pada t = 0) h. p = Waktu maksimum terjadinya osilasi pendulum

PROSES

a. Membaca data masukan berupa , frekuensi gaya pengendali eksternal, percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, amplitudo gaya pengendali eksternal, koefisien redaman, waktu maksimum, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 dan ω0.

b. Menentukan koefisien-koefisien Runge-Kutta orde 4.

d. Menyelesaikan persamaan gerak pendulum nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta orde 4 yang telah didefinisikan pada langkah point b.

e. Menentukan potongan lintasan pada rentang –π sampai +π sebagai ruang fasa. f. Menentukan titik-titik potong lintasan pada bidang setiap t = mT (m =

0,1,2,3,...) sebagai Belahan Poincarè.

OUTPUT

a. Hasil ditampilkan dengan menekan tombol Shift + Enter. b. Mem-plot hasil penyelesaian, yaitu plot posisi sudut vs waktu. c. Mem-plot kecepatan sudut vs posisi sudut (ruang fasa).

d. Mem-plot belahan Poincaré.

e. Mem-plot hasil penyelesaian, yaitu plot posisi sudut vs waktu untuk θ01 dan θ02.

Sedangkan algoritma program bantu yang digunakan dalam animasi gerak pendulum adalah sebagai berikut:

INPUT

a. ΩD = Frekuensi gaya pengendali eksternal

b. a = Variabel untuk memvariasikan amplitudo gaya pengendali eksternal

c. q = Variabel untuk merepresentasikan koefisien redaman

d. g = Percepatan gravitasi bumi

e. l = Panjang Tali Pendulum

f. θo = Sudut awal pendulum (θ pada t = 0) dengan satuan derajat dalam

program terdiri dari θ01 dan θ02.

g. ω0 = Kecepatan sudut awal pendulum (ω pada t = 0) dengan satuan rad/s

PROSES

a. Membaca data masukan berupa frekuensi gaya pengendali eksternal,

percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, amplitudo gaya pengendali eksternal, koefisien redaman, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 (θ01 dan θ02)dan ω0.

b. Menkonversi nilai sudut awal ke dalam radian.

c. Menyelesaikan persamaan gerak pendulum nonlinier teredam dan terkendali dengan fungsi NDSolve.

d. Menentukan komponen tangensial dan radial dari pendulum.

e. Memvisualisasikan pendulum sederhana dengan fungsi Graphics berdasarkan komponen tangensial dan radial.

f. Menganimasikan visualisasi pendulum dengan fungsi Trigger.

OUTPUT

a. Hasil ditampilkan dengan menekan tombol Shift + Enter. b. Menampilkan hasil visualisasi pendulum sederhana.

c. Menganimasikan visualisasi pendulum sederhana dengan menekan tombol “Animasi” pada hasil eksekusi program.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil eksekusi program simulasi pada Lampiran A adalah berupa grafik-grafik keluaran dari penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta orde 4 yang terintegrasi pada suatu tampilan GUI seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Tampilan grafik pada hasil eksekusi program tersebut dapat diganti dengan mengubah menu “Tampilan” yang berbentuk Pop Up Menu. Grafik-grafik keluaran tersebut meliputi Grafik Simpangan ( Plot posisi sudut vs waktu ), ruang fasa ( Plot kecepatan sudut vs posisi sudut ), dan belahan Poincarè. Ketiga grafik keluaran ini digunakan untuk menganalisis perilaku sistem pendulum sederhana nonlinier, yaitu periodik, kuasiperiodik, atau chaos secara kualitatif. Analisis kualitatif tersebut diperkuat oleh perbandingan plot posisi sudut vs waktu yang menunjukkan sensitivitas sistem terhadap kondisi awal dan menunjukkan karakteristik chaos deterministik dalam sistem, yaitu perubahan yang kecil pada kondisi awal dapat menyebabkan perubahan besar dan tak terprediksi untuk sistem

chaos.

Pada gambar 4.1. dapat dilihat bahwa nilai – nilai dari ω0, θ0, l, q, dan a dapat

divariasikan, tetapi dalam analisis gejala chaos nilai yang dipakai pada subbab 4.1, 4.2, dan 4.3 adalah ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, 2= 1, ΩD=

3 2

dengan memvariasikan nilai dari amplitudo gaya eksternal yang direpresentasikan oleh a. Dan untuk melihat karakteristik sensitivitas terhadap kondisi awal, nilai θ02 dapat ditentukan sebesar 0.81. Namun, hasil pengujian program dengan beberapa variasi parameter-parameter lainnya lebih lanjut diberikan pada subbab 4.4.

Gambar 4.1. Hasil eksekusi Program “Simulasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam Dan Terkendali” pada Lampiran A

Sedangkan hasil eksekusi program animasi gerak pendulum sederhana nonlinier yang terdapat pada Lampiran B ditunjukkan pada gambar 4.2. Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa nilai dari ω0, θ0, l, q, dan a, tetapi nilai yang dipakai dalam

analisis pada subbab 4.1, 4.2, dan 4.3 adalah sama seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya. Visualisasi pendulum sederhana tersebut dapat dianimasikan dengan menggunakan menu “Animasi”.

Gambar 4.2. Hasil eksekusi program “Animasi Gerak Pendulum Sederhana

Nonlinier” pada lampiran B.

4.1. Keadaan Periodik

Keadaan periodik dari pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, 2= 1, ΩD=

3 2

tercapai untuk nilai a = 0.3, hal ini dianalisis dari grafik-grafik keluaran yang ditunjukkan pada gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6.

Gambar 4.3. Grafik θ Vs t dengan a = 0.3, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Gambar 4.3. menunjukkan perilaku simpangan θ pada setiap saat (t) untuk pemilihan amplitudo gaya pengendali eksternal yang kecil yaitu pada a = 0,3. Dalam kondisi ini terdapat dua daerah osilasi. Osilasi yang pertama terjadi pada rentang waktu, 0-20 s, pada kondisi ini pengaruh redaman masih berpengaruh sehingga osilasi mengarah ke keadaan transien dengan amplitudonya mengalami penurunan secara ekponensial. Pengaruh redaman ini selanjutnya dapat diantisipasi oleh gaya pengendali eksternal sehingga pendulum mengalami osilasi yang kedua pada keadaan tunak, yaitu pada rentang waktu 20 s sampai waktu tak berhingga (Osilasi harmonik) dengan frekuensi gaya pengendali eksternal, ΩD. Jika keadaan awal diubah sedikit, yaitu θ0 menjadi 0.81, maka perbandingan plot posisi sudut vs waktu yang ditunjukkan pada gambar 4.4 untuk θ01 = 0.8 (Hitam) dan θ02 = 0.81 (Hijau) menunjukkan bahwa grafik yang tampak hanya untuk θ02 = 0.81 karena kedua lintasan posisi sudut berjalan selaras, berarti sistem ini tidak sensitif terhadap kondisi awal.

Gambar 4.4. Grafik θ Vs t dengan a = 0.3, q = 0.4, 2= 1, D= 3 2

pada dua kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ01 = 0.8 dan θ01 = 0.81 berjalan selaras.

Gambar 4.5. Ruang fasa dengan a = 0.3, q = 0.4, 2= 1, D= 3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Pada gambar 4.5. menunjukkan keadaan pendulum sederhana (ditentukan oleh koordinat posisi-kecepatan sudut) yang bergerak sepanjang suatu lintasan pada bidang fasa sementara pendulum berayun. Karena adanya penurunan energi akibat redaman, lintasan pada keadaan transien terpilin ke pusat bidang. Namun, selanjutnya efek redaman ini diantisipasi oleh energi yang diserap dari gaya pengendali eksternal sehingga keadaan menjadi tunak dengan bentuk lintasan tertutup. Lintasan tertutup ini

menandakan bahwa pendulum bersifat periodik, dengan keadaan akhirnya datang dengan keadaan awalnya.

Gambar 4.6. Belahan Poincarè dengan a = 0.3, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Untuk dapat memperlihatkan jejak lintasan dalam kasus ini secara lebih jelas, maka dipergunakan belahan Poincarè. Dalam kasus periodik belahan Poincarè diberikan pada gambar 4.6. Berdasarkan gambar 4.5. telah diketahui bahwa lintasan dari pendulum sederhana adalah orbit tertutup, maka belahan Poincarè yang terbentuk hanya satu titik, artinya lintasan-lintasan pendulum sederhana hanya memotong bidang pada satu titik tetap.

Hasil animasi untuk a = 0.3 juga menunjukkan bahwa pendulum sederhana pada awalnya berayun dengan sudut simpangan lebih dari 0.8 rad, tetapi kemudian mengalami osilasi harmonis pada sudut lebih kecil dari 0.8 rad, atau berdasarkan gambar 4.3, berada pada sudut simpangan 0.5 rad. Dan keadaan tersebut berlangsung terus-menerus hingga waktu tak berhingga.

4.2. Keadaan Kuasiperiodik

Keadaan Kuasiperiodik adalah keadaan dimana suatu sistem dinamis mengalami penggandaan perioda. Keadaan ini merupakan jalan ke arah terjadinya chaos, dimana

chaos itu sendiri terjadi bila suatu sistem mengalami penggandaan perioda beberapa

kali. Pada penelitian ini, keadaan kuasiperiodik tercapai pada a=1.23 untuk ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, 2= 1, ΩD=

3 2

. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10.

Gambar 4.7. Grafik θ Vs t dengan a = 1.23, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Hasil yang ditunjukkan pada gambar 4.7. memperlihatkan bahwa pendulum bergerak berlawanan arah awal pendulum dan mengalami gerakan yang tidak harmonik lagi. Pada grafik ini juga terlihat keadaan transien dari sistem terjadi pada 60 s pertama, selanjutnya posisi sudut bergerak berlawanan arah dengan dua daerah osilasi, yaitu pada rentang 60 s – 250 s dan pada rentang 250 s – 400 s, artinya lintasan tetap mengalami perulangan tetapi butuh waktu lebih lama untuk melihat perulangan tersebut, sehingga tampak lebih kompleks. Hal tersebut dikatakan sebagai penggandaan periode, namun sistem ini masih bersifat periodik.

Jika keadaan awal diubah sedikit, yaitu θ0 menjadi 0.81, maka perbandingan plot posisi sudut vs waktu untuk θ01 = 0.8 dan θ02 = 0.81 menunjukkan bahwa kedua lintasan masih berjalan selaras, artinya sistem pada kondisi ini juga belum menunjukkan karakteristik kesensitifan terhadap kondisi awal. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.8.

Gambar 4.8. Grafik θ Vs t dengan a = 1.23, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada dua kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ01 = 0.8 dan θ01 = 0.81 masih berjalan selaras.

Gambar 4.9. Ruang fasa dengan a = 1.23, q = 0.4, 2= 1, D= 3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Pada gambar 4.9. terlihat bahwa lintasan bergerak tidak lagi dengan lintasan tertutup. Lintasan pada keadaan transien tertarik ke satu titik pada ruang fasa, namun karena amplitudo gaya pengendali eksternal yang cukup besar maka energi yang diserap pendulum pun menjadi cukup besar, Energi ini selain mengantisipasi redaman

juga menyebabkan perubahan keadaan yang drastis dari pendulum, hal ini menyebabkan pecahnya orbit awal. sehingga lintasan bergerak dengan dua periode yang berbeda, atau mengalami penggandaan periode.

Gambar 4.10. Belahan Poincarè dengan a = 1.23, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Dari gambar 4.10. dapat dilihat bahwa titik potong yang terbentuk adalah dua titik tetap, artinya lintasan-lintasan gerak pendulum sederhana tidak hanya bergerak memotong bidang pada satu titik, tetapi juga memotong bidang pada titik koordinat lain pada beberapa waktu kemudian (Dua periode). Untuk titik pada koordinat (0.5 , 1), mengindikasikan bahwa terdapat lintasan-lintasan yang memotong bidang tidak tepat pada titik tersebut. Hal ini terjadi karena adanya efek transien sistem seperti yang juga terlihat pada ruang fasa.

Hasil animasi juga menunjukkan bahwa pendulum terus bergerak berlawanan arah awal posisi sudut pendulum. Hal sesuai dengan penjelasan tentang grafik θ vs t untuk a = 1.23.

4.3. Keadaan Chaos.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keadaan chaos terjadi bila suatu sistem mengalami penggandaan perioda beberapa kali. Pada penelitian ini kondisi

chaos sudah tercapai pada a = 1.36 untuk ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, 2= 1, D

Ω = 3 2

. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.11, 4.12, 4.13 dan 4.14.

Gambar 4.11. Grafik θ Vs t dengan a = 1.36, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Dari gambar 4.11. ini dapat dilihat bahwa gerak pendulum sederhana sudah tidak beraturan, terdapat lonjakan-lonjakan dan penurunan-penurunan posisi sudut dengan pola yang tidak beraturan atau dengan kata lain gerakannya tak pernah berulang dan terus-menerus melakukan gerakan yang berbeda. Hal ini dapat dijelaskan bahwa amplitudo gaya pengendali eksternal yang besar menyebabkan energi yang diserap pendulum menjadi besar, dan karena gaya yang diberikan adalah gaya yang berubah secara harmonis terhadap waktu (nonlinier), maka keberlangsungan tak hingga penggandaan periode terjadi lagi dalam selang frekuensi yang lebih rapat dari keadaan kuasiperiodik. Dalam hal ini, langkah yang tak berhingga hanya menempuh suatu jarak berhingga sehingga periodenya menjadi tak berhingga. Hal inilah yang dikatakan sebagai keadaan chaos.

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.1, bahwa kondisi chaos selain memiliki gerakan yang kompleks juga memiliki kesensitifan yang ekstrim terhadap kondisi awal. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.12, dimana terdapat dua keadaan awal yang berbeda sedikit yaitu senilai 0.01 yang pada awalnya bergerak selaras, namun pada 20 sekon kemudian kedua gerakan akan berubah dan menyebar makin jauh satu dengan yang lainnya. Menurut Walker (1991, hal: 460) hal ini dapat diandaikan seperti mengurai seutas tali menjadi dua helai individual. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem yang bersifat chaos menjadi tidak dapat diprediksi, karena dengan adanya gangguan sekecil apapun, gerakan sistem akan berubah jauh dari perkiraan awal.

Gambar 4.12. Grafik θ Vs t dengan a = 1.36, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada dua kondisi awal ω0 = 0.8, θ01 = 0.8 (Hitam) dan ω0 = 0.8, θ02 = 0.81 (Hijau).

Satu hal menarik lain yang dapat dituliskan disini adalah bahwa gerakan akhir dari sistem ini bergantung secara pasti pada bagaimana sistem dimulai atau bersifat deterministik. Oleh sebab itu keadaan seperti ini dikatakan sebagai chaos deterministik. Sebagai sistem yang bersifat deterministik, sistem ini dapat diprediksi untuk jangka waktu yang pendek, dan sebagai sistem yang bersifat chaos maka sistem ini menjadi tidak dapat diprediksi untuk jangka waktu panjang. Dan rentang waktu ini

bergantung pada masing-masing sistem. Dalam gambar 4.12. terlihat bahwa prediksi untuk sistem pendulum sederhana ini dapat diketahui pada sekitar 20 sekon pertama.

Gambar 4.13. Ruang fasa dengan a = 1.36, q = 0.4, 2= 1, D=

3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Gambar 4.13 memperlihatkan lintasan-lintasan gerak pendulum sederhana yang sudah kompleks dengan memiliki banyak perioda. Berbeda dengan ruang fasa pada keadaan kuasiperiodik yang masih dapat ditinjau lintasan-lintasannya, Lintasan-lintasan pada ruang fasa ini menjadi sulit untuk diidentifikasi karena geometri Lintasan-lintasan yang kompleks. Geometri yang demikian ini dikatakan sebagai Chaotic Attractor atau sering disebut Strange Attractor karena bentuknya yang ganjil. Hal ini dapat dijelaskan bahwa energi yang besar dari gaya pengendali eksternal menyebabkan ketidaklinieran dari sistem dan menyebabkan lintasan pecah dan kemudian pecah lagi menjadi beberapa lintasan, begitu seterusnya. Namun, menurut Setiawan (1991, hal: 9) karena attractor ini memiliki ukuran yang berhingga maka lintasan-lintasan tersebut tidak dapat dipisahkan secara eksponensial, dan melipat ke arah dirinya sendiri, dan terbentuklah lipatan dalam lipatan, hal inilah yang membentuk geometri yang kompleks.

Gambar 4.14. Belahan Poincarè dengan a = 1.36, q = 0.4, 2= 1, D= 3 2

pada kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.

Lintasan-lintasan pendulum sederhana yang ditunjukkan pada gambar 4.13 diperjelas dengan belahan Poincarè pada gambar 4.14. Dapat dianalisis bahwa Lintasan-lintasan pendulum sederhana memotong bidang pada titik-titik yang jumlahnya sangat banyak dan membentuk suatu pola, dari hal ini dapat dikatakan bahwa periode sistem sangat banyak bahkan tak berhingga untuk waktu tak hingga.

Dari gambar 4.14 juga dapat dijelaskan salah satu kunci untuk memahami tingkah laku chaos -sensitivitas terhadap kondisi awal- yaitu penjelasan mengenai operasi mengulur (stretching) dan melipat (folding). Operasi mengulur terjadi antara

1

dan 2 , dan pada operasi ini menyebabkan membesarnya ketidakpastian skala kecil. Sedangkan operasi melipat terjadi antara 2 dan 3 , pada operasi ini menyebabkan pemisahan lintasan yang besar dan menghapus informasi skala besar. Operasi mengulur selanjutnya terjadi antara 3 dan 4 , dan begitu seterusnya sampai pada batas waktu yang diberikan. Setiawan (1991, hal: 12) mengatakan bahwa operasi-operasi ini menjadikan chaos berkelakuan meningkatkan fluktuasi mikroskopik menjadi makroskopik. Setelah interval waktu tertentu, ketidakpastian membesar dan sistem menjadi tak terprediksi.

Hasil animasi juga menunjukkan gerakan pendulum sederhana yang berayun dengan tidak beraturan. Pendulum berputar hingga melewati titik maksimum, hal ini terjadi karena energi yang besar yang diserap pendulum dari gaya pengendali eksternal menyebabkan pendulum memiliki energi mekanik yang besar hingga dapat melewati titik maksimum. Namun, gerakan dari pendulum ini tak pernah berulang. Selain itu kecepatan pendulum juga tidak pernah mengalami keadaan tunak. Untuk dua kondisi awal yang hanya berbeda 0,01, yaitu θ01 = 0.8 (Pendulum Hitam) dan θ02

= 0.81 (Pendulum Hijau) pada t < 20 sekon maka lintasan dua pendulum akan berubah jauh.

4.4. Perbandingan Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Beberapa Parameter Selain analisis gejala chaos untuk nilai kondisi awal (θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s),

D Ω =

3 2

, Ω2=1, dan q = 0.4 seperti yang telah dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya, maka sebagai perbandingan diteliti juga beberapa keadaan sistem untuk beberapa variasi nilai parameter-parameter lainnya, yaitu:

a. Koefisien Redaman, q ( 0.1 – 0.5 dengan interval 0.1) untuk kondisi awal yang sama (θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s), frekuensi gaya eksternal, ΩD=

3 2

, frekuensi alami pendulum Ω2=1, dan nilai amplitudo gaya eksternal, a divariasikan antara 0.1-3.0. Hasil dari syarat-syarat kondisi ini ditunjukkan pada tabel 4.1. (Program ini hanya dibatasi sampai nilai maksimum a = 3.0).

Tabel.4.1. Hasil Pengujian Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Koefisien Redaman, q dan Amplitudo Gaya Pengendali Eksternal, a

No. θ0 ω02 q D a Keadaan Sistem 1. 0.8 0.8 1 0.1 3 2 0.1-0.3 Periodik 0.37-0.45 Kuasiperiodik 0.46-3.0 Chaos 2. 0.8 0.8 1 0.2 3 2 0.1-0.45 Periodik 0.46-0.49 Kuasiperiodik 0.5-3.0 Chaos 3. 0.8 0.8 1 0.3 3 2 0.1-0.62 Periodik 0.63-0.75 Kuasiperiodik 0.76-3.0 Chaos 4. 0.8 0.8 1 0.4 3 2 0.1-1.22 Periodik 1.23-1.35 Kuasiperiodik 1.35-3.0 Chaos 5. 0.8 0.8 1 0.5 3 2 0.1-1.3 Periodik 1.31-1.49 Kuasiperiodik 1.5-3 Chaos

Dari tabel 4.41. dapat terlihat bahwa nilai koefisien redaman, q juga mempengaruhi perubahan keadaan sistem dari periodik ke chaos. Pada nilai q yang kecil, keadaan chaos sudah tercapai bahkan sebelum amplitudo gaya pengendali eksternal, a mencapai nilai 1.0 dan semakin besar nilai koefisien radaman, q maka semakin besar pula nilai amplitudo gaya pengendali eksternal yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan chaos. Hal ini karena semakin kecil koefisien redaman maka semakin kecil pula dibutuhkannya energi gaya pengendali eksternal yang diberikan untuk mengisi kembali energi yang terdisipasi.

b. Panjang tali, l (1.8-9.8 dengan interval 2) untuk kondisi awal yang sama (θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s), dan frekuensi gaya eksternal,ΩD=

3 2

koefisien redaman q = 0.4. Hasil dari syarat-syarat kondisi ini ditunjukkan pada tabel 4.2. (Program ini hanya dibatasi sampai nilai maksimum a = 3.0).

Tabel.4.2. Hasil Pengujian Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Panjang Tali, l dan Amplitudo Gaya Pengendali Eksternal, a

No. θ0 ω0 l 2 q D a Keadaan Sistem 1. 0.8 0.8 1.8 5.44 0.4 3 2 0.1-0.9 Periodik 1.0-1.5 Kuasiperiodik 1.6-3.0 Chaos 2. 0.8 0.8 3.8 2.58 0.4 3 2 0.1-0.84 Periodik 0.84-0.89 Kuasiperiodik 0.9-3.0 Chaos 3. 0.8 0.8 5.8 1.69 0.4 3 2 0.1-0.74 Periodik 0.75-0.79 Kuasiperiodik 0.8-3.0 Chaos 4. 0.8 0.8 7.8 1.26 0.4 3 2 0.1-0.69 Periodik 0.7-0.73 Kuasiperiodik 0.74-3.0 Chaos 5. 0.8 0.8 9.8 1 0.4 3 2 0.1-1.22 Periodik 1.23-1.35 Kuasiperiodik 1.35-3.0 Chaos

Dari tabel 4.2. ini dapat terlihat bahwa semakin kecil panjang tali yang berarti semakin besar nilai frekuensi alami pendulum, Ω2 semakin besar pula nilai amplitudo gaya pengendali eksternal, a yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan

chaos. Hal ini karena nilai frekuensi alami pendulum semakin menjauhi frekuensi

gaya pengendali eksternal, ΩD yang tetap konstan pada nilai 3 2

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Sistem pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali ternyata merupakan sistem sederhana yang dapat menampilkan gejala chaos setelah mengalami beberapa kali penggandaan perioda ketika amplitudo gaya eksternal dinaikkan nilainya dengan parameter lain dipertahankan konstan.

2. Munculnya gejala chaos pada sistem pendulum sederhana ditandai oleh grafik posisi sudut yang tidak beraturan, lintasan-lintasan pada ruang fasa yang membentuk suatu geometri yang kompleks, munculnya titik-titik yang banyak dan membentuk suatu pola pada belahan Poincarè, dan perbedaan grafik lintasan yang besar untuk kondisi awal yang diubah sedikit (0.01). Hasil-hasil ini secara kualitatif sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Baker dan

Dokumen terkait