• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 METODE PENELITIAN

3.1 Wahana apung

3.2.1 Perangkat keras

Perangkat keras yang digunakan menggunakan mikrokontroler 8-bit buatan ATMEL. Jenis mikrokontroler yang digunakan adalah AVR ATmega 328P. Mikrokontroler ini memiliki arsitektur RISC yang efisien serta memiliki 23 buah gerbang digital yang dapat diprogram (ATMEL 2012). Fitur penting yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Programable Serial USART, antarmuka I2C, Serial Peripheral Interface (SPI) dan satu buah gerbang digital. Datasheet Atmega 328P dapat dilihat pada Lampiran 1. Modul radio yang digunakan adalah XBEE-PRO(SB2), spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyimpanan waktu menggunakan Real Time Clock (RTC) PCF8583 yang spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Skematik rangkaian dapat dilihat pada Gambar 10

14

Universal synchronous/asynchronous receiver/transmitter (USART) merupakan sistem komunikasi serial antar perangkat digital. Penelitian kali ini menggunakan USART ini untuk berkomunikasi dengan modul radio XBEE. Terdapat dua buah pin yang digunakan untuk menggunakan sistem komunikasi ini, yaitu RXD dan TXD. RXD merupakan pin untuk menerima data sedangkan TXD untuk mengirim data. Ketika dihubungkan dengan XBEE, pin ini harus saling bersilangan untuk pemasanganya. RXD mikrokontroler dihubungkan kepada TXD XBEE dan sebaliknya. Konfigurasi UART yang digunakan adalah kecepatan transfer data 9600, data bit = 8, stop bit =1, dan parity bit = none.

I2C atau Inter-Integrated Circuit merupakan antar muka dua kabel yang dikembangkan Philips. Antarmuka ini digunakan untuk berkomunikasi dengan RTC PCF8583 untuk menyimpan tanggal dan waktu. Mikrokontroler pada antarmuka ini berperan sebagai master dan PCF8583 sebagai slave. Kelebihan dari I2C diantaranya adalah: hanya membutuhkan dua jalur untuk komunikasi; komunikasi master-slave yang sederhana; tidak memerlukan baud-rate seperti halnya RS-232, master yang menghasilkan pulsa clock; setiap perangkat memiliki penanda digital (ID) yang unik; serta mampu terdapat lebih dari satu master dalam jalur data. . Jumlah pin yang digunakan berjumlah dua buah, yaitu SDA dan SCL dan pemasangannya tidak terbalik pada perangkat digital yang lain.

Komunikasi dengan micro SD card digunakan antarmuka SPI. Ada tiga macam cara berkomunikasi dengan SD card, yaitu : (1). One-bit SD mode; (2). Four-bit SD mode; (3). SPI (Serial Peripheral Interface) mode. Cara komunikasi yang terakhir merupakan cara termudah karena protokolnya mudah dipelajari, tersedia dokumentasi, dan berlisensi gratis. Sehingga komunikasi yang umum digunakan menggunakan mikrokontrer adalah SPI mode. Serial Peripheral Interface (SPI) merupakan jalur data serial synchronous yang biasa terdapat dapat pada mikroprosesor Motorola. Jalur data ini menjadi sangat populer sehingga mikrokontroler lain juga mendukung, termasuk AVR. SPI sanggup mengirim data hingga kecepatan 3Mhz.

Sensor suhu yang digunakan adalah DS1820B versi anti air (Lampiran 4). Sensor ini dapat dicelup ke dalam air tanpa mengalami kerusakan. Sistem komunikasi yang digunakan adalah 1-wire interface. Antar muka ini merupakan buatan Dallas Semiconductor yang mirip dengan I2C. Hanya saja, kebutuhan pin lebih sedikit, yaitu satu buah, memiliki kecepatan yang lebih rendah, namun jarak jangkauan yang lebih jauh.

Komponen pendukung lain diantaranya adalah linear voltage regulator AMS1117-3.3. Komponen ini mengubah tegangan dari sumber tegangan utama menjadi 3.3 Volt. Tegangan input yang digunakan harus memiliki rentang antara 3.6-5 Volt. Sumber tegangan utama yang digunakan adalah empat buah baterai Ni-MH berkapasitas 2700mAh yang dirangkai secara seri, sehingga total voltase menjadi 4.8 volt. Selanjutnya ada baterai backup untuk mempertahankan waktu pada komponen PCF8583. Baterai yang digunakan adalah baterai koin CR2032 dengan tegangan 3 Volt. Mikrokontroler yang digunakan menggunakan crystal eksternal sebagai sumber clock. Crystal yang digunakan memiliki frekuensi 7.3783 Mhz. Pemilihan jenis crystal ini agar selain dapat bekerja pada 3.3 volt, galat komunikasi USART bisa ditekan hingga 0%.

16

(a)

(b)

Gambar 11 Papan sirkuit elektronik hasil layout, (a) tampak atas, (b) tampak bawah

Gambar 12 Perangkat keras yang telah terpasang dalam kompartemen elektronik

Kotak Baterai NiMH 4x1.2 V 2700mAH

Antena half-wave A24-HABUF-P5I

Setelah desain perangkat keras selesai dibuat, skematik elektronik dibuat menggunakan perangkat lunak EAGLE 6.4.0. Kemudian dari skematik yang dibuat tersebut, dirancanglah papan sirkuit elektronik (Gambar 11). Papan sirkuit ini memiliki spesifikasi bahan substrat FR4 epoxy, dual-layer, plate tin through hole serta memiliki soldermask. Penggunaan soldermask adalah untuk menghindari terjadinya short circuit antar jalur PCB. Komponen yang digunakan sebagian besar berupa tipe surface mount device (SMD) yang berukuran sangat kecil. Walaupun efisien dalam pemakaian tempat, namun komponen SMD memerlukan keterampilan khusus dalam penyolderan. Jarak antar kaki komponen yang sangat rapat menjadikan komponen SMD rentan konslet. Teknik penyolderan menggunakan pasta soldering flux dapat mencegah terjadinya konslet dan oksidasi pada timah solder. Hasil maksimal diperoleh melalui proses trial and error. Dimensi akhir papan sirkuit elektronik memiliki panjang 7 cm dan lebar 5.5 cm. Gambar 12 adalah papan sirkuit elektronik yang telah dipasang komponen lengkap dan dimasukan ke dalam kompartemen elektronik.

3.2.2 Perangkat tegar (firmware)

Tanpa sebuah perangkat tegar, mikrokontroler tidak dapat bekerja. Perangkat tegar merupakan sebuah instruksi tetap yang disimpan dalam FLASH memory program. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa tingkat tinggi C dan kompiler open source AVR-gcc. Integrated Development Environment (IDE) yang digunakan adalah Eclipse versi Indigo. Perangkat tegar dirancang berdasarkan fungsi dari masing-masing jenis sensor node, yaitu coordinator, router dan end device. Coordinator hanya bertugas sebagai penerima data dari router dan end device. Router selain berfungsi untuk mengukur suhu permukaan air, sensor node ini juga berfungsi untuk mengarahkan data baik dari router lain maupun end device. Pengaturan jenis sensor node ini dilakukan pada modul radio XBEE menggunakan aplikasi X-CTU. Jenis topologi jaringan yang dipilih adalah mesh networking. Selanjutnya konfigurasi jaringan secara otomatis dilakukan oleh modul radio XBEE ketika diberi catu daya. Jenis komunikasi yang digunakan antara mikrokontroler dan modul radio XBEE adalah UART serial interface. UART serial interface yang digunakan memiliki konfigurasi baudrate 9600, data bits 8, stop bits 1, dan parity none. Terdapat dua protokol komunikasi serial XBBE, yaitu mode transparan dan Application Programming Interface (API). Mode transparan merupakan bentuk komunikasi yang lebih sederhana dibandingkan mode API namun memiliki kemampuan yang terbatas. Konfigurasi jaringan dan status pengiriman sebuah paket data lebih rumit dilakukan. Misalnya, keberhasilan pengiriman paket data tidak dapat diketahui pada mode transparan. Mode API memiliki kelebihan dalam hal fleksibilitas pemrograman dan fitur yang lebih banyak. Oleh karena itu, protokol komunikasi serial yang digunakan adalah mode API.

18

Gambar 13 Diagram alir dari perangkat tegar coordinator

Perangkat tegar yang dirancang untuk coordinator memiliki diagram alir seperti pada Gambar 13. Karena konfigurasi jaringan sudah dilakukan secara otomatis oleh modul radio XBEE, perangkat tegar yang dibuat berfungsi untuk menerima data melalui UART dan merekamnya ke dalam micro SDcard. Mikrokontroler ATmega 328P akan menginisialisasi RTC dan micro SDcard pada saat pertama kali perangkat keras dinyalakan. Kemudian berdasarkan informasi waktu yang diperoleh dari RTC, dibuat file .txt pada micro SDcard. Selanjutnya mikrokontroler akan menunggu data tersedia di jalur UART, dan apabila sesuai dengan format data API frame maka data UART akan diterjemahkan dan direkam dalam file .txt pada micro SDcard. Lalu mikrokontroler akan meminta nilai RSSI transmisi radio terakhir dan kemudian merekam nilai RSSI tersebut ke file .txt.

Perangkat tegar untuk router memiliki diagram alir seperti Gambar 14. Fungsi dari sensor node ini adalah mengukur suhu permukaan laut, merekam data suhu tersebut ke media penyimpanan micro SDcard, dan mengirimkannya ke coordinator. Awal dari program adalah menginisiasi UART, RTC, dan sensor suhu DS1820. Pada inisialisasi awal ini alarm pada RTC dikonfigurasi sesuai dengan waktu sampling yang diinginkan, pada penelitian kali ini adalah 1 menit. Sinyal alarm dari RTC akan mengaktifkan pin interrupt 0 pada mikrokontroler

dan kemudian akan melakukan pengukuran suhu, menyimpan serta mengirimkan ke coordinator. Pengukuran dan pengiriman suhu dilakukan secara digital sehingga galat akibat pengiriman data melalui gelombang radio dapat dihindari. Lalu mikrokontroler akan meminta nilai RSSI transmisi radio terakhir dan kemudian merekam nilai RSSI tersebut ke file .txt.

Gambar 14 Diagram alir dari perangkat tegar router

Sama seperti perangkat tegar router, perangkat tegar end device juga memiliki diagram alir yang hampir sama (Gambar 15). Perbedaan utama dari perangkat tegar adalah pengaturan mode sleep modul radio XBEE. Mode sleep XBEE yang digunakan adalah berdasarkan sinyal pada pin SLEEP pada modul XBBE. Apabila pada pin SLEEP terdapat sinyal dengan logika 1 atau HIGH maka modul radio XBEE akan masuk mode sleep dan sebaliknya. Pada mode sleep ini modul radio akan mengonsumsi daya lebih rendah. Sinyal pada pin SLEEP modul radio XBEE diatur oleh PORT C 0 pada mikrokontroler ATmega 328P.

20

Gambar 15 Diagram alir dari perangkat tegar end device

3.3 Uji coba jaringan 3.3.1 Uji coba statis

Uji coba statis dilakukan untuk melihat kinerja buoy pada kondisi terkontrol. Ada tiga uji coba statis yang dilakukan, yaitu: persentase keberhasilan data pada kondisi diam (uji statis 1) , uji multihop (uji statis 2), dan perbandingan antara jarak dan RSSI (uji statis 3). Uji coba pada kondisi diam atau uji statis 1 dilakukan di lapangan bola gymnasium IPB Dramaga dengan konfigurasi peletakan seperti pada Gambar 16. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari perangkat

keras dan perangkat tegar. Masing-masing instrumen diletakan satu meter diatas tanah dan dinyalakan selama satu jam dengan interval pencuplikan 30 detik.

Gambar 16 Peletakan sensor node pada uji coba kondisi diam

Tabel 2 Hasil uji statis 1

Sensor Node Max. Retries

R1 107 0 100 0 -67.05

R2 181 0 100 1 -63.89

E1 116 0 100 1 -63.59

E2 109 0 100 1 -63.94

E3 107 0 100 1 -64.76

Terkirim Gagal Persentase Rerata RSSI

(dBm)

Tabel 2 menunjukan hasil uji statis 1. Persentase pengiriman data seluruh sensor node sebesar 100%. Nilai rerata RSSI relatif seragam pada kisaran -63 dBm hingga -67 dBm karena jarak peletakan yang juga relatif seragam. Hal ini menunjukan performa yang baik dari instrumen. Perangkat keras dan perangkat tegar berfungsi dengan baik dalam mengukur suhu, menyimpan data dan mengirimkan data.

Uji coba selanjutnya adalah uji coba multihop atau uji statis 2. Jaringan WSN dengan topologi mesh networking memiliki kemampuan untuk mencari jalur terbaik untuk mengirimkan data ke alamat sensor node yang dituju. Kemampuan ini merupakan salah satu keunggulan protokol ZigBee. Modul radio yang digunakan menggunakan metode Ad-hoc On-demand Distance Vector (AODV) untuk melakukan routing. Untuk menguji fungsi mesh networking salah satu yang perlu diuji adalah mekanisme routing atau multihop. Apabila ada sebuah end device ingin mengirimkan paket data ke coordinator namun jangkauan radionya tidak memadai, maka paket data dapat diarahkan ke router terdekat yang kemudian akan mengirimkan ke coordinator. Mekanisme ini disebut multihop. Jumlah lompatan maksimum yang dilakukan bisa diatur pada modul radio. Uji

22

statis 2 ini dilakukan dengan meletakan sensor node dengan kondisi tanpa router (Gambar 17) dan dengan router (Gambar 18). Lokasi end device diletakkan pada secara berpindah pada titik 1 hingga 4 dengan pencuplikan selama empat menit pada setiap titik.

Gambar 17 Peletakan sensor node pada uji coba statis 2 tanpa router

Gambar 18 Peletakan sensor node pada uji coba statis 2 dengan router

Tabel 3 menunjukan hasil uji statis 2. Pengambilan sampel yang dilakukan sebanyak empat buah pada masing-masing lokasi. Kondisi pengujian tanpa menggunakan router menunjukan kegagalan pengiriman data end device menuju coordinator pada lokasi keempat. Selain karena faktor jarak, gedung gymnasium IPB Dramaga juga menghalangi gelombang radio. Nilai RSSI pada uji coba tanpa router juga menggambarkan perubahan kekuatan sinyal radio berdasarkan jarak. Semakin jauh sensor node maka kekuatan radio yang diterima akan menurun hingga akhirnya gagal mengirim paket data. Selanjutnya router diletakan pada persimpangan antara coordinator dan end device (Gambar 3.12). Posisi router ini

memungkinkan router untuk berkomunikasi baik dengan coordinator maupun end device tanpa halangan. Uji statis 2 dengar router menunjukan keberhasilan pengiriman paket data pada lokasi keempat seperti terlihat pada Tabel 3. Nilai RSSI yang relatif konstan juga menunjukan bahwa data yang diterima di coordinator berasal dari satu sensor node yang memiliki lokasi tetap, yaitu router. Uji ini menunjukan bahwa mekanisme multihop bekerja dengan baik dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dikembangkan.

Tabel 3 Hasil uji statis 2

RSSI RSSI

1 100 95.5 100 68.4

2 100 97 100 74

3 100 103.4 100 68.2

4 0 100 68

Lokasi Tanpa Router Dengan Router

Persentase Persentase Gagal 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 f(x) = -0.1154x - 63.0045 R² = 0.7289

RSSI Linear (RSSI)

Jarak (Meter) R S S I (d B m )

Gambar 19 Nilai RSSI terhadap perubahan jarak

Uji coba statis selanjutnya adalah pengukuran Received Signal Strength Indicator (RSSI) terhadap jarak. Pengukuran ini dilakukan untuk menentukan jarak pemasangan antar sensor node ketika uji coba lapang. Peletakan sensor harus berada pada jarak maksimum transmisi radio masih berhasil dilakukan. Gambar 19 menunjukan plot hasil pengukuran RSSI berdasarkan jarak. Hasil pengamatan uji coba statis menunjukan terjadi perubahan nilai RSSI secara logaritmik. Pada sistem transmisi digital, nilai RSSI rendah bukan berarti adanya kegagalan pengiriman data. Adanya mekanisme pengulangan kembali (retry) dan penguatan (gain) meningkatkan keberhasilan pengiriman data. Gambar 19

24

menunjukan bahwa nilai sinyal radio pada jarak 450 m sebesar -105 dBm yang berarti sangat lemah. Uji regresi linier dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak dan RSSI. Berdasarkan persamaan regresi linier, didapatkan persamaan RSSI = -63.0045-0.1154*Jarak. Persamaan ini bisa diinterpretasikan bahwa, dalam peningkatan jarak sebanyak 1 meter, akan meningkatkan RSSI sebanyak -0.11542. Hal ini berbeda nyata dalam taraf alpha = 5%. Pengujian modul radio XBEE di lapangan akan dilakukan pada ambang batas kemampuan modul radio tersebut untuk mengetahui performa di kondisi paling buruk. Oleh karena itu, berdasarkan uji coba RSSI ini jarak pemasangan antar sensor node dalam kisaran 250 m hingga 400 m.

3.3.2 Uji coba dinamis

Pengujian dinamis dilakukan untuk melihat kinerja instrumen pada kondisi sebenarnya. Uji coba dilakukan di goba Pulau Panggang, Kepulauan Seribu selama 18 Jam. Masing-masing sensor node diletakan seperti pada Gambar 20. Kode C merupakan coordinator; R1 dan R2 merupakan router; dan E1, E2, dan E3 merupakan end device.

Gambar 20 Posisi peletakan sensor node pada uji coba dinamis

Hasil uji coba dinamis ditunjukan oleh tiga kondisi, yaitu keberhasilan pengiriman data, kegagalan jaringan, dan kegagalan hardware/software. Kegagalan jaringan merupakan kegagalan pengiriman data akibat sensor node tidak dapat mengirim paket data karena tidak dapat terhubung dengan jaringan. Sedangkan kegagalan hardware/software menunjukan kegagalan pengiriman akibat kesalahan mekanisme perangkat keras atau perangkat lunak. Gambar 21 menunjukan bahwa

E3 dan R1 behasil mengirimkan data sebanyak 100%. R2 menunjukan keberhasilan pengiriman data sebesar 99.91% dan kegagalan jaringan sebesar 0.09%. E2 Menunjukan keberhasilan pengiriman data sebesar 99.57% dan kegagalan jaringan sebesar 0.43%. E1 berhasil mengirimkan data sebanyak 84.94%, kegagalan hardware/software sebesar 14.29% dan kegagalan jaringan sebesar 0.77%. Kegagalan hardware/software terjadi pada saat-saat terakhir pengujian dilakukan yaitu sekitar pukul 1:00 dini hari. Diperkirakan kegagalan ini terjadi akibat uji dinamis sebelumnya. Pada saat uji dinamis pertama dilakukan jaringan gagal untuk mengirimkan data akibat perangkat lunak yang gagal bekerja. Hasil uji coba dinamis pertama tidak dimasukkan ke dalam pembahasan. Namun pada saat itu jangkar sensor node E1 terseret arus dan kompartemen elektronik tenggelam sedalam 1 m. Hal ini menyebabkan ada sedikit air masuk ke dalam kompartemen elektronik. Bagian yang terkena air laut adalah RTC. Kemungkinan besar sensor node berhenti mengirimkan data akibat RTC yang gagal bekerja dan berhenti mengirimkan sinyal alarm. Kinerja jaringan secara keseluruhan tergolong baik dengan persentase keberhasilan pengiriman data diatas 99% untuk sensor node dengan kondisi baik.

E1 E2 E3 R1 R2 0 20 40 60 80 100 84.94 99.57 100.00 100.00 99.91 14.29 0.09 0.77 0.43

Kegagalan Jaringan Kegagalan Software/Hardware Berhasil

Node P e rs e n ( % )

Gambar 21 Persentase keberhasilan pengiriman data pada uji coba dinamis

Plot suhu permukaan laut (SPL) pada data yang berhasil dikirimkan ditunjukan pada Gambar 22. Pemasangan sensor node dilakukan sekitar pukul 10:30 pagi dan terpasang seluruhnya pada pukul 11:00, sehingga plot dimulai pada saat coordinator menerima data dari seluruh sensor node. Suhu paling tinggi didapat pada pukul 15:00 di R1 dan terendah pada 7:00 di E2. Terlihat adanya perbedaan suhu signifikan antara sensor node yang terpasang di dalam goba dan di luar goba Pulau Panggang. Hal ini disebabkan pada saat siang hari sirkulasi air

26

di dalam goba tidak sedinamis sirkulasi air di luar goba. Akumulasi bahang yang tinggi di dalam goba menjadikan suhu di dalam goba relatif lebih tinggi. Perbedaan suhu yang terjadi kurang lebih sebesar 1.5 ºC. Hal ini menggambarkan sifat instrumen yang memiliki resolusi spasial yang tinggi. Perbedaan suhu dalam luasan yang relatif kecil ini sulit diamati melalui satelit.

Gambar 22 Plot suhu permukaan laut pada saat uji coba lapang dilakukan

Kekurangan instrumen yang dibuat terletak pada sistem Realtime Clock (RTC) yang digunakan. RTC Philips PCF8583 menggunakan clock eksternal dari crystal 32.768 kHz. Crystal jenis ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan layout dari Printed Circuit Board (PCB). Gambar 23 menunjukan perbedaan waktu antara sensor node yang mengirim data dan waktu pada coordinator. Kolom pertama menunjukan tanggal, kedua adalah waktu pengiriman, ketiga adalah waktu penerimaan, keempat adalah asal pengirim data, kelima adalah alamat pengirim data, keenam adalah suhu, dan terakhir RSSI. Contoh data yang direkam dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 23 Baris contoh dari data yang diterima coordinator

Apabila dilihat pada baris ke 192 terdapat anomali pada waktu pengiriman. Waktu pengiriman lebih cepat dibanding waktu penerimaan. Hal ini seharusnya tidak terjadi karena RTC dikalibrasi terlebih dahulu. PCB yang digunakan telah didesain memiliki sistem grounding yang baik untuk meminimalisir derau

terhadap crystal. Kemungkinan terbesar adalah perbedaan suhu lingkungan ketika uji coba lapang yang mempengaruhi laju dari waktu yang tersimpan di RTC. Hal ini dapat mengurangi akurasi waktu pengambilan data.

3.4 Analisis konsumsi daya

Konsumsi daya masing-masing sensor node dipengaruhi oleh tipe dan jumlah transmisi radio yang dilakukan oleh sensor node tersebut. Konsumsi daya yang diperlukan oleh coordinator tentu berbeda dengan end device. Pengukuran konsumsi daya dilakukan menggunakan digital mutimeter Sanwa cd800a dengan pemasangan secara seri antara baterai dan komponen elektronik (Gambar 24). Ada dua kondisi yang diamati, yaitu konsumsi pada saat siaga (idle) dan pada saat ada transmisi radio atau aktif.

Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran konsumsi daya masing-masing sensor node. Coordinator memiliki rata-rata konsumsi daya 67.4 mA pada saat siaga dan 72.5 mA pada saat aktif. Router memiliki rata-rata konsumsi daya 67.4 mA pada saat siaga dan 74.1 mA pada saat aktif. Sedangkan end device memiliki rata-rata konsumsi daya sebesar 22.2 mA pada saat siaga dan 73.6 mA pada saat aktif. Tidak ada beda signifikan antara konsumsi daya coordinator dan router, namun terdapat perbedaan signifikan terhadap end device. Hal ini menunjukkan bahwa mode sleep dari end device mengurangi konsumsi daya kurang lebih sebesar 45 mA pada saat siaga. Namun ketika aktif konsumsi daya dari semua tipe sensor node relatif sama.

Gambar 24 Pengukuran konsumsi daya pada saat siaga (kiri) dan aktif (kanan)

Tabel 4 Hasil pengukuran konsumsi daya

Coordinator 67.4 72.5 67.4 72.5 Router 1 68.1 74.8 67.6 74.1 Router 2 67 73.4 End Device 1 21.9 71.2 22.2 73.6 End Device 2 22.3 77.6 End Device 3 22.3 72

Jenis Node Konsumsi Daya (mA) Rata – Rata Konsumsi Daya (mA)

Siaga Aktif Siaga Aktif

28

mengetahui pola transmisi radio dari masing-masing sensor node. Selama rentang waktu 1 menit pola transmisi radio masing-masing sensor node diamati. Coordinator memiliki pola transmisi yaitu menerima 5 paket data dalam 1 menit (Gambar 25). Setiap penerimaan paket data diasumsikan membutuhkan waktu dua detik. Router dan end device dalam satu menit mengirimkan data sebanyak satu kali. Perbedaan terdapat pada konsumsi daya pada saat siaga dan waktu yang dibutuhkan masing-masing sensor node untuk mengirimkan data. Diasumsikan pengiriman data pada router membutuhkan waktu tiga detik (Gambar 26), sedangkan end device 10 detik (Gambar 27). Hal ini disebabkan router selalu terhubung dengan jaringan, sedangkan end device membutuhkan waktu untuk terkoneksi dengan jaringan ketika berubah dari mode sleep ke mode aktif.

0 10 20 30 40 50 60 65 66 67 68 69 70 71 72 73 T (Detik) K o n s u m s i D a y a ( m A )

Gambar 25 Model konsumsi daya coordinator

0 10 20 30 40 50 60 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 T (Detik) K o n s u m s i D a y a ( m A ) Gambar 26 Model konsumsi daya router

0 10 20 30 40 50 60 0 20 40 60 80 T (Detik) K o n s u m s i D a y a ( m A )

Gambar 27 Model konsumsi daya end device

Setelah diketahui model konsumsi daya dari masing-masing sensor node diketahui, konsumsi daya dapat diperoleh melalui Persamaan 3. Sehingga daya tahan baterai dapat diperoleh melalui Persamaan 4.

̄I=( ̄Isiaga×Tsiaga)+( ̄Iaktif×Taktif)

60 (3)

Tbattery=Kapasitas Baterai

̄I = 2700

̄I (4)

Dimana Isiagā adalah konsumsi daya rata-rata instrumen pada kondisi siaga dalam satuan mA, Tsiaga waktu instrumen pada kondisi siaga dalam satuan detik, Iaktif̄ adalah konsumsi daya rata-rata instrumen pada kondisi aktif dalam satuan mA, dan Taktif waktu instrumen pada kondisi aktif dalam satuan detik.

Tabel 5 Hasil penghitungan konsumsi daya dan daya tahan baterai

Coordinator 68.1 39.7

Router 67.9 39.8

End Device 30.7 87.8

Jenis Node

Konsumsi Daya Rata-Rata per Menit

(mA)

Daya Tahan Baterai (Jam)

Hasil penghitungan konsumsi daya dan daya tahan baterai dapat dilihat pada Tabel 5. Coordinator dan router memiliki konsumsi daya rata-rata per menit yang hampir sama sebesar 68.1 mA dan 67.9 mA, sedangkan untuk end device sebesar 30.7 mA. Hal ini signifikan berpengaruh terhadap daya tahan baterai dari ketiga

Dokumen terkait