• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang bangun dan uji coba instrumen sistem buoy menggunakan A-WSN protokol zigbee di perairan pesisir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang bangun dan uji coba instrumen sistem buoy menggunakan A-WSN protokol zigbee di perairan pesisir"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BUOY MENGGUNAKAN A-WSN PROTOKOL ZIGBEE

DI PERAIRAN PESISIR

ACTA WITHAMANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun dan Uji Coba Instrumen Sistem Buoy Menggunakan A-WSN Protokol ZigBee di Perairan Pesisir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada pergutuan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(4)

RINGKASAN

ACTA WITHAMANA. Rancang Bangun dan Uji Coba Instrumen Sistem Buoy Menggunakan A-WSN Protokol ZigBee di Perairan Pesisir. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO

Luasnya perairan laut dan lingkungan laut yang tidak bersahabat menimbulkan tantangan tersendiri untuk diobservasi. Akses yang sulit dan faktor cuaca menyebabkan lokasi pengamatan di daerah laut memerlukan perencanaan yang baik. Pemahaman tentang laut dan segala fenomena di dalamnya diperlukan bagi para pemangku kepentingan di bidang klimatologi, perikanan, pelabuhan, manajemen daerah pesisir, ketahanan negara, institusi kesehatan publik, pemerhati lingkungan, dan migas. Ekosistem pesisir yang terdiri dari estuaria, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang merupakan ekosistem dengan produktifitas tinggi dan memiliki beragam fungsi. Masing-masing komponen dalam ekosistem pesisir saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Tekanan yang tinggi akibat aktivitas manusia menjadikan ekosistem ini sangat rentan terhadap kerusakan.

Wahana mooring buoy atau buoy tertambat merupakan salah satu opsi untuk observasi laut secara otomatis. Seperangkat instrumen beserta sistem transmisi data dipasang untuk melakukan pengukuran secara otomatis. Wahana ini telah terbukti keberhasilannya dalam mempelajari iklim skala global seperti buoy TAO/TRITON. Akan tetapi, rancangan sistem buoy laut lepas tidak cocok untuk diaplikasikan di daerah pesisir akibat ukuran yang besar sehingga biaya keseluruhan menjadi tinggi. Seiring dengan perkembangan teknologi, lahirlah konsep Aerial Wireless Sensor Network (A-WSN). Konsep WSN yang efisien dalam penggunaan energi dan bisa membentuk sebuah jaringan dapat dimanfaatkan sistem instrumen buoy untuk daerah pesisir. Sebuah sistem sensor yang berukuran kecil, murah, dan kokoh akan menjadi sebuah sistem buoy ideal dan memiliki resolusi temporal serta spasial yang baik. Penelitian ini berusaha mengembangkan sebuah instrumen buoy sebanyak enam buah menggunakan A-WSN protokol ZigBee untuk mengamati parameter suhu permukaan laut (SPL) di daerah pesisir.

Wahana buoy yang dibuat memiliki kestabilan yang baik pada pengujian statis dan dinamis. Buoy ini masih memiliki daya muatan sebesar 6 kg dari total daya muatan sebesar 23 kg untuk penambahan berbagai instrumen. Jaringan A-WSN sukses mengirimkan data sebesar 100% untuk seluruh sensor node pada uji coba statis. Pengujian dinamis menunjukan kinerja yang baik dengan tingkat keberhasilan 100% untuk R1, 99.91% untuk R2, 84.94% untuk E1, 99.57% untuk E2, dan 100% untuk E3. Analisis konsumsi daya dilakukan untuk mengetahui daya tahan baterai. Diperoleh hasil daya tahan baterai sebesar 39.7 jam untuk coordinator, 39.8 jam untuk router, dan 87.8 untuk end device. Sistem instrumen ini terbukti dapat bekerja dengan baik untuk mengamati parameter SPL Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

(5)

ACTA WITHAMANA Design, Construction and Sea Trial of Buoy System using A-WSN ZigBee Protocol for in Coastal Waters. Supervised by INDRA JAYA and TOTOK HESTIRIANOTO

Ocean observation has become a challenge due to it's vast and rough condition. Limited access and unpredictable weather makes the ocean observation require a good plan. Understanding about the sea and its phenomenon is a key factor for many fields including climatology, fisheries, port management, coastal management, national resilience, public health institution, environmental assessment, and oil and gas company. Coastal ecosystem consisting of estuary, mangrove and seagrass are the ecosystem which has high primary productivity and many ecological functions. Each component in coastal ecosystem is closely related. Human activity put stress on this environment and makes it very fragile.

Mooring buoy has been used as one of the options to monitor ocean autonomously. In this study, the instruments and telemetry system are installed in a specially designed buoy for automatic sampling. Mooring buoy has succeed in global climate study, for example is TAO/TRITON bouy. However the big dimension in the existing buoy system is not suitable for coastal ecosystem monitoring. Energy efficient system in Aerial Wireless Sensor Network (A-WSN) is applicable for coastal ecosystem monitoring buoy system. A small-size instrument, low cost, and durable can become ideal solution for a mooring buoy system, and also has advantage in term of spatial and temporal resolution. This research aim is to develop six mooring buoy instrument based on A-WSN ZigBee protocol for monitoring sea surface temperature.

The design and construction of buoy platform has shown good stability both in static and dynamic test. The remaining 6 kg carrying capacity of the buoy is available from total 23 kg buoyancy for additional instrument. A-WSN performance shows 100% successful in data transmitting for static test. Dynamic test shows good performance with 100% success ratio for R1, 99.91% for R2, 84.94% for E1, 99.57% for E2, and 100% for E3. Power consumption analysis has been done for battery endurance test. The results are 39.7 hours for coordinator, 39.8 hours for router, and 87.8 hours for end device. The sea trial of the buoy shown a good performance for sea surface temperature monitoring in Panggang Island, Seribu Islands.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

BUOY MENGGUNAKAN A-WSN PROTOKOL ZIGBEE

DI PERAIRAN PESISIR

ACTA WITHAMANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Rancang Bangun dan Uji Coba Instrumen Sistem Buoy Menggunakan A-WSN Protokol ZigBee di Perairan Pesisir

Nama : Acta Withamana

NIM : C552100021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Indra Jaya Dr Ir Totok Hestirianoto, M S c Utama Anggota

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Dr Ir Jonson L. Gaol, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(11)

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas semua Rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Rancang Bangun dan Uji Coba Instrumen Sistem Buoy Menggunakan A-WSN Protokol ZigBee di Perairan Pesisir diajukan sebagai judul tesis yang dibahas dalam penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr Indra Jaya, MSc dan Dr Ir Totok Hestirianoto, MSc selaku dosen pembimbing. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada orang tua dan keluarga yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Tak lupa ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Sachnaz Desta Oktarina yang membuat hari-hari penulis menjadi lebih berwarna.

Penulis berharap tesis ini dapat berguna baik bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain.

Juli 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Perumusan masalah 2

1.3 Tujuan penelitian 6

1.4 Hipotesis 6

2 METODE PENELITIAN 7

2.1 Waktu dan Lokasi 7

2.2 Bahan penelitian 7

2.3 Peralatan penelitian 7

2.4 Prosedur penelitian 7

3 HASIL 10

3.1 Wahana apung 10

3.2 Instrumen 13

3.3 Uji coba jaringan 20

3.4 Analisis konsumsi daya 27

4 PEMBAHASAN 30

5 SIMPULAN DAN SARAN 31

5.1 Simpulan 31

5.2 Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 34

(13)

1 Jenis teknologi nirkabel yang berkembang saat ini 5

2 Hasil uji coba kondisi diam 21

3 Hasil uji coba multihop 23

4 Hasil pengukuran konsumsi daya 27

5 Hasil penghitungan konsumsi daya dan daya tahan baterai 29

DAFTAR GAMBAR

1 Peta sebaran buoy di seluruh dunia 2

2 Skema umum sistem observasi laut menggunakan mooring buoy 3

3 Topologi jaringan ZigBee 6

4 Diagram alir penelitian 8

5 Diagram perancangan perangkat keras 8

6 Rancangan wahana buoy 10

7 Uji kestabilan wahana buoy di watertank Laboratorium AIK 12 8 Kinerja wahana apung teruji dengan baik di P.Panggang 12

9 Dimensi kompartemen elektronik 13

10 Skematik rangkaian instrumen 14

11 Papan sirkuit hasil layout, (a) tampak atas, (b) tampak bawah 16 12 Perangkat keras yang telah terpasang dalam kompartemen elektronik 16 13 Diagram alir dari perangkat tegar coordinator 18

14 Diagram alir dari perangkat tegar router 19

15 Diagram alir dari perangkat tegar end device 20

16 Peletakan sensor node pada uji coba kondisi diam 21 17 Peletakan sensor node pada uji coba multihop tanpa router 22 18 Peletakan sensor node pada uji coba multihop dengan router 22

19 Nilai RSSI terhadap perubahan jarak 23

20 Posisi peletakan sensor node pada uji coba dinamis 24 21 Persentase keberhasilan pengiriman data pada uji coba dinamis 25 22 Plot suhu permukaan laut pada saat uji coba lapang dilakukan 26 23 Baris contoh dari data yang diterima coordinator 26 24 Pengukuran konsumsi daya pada saat siaga (kiri) dan aktif (kanan) 27

25 Model konsumsi daya coordinator 28

26 Model konsumsi daya router 28

27 Model konsumsi daya end device 29

28 Jaringan observasi oseanografi ideal 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesifikasi Atmega 328P 34

2 Spesifikasi Modul Radio Xbee-PRO (SB2) 35

3 Spesifikasi PCF8583 36

4 Spesifikasi DS1820B 37

(14)

31

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Instrumen dangan wahana buoy berbasis komunikasi Aerial Wireless Sensor Network (A-WSN) dengan protokol ZigBee memiliki kinerja yang sangat baik. Wahana buoy yang dibuat teruji sangat stabil baik pada uji coba statis maupun dinamis. Daya muatan yang dimiliki buoy adalah sebesar 23 kg, dan beban muatan buoy adalah sebesar kurang lebih 12 kg. Masih ada ruang sekitar 6 kg untuk penambahan sensor apabila dilakukan penyesuaian pada posisi beban dan beban penyeimbang. Komunikasi radio A-WSN juga memiliki kinerja yang sangat baik. Hal ini ditunjukan dengan rasio kegagalan yang rendah baik pada pada uji coba statis maupun uji coba dinamis. Uji coba statis memiliki tingkat keberhasilan pengiriman paket data sebesar 100%, sedangkan tingkat keberhasilan pada uji coba dinamis bervariasi antara 84% hingga 100%. Konsumsi daya instrumen yang dibuat sangat bergantung pada jenis sensor node. Coordinator dan router memiliki konsumsi daya yang relatif sama yaitu sebesar 67.4 mA dan 67.6 mA pada kondisi siaga, serta 72.5 mA dan 74.1 mA pada kondisi aktif. End device memiliki konsumsi daya sebesar 22.2 mA pada kondisi siaga dan 73.6 mA pada kondisi aktif. Perbedaan yang signifikan antara end device dan coordinator ataupun router adalah akibat penggunaan mode sleep yang dapat menghemat daya lebih baik. Hasil penghitungan daya tahan baterai berdasarkan konsumsi daya adalah berturut-turut sebesar 39.7 jam, 39.8 jam dan 87.8 jam untuk coordinator, router, dan end device. Instrumen ini dapat dijadikan opsi tambahan untuk pengamatan pesisir yang real-time dan memiliki resolusi spasial yang tinggi. Aplikasi nyata instrumen ini akan maksimal ketika keseluruhan sistem pendukung seperti koneksi internet, server database atau cloud server, dan aplikasi untuk pengguna tingkat akhir dikembangkan dengan baik. Aplikasi instrumen juga tidak hanya terbatas untuk aplikasi observasi lingkungan saja, namun juga untuk kegiatan industri seperti precision aquaculture.

5.2 Saran

(15)

4. PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa instrumen memiliki potensi untuk diaplikasikan pada daerah pesisir. Penelitian ini mengobservasi parameter tunggal, namun tidak menutup kemungkinan untuk ditambah sensor lain. Terdapat dua gerbang ADC dan satu buah komunikasi serial untuk penambahan sensor. Dimensi yang kecil dan konsumsi daya instrumen yang rendah menjadikan instrumen ini ideal untuk dipasang di daerah pesisir.

Teknologi sensor cerdas dan murah serta wireless sensor network semakin berkembang 10 tahun terakhir. Albaladejo (2010) telah merangkum beberapa riset yang mengaplikasikan teknologi WSN untuk observasi lingkungan perairan. Sejak tahun 2005 hingga 2010 terdapat 12 riset dengan waktu pengamatan bervariasi mulai satu minggu hingga dua tahun. Riset dengan keberlanjutan paling baik adalah Great Barrier Reef Ocean Observing System (GBROOS) di Australia yang berhasil bekerja selama dua tahun (2008-2010) dan berhasil mengumpulkan data 8.6 miliar data. Tidak ada satu pun penelitian tentang WSN untuk monitoring lingkungan pesisir yang dilakukan di Indonesia.

Konsep pengembangan WSN bukan untuk menggantikan sistem telekomunikasi yang ada, namun saling melengkapi. WSN digunakan untuk efisiensi energi terhadap jarak transmisi. Observasi parameter-parameter fisik dan kimia laut tidak membutuhkan kecepatan dan bandwidth yang lebar, namun membutuhkan jaringan yang dapat diandalkan. Sedangkan agar data dapat digunakan oleh pengguna akhir (end user) diperlukan gateway yang terhubung dengan internet atau cloud server. Koneksi internet dapat diperoleh menggunakan teknologi GSM/GPRS/LTE atau komunikasi satelit yang telah ada. Konsep sistem monitoring oseanografi ideal dapat dilihat pada Gambar 28.

(16)

10

3 HASIL

3.1 Wahana apung

Mooring buoy atau buoy tertambat pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengapung diatas permukaan air yang kemudian diikat pada sebuah jangkar. Aplikasi dari buoy tertambat bervariasi, mulai dari penanda seorang penyelam, alat bantu navigasi kapal, hingga jangkar permanen sebuah kapal pesiar. Beberapa parameter penting dari sebuah wahana buoy tertambat adalah kestabilan, keseimbangan, dan kemampuan kembali ke kondisi seimbang (Jordán dan Beltrán-Aguedo 2004).

Desain buoy yang dibuat dirancang khusus untuk daerah pesisir. Perairan di wilayah ini relatif lebih dangkal dan terlindungi dibandingkan laut lepas. Rancangan buoy harus mampu membawa beban instrumen serta memiliki kestabilan yang baik. Buoy juga dirancang agar tidak terlalu berat agar memudahkan ketika mobilisasi. Gambar 6 merupakan desain buoy secara keseluruhan. Bahan yang digunakan pada tiang penyangga adalah pipa stainless steel 304 dengan diameter 1/2 inch ANSI schedule 40. Bagian pelampung adalah plastik dengan diameter 35 cm dengan tebal 5mm lalu kemudian di isi polyurethane foam. Pengisian pelampung dengan busa dilakukan agar apabila terjadi kebocoran wahana pelampung tidak langsung tenggelam. Ada dua parameter yang diperhatikan dalam pembuatan wahana apung yakni daya apung dan kestabilan.

(17)

3.1.1 Gaya apung

Gaya apung merupakan gaya keatas yang dihasilkan dari volume air yang dipindahkan dari ruang kosong pada bagian yang terendam air. Gaya apung dari wahana apung yang dibuat diperoleh dari pelampung plastik berbentuk bola yang diisi oleh polyurethane foam. Gaya apung maksimum sebuah buoy dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1.

Fb=Vb×ρ×g (1)

Fb merupakan gaya apung sebuah buoy dalam satuan Newton, Vb merupakan volume buoy yang terendam air, ρ merupakan densitas air laut, dan g merupakan percepatan gravitasi bumi. Gaya apung maksimum dihitung dengan mengasumsikan pelampung terendam seluruhnya di dalam air. Diketahui diameter pelampung adalah 35 cm sehingga memiliki jari-jari 0.175 m. Menggunakan Persamaan 3.2 diperoleh volume dari pelampung plastik yang digunakan.

Vb=4

π×r 3

(2)

Sehingga diperoleh nilai volume pelampung plastik sebesar :

Vb=4

3×3.1415927×0.175 3

=0.02245m3

Menggunakan densitas rata air laut sebesar 1027 kg/m3 dan percepatan gravitasi bumi rata-rata 9.8 m/s, maka dengan Persamaan 1 diperoleh gaya apung sebesar :

Fb=0.02245×1027×9.8=225.9503N

Apabila dikonversi menjadi massa, maka jumlah beban maksimum yang dapat ditampung buoy tersebut adalah kurang lebih sebesar 23 kg. Beban keseluruhan wahana buoy saat ini kurang lebih sebesar 12 kg. Apabila dilakukan pengaturan beban penyeimbang dan posisi beban di atas buoy masih ada ruang sebesar kurang lebih 6 kg untuk penambahan instrumen.

3.1.2 Kestabilan wahana apung

(18)

12

wahana buoy terhadap kestabilan didasarkan berdasarkan pengamatan visual. Wahana yang dibuat harus bisa menampung beban muatan, berdiri tegak dan tidak miring, serta kembali ke posisi semula ketika mendapat tekanan dari gelombang. Uji coba kestabilan wahana buoy dilakukan di watertank Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, FPIK, IPB (Gambar 7). Hasil uji coba menunjukan bahwa wahana buoy sangat stabil. Hal ini diperoleh dengan penambahan beban pemberat seberat 8 kg agar titik gravitasi semakin ke bawah. Uji coba lapang di P. Panggang juga menunjukan kinerja yang baik dari wahana apung (Gambar 8). Selama pengujian, tidak ada wahana apung yang miring, tenggelam, terbawa gelombang dan stabil. Dimensi wahana apung yang relatif kecil memudahkan ketika distribusi instrumen berlangsung. Satu buah kapal kecil mampu membawa ke enam instrumen sekaligus.

Gambar 7 Uji kestabilan wahana buoy di watertank Laboratorium AIK

Gambar 8 Kinerja wahana apung teruji dengan baik di P.Panggang

3.1.3 Kompartemen elektronik

(19)

Protection (IP) merupakan standar internasional sebuah kompartemen elektronik. Angka enam pada kode IP68 memiliki arti debu tidak bisa masuk ke dalam kompartemen, sedangkan angka delapan memiliki arti kompartemen ini tidak akan kemasukan air hingga kedalaman satu meter. Dengan standar proteksi ini dipastikan air tidak akan masuk melalui celah penutup karena terdapat segel yang terbuat dari karet sintetis. Lubang untuk antena dan kabel sensor pada bagian bawah juga dilengkapi cable gland yang juga memiliki standar IP68. Standar proteksi ini digunakan agar air hujan maupun cipratan air laut tidak masuk dan merusak komponen elektronik. Selain harus kokoh, kompartemen plastik ini juga dirancang agar memudahkan dalam perawatan. Mekanisme bongkar pasang dilakukan menggunakan empat buah baut dan mur stainless steel berdiameter 4mm.

Gambar 9 Dimensi kompartemen elektronik

3.2 Instrumen

Instrumen dirancang dalam dua bagian utama, yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan perangkat tegar (firmware).

3.2.1 Perangkat keras

(20)

14

(21)

Universal synchronous/asynchronous receiver/transmitter (USART) merupakan sistem komunikasi serial antar perangkat digital. Penelitian kali ini menggunakan USART ini untuk berkomunikasi dengan modul radio XBEE. Terdapat dua buah pin yang digunakan untuk menggunakan sistem komunikasi ini, yaitu RXD dan TXD. RXD merupakan pin untuk menerima data sedangkan TXD untuk mengirim data. Ketika dihubungkan dengan XBEE, pin ini harus saling bersilangan untuk pemasanganya. RXD mikrokontroler dihubungkan kepada TXD XBEE dan sebaliknya. Konfigurasi UART yang digunakan adalah kecepatan transfer data 9600, data bit = 8, stop bit =1, dan parity bit = none.

I2C atau Inter-Integrated Circuit merupakan antar muka dua kabel yang dikembangkan Philips. Antarmuka ini digunakan untuk berkomunikasi dengan RTC PCF8583 untuk menyimpan tanggal dan waktu. Mikrokontroler pada antarmuka ini berperan sebagai master dan PCF8583 sebagai slave. Kelebihan dari I2C diantaranya adalah: hanya membutuhkan dua jalur untuk komunikasi; komunikasi master-slave yang sederhana; tidak memerlukan baud-rate seperti halnya RS-232, master yang menghasilkan pulsa clock; setiap perangkat memiliki penanda digital (ID) yang unik; serta mampu terdapat lebih dari satu master dalam jalur data. . Jumlah pin yang digunakan berjumlah dua buah, yaitu SDA dan SCL dan pemasangannya tidak terbalik pada perangkat digital yang lain.

Komunikasi dengan micro SD card digunakan antarmuka SPI. Ada tiga macam cara berkomunikasi dengan SD card, yaitu : (1). One-bit SD mode; (2). Four-bit SD mode; (3). SPI (Serial Peripheral Interface) mode. Cara komunikasi yang terakhir merupakan cara termudah karena protokolnya mudah dipelajari, tersedia dokumentasi, dan berlisensi gratis. Sehingga komunikasi yang umum digunakan menggunakan mikrokontrer adalah SPI mode. Serial Peripheral Interface (SPI) merupakan jalur data serial synchronous yang biasa terdapat dapat pada mikroprosesor Motorola. Jalur data ini menjadi sangat populer sehingga mikrokontroler lain juga mendukung, termasuk AVR. SPI sanggup mengirim data hingga kecepatan 3Mhz.

Sensor suhu yang digunakan adalah DS1820B versi anti air (Lampiran 4). Sensor ini dapat dicelup ke dalam air tanpa mengalami kerusakan. Sistem komunikasi yang digunakan adalah 1-wire interface. Antar muka ini merupakan buatan Dallas Semiconductor yang mirip dengan I2C. Hanya saja, kebutuhan pin lebih sedikit, yaitu satu buah, memiliki kecepatan yang lebih rendah, namun jarak jangkauan yang lebih jauh.

(22)

16

(a)

(b)

Gambar 11 Papan sirkuit elektronik hasil layout, (a) tampak atas, (b) tampak bawah

Gambar 12 Perangkat keras yang telah terpasang dalam kompartemen elektronik

Kotak Baterai NiMH 4x1.2 V 2700mAH

(23)

Setelah desain perangkat keras selesai dibuat, skematik elektronik dibuat menggunakan perangkat lunak EAGLE 6.4.0. Kemudian dari skematik yang dibuat tersebut, dirancanglah papan sirkuit elektronik (Gambar 11). Papan sirkuit ini memiliki spesifikasi bahan substrat FR4 epoxy, dual-layer, plate tin through hole serta memiliki soldermask. Penggunaan soldermask adalah untuk menghindari terjadinya short circuit antar jalur PCB. Komponen yang digunakan sebagian besar berupa tipe surface mount device (SMD) yang berukuran sangat kecil. Walaupun efisien dalam pemakaian tempat, namun komponen SMD memerlukan keterampilan khusus dalam penyolderan. Jarak antar kaki komponen yang sangat rapat menjadikan komponen SMD rentan konslet. Teknik penyolderan menggunakan pasta soldering flux dapat mencegah terjadinya konslet dan oksidasi pada timah solder. Hasil maksimal diperoleh melalui proses trial and error. Dimensi akhir papan sirkuit elektronik memiliki panjang 7 cm dan lebar 5.5 cm. Gambar 12 adalah papan sirkuit elektronik yang telah dipasang komponen lengkap dan dimasukan ke dalam kompartemen elektronik.

3.2.2 Perangkat tegar (firmware)

(24)

18

Gambar 13 Diagram alir dari perangkat tegar coordinator

Perangkat tegar yang dirancang untuk coordinator memiliki diagram alir seperti pada Gambar 13. Karena konfigurasi jaringan sudah dilakukan secara otomatis oleh modul radio XBEE, perangkat tegar yang dibuat berfungsi untuk menerima data melalui UART dan merekamnya ke dalam micro SDcard. Mikrokontroler ATmega 328P akan menginisialisasi RTC dan micro SDcard pada saat pertama kali perangkat keras dinyalakan. Kemudian berdasarkan informasi waktu yang diperoleh dari RTC, dibuat file .txt pada micro SDcard. Selanjutnya mikrokontroler akan menunggu data tersedia di jalur UART, dan apabila sesuai dengan format data API frame maka data UART akan diterjemahkan dan direkam dalam file .txt pada micro SDcard. Lalu mikrokontroler akan meminta nilai RSSI transmisi radio terakhir dan kemudian merekam nilai RSSI tersebut ke file .txt.

(25)

dan kemudian akan melakukan pengukuran suhu, menyimpan serta mengirimkan ke coordinator. Pengukuran dan pengiriman suhu dilakukan secara digital sehingga galat akibat pengiriman data melalui gelombang radio dapat dihindari. Lalu mikrokontroler akan meminta nilai RSSI transmisi radio terakhir dan kemudian merekam nilai RSSI tersebut ke file .txt.

Gambar 14 Diagram alir dari perangkat tegar router

(26)

20

Gambar 15 Diagram alir dari perangkat tegar end device

3.3 Uji coba jaringan 3.3.1 Uji coba statis

(27)

keras dan perangkat tegar. Masing-masing instrumen diletakan satu meter diatas tanah dan dinyalakan selama satu jam dengan interval pencuplikan 30 detik.

Gambar 16 Peletakan sensor node pada uji coba kondisi diam

Tabel 2 Hasil uji statis 1

Sensor Node Max. Retries

R1 107 0 100 0 -67.05

R2 181 0 100 1 -63.89

E1 116 0 100 1 -63.59

E2 109 0 100 1 -63.94

E3 107 0 100 1 -64.76

Terkirim Gagal Persentase Rerata RSSI

(dBm)

Tabel 2 menunjukan hasil uji statis 1. Persentase pengiriman data seluruh sensor node sebesar 100%. Nilai rerata RSSI relatif seragam pada kisaran -63 dBm hingga -67 dBm karena jarak peletakan yang juga relatif seragam. Hal ini menunjukan performa yang baik dari instrumen. Perangkat keras dan perangkat tegar berfungsi dengan baik dalam mengukur suhu, menyimpan data dan mengirimkan data.

(28)

22

statis 2 ini dilakukan dengan meletakan sensor node dengan kondisi tanpa router (Gambar 17) dan dengan router (Gambar 18). Lokasi end device diletakkan pada secara berpindah pada titik 1 hingga 4 dengan pencuplikan selama empat menit pada setiap titik.

Gambar 17 Peletakan sensor node pada uji coba statis 2 tanpa router

Gambar 18 Peletakan sensor node pada uji coba statis 2 dengan router

(29)

memungkinkan router untuk berkomunikasi baik dengan coordinator maupun end device tanpa halangan. Uji statis 2 dengar router menunjukan keberhasilan pengiriman paket data pada lokasi keempat seperti terlihat pada Tabel 3. Nilai RSSI yang relatif konstan juga menunjukan bahwa data yang diterima di coordinator berasal dari satu sensor node yang memiliki lokasi tetap, yaitu router. Uji ini menunjukan bahwa mekanisme multihop bekerja dengan baik dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dikembangkan.

Tabel 3 Hasil uji statis 2

Lokasi Tanpa Router Dengan Router

Persentase Persentase

Gambar 19 Nilai RSSI terhadap perubahan jarak

(30)

24

menunjukan bahwa nilai sinyal radio pada jarak 450 m sebesar -105 dBm yang berarti sangat lemah. Uji regresi linier dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak dan RSSI. Berdasarkan persamaan regresi linier, didapatkan persamaan RSSI = -63.0045-0.1154*Jarak. Persamaan ini bisa diinterpretasikan bahwa, dalam peningkatan jarak sebanyak 1 meter, akan meningkatkan RSSI sebanyak -0.11542. Hal ini berbeda nyata dalam taraf alpha = 5%. Pengujian modul radio XBEE di lapangan akan dilakukan pada ambang batas kemampuan modul radio tersebut untuk mengetahui performa di kondisi paling buruk. Oleh karena itu, berdasarkan uji coba RSSI ini jarak pemasangan antar sensor node dalam kisaran 250 m hingga 400 m.

3.3.2 Uji coba dinamis

Pengujian dinamis dilakukan untuk melihat kinerja instrumen pada kondisi sebenarnya. Uji coba dilakukan di goba Pulau Panggang, Kepulauan Seribu selama 18 Jam. Masing-masing sensor node diletakan seperti pada Gambar 20. Kode C merupakan coordinator; R1 dan R2 merupakan router; dan E1, E2, dan E3 merupakan end device.

Gambar 20 Posisi peletakan sensor node pada uji coba dinamis

(31)

E3 dan R1 behasil mengirimkan data sebanyak 100%. R2 menunjukan keberhasilan pengiriman data sebesar 99.91% dan kegagalan jaringan sebesar 0.09%. E2 Menunjukan keberhasilan pengiriman data sebesar 99.57% dan kegagalan jaringan sebesar 0.43%. E1 berhasil mengirimkan data sebanyak 84.94%, kegagalan hardware/software sebesar 14.29% dan kegagalan jaringan sebesar 0.77%. Kegagalan hardware/software terjadi pada saat-saat terakhir pengujian dilakukan yaitu sekitar pukul 1:00 dini hari. Diperkirakan kegagalan ini terjadi akibat uji dinamis sebelumnya. Pada saat uji dinamis pertama dilakukan jaringan gagal untuk mengirimkan data akibat perangkat lunak yang gagal bekerja. Hasil uji coba dinamis pertama tidak dimasukkan ke dalam pembahasan. Namun pada saat itu jangkar sensor node E1 terseret arus dan kompartemen elektronik tenggelam sedalam 1 m. Hal ini menyebabkan ada sedikit air masuk ke dalam kompartemen elektronik. Bagian yang terkena air laut adalah RTC. Kemungkinan besar sensor node berhenti mengirimkan data akibat RTC yang gagal bekerja dan berhenti mengirimkan sinyal alarm. Kinerja jaringan secara keseluruhan tergolong baik dengan persentase keberhasilan pengiriman data diatas 99% untuk sensor node dengan kondisi baik.

E1 E2 E3 R1 R2

Kegagalan Jaringan Kegagalan Software/Hardware Berhasil

Node

Gambar 21 Persentase keberhasilan pengiriman data pada uji coba dinamis

(32)

26

di dalam goba tidak sedinamis sirkulasi air di luar goba. Akumulasi bahang yang tinggi di dalam goba menjadikan suhu di dalam goba relatif lebih tinggi. Perbedaan suhu yang terjadi kurang lebih sebesar 1.5 ºC. Hal ini menggambarkan sifat instrumen yang memiliki resolusi spasial yang tinggi. Perbedaan suhu dalam luasan yang relatif kecil ini sulit diamati melalui satelit.

Gambar 22 Plot suhu permukaan laut pada saat uji coba lapang dilakukan

Kekurangan instrumen yang dibuat terletak pada sistem Realtime Clock (RTC) yang digunakan. RTC Philips PCF8583 menggunakan clock eksternal dari crystal 32.768 kHz. Crystal jenis ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan layout dari Printed Circuit Board (PCB). Gambar 23 menunjukan perbedaan waktu antara sensor node yang mengirim data dan waktu pada coordinator. Kolom pertama menunjukan tanggal, kedua adalah waktu pengiriman, ketiga adalah waktu penerimaan, keempat adalah asal pengirim data, kelima adalah alamat pengirim data, keenam adalah suhu, dan terakhir RSSI. Contoh data yang direkam dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 23 Baris contoh dari data yang diterima coordinator

(33)

terhadap crystal. Kemungkinan terbesar adalah perbedaan suhu lingkungan ketika uji coba lapang yang mempengaruhi laju dari waktu yang tersimpan di RTC. Hal ini dapat mengurangi akurasi waktu pengambilan data.

3.4 Analisis konsumsi daya

Konsumsi daya masing-masing sensor node dipengaruhi oleh tipe dan jumlah transmisi radio yang dilakukan oleh sensor node tersebut. Konsumsi daya yang diperlukan oleh coordinator tentu berbeda dengan end device. Pengukuran konsumsi daya dilakukan menggunakan digital mutimeter Sanwa cd800a dengan pemasangan secara seri antara baterai dan komponen elektronik (Gambar 24). Ada dua kondisi yang diamati, yaitu konsumsi pada saat siaga (idle) dan pada saat ada transmisi radio atau aktif.

Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran konsumsi daya masing-masing sensor node. Coordinator memiliki rata-rata konsumsi daya 67.4 mA pada saat siaga dan 72.5 mA pada saat aktif. Router memiliki rata-rata konsumsi daya 67.4 mA pada saat siaga dan 74.1 mA pada saat aktif. Sedangkan end device memiliki rata-rata konsumsi daya sebesar 22.2 mA pada saat siaga dan 73.6 mA pada saat aktif. Tidak ada beda signifikan antara konsumsi daya coordinator dan router, namun terdapat perbedaan signifikan terhadap end device. Hal ini menunjukkan bahwa mode sleep dari end device mengurangi konsumsi daya kurang lebih sebesar 45 mA pada saat siaga. Namun ketika aktif konsumsi daya dari semua tipe sensor node relatif sama.

Gambar 24 Pengukuran konsumsi daya pada saat siaga (kiri) dan aktif (kanan)

Tabel 4 Hasil pengukuran konsumsi daya

Coordinator 67.4 72.5 67.4 72.5

Jenis Node Konsumsi Daya (mA) Rata – Rata Konsumsi Daya (mA)

Siaga Aktif Siaga Aktif

(34)

28

mengetahui pola transmisi radio dari masing-masing sensor node. Selama rentang waktu 1 menit pola transmisi radio masing-masing sensor node diamati. Coordinator memiliki pola transmisi yaitu menerima 5 paket data dalam 1 menit (Gambar 25). Setiap penerimaan paket data diasumsikan membutuhkan waktu dua detik. Router dan end device dalam satu menit mengirimkan data sebanyak satu kali. Perbedaan terdapat pada konsumsi daya pada saat siaga dan waktu yang dibutuhkan masing-masing sensor node untuk mengirimkan data. Diasumsikan pengiriman data pada router membutuhkan waktu tiga detik (Gambar 26), sedangkan end device 10 detik (Gambar 27). Hal ini disebabkan router selalu terhubung dengan jaringan, sedangkan end device membutuhkan waktu untuk terkoneksi dengan jaringan ketika berubah dari mode sleep ke mode aktif.

0 10 20 30 40 50 60

Gambar 25 Model konsumsi daya coordinator

(35)

0 10 20 30 40 50 60

Gambar 27 Model konsumsi daya end device

Setelah diketahui model konsumsi daya dari masing-masing sensor node diketahui, konsumsi daya dapat diperoleh melalui Persamaan 3. Sehingga daya tahan baterai dapat diperoleh melalui Persamaan 4.

̄I=( ̄Isiaga×Tsiaga)+( ̄Iaktif×Taktif) detik, Iaktif̄ adalah konsumsi daya rata-rata instrumen pada kondisi aktif dalam satuan mA, dan Taktif waktu instrumen pada kondisi aktif dalam satuan detik.

Tabel 5 Hasil penghitungan konsumsi daya dan daya tahan baterai

(36)

7

2 METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga Mei 2013. Perancangan dan pembuatan instrumen dilaksanakan di Laboratorium Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji coba statis dilakukan di Gymnasium IPB dan watertank Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan (AIK), sedangkan uji coba dinamis dilaksanakan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

2.2 Bahan Penelitian

Terdapat dua bagian utama dalam penelitian ini, yaitu pembuatan wahana buoy tertambat dan instrumen sensor. Bahan yang digunakan untuk pembuatan wahana buoy diantaranya: pelampung plastik, pipa stainless tipe 304 ukuran 1/2 inci ANSI schedule 40, epoxy resin, polyester resin, mat fiber glass, serta polyurethane foam. Selanjutnya pembuatan instrumen membutuhkan bahan antara lain: Modul RF Digi XBEE Pro ZB Series 2, half wave antena A24-HABUF-P5I dengan penguatan 2.1dBi, mikrokontroler ATmega328P, USB to Serial converter Prolific PL2303HX, RTC PCF8583, sensor suhu anti air DS1820, micro SD Card berkapasitas 4GB, baterai Ni-MH 2700mAh, box baterai, box plastik IP68, timah solder, flux, kapton tape serta beberapa komponen pasif seperti resistor, kapasitor dan transistor.

2.3 Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Solder, Digital Multi Meter Sanwa CD800a, laptop, bor listrik, gerinda listrik, tang, obeng, pinset, dan pemotong. Perangkat lunak yang digunakan antara lain: Operating System Linux Ubuntu versi 12.04, Cadsoftusa Eagle versi 6.4, Eclipse IDE versi Indigo, AVR Eclipse Plugin 2.4.0 beta, Libre Office versi 4.03, serta X-CTU versi 5.2.7.5.

2.4 Prosedur Penelitian

(37)

Gambar 4 Diagram alir penelitian

2.4.1 Perancangan instrumen

perangkat keras akan dirancang sesuai dengan diagram perancangan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram perancangan perangkat keras

RTC PCF8583 Micro SD Card

Modul Xbee Pro ZB series

Mikrokontroler ATMega328P

Baterai dan Modul catu daya

Sensor Suhu DS1820

Perancangan Perangkat Tegar

Uji Coba Statis

Uji Coba Dinamis

Analisis jaringan konsumsi dayaAnalisis Daya apung dan

kestabilan Buoy

Perancangan Perangkat Keras

(38)

9

Komponen utama dalam masing-masing sensor node adalah mikrokontroler AVR ATmega 328p dan Modul RF Xbee Pro ZB Series 2. Real Time Clock (RTC) PCF8583 digunakan untuk menyimpan informasi waktu. Parameter fisik kelautan yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu permukaan laut (SPL). Sensor suhu yang digunakan adalah DS1820 yang telah diberi pelindung kedap air. Kemudian data suhu yang diambil dikirimkan melalui transmisi radio dan kemudian disimpan dalam micro SDcard. Instrumen yang dibuat sejumlah 6 buah untuk analisis jaringan.

Perangkat lunak untuk sistem terintgrasi seperti ini disebut firmware atau perangkat tegar. Perangkat tegar dibuat menggunakan bahasa C dengan kompiler AVR-gcc menggunakan komputer berbasis Linux Ubuntu 12.04.

2.4.2 Uji coba statis

Uji coba laboratorium akan dilakukan di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Uji coba fungsional masing-masing komponen akan dilakukan di Workshop Instrumentasi Kelautan. Sedangkan uji coba jaringan statis akan dilakukan di lapangan gymnasium IPB. Selanjutnya dilakukan uji coba statis yang untuk mengetahui keberhasilan mekanisme multihop. Mekanisme ini penting untuk diketahui karena akan mengestimasi keberhasilan sistem keseluruhan di lapangan. Selanjutnya adalah menguruk perubahan Received Signal Strength Indicator (RSSI) terhadap jarak. Walau nilai RSSI tidak dapat dijadikan ukuran atas Quality of Service (QoS) suatu jaringan, uji ini dilakukan untuk mengestimasi jarak antar nodes di lapangan.

2.4.3 Uji coba dinamis

(39)

1.1 Latar Belakang

Luasnya perairan laut dan lingkungan laut yang tidak bersahabat menimbulkan tantangan tersendiri untuk diobservasi. Akses yang sulit dan faktor cuaca menyebabkan lokasi pengamatan di daerah laut memerlukan perencanaan yang baik. Secara umum, observasi sumber daya laut melibatkan dua komponen utama, yaitu: penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit dan observasi in situ. Observasi sumber daya laut membantu menjawab pertanyaan dasar penelitian, antara lain sebagai berikut: (a) seberapa besar peranan laut dalam iklim dan perubahan iklim; (b) transfer bahang, udara, dan gas antara laut dan atmosfer; (c) siklus karbon di laut dan bagaimana peran laut dalam proses penambahan karbon ke udara; (d) meningkatkan pemodelan ocean mixing serta sirkulasi laut skala besar; (e) bagaimana pola penyebaran dan keanekaragaman biologis di laut; (f) asal, penyebab dan dampak dari kejadian periodik di pesisir seperti algal blooming; (g) kesehatan daerah pesisir; (h) karakteristik habitat dan penyebaran kehidupan mikroba di lapisan kerak dalam biosfer; (i) posisi dan kondisi zona subduksi yang mampu menyebabkan gempa penghasil tsunami; (j) bagaimana meningkatkan model dari struktur global bumi dan dinamika mantel bumi. Pemahaman tentang laut dan segala fenomena di dalamnya diperlukan bagi para pemangku kepentingan di bidang klimatologi, perikanan, pelabuhan, manajemen daerah pesisir, ketahanan negara, institusi kesehatan publik, pemerhati lingkungan, dan migas (Ravicandran 2011).

Ekosistem pesisir yang terdiri dari estuaria, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang merupakan ekosistem dengan produktifitas tinggi dan memiliki beragam fungsi (Bengen 2009). Masing-masing komponen dalam ekosistem pesisir saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Tekanan yang tinggi akibat aktivitas manusia menjadikan ekosistem ini sangat rentan terhadap kerusakan. Kebijakan pengelolaan ekosistem pesisir secara terpadu yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan merupakan mekanisme terbaik dalam mengelola ekosistem pesisir. Namun, pengawasan aspek bio-fisik kunci dari perairan keempat ekosistem ini belum banyak dilibatkan dalam pengambilan suatu kebijakan. Hal ini disebabkan pengamatan kualitas suatu perairan memerlukan biaya yang tinggi. Metode observasi menggunakan satelit memiliki keterbatasan resolusi spasial dan temporal (Bromage et al. 2007). Kebutuhan data yang akurat dengan resolusi spasial maupun temporal yang tinggi, akan membantu para pemangku kepentingan untuk bereaksi cepat dan akurat dalam memutuskan sebuah kebijakan.

(40)

2

1.2 Perumusan Masalah

Observasi laut atau survey in situ biasanya menggunakan tenaga manusia untuk mengambil sampel pada lokasi yang diinginkan. Pengambilan sampel dengan teknik ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi. Apabila menggunakan kapal riset besar, biaya pengambilan data di laut mencapai 15.000 euro atau 200 juta rupiah per hari (Voigt 2007). Seiring dengan perkembangan teknologi, dikembangkan sistem observasi yang mampu mengambil data secara otomatis. Salah satu wahana yang dikembangkan adalah menggunakan mooring buoy atau buoy tertambat. Buoy tertambat merupakan wahana yang menggunakan metode eularian, yaitu pengukuran parameter dilakukan pada pada lokasi yang tetap. Menurut Ravichandran (2011) kelebihan sistem buoy tertambat antara lain: Resolusi horisontal bisa diatur sesuai kebutuhan, dapat dipasang di daerah terpencil, informasi kolom perairan dapat diperoleh melalui sistem sensor mooring, sampling time cepat, kuat, dan relatif murah. Namun, kekurangan dari sistem ini adalah: biofouling, kebutuhan penyimpanan data yang besar, resolusi horisontal tergantung jumlah buoy yang dipasang, variabel pengamatan terbatas, dan tidak bisa dipasang di beberapa wilayah. Salah satu wahana buoy tertambat paling sukses adalah Tropical Atmosphere Ocean / Triangle Trans-Ocean Buoy Network (TAO/TRITON) array di Samudera Pasifik. Sistem buoy yang dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC) ini sukses mengamati fenomena iklim global termasuk La Nina dan El Nino. Lebih dari 600 jurnal ilmiah telah dipublikasi dari data TAO/TRITON sejak tahun 1980. Pemodelan iklim global berkembang dengan pesat semenjak saat itu. Gambar 1 menunjukan peta penyebaran buoy tertambat di seluruh dunia yang terdaftar di National Data Buoy Center, National Oceanic and Atmospheric Administration's (NDBC-NOAA), Amerika Serikat. Wahana buoy tertambat terbukti sukses dalam memperoleh data yang sangat penting untuk mempelajari ekosistem laut dan iklim global.

(41)

Untuk menghadapi lingkungan laut yang tidak bersahabat, buoy TAO/TRITON ini dirancang supaya kuat sehingga ukurannya pun besar. Tidak hanya itu, dimensi yang besar ini juga berkaitan dengan kebutuhan kompartemen catu daya yang besar karena kebutuhan energi yang tinggi untuk komunikasi melalui satelit. Beberapa jenis buoy tertambat bahkan memiliki generator diesel didalamnya. Hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi dan distribusi. Skema umum sistem observasi in situ laut menggunakan wahana buoy tertambat dapat dilihat pada Gambar 2. Komponen utama sistem observasi laut ini adalah sensor bawah air dan permukaan, prosesor, sistem telemetri radio, catu daya, dan sistem buoy yang terdiri dari wahana terapung, jangkar serta tali tambat (Albaladejo et al. 2010). Sistem observasi buoy jenis ini umumnya dipakai untuk mengamati fenomena skala besar.

Gambar 2 Skema umum sistem observasi laut menggunakan mooring buoy. Diadaptasi dari Albaladejo et al (2010) dengan lisensi open access

(42)

4

Riset tentang buoy tertambat di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 2009. Sistem Buoy Kepulauan Seribu telah dikembangkan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Suku Dinas Kelautan Perikanan Jakarta serta Badan Riset Kelautan Perikanan untuk mengamati ekosistem pesisir dan terumbu karang. Sistem buoy ini menggunakan teknologi GSM untuk pengiriman data. Catu daya yang digunakan adalah dua buah solar panel 50Wp dan dua buah baterai Valve Regulated Lead Acid (VRLA) 100 Ah yang masing-masing seberat 25kg. Buoy ini memiliki diameter 1.5 meter, tinggi total 3.5 meter dan berat kurang lebih 500kg. Ukuran yang besar dan kebutuhan energi yang tinggi menjadi kendala sehingga biaya produksi dan biaya pemasangan ikut melonjak.

Aplikasi teknologi untuk mengobservasi lingkungan berkembang pesat. Perkembangan teknologi Microelectromechanical System (MEMS) membuat ukuran sebuah pemancar dan penerima radio memiliki ukuran sangat kecil, hemat daya, dan memiliki kecepatan transfer data yang baik (Fries 2007; Alkandari et al. 2011). Perkembangan teknologi ini kemudian diaplikasikan dalam konsep wireless sensor network (WSN). WSN berusaha menggabungkan teknologi sensing dan transmisi data nirkabel, sehingga pengamatan pada lingkungan yang sulit dapat dilakukan dengan resolusi tinggi. Dalam setiap sensor node (satu perangkat modul WSN, sensor dan baterai) terdapat mekanisme pengukuran variable, pengolahan data, penyimpanan data dan melakukan komunikasi (Dargie dan Poellabauer 2010). WSN dirancang untuk bekerja secara otomatis dengan keterbatasan energi yang bisa disediakan. Oleh karena itu, mekanisme kerja sebuah sensor node WSN harus dibuat seefisien mungkin baik dari sisi perangkat lunak maupun perangkat keras. WSN dirancang untuk dapat bekerja pada waktu yang lama dan tanpa perawatan. Sejak tahun 2000 Riset dan aplikasi WSN telah banyak berkembang, diantaranya dalam aspek konstruksi bangunan, medis, dan komunikasi antar mesin (M2M) pada industri.

Dalam bidang oseanografi ada dua sistem WSN yang dikenal, yaitu Aerial Wireless Sensor Networks (A-WSN) dan Underwater Wireless Sensor Networks (UW-WSN). A-WSN menggunakan gelombang radio untuk berkomunikasi di melalui medium udara, namun radio tidak dapat merambat dalam air sehingga dikembangkan UW-WSN menggunakan gelombang suara. UW-WSN memiliki banyak kendala berkomunikasi seperti tingkat bit error yang tinggi dan lambat. Berbeda dengan perkembangan UW-WSN, A-WSN berkembang sangat pesat. Teknologi komunikasi nirkabel pun beragam. Tabel 1 menunjukan jenis-jenis teknologi komunikasi nirkabel yang berkembang saat ini.

(43)

Tabel 1 Jenis teknologi nirkabel yang berkembang saat ini

Sumber : modifikasi Albaladejo et al. (2010)

(44)

6

mekanisme pencarian. Apabila coordinator menemukan alamat PAN yang sama disekitarnya, maka akan membuat PAN dengan alamat lain. Router merupakan jenis node yang dapat mengirim data, menerima data, dan mengarahkan (routing) data dari end device dan coordinator. Namun router tidak bisa masuk membentuk PAN dan masuk ke mode sleep. End device merupakan jenis sensor node yang bisa mengirim data, menerima data dan masuk ke mode sleep. Ketika mode sleep radio tidak bisa mengirimkan atau menerima data, namun dikompensasi dengan kebutuhan energi yang jauh lebih kecil dibandingkan coordinator atau router.

Gambar 3 Topologi jaringan ZigBee

1.3 Tujuan penelitian

Merancang sistem buoy tertambat serta uji coba Aerial Wireless Sensor Networks (A-WSN) berbasis modul radio protokol ZigBee untuk pengamatan ekosistem pesisir secara real-time.

1.4 Hipotesis

(45)

2 METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga Mei 2013. Perancangan dan pembuatan instrumen dilaksanakan di Laboratorium Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji coba statis dilakukan di Gymnasium IPB dan watertank Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan (AIK), sedangkan uji coba dinamis dilaksanakan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

2.2 Bahan Penelitian

Terdapat dua bagian utama dalam penelitian ini, yaitu pembuatan wahana buoy tertambat dan instrumen sensor. Bahan yang digunakan untuk pembuatan wahana buoy diantaranya: pelampung plastik, pipa stainless tipe 304 ukuran 1/2 inci ANSI schedule 40, epoxy resin, polyester resin, mat fiber glass, serta polyurethane foam. Selanjutnya pembuatan instrumen membutuhkan bahan antara lain: Modul RF Digi XBEE Pro ZB Series 2, half wave antena A24-HABUF-P5I dengan penguatan 2.1dBi, mikrokontroler ATmega328P, USB to Serial converter Prolific PL2303HX, RTC PCF8583, sensor suhu anti air DS1820, micro SD Card berkapasitas 4GB, baterai Ni-MH 2700mAh, box baterai, box plastik IP68, timah solder, flux, kapton tape serta beberapa komponen pasif seperti resistor, kapasitor dan transistor.

2.3 Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Solder, Digital Multi Meter Sanwa CD800a, laptop, bor listrik, gerinda listrik, tang, obeng, pinset, dan pemotong. Perangkat lunak yang digunakan antara lain: Operating System Linux Ubuntu versi 12.04, Cadsoftusa Eagle versi 6.4, Eclipse IDE versi Indigo, AVR Eclipse Plugin 2.4.0 beta, Libre Office versi 4.03, serta X-CTU versi 5.2.7.5.

2.4 Prosedur Penelitian

(46)

8

Gambar 4 Diagram alir penelitian

2.4.1 Perancangan instrumen

perangkat keras akan dirancang sesuai dengan diagram perancangan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram perancangan perangkat keras

RTC PCF8583 Micro SD Card

Modul Xbee Pro ZB series

Mikrokontroler ATMega328P

Baterai dan Modul catu daya

Sensor Suhu DS1820

Perancangan Perangkat Tegar

Uji Coba Statis

Uji Coba Dinamis

Analisis jaringan konsumsi dayaAnalisis Daya apung dan

kestabilan Buoy

Perancangan Perangkat Keras

(47)

Komponen utama dalam masing-masing sensor node adalah mikrokontroler AVR ATmega 328p dan Modul RF Xbee Pro ZB Series 2. Real Time Clock (RTC) PCF8583 digunakan untuk menyimpan informasi waktu. Parameter fisik kelautan yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu permukaan laut (SPL). Sensor suhu yang digunakan adalah DS1820 yang telah diberi pelindung kedap air. Kemudian data suhu yang diambil dikirimkan melalui transmisi radio dan kemudian disimpan dalam micro SDcard. Instrumen yang dibuat sejumlah 6 buah untuk analisis jaringan.

Perangkat lunak untuk sistem terintgrasi seperti ini disebut firmware atau perangkat tegar. Perangkat tegar dibuat menggunakan bahasa C dengan kompiler AVR-gcc menggunakan komputer berbasis Linux Ubuntu 12.04.

2.4.2 Uji coba statis

Uji coba laboratorium akan dilakukan di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Uji coba fungsional masing-masing komponen akan dilakukan di Workshop Instrumentasi Kelautan. Sedangkan uji coba jaringan statis akan dilakukan di lapangan gymnasium IPB. Selanjutnya dilakukan uji coba statis yang untuk mengetahui keberhasilan mekanisme multihop. Mekanisme ini penting untuk diketahui karena akan mengestimasi keberhasilan sistem keseluruhan di lapangan. Selanjutnya adalah menguruk perubahan Received Signal Strength Indicator (RSSI) terhadap jarak. Walau nilai RSSI tidak dapat dijadikan ukuran atas Quality of Service (QoS) suatu jaringan, uji ini dilakukan untuk mengestimasi jarak antar nodes di lapangan.

2.4.3 Uji coba dinamis

(48)

10

3 HASIL

3.1 Wahana apung

Mooring buoy atau buoy tertambat pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengapung diatas permukaan air yang kemudian diikat pada sebuah jangkar. Aplikasi dari buoy tertambat bervariasi, mulai dari penanda seorang penyelam, alat bantu navigasi kapal, hingga jangkar permanen sebuah kapal pesiar. Beberapa parameter penting dari sebuah wahana buoy tertambat adalah kestabilan, keseimbangan, dan kemampuan kembali ke kondisi seimbang (Jordán dan Beltrán-Aguedo 2004).

Desain buoy yang dibuat dirancang khusus untuk daerah pesisir. Perairan di wilayah ini relatif lebih dangkal dan terlindungi dibandingkan laut lepas. Rancangan buoy harus mampu membawa beban instrumen serta memiliki kestabilan yang baik. Buoy juga dirancang agar tidak terlalu berat agar memudahkan ketika mobilisasi. Gambar 6 merupakan desain buoy secara keseluruhan. Bahan yang digunakan pada tiang penyangga adalah pipa stainless steel 304 dengan diameter 1/2 inch ANSI schedule 40. Bagian pelampung adalah plastik dengan diameter 35 cm dengan tebal 5mm lalu kemudian di isi polyurethane foam. Pengisian pelampung dengan busa dilakukan agar apabila terjadi kebocoran wahana pelampung tidak langsung tenggelam. Ada dua parameter yang diperhatikan dalam pembuatan wahana apung yakni daya apung dan kestabilan.

(49)

3.1.1 Gaya apung

Gaya apung merupakan gaya keatas yang dihasilkan dari volume air yang dipindahkan dari ruang kosong pada bagian yang terendam air. Gaya apung dari wahana apung yang dibuat diperoleh dari pelampung plastik berbentuk bola yang diisi oleh polyurethane foam. Gaya apung maksimum sebuah buoy dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1.

Fb=Vb×ρ×g (1)

Fb merupakan gaya apung sebuah buoy dalam satuan Newton, Vb merupakan volume buoy yang terendam air, ρ merupakan densitas air laut, dan g merupakan percepatan gravitasi bumi. Gaya apung maksimum dihitung dengan mengasumsikan pelampung terendam seluruhnya di dalam air. Diketahui diameter pelampung adalah 35 cm sehingga memiliki jari-jari 0.175 m. Menggunakan Persamaan 3.2 diperoleh volume dari pelampung plastik yang digunakan.

Vb=4

π×r 3

(2)

Sehingga diperoleh nilai volume pelampung plastik sebesar :

Vb=4

3×3.1415927×0.175 3

=0.02245m3

Menggunakan densitas rata air laut sebesar 1027 kg/m3 dan percepatan gravitasi bumi rata-rata 9.8 m/s, maka dengan Persamaan 1 diperoleh gaya apung sebesar :

Fb=0.02245×1027×9.8=225.9503N

Apabila dikonversi menjadi massa, maka jumlah beban maksimum yang dapat ditampung buoy tersebut adalah kurang lebih sebesar 23 kg. Beban keseluruhan wahana buoy saat ini kurang lebih sebesar 12 kg. Apabila dilakukan pengaturan beban penyeimbang dan posisi beban di atas buoy masih ada ruang sebesar kurang lebih 6 kg untuk penambahan instrumen.

3.1.2 Kestabilan wahana apung

(50)

12

wahana buoy terhadap kestabilan didasarkan berdasarkan pengamatan visual. Wahana yang dibuat harus bisa menampung beban muatan, berdiri tegak dan tidak miring, serta kembali ke posisi semula ketika mendapat tekanan dari gelombang. Uji coba kestabilan wahana buoy dilakukan di watertank Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, FPIK, IPB (Gambar 7). Hasil uji coba menunjukan bahwa wahana buoy sangat stabil. Hal ini diperoleh dengan penambahan beban pemberat seberat 8 kg agar titik gravitasi semakin ke bawah. Uji coba lapang di P. Panggang juga menunjukan kinerja yang baik dari wahana apung (Gambar 8). Selama pengujian, tidak ada wahana apung yang miring, tenggelam, terbawa gelombang dan stabil. Dimensi wahana apung yang relatif kecil memudahkan ketika distribusi instrumen berlangsung. Satu buah kapal kecil mampu membawa ke enam instrumen sekaligus.

Gambar 7 Uji kestabilan wahana buoy di watertank Laboratorium AIK

Gambar 8 Kinerja wahana apung teruji dengan baik di P.Panggang

3.1.3 Kompartemen elektronik

(51)

Protection (IP) merupakan standar internasional sebuah kompartemen elektronik. Angka enam pada kode IP68 memiliki arti debu tidak bisa masuk ke dalam kompartemen, sedangkan angka delapan memiliki arti kompartemen ini tidak akan kemasukan air hingga kedalaman satu meter. Dengan standar proteksi ini dipastikan air tidak akan masuk melalui celah penutup karena terdapat segel yang terbuat dari karet sintetis. Lubang untuk antena dan kabel sensor pada bagian bawah juga dilengkapi cable gland yang juga memiliki standar IP68. Standar proteksi ini digunakan agar air hujan maupun cipratan air laut tidak masuk dan merusak komponen elektronik. Selain harus kokoh, kompartemen plastik ini juga dirancang agar memudahkan dalam perawatan. Mekanisme bongkar pasang dilakukan menggunakan empat buah baut dan mur stainless steel berdiameter 4mm.

Gambar 9 Dimensi kompartemen elektronik

3.2 Instrumen

Instrumen dirancang dalam dua bagian utama, yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan perangkat tegar (firmware).

3.2.1 Perangkat keras

(52)

14

(53)

Universal synchronous/asynchronous receiver/transmitter (USART) merupakan sistem komunikasi serial antar perangkat digital. Penelitian kali ini menggunakan USART ini untuk berkomunikasi dengan modul radio XBEE. Terdapat dua buah pin yang digunakan untuk menggunakan sistem komunikasi ini, yaitu RXD dan TXD. RXD merupakan pin untuk menerima data sedangkan TXD untuk mengirim data. Ketika dihubungkan dengan XBEE, pin ini harus saling bersilangan untuk pemasanganya. RXD mikrokontroler dihubungkan kepada TXD XBEE dan sebaliknya. Konfigurasi UART yang digunakan adalah kecepatan transfer data 9600, data bit = 8, stop bit =1, dan parity bit = none.

I2C atau Inter-Integrated Circuit merupakan antar muka dua kabel yang dikembangkan Philips. Antarmuka ini digunakan untuk berkomunikasi dengan RTC PCF8583 untuk menyimpan tanggal dan waktu. Mikrokontroler pada antarmuka ini berperan sebagai master dan PCF8583 sebagai slave. Kelebihan dari I2C diantaranya adalah: hanya membutuhkan dua jalur untuk komunikasi; komunikasi master-slave yang sederhana; tidak memerlukan baud-rate seperti halnya RS-232, master yang menghasilkan pulsa clock; setiap perangkat memiliki penanda digital (ID) yang unik; serta mampu terdapat lebih dari satu master dalam jalur data. . Jumlah pin yang digunakan berjumlah dua buah, yaitu SDA dan SCL dan pemasangannya tidak terbalik pada perangkat digital yang lain.

Komunikasi dengan micro SD card digunakan antarmuka SPI. Ada tiga macam cara berkomunikasi dengan SD card, yaitu : (1). One-bit SD mode; (2). Four-bit SD mode; (3). SPI (Serial Peripheral Interface) mode. Cara komunikasi yang terakhir merupakan cara termudah karena protokolnya mudah dipelajari, tersedia dokumentasi, dan berlisensi gratis. Sehingga komunikasi yang umum digunakan menggunakan mikrokontrer adalah SPI mode. Serial Peripheral Interface (SPI) merupakan jalur data serial synchronous yang biasa terdapat dapat pada mikroprosesor Motorola. Jalur data ini menjadi sangat populer sehingga mikrokontroler lain juga mendukung, termasuk AVR. SPI sanggup mengirim data hingga kecepatan 3Mhz.

Sensor suhu yang digunakan adalah DS1820B versi anti air (Lampiran 4). Sensor ini dapat dicelup ke dalam air tanpa mengalami kerusakan. Sistem komunikasi yang digunakan adalah 1-wire interface. Antar muka ini merupakan buatan Dallas Semiconductor yang mirip dengan I2C. Hanya saja, kebutuhan pin lebih sedikit, yaitu satu buah, memiliki kecepatan yang lebih rendah, namun jarak jangkauan yang lebih jauh.

(54)

16

(a)

(b)

Gambar 11 Papan sirkuit elektronik hasil layout, (a) tampak atas, (b) tampak bawah

Gambar 12 Perangkat keras yang telah terpasang dalam kompartemen elektronik

Kotak Baterai NiMH 4x1.2 V 2700mAH

(55)

Setelah desain perangkat keras selesai dibuat, skematik elektronik dibuat menggunakan perangkat lunak EAGLE 6.4.0. Kemudian dari skematik yang dibuat tersebut, dirancanglah papan sirkuit elektronik (Gambar 11). Papan sirkuit ini memiliki spesifikasi bahan substrat FR4 epoxy, dual-layer, plate tin through hole serta memiliki soldermask. Penggunaan soldermask adalah untuk menghindari terjadinya short circuit antar jalur PCB. Komponen yang digunakan sebagian besar berupa tipe surface mount device (SMD) yang berukuran sangat kecil. Walaupun efisien dalam pemakaian tempat, namun komponen SMD memerlukan keterampilan khusus dalam penyolderan. Jarak antar kaki komponen yang sangat rapat menjadikan komponen SMD rentan konslet. Teknik penyolderan menggunakan pasta soldering flux dapat mencegah terjadinya konslet dan oksidasi pada timah solder. Hasil maksimal diperoleh melalui proses trial and error. Dimensi akhir papan sirkuit elektronik memiliki panjang 7 cm dan lebar 5.5 cm. Gambar 12 adalah papan sirkuit elektronik yang telah dipasang komponen lengkap dan dimasukan ke dalam kompartemen elektronik.

3.2.2 Perangkat tegar (firmware)

(56)

18

Gambar 13 Diagram alir dari perangkat tegar coordinator

Perangkat tegar yang dirancang untuk coordinator memiliki diagram alir seperti pada Gambar 13. Karena konfigurasi jaringan sudah dilakukan secara otomatis oleh modul radio XBEE, perangkat tegar yang dibuat berfungsi untuk menerima data melalui UART dan merekamnya ke dalam micro SDcard. Mikrokontroler ATmega 328P akan menginisialisasi RTC dan micro SDcard pada saat pertama kali perangkat keras dinyalakan. Kemudian berdasarkan informasi waktu yang diperoleh dari RTC, dibuat file .txt pada micro SDcard. Selanjutnya mikrokontroler akan menunggu data tersedia di jalur UART, dan apabila sesuai dengan format data API frame maka data UART akan diterjemahkan dan direkam dalam file .txt pada micro SDcard. Lalu mikrokontroler akan meminta nilai RSSI transmisi radio terakhir dan kemudian merekam nilai RSSI tersebut ke file .txt.

(57)

dan kemudian akan melakukan pengukuran suhu, menyimpan serta mengirimkan ke coordinator. Pengukuran dan pengiriman suhu dilakukan secara digital sehingga galat akibat pengiriman data melalui gelombang radio dapat dihindari. Lalu mikrokontroler akan meminta nilai RSSI transmisi radio terakhir dan kemudian merekam nilai RSSI tersebut ke file .txt.

Gambar 14 Diagram alir dari perangkat tegar router

(58)

20

Gambar 15 Diagram alir dari perangkat tegar end device

3.3 Uji coba jaringan 3.3.1 Uji coba statis

(59)

keras dan perangkat tegar. Masing-masing instrumen diletakan satu meter diatas tanah dan dinyalakan selama satu jam dengan interval pencuplikan 30 detik.

Gambar 16 Peletakan sensor node pada uji coba kondisi diam

Tabel 2 Hasil uji statis 1

Sensor Node Max. Retries

R1 107 0 100 0 -67.05

R2 181 0 100 1 -63.89

E1 116 0 100 1 -63.59

E2 109 0 100 1 -63.94

E3 107 0 100 1 -64.76

Terkirim Gagal Persentase Rerata RSSI

(dBm)

Tabel 2 menunjukan hasil uji statis 1. Persentase pengiriman data seluruh sensor node sebesar 100%. Nilai rerata RSSI relatif seragam pada kisaran -63 dBm hingga -67 dBm karena jarak peletakan yang juga relatif seragam. Hal ini menunjukan performa yang baik dari instrumen. Perangkat keras dan perangkat tegar berfungsi dengan baik dalam mengukur suhu, menyimpan data dan mengirimkan data.

(60)

22

statis 2 ini dilakukan dengan meletakan sensor node dengan kondisi tanpa router (Gambar 17) dan dengan router (Gambar 18). Lokasi end device diletakkan pada secara berpindah pada titik 1 hingga 4 dengan pencuplikan selama empat menit pada setiap titik.

Gambar 17 Peletakan sensor node pada uji coba statis 2 tanpa router

Gambar 18 Peletakan sensor node pada uji coba statis 2 dengan router

(61)

memungkinkan router untuk berkomunikasi baik dengan coordinator maupun end device tanpa halangan. Uji statis 2 dengar router menunjukan keberhasilan pengiriman paket data pada lokasi keempat seperti terlihat pada Tabel 3. Nilai RSSI yang relatif konstan juga menunjukan bahwa data yang diterima di coordinator berasal dari satu sensor node yang memiliki lokasi tetap, yaitu router. Uji ini menunjukan bahwa mekanisme multihop bekerja dengan baik dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dikembangkan.

Tabel 3 Hasil uji statis 2

Lokasi Tanpa Router Dengan Router

Persentase Persentase

Gambar 19 Nilai RSSI terhadap perubahan jarak

(62)

24

menunjukan bahwa nilai sinyal radio pada jarak 450 m sebesar -105 dBm yang berarti sangat lemah. Uji regresi linier dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak dan RSSI. Berdasarkan persamaan regresi linier, didapatkan persamaan RSSI = -63.0045-0.1154*Jarak. Persamaan ini bisa diinterpretasikan bahwa, dalam peningkatan jarak sebanyak 1 meter, akan meningkatkan RSSI sebanyak -0.11542. Hal ini berbeda nyata dalam taraf alpha = 5%. Pengujian modul radio XBEE di lapangan akan dilakukan pada ambang batas kemampuan modul radio tersebut untuk mengetahui performa di kondisi paling buruk. Oleh karena itu, berdasarkan uji coba RSSI ini jarak pemasangan antar sensor node dalam kisaran 250 m hingga 400 m.

3.3.2 Uji coba dinamis

Pengujian dinamis dilakukan untuk melihat kinerja instrumen pada kondisi sebenarnya. Uji coba dilakukan di goba Pulau Panggang, Kepulauan Seribu selama 18 Jam. Masing-masing sensor node diletakan seperti pada Gambar 20. Kode C merupakan coordinator; R1 dan R2 merupakan router; dan E1, E2, dan E3 merupakan end device.

Gambar 20 Posisi peletakan sensor node pada uji coba dinamis

(63)

E3 dan R1 behasil mengirimkan data sebanyak 100%. R2 menunjukan keberhasilan pengiriman data sebesar 99.91% dan kegagalan jaringan sebesar 0.09%. E2 Menunjukan keberhasilan pengiriman data sebesar 99.57% dan kegagalan jaringan sebesar 0.43%. E1 berhasil mengirimkan data sebanyak 84.94%, kegagalan hardware/software sebesar 14.29% dan kegagalan jaringan sebesar 0.77%. Kegagalan hardware/software terjadi pada saat-saat terakhir pengujian dilakukan yaitu sekitar pukul 1:00 dini hari. Diperkirakan kegagalan ini terjadi akibat uji dinamis sebelumnya. Pada saat uji dinamis pertama dilakukan jaringan gagal untuk mengirimkan data akibat perangkat lunak yang gagal bekerja. Hasil uji coba dinamis pertama tidak dimasukkan ke dalam pembahasan. Namun pada saat itu jangkar sensor node E1 terseret arus dan kompartemen elektronik tenggelam sedalam 1 m. Hal ini menyebabkan ada sedikit air masuk ke dalam kompartemen elektronik. Bagian yang terkena air laut adalah RTC. Kemungkinan besar sensor node berhenti mengirimkan data akibat RTC yang gagal bekerja dan berhenti mengirimkan sinyal alarm. Kinerja jaringan secara keseluruhan tergolong baik dengan persentase keberhasilan pengiriman data diatas 99% untuk sensor node dengan kondisi baik.

E1 E2 E3 R1 R2

Kegagalan Jaringan Kegagalan Software/Hardware Berhasil

Node

Gambar 21 Persentase keberhasilan pengiriman data pada uji coba dinamis

Gambar

Gambar 20   Posisi peletakan sensor node pada uji coba dinamis
Gambar 21   Persentase keberhasilan pengiriman data pada uji coba dinamis
Gambar 22   Plot suhu permukaan laut pada saat uji coba lapang dilakukan
Gambar 24   Pengukuran konsumsi daya pada saat siaga (kiri) dan aktif (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bogdan & Taylor dalam Moleong (2001, h.3), mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata

Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses dan dampak dari kegiatan pemberdayaan masyarakat

Fraksi Illuminasi Bulan adalah persentase perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

Dari hasil analisis uji t diperoleh bahwa variabel belanja total berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Klaten, dengan koefisien

Saya mengesahkan bahawa Jawatankuasa Peperiksaan Tesis bagi Tan Wat Jin telah mengadakan peperiksaan akhir pada 18 April 2005 untuk menilai tesis Master Sains

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak. Uji hipotesis yang dilakukan penelitian ini

Pada penelitian ini pengaruh status gizi dan defisiensi seng terhadap durasi diare akut cair pada tiap kelompok tidak dapat dianalisis karena gizi kurang pada tiap