• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema Open Access Transmisi Listrik Mili

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Skema Open Access Transmisi Listrik Mili"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 SKEMA OPEN ACCESS TRANSMISI LISTRIK

MILIK BADAN USAHA TRANSMISI TENAGA LISTRIK UNTUK PENJUALAN LANGSUNG ENERGI LISTRIK PANAS BUMI

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY (PGE)

oleh:

Argadhia Aditama (E0012056), Pramesthi Dinar Kirana Ratri (E0012301), Danu Agus Prabowo (E0012094)

Abstrak

Pertamina Geothermal Energy (PGE) merupakan independent power producer (IPP) yang memproduksi energi listrik panas bumi di Indonesia. Penjualan energi listrik panas bumi oleh PGE melalui Perjanjian jual beli listrik (PJBL) selama ini masih didominasi oleh PLN selaku pembeli. Hal tersebut karena PGE tidak mempunyai infrastruktur kelistrikan berupa jaringan transmisi untuk menunjang adanya penjualan langsung. Sejak terbitnya Permen ESDM No 1 Tahun 2015, maka hambatan PGE untuk melakukan penjualan langsung dapat diatasi. Permen tersebut memberikan payung hukum bagi adanya open access dalam bentuk power wheeling /

pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik milik badan usaha transmisi tenaga listrik. Dengan adanya skema open access ini maka PGE berpeluang untuk melakukan penjualan langsung energi listrik panas bumi kepada

captive market di Indonesia.

Kata Kunci: open access, penjualan langsung

Abstract

Pertamina Geothermal Energy (PGE) is an independent power producer (IPP) which produces geothermal electrical energy in Indonesia. Geothermal electrical energy’s selling by PGE is based on a power purchase agreement (PPA) and yet it’s still dominated by PLN as the buyer. Because PGE did not have electricity infrastructure which is the transmission lines to support the direct sales. Since The Ministry of Energy and Mineral Resources regulation No. 1 of 2015 has been released, its barrier to do a direct sales could be overcome. The regulation provides a legal basis for the existence of open access in a form of power wheeling for power transmission lines owned by electric power transmission enterprise. The open access scheme expands PGE’s opportunity to make direct sales of geothermal electrical energy to the captive market in Indonesia.

(2)

2 A.PENDAHULUAN

1. Latarbelakang

Energi panas bumi atau energi Geothermal merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang sedang gencar dikembangkan di Indonesia.

Petursson (2011) menyatakan bahwa: “Geothermal energy is completely domestic in supply, reliable, renewable, and sustainable.” Sedangkan

menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Panas bumi digolongkan sebagai sumber energi berkelanjutan. Potensi panas bumi di Indonesia sendiri cukup besar, dengan estimasi kemampuan energi panas bumi sebesar 28.000 MW atau setara dengan 40% potensi energi panas bumi dunia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi energi panas bumi terbesar di dunia. (Tom Allard, 2010)

Sebagai negara hukum, kebijakan nasional di bidang panas bumi perlu untuk mendapatkan pengaturan sebagai bentuk manifestasi penguasaan negara atas sumber daya alam (Pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945). Pengaturan tersebut kemudian di tuangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Dalam hal pemanfaatan energi di Indonesia, energi panas bumi dalam bentuk uap panas bumi (yang kering dan bersih) sebagian besar dimanfaatkan untuk memutar turbin yang selanjutnya menghasilkan tenaga listrik di PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi). Di Indonesia, pemanfaatan dan pengembangan energi panas bumi salah satunya terus dilakukan secara profesional oleh PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) selaku anak perusahaan dari PT. Pertamina. Saat ini PGE memiliki 14 wilayah Kuasa Pengusaaan berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tanggal 18 Juni 2012 tentang Penegasan Wilayah Kuasa dan Perubahan Batas-Batas Koordinat Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE, 2015).

(3)

3

karena PGE tidak mempunyai infrastruktur kelistrikan berupa jaringan transmisi maupun distribusi listrik.

Namun, dalam perkembangannya pemerintah melalui kementerian ESDM kemudian menyusun suatu kerangka regulasi yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam 1 tahun 2015 tentang Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik Serta Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik. Pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik/ sewa jaringan transmisi/ Power Wheeling merupakan suatu bentuk open access transmisi listrik yang bertujuan agar aset jaringan transmisi atau distribusi sebagai salah satu aset milik bangsa dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pelaku ekonomi dan sekaligus untuk peningkatan utilisasi jaringan transmisi atau distribusi sebagai salah satu bentuk efisiensi pada lingkup nasional. (Dirjen Ketenagalistrikan, 2012) Melalui regulasi ini, PGE kemudian mempunyai peluang untuk melakukan pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik milik Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik. Dengan pemanfaatan bersama inilah maka PGE selaku entitas bisnis dapat melakukan penjualan langsung.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka kemudian kami tertarik untuk mengkaji isu hukum tersebut dalam suatu artikel ilmiah dengan judul

“Skema Open Access Transmisi Listrik Milik Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik Untuk Penjualan Langsung Energi Listrik Panas Bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE).

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana mekanisme penjualan energi listrik panas bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE) saat ini ?

b. Apakah skema open access transmisi listrik Milik Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik dapat diterapkan untuk penjualan langsung energi listrik panas bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE) ?

3. Tujuan

a. Untuk mengetahui mekanisme penjualan energi listrik panas bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE) saat ini.

b. Untuk mengetahui skema open access transmisi listrik Milik Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik dalam penjualan langsung energi listrik panas bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE).

B.METODE PENULISAN

(4)

4

dengan mengumpulkan berbagai data sekunder baik kualitatif dan kuantitatif terkait skema open access transmisi listrik milik Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik khususnya untuk penjualan langsung energi listrik panas bumi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Dengan menganalisis data tersebut, melalui pendekatan induktif penulis menjelaskan dan menyimpulkan hal-hal terkait mekanisme penjualan energi listrik panas bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan skema open access transmisi listrik milik Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik. Pencarian dan pengolahan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan menentukan landasan teori dan dasar analisis penulisan, sedangkan studi lapangan menghasilkan data berupa fakta di lapangan untuk mendukung pembahasan dalam penulisan. pengumpulan data, diperoleh dari berbagai literatur antara lain, regulasi, peraturan perundang-undangan, liputan media dan berbagai sumber data sekunder yang relevan.

C.PEMBAHASAN

1. Mekanisme Penjualan Hasil Pengusahaan Panas Bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE)

Panas Bumi di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Dalam undang-undang tentang panas bumi ini terdapat beberapa konsep dan pokok-pokok pengaturan yang diantaranya : (Dirjen EBTKE, 2014)

a. Pengusahaan panas bumi tidak dikategorikan dalam pengertian kegiatan pertambangan;

b. Panas Bumi sebagai sumber daya alam yang terkandung di Wilayah hukum Indonesia dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk kemakmuran Rakyat. Oleh karena itu penyelenggaraan penguasaan panas bumi dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

c. Kewenangan Pemerintah untuk melakukan Eksplorasi, Eksploitasi dan pemanfaatan yang dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Badan Layanan Umum.

d. Adanya pengaturan lebih rinci mengenai pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan pemanfaatan tidak langsung;

e. Pembinaan dan pengawasan terhadap Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi akibat dari perubahan ini yang semula dilakukan oleh Pemerintah Daerah beralih menjadi kewenangan Pemerintah;

f. Pengaturan bonus produksi pengusahaan panas bumi (production bonus) yang didasarkan kepada persentase tertentu dari pendapatan kotor sejak unit pertama berproduksi;

(5)

5

Sebagai perusahaan milik Negara yang bergerak dibidang pengusahaan energi panas bumi yang kemudian diolah menjadi uap dan listrik (Steam and Electricity), Pertamina Geothermal Energi (PGE) telah secara konsisten menjalankan perundang-undangan di bidang panas bumi. Saat ini PGE memiliki 14 Wilayah Kuasa Pengusahaan (WKP) berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tanggal 18 Juni 2012 tentang Penegasan Wilayah Kuasa dan Perubahan Batas-Batas Koordinat Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi PT Pertamina Geothermal Energy. Dari empat belas WKP tersebut, pada tahun 2014 kapasitas terpasang produksi panas bumi PGE sebesar 402 MW (terpasang untuk Area Kamojang 200 MW, Area Lahendong 80 MW, Area Sibayak 12 MW dan Area Ulubelu 110 MW). Di Indonesia PGE menguasai 28.64% pangsa pasar panas bumi dengan Laba Komprehensif yang dibukukan sebesar US$ 87.11 juta. (PGE, 2014)

Dalam memasarkan hasil pengusahaan panas bumi, PGE menggunakan 2 bentuk pemasaran. Pertama , PGE menjual uap panas bumi ke PT PLN (Persero) atau Independent Power Producer lain melalui Perjanjian Jual Beli Uap (PJBU) dengan jangka waktu sampai dengan 30 tahun setelah Tanggal Operasi Komersial (Commercial Operational Date / COD). Kedua, PGE menjual tenaga listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PGE ke PT PLN (Persero) atau ke pemegang IPTL lain melalui Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan jangka waktu sampai dengan 30 tahun setelah Tanggal Operasi Komersial.

Kebijakan pemasaran dan penjualan hasil pengusahaan panas bumi oleh PGE tidak dapat dilepaskan dari adanya Permen ESDM No.17 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi Untuk PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dalam Permen tersebut, harga listrik Panas Bumi ditetapkan sebagai berikut: (http://finance.detik.com, 2016)

Tabel Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Panas Bumi : Tahun

(6)

6

BBM: 11 %; 2. Gas Alam: 27 %; 3. Batubara: 49 %; 4. PLTA: 7 %; dan 5. Panas Bumi (PLTP): 5 %. Rendahnya peran panas bumi dalam bauran energi listrik nasional , selain dipengaruhi oleh karakteristik pengusahaan panas bumi sendiri, juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh karakteristik usaha penyediaan tenaga listrik yang bersifat padat modal dan padat teknologi. Karakter ini lah yang menciptakan hambatan alami untuk investasi yang kemudian membatasi pelaku usaha di bidang panas bumi untuk penyediaan tenaga listrik yang berakibat pada adanya monopoli alamiah (natural monopoly).

Di Indonesia, selama lebih dari 40 tahun, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh PT PLN. Selain karena karakteristik industrinya, terbentuknya monopoli tersebut juga disebabkan oleh penugasan penyediaan listrik untuk masyarakat dari pemerintah. Namun sejak terbitnya Undang-Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan berimplikasi pada berkurangnya “monopoli” usaha kelistrikan oleh PLN serta desentralisasi tanggung jawab dan kewenangan, dengan cara membuka kesempatan seluas luasnya bagi BUMN, BUMD, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat (pasal 4 ayat 1 dan 2), untuk jenis usaha pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik (pasal 10 ayat 1). (Fabby Tumiwa, 2012)

Peluang usaha yang paling menjanjikan bagi investasi di sektor ketenagalistrikan adalah di pembangkitan tenaga listrik. Bisnis pembangkitan menjanjikan tingkat keuntungan yang relatif tinggi, dibandingkan dengan transmisi dan distribusi. Rate of return bisnis pembangkitan tenaga listrik berkisar 15–22 %, sedangkan transmisi biasanya hanya 5–6 %. Adanya program pemerintah berupa Proyek Listrik 35.000 mega watt pada pelaksanaanya memerlukan peran serta dari berbagai pihak dalam hal penyediaan tenaga listrik yang tidak dapat ditanggung sendiri oleh PT. PLN. (http://www.hukumonline.com, 2012)

(7)

7

sumber daya manusia, dan daya beli konsumen di wilayah yang dilayani. Khusus untuk daya beli, pihak swasta hanya dapat berkembang apabila konsumennya adalah captive market.

Bila melihat pada pemaparan diatas, maka PGE sebagai penyedia tenaga listrik panas bumi di Indonesia masih dominan pada bentuk penyediaan energi listrik yang pertama. Saat ini pembeli produk listrik panas bumi PGE adalah PT PLN (Persero) dan Independent Power Producer/ IPP (PT Indonesia Power (anak perusahaan PLN) dan PT Dizamatra Powerindo). Bagaimanapun juga, pembangkitan tenaga listrik panas bumi tidak dapat dipungkiri merupakan bagian dari strategi bauran Energi Primer (Energy Mix) dalam Kebijakan Energi Nasional sehingga perkembangan usahanya perlu untuk ditingkatkan.

2. Skema Open Access Transmisi Listrik Milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) Dalam Penjualan Langsung Hasil Pengusahaan Panas Bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE)

PGE sebagai penyedia tenaga listrik panas bumi di Indonesia saat ini telah melakukan kontrak pembelian produk baik dalam bentuk PJBU / PJBL dengan PT PLN (Persero) dan Independent Power Producer/ IPP (PT Indonesia Power dan PT Dizamatra Powerindo). Namun demikian, peran PLN sebagai pembeli produk PGE cukup memegang porsi yang besar. Hal ini kemudian menjadi kendala dalam pelaksanaan bisnis PGE dimana salah satunya dapat di contohkan pada permasalahan penyesuaian harga jual listrik PLTP Kamojang dengan PLN yang kemudian dapat di selesaikan dengan amandemen kontrak di tahun 2016. (listrik.org , 2016)

PGE sebagai entitas bisnis dalam PJBL mengenakan tarif listrik sesuai harga pokok produksi yang kemudian di tambahkan profit. Di sisi lain, PLN yang juga sebagai entitas bisnis harus berpikir efisiensi untuk mendapatkan harga listrik yang murah. Permasalahan sejenis ini tidak hanya terjadi pada penyedia listrik panas bumi tapi juga pada energi baru dan terbarukan lainnya. Untuk meminimalisir dominasi pembelian listrik pada satu perusahaan, sebenarnya PGE dapat berekspansi bisnis dengan menjual listrik panas bumi ke pihak lain seperti kepada kawasan industri atau kepada masyarakat lain. Bila PGE dipaksa hanya menjual uap atau listrik ke PLN sementara PLN tak bisa memberikan harga pasar yang lazim, maka hal ini nantinya akan merugikan PGE sebagai entitas bisnis.

(8)

8

2015 tentang Kerjasama Penyediaan Tenaga Listrik dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik. Permen ini antara lain mengatur kerjasama antar pemegang wilayah usaha, pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik (power wheeling), interkoneksi jaringan tenaga listrik, serta pembelian kelebihan tenaga listrik dari pemegang Izin Operasi (IO). (Kementerian ESDM, 2015) Bentuk pemanfaatan bersama ini cukup penting mengingat PGE sebagai pihak yang tidak mempunyai jaringan transmisi listrik saat ini masih mengalami ketergantungan dalam hal menjual produksi mereka ke pasar.

Gambar 2. Infrastruktur Penyediaan Tenaga Listrik Nasional

(Dirjen Ketenagalistrikan ESDM , 2012)

Dengan terbitnya peraturan ini, antar pemegang wilayah usaha dapat bekerja sama secara langsung untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah usahanya. Selain itu Usaha Transmisi diwajibkan membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi, sedangkan Usaha Distribusi dapat membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan distribusi. Pemegang IO dapat melakukan interkoneksi jaringan tenaga listrik dengan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Listrik (IUPL) yang memiliki wilayah usaha. Sementara itu, Pemegang IUPL yang memiliki wilayah usaha dapat membeli kelebihan tenaga listrik dari pemegang IO. (PLN, 2015)

(9)

9

kemampuan kapasitas jaringan tenaga listrik serta tidak menyebabkan terganggunya penyaluran tenaga listrik. Pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik diselenggarakan secara terbuka, tidak diskriminatif, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sistem Operator berada di Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang memiliki jaringan.

Pada dasarnya istilah pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik (PBJT) di Indonesia dapat pula dikenal sebagai sewa jaringan transmisi atau di literatur asing disebut sebagai power wheeling. Menurut Independent Energy Producers Association (IEPA): (IEPA, 2016)

Power Wheeling refers to the transfer of electrical power through transmission and distribution lines from one utility's service area to another's. Wheeling can occur between two adjacent utilities, or between utilities in different state.

Secara sederhana, menurut Sood, Power Wheeling adalah pengiriman daya listrik dari penjual ke pembeli melalui jaringan yang dimiliki oleh pihak ketiga. (Sood, Y, Raj., dkk, 2002) Sedangkan tujuan dari power wheeling itu sendiri adalah agar aset jaringan transmisi atau distribusi sebagai salah satu aset milik bangsa dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pelaku ekonomi dan sekaligus untuk peningkatan utilisasi jaringan transmisi atau distribusi sebagai salah satu bentuk efisiensi pada lingkup nasional. (Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, 2012) Adanya wheeling dalam sistem tenaga listrik ini menjadi landasan adanya transmission open access, dimana jaringan transmisi dibuka selebar-lebarnya untuk setiap perusahaan pembangkitan tenaga listrik. (Taufiq Indraputra, 2014) Transmisi tenaga listrik harus diperlakukan sebagai objek bisnis yang terpisah dengan pembangkitan maupun distribusi. Skema open access pada transmisi listrik ini juga telah diterapkan dan dikembangkan di berbagai Negara seperti Chile, Great Britain, Argentina, New Zealand, Australia, Perú, Colombia. (Hugh Rudnick, 2015)

Skema open access yang diwujudkan dalam bentuk power wheeling / pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) / Sewa jaringan transmisi ini pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh PGE selaku penyedia tenaga listrik di Indonesia untuk melakukan penjualan langsung energi listrik panas bumi. Dalam pembuatan perjanjian pemanfaatan bersama antara PGE dan Badan Usaha Penyedia Transmisi Tenaga Listrik, perlu di perhatikan hal-hal berikut ini : (Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, 2012)

1. Transaksi

Yang meliputi Jadwal Pembangkitan dan Real Time Dispatch.

2. Imbalance Energy

(10)

10

3. Manajemen Kongesti/Constrain

Setiap transaksi mempengaruhi yang lain, yang dapat mempengaruhi aliran daya listrik dalam jaringan (over load-under voltage).

4. Ancillary Services

Reserve operasi (operating reserve), daya reaktif yang diperlukan agar sistem jaringan bekerja dengan baik.

Disamping hal-hal diatas, perlu dipertimbangkan pula hal-hal lain dalam skema open access dalam bentuk power wheeling. Pertimbangan pertama adalah kesiapan PIUPL dan PIUPL Terintegrasi sebagai Badan Usaha Penyedia Transmisi Listrik selaku pemilik dan pengelola jaringan (dalam hal pertumbuhan beban dan jaringan). Kedua adalah dalam hal permasalahan teknis seperti batasan Kapasitas Jaringan dan permasalahan gangguan (Tegangan, Stabilitas Frekuensi, Harmonisasi, Susut Jaringan dan lain sebagainya). Ketiga adalah model perhitungan komponen sewa (biaya) yang lebih dikenal sebagai toll fee. Keempat adalah Grid Code dan

Distribution Code yang masih perlu direview.

D.KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, kami kemudian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, negara membuka kesempatan yang luas bagi perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan energi panas bumi di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut, pengusahaan panas bumi di prioritaskan untuk pemanfaatan tidak langsung yaitu untuk produksi listrik. PGE sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan panas bumi saat ini telah menggunakan 2 mekanisme penjualan hasil pengusahaan energi panas bumi yaitu PJBL (Perjanjian Jual Beli Listrik) dan PJBU (Perjanjian Jual Beli Uap).

Gambar

Gambar 2. Infrastruktur Penyediaan Tenaga Listrik Nasional

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang senantiasa kami rasakan, salah satu karunia yang Engkau berikan adalah tersel

Peserta dihadiri oleh direktur utama/pimpinan perusahaan/pengurus koperasi dan/atau penerima kuasa dari direktur utama/pimpinan perusahaan/pengurus koperasi yang nama penerima

Menginterpretasikan Menceritakan Menampilkan Memberi contoh Merangkum Menyimpulkan Membandingkan Mengklasifikasikan Menunjukkan Menguraikan

[r]

Dapat dideskripsikan bahwa dari 40 siswa, yang sesuai dengan KKM dan dapat meningkatkan motivasi dalam kegiatan belajar pada pembelajaran IPS tentang menghargai

Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa variabel pengalaman auditor dan keahlian auditor secara uji F tidak berpengaruh signifikan terhadap

Arsip Buat Nomor Surat Kelola Pengguna Petunjuk Pengaturan Arsip Agenda Surat Cari Arsip (textbox) No. Surat (textbox) Pengirim (textbox) Alamat yang

Penyelenggaraan aktifitas pendukung pelaksanaan berbagai kegiatan / program organisasi yang dicanangkan dan dirancang oleh masing-masing Bidang dalam struktur organisasi