• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Perangkat Lunak

Penyusunan perangkat lunak adalah sebanyak dua bagian pemrograman, yakni pemrograman registrasi alamat I2C sensor dan pemrograman

mikrokontroler ATmega 32. Masing-masing memiliki fungsi berdasarkan spesifikasi komponen penyusunnya.

4.3.1 Program registrasi modul sensor SRF02

Program registrasi modul sensor SRF02 ini disesuaikan spesifikasi modul sensor SRF02 dan mikrokontroler ATmega32. Hal ini dilakukan untuk

memisahkan alamat yang digunakan untuk setiap sensornya.

Inisialisasi dan konfigurasi mikrokontroler dilakukan pada saat memulai pemograman. Hal ini sangat penting dilakukan dan harus benar-benar tepat agar program dapat berjalan sesuai dengan harapan sebelum diunduh kedalam

 

   

digunakan, serta beberapa fitur yang digunakan seperti library dan juga definisi port yang digunakan.

#i nc l ude <mega32a. h> #i nc l ude <del ay . h>

Penggunaan Code Vision AVR C ini diawali dengan penulisan header #include. #include <mega32a.h> digunakan sebagai deklarasi jenis

mikrokontroler yang akan digunakan, dalam hal ini ATmega 32. Selanjutnya #include <delay.h> membantu dalam penentuan jeda pemrosesan data oleh mikrokontroler.

Kode program yang dipergunakan dalam memproses registrasi sensor adalah sebagai berikut : t ul i s _SRF2( 0Xe0, 0, 0x a0) ; t ul i s _SRF2( 0Xe0, 0, 0x aa) ; t ul i s _SRF2( 0Xe0, 0, 0x a5) ; t ul i s _SRF2( 0Xe0, 0, 0x e0) ; t ul i s _SRF2( 0x e0, 0, 81) ; whi l e( 1) t ul i s _SRF2( 0x e0, 0, 81) ; del ay _ms ( 100) ;  

code “tulis_SRF02” merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam merubah alamat SRF02. “0Xe0” merupakan kode alamat yang akan digunakan yaitu e0 sebagai kode keluaran dari salah satu sensor, sedangkan “81” merupakan alamat I2C dari sensor yang akan digunakan.

4.3.2 Program Mikrokontroler

Program mikrokontroler terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama yang harus ada adalah inisialisasi library yang digunakan seperti #include

   

Pada inisialisasi komunikasi I2C disertakan juga pin yang digunakan untuk SDA dan SCL yaitu PINC.0 sebagai SCL dan PINC.1 sebagai SDA. SDA merupakan pin untuk data masuk dan keluar, sedangkan SCL merupakan sarana pengatur

clock dalam perangkat mikrokontroler.

Fungsi tulis_SRF02 digunakan untuk memerintah SRF02 melakukan ping. Fungsi ini menggunakan protokol komunikasi I2C. perintahnya sebagai berikut:

v oi d t ul i s _SRF02 ( uns i gned c har SRF02_ADDRESS, uns i gned c har al amat , unsi gned c har dat a)

{ i 2c _s t ar t ( ) ; i 2c _wr i t e( SRF02_ADDRESS) ; i 2c _wr i t e( al amat ) ; i 2c _wr i t e( dat a) ; i 2c _s t op( ) ; }

Fungsi void digunakan karena tidak membutuhkan nilai keluaran yang digunakan dalam program utama. Fungsi ini membutuhkan 3 input dengan nama variabelnya yaitu SRF02_ADDRESS, alamat, dan data. Tipe data dari ketiga variabel ini sama. Langkah pertama dalam komunikasi I2c adalah i2c_start(). Kode ini digunakan utnuk menandakan bahwa komunikasi dimulai. Kemudian perintah “i2c_write(SRF02_ADDRESS)”digunakan untuk menuliskan register yang diinginkan ke sensor SRF02. “i2c_write(alamat)” digunakan untuk menuliskan alamat yang ingin diakses. “i2c_write(data)” digunakan untuk mengambil tipe data yang diinginkan. “i2c_stop” digunakan untuk mengakhiri komunikasi i2c.

Fungsi int baca_SRF02 digunakan untuk mengambil data yang telah disimpan oleh SRF02. Fungsinya sebagai berikut:

 

   

 i nt bac a_SRF02 ( unsi gned c har SRF02_ADDRESS, uns i gned c har al amat ) { i nt dat a; i 2c _s t ar t ( ) ; i 2c _wr i t e( SRF02_ADDRESS) ; i 2c _wr i t e( al amat ) ; i 2c _s t ar t ( ) ; i 2c _wr i t e( SRF02_ADDRESS | 1) ; dat a=i 2c _r ead( 0) ;

I 2c _s t op( ) ; r et ur n dat a; }

Fungsi ini memerlukan dua input. Fungsi ini memberikan keluaran yang akan digunakan pada program utama dengan nama variabel “data”. Komunikasinya mirip dengan void tulis_SRF02. Perbedaannya hanya pada “data=i2c_read(0)”. Perintah ini digunakan untuk mengambil data dari SRF02 tanpa adanya ACK (acknowledgement).

Pada program utama, programnya sebagai berikut: t ul i s _SRF02( 0Xe0, 0, 81) ; / / s r f 1 t ul i s _SRF02( 0XE6, 0, 81) ;

t ul i s _SRF02( 0XE4, 0, 81) ; / / s r f 3 t ul i s _SRF02( 0XF0, 0, 81) ; / / s r f 4 del ay _ms ( 70) ;

dat a=bac a_SRF02( 0Xe0, 2) <<8; dat a+=bac a_SRF02( 0x e0, 3) ;

dat a1=bac a_SRF02( 0x e6, 2) <<8; / / s r f 2 dat a1+=bac a_SRF02( 0x e6, 3) ;

dat a2=bac a_SRF02( 0x e4, 2) <<8; dat a2+=bac a_SRF02( 0x e4, 3) ; dat a3=bac a_SRF02( 0Xf 0, 2) <<8; dat a3+=bac a_SRF02( 0x f 0, 3) ;

pr i nt f ( " %i %i %i %i \ r \ n" , dat a, dat a1, dat a2, dat a3) ; del ay _ms ( 1000) ;

langkah yang dilakukan adalah mengirimkan perintah pada 4 SRF02 untuk melakukan pengukuran. “delay_ms(70)” digunakan untuk memberikan waktu pada SRF02 untuk menyelesaikan pengukuran. Kemudian data ini diambil dan ditampilkan pada computer dengan perintah printf.

   

Pengaksesan 4 SRF02 secara bersama-sama dapat dilakukan karena alamat masing-masing SRF02 berbeda. Alamat pada tiap SRF02 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Konfigurasi alamat modul SRF02

NO SRF02 ALAMAT

1 0XE0 2 0XE6 3 0XE4 4 OXF0

4.4 Uji coba sensor

Pengamatan yang dilakukan dalam mengukur kinerja awal sensor SRF02 terhadap objek yang berpindah dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Nilai sensor diukur dari titik tengah objek No Nilai Terdeteksi (cm) Pergeseran (cm) (α)Sudut pengukuran (α ) Sudut perhitungan ∆ (α) 1 91 1 0.6 0.6 0 2 91 4 2.5 2.5 0 3 92 6 3.7 3.7 0 4 93 8 4.9 4.9 0 5 93 11 6.7 6.7 0 6 94 13 8 7.9 0.1 7 95 15 9 9 0 Tabel 7. Nilai sensor diukur dari pangkal objek

No Nilai Terdeteksi (cm) Pergeseran (cm) (α)Sudut pengukuran (α ) Sudut perhitungan ∆ (α) 1 90 0 0 0 0 2 91 1 0.6 0.6 0 3 93 2 1.2 1.2 0 4 94 3 1.8 1.8 0 5 95 4.5 2.7 2.7 0

Pengukuran nilai awal sensor dilakukan untuk menentukan besar maksimum sudut yang akan digunakan pada percobaan selanjutnya. Perbedaan nilai yang

 

   

didapat disebabkan karena pada Tabel 6 nilai yang didapat menggunakan titik acuan yaitu tepat pada titik keseimbangan objek. Namun untuk nilai selanjutnya didapat dari pengambilan dari ujung objek sehingga terjadi perbadaan nilai dari pergeseran objek.

Pengambilan nilai ini masih menggunakan cara manual melalui

hyperterminal dalam pengambilan perubahan nilai yang terjadi. Objek tersebut mengalami perlakuan yakni pergeseran secara lurus hingga sensor tidak

mendeteksi objek. Adapun nilai sudut yang dapat digunakan hingga 10o. Nilai sudut ini digunakan dalam menentukan kemiringan maksimum sensor dalam merancang ke tahap selanjutnya.

4.5 Uji ACM01

Setelah melakukan proses uji coba sensor, maka tahap selanjutnya yaitu melakukan integrasi komponen dan juga uji alat. Proses uji ACM01 ini dilakukan dengan menggunakan tiga variasi kecepatan yang semakin meningkat pada flume tank. Nilai kecepatan ini disesuaikan dengan tingkatan yang ada pada flume tank

yang digunakan (seperti gigi pada sepeda). Langkah awal yang dilakukan adalah persiapan dari insrumen ACM01, hal ini meliputi peletakan instrumen ACM01 dan juga pengukuran tinggi awal dari Flume Tank yang digunakan. Proses ini menghasilkan tinggi pengukuran awal muka air pada Flume Tank sebesar 28 cm yang dideteksi oleh semua sensor.

Pengukuran nilai deteksi jarak pada percobaan ini memiliki perbedaan dari setiap variasi level kecepatan yang digunakan. Adapun hasil kecepatan yang diperoleh baik pengukuran maupun perhitungan sesuai dengan Tabel 8.

   

Tabel 8. Hasil perolehan nilai kecepatan pada flume tank

No

Vrata-rata Real (cm/s)

V rata-rata hitung (input data dari hasil pengukuran

ACM) (cm/s) Δ V Persentase Galat (error) 1 18.45 14.45 4 21.7 % 2 24.33 16.39 7.94 32.6 % 3 31.78 25.52 6.26 19.7 %

Nilai rata-rata kecepatan hasil perhitungan keseluruhan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata kecepatan real (hasil pengukuran manual). Nilai kecepatan real ini digunakan sebagai pembanding dari hasil pengamatan dengan menggunakan ACM01. Hasil yang diperoleh memiliki kolerasi berbanding lurus dengan bertambahnya nilai kecepatan pada flumetank.

Perbedaan terbesar terjadi pada nilai kecepatan kedua yaitu sebesar 7.94 cm/s atau 32.6%.

Untuk dapat melihat sebaran nilai hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 24-26. Gambar 24 merupakan hasil dari perhitungan nilai kecepatan pertama. Pada grafik ini garis linear tampak berada pada nilai kecepatan real rata- rata. Nilai didominasi pada kisaran 5 dan 10 cm/s.

 

   

Gambar 24. Grafik hasil pengamatan ACM01 (18,45 cm/det)

   

Gambar 25. Grafik hasil pengamatan ACM01 (31,78 cm/det)

Pada ketiga grafik ini memiliki nilai hamburan yang berbeda, semakin cepat nilai arus yang digunakan semakin besar nilai sebaran pada grafik. Hal ini dapat disebabkan oleh bentuk gelombang yang dihasilkan semakin banyak interaksinya dan besar dengan peningkatan kecepatan arus pada Flume Tank. yang digunakan. Peningkatan kecepatan arus yang digunakan dapat menyebabkan faktor noise

meningkat juga. Selain itu, riak gelombang yang semakin banyak dapat menyebabkan efek doppler pada sensor yang menyebabkan terjadinya nilai deteksi sensor yang semakin besar atau semakin kecil dalam mendeteksi nilai jarak.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait