• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG FRANCHISE

D. Peraturan Hukum Franchise di Indonesia

Peraturan tentang Franchise juga dapat di tinjau dari Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Beberapa bagian dari Franchise yang mempunyai hubungan yang jelas, ada didalam peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut. Sehingga dapat dikatakan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari Franchise maupun sebaliknya. Beberapa bagian dari Franchise diatur didalam Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta ini dapat kita lihat sebagai berikut.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

a. Undang-undang Merek

Undang-undang ini semula diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, kemudian diganti dengan Undang-undang 19 Tahun 1992 tentang Merek, selanjutnya di ubah dengan undang Nomor 14 Tahun 1997 dan yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 untuk selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Merek (UUM).

Kaitannya dengan Franchise yang menjadikan Undang-undang Merek ini merupakan salah satu Sumber Hukum dari Franchise dapat kita lihat dalam Bab V (lima) yakni “Pengalihan Hak Atas Merek Terdaftar” dan lebih jelasnya dapat dilihat dalam Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42:

Pasal 41:

Ayat 1 :Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik ,reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut.

Ayat 2 :Hak atas Merek Jasa Terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan kualitas, atau ketrampilan Pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa

Pasal 42: Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat di catat oleh Direktorat Jendral apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

b. Undang-undang Paten

Paten pada awalnya di Indonesia diatur adalam Octrooiwet , Stb 1910. No. 313 sehingga pada Tahun 1989 diterbitkannya Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1989 lalu diubah dengan Undang-undang Nomor.13 Tahun 1997 dan terakhir diganti dengan Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2001.

Undang-undang ini dikatakan sebagai salah satu sumber hukum dalam Franchise, dikarenakan adanya hubungan dalam pasal Undang-undang Paten ini yang berkaitan dengan Franchise, yakni dapat dilihat dalam Bab V (lima) “Pengalihan dan Lisensi Paten” terdapat pada Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68.

Pasal 66 :

Ayat 1: Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena :

a. Pewarisan; b. Hibah: c. Wasiat;

d. Perjanjian tertulis; atau

e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan

Ayat 2: Pengalihan Paten sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, harus disertai dengan dokumen asli Paten berikut hak lain yang berkaitan dengan paten itu.

Ayat 3: Segala bentuk pengalihan Paten sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenakan biaya.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Ayat 4: Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal ini tidak sah dan batal demi hukum.

Ayat 5: Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden

c. Undang-undang Hak Cipta

Hak Cipta sebelum kemerdekaan diatur berdasarkan Aurteurswet Stb. 1912 Nomor. 600, dan setela kemerdekaan di bentuklah Undang-undang Nomor.6 tahun 1982 LN. TH. 1982: No.42 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor. 12 Tahun 1997 LN. 1987: No. 29 dan terakhir diubah dengan undang No. 19 Tahun 2002. Untuk selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Hak Cipta (UUHC)

Keterkaitan Hak Cipta dengan Franchise dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang terdapat dalam Bab VII (tujuh) yang terdapat dalam Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51. salah satunya isinya yakni:

Pasal 49

Ayat 1: Pelaku memiliki Hak Eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/ atau gambar pertunjukannya.

Ayat 2: Produser Rekaman Suara memiliki Hak Eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan rekaman suara dan rekaman bunyi.

Ayat 3: Lembaga penyiaran memiliki Hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau dengan sistem elektromagnetik lain.

2. Undang-undang Penanaman Modal Asing Sebagai Dasar Hukum

Undang-undang Penanaman Modal Asing ini dibentuk pada Tahun 2007 dan dikeluarkanlah undang tentang Penanaman Modal Asing, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007. Dalam Pelaksanaan Franchising perlu dilihat ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Penanaman Modal Ini, dikarenakan terdapat beberapa pasal dalam Undang-undang ini yang juga mengatur masalah Franchise atau Waralaba. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat kita lihat dalam Bab IX (sembilan) yakni tentang “Hak,Kewajiban dan tanggung Jawab Penanam Modal” yang terdapat dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17.

Pasal 14:

Setiap penanam modal berhak mendapat: a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. Hak pelayanan; dan

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15:

Setiap penanam modal berkewajiban:

a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16:

Setiap penanam modal bertanggung jawab:

a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan

usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;

d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17:

Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dimana Para Pemilik Hak Franchise Harus berpanduan kedalam Peraturan yang terkandung dalam Pasal-pasal diatas sebelum melakukan kegiatan usaha Franchise, sebab dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing sudah ditentukan Persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi oleh para Pemilik Modal sebelum menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama dibidang Franchise tersebut.

3. Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI NO.

259/MPP/KEP/7 1997 Tanggal 30 Juli 1997

Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian ini di bentuk dan disahkan pada Tanggal 30 Juli 1997, dimana Keputusan Menteri ini mengatur mengenai “Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba” dimana dalam Peraturan ini disebutkan syarat-syarat Pendaftaran Usaha Waralaba (Franchise). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dalam Bab IV tentang “Persyaratan Waralaba” seperti yang tercantum dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20. Dan dapat dilihat sebagai berikut:

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Pasal 16

Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan mengutamakan penggunaan barang dan atau bahan hasil produksi dalam negeri sebanyak-banyaknya sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan atau dijual berdasarkan Perjanjian Waralaba.

Pasal 17

1. Pemberi Waralaba mengutamakan pengusaha kecil dan menengah sebagai Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan dan atau pemasok dalam rangka penyediaan dan atau pengadaan barang dan atau jasa.

2. Dalam hal Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan bukan merupakan pengusaha kecil dan menengah, Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba/ Penerima Waralaba Lanjutan wajib mengutamakan kerjasama dan atau pasokan barang dan atau jasa dari pengusaha kecil dan menengah.

Pasal 18

1. Usaha Waralaba dapat dilakukan di semua Ibukota Propinsi, dan kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri.

2. Usaha Waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri secara bertahap dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, tingkat

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

perkembangan sosial dan ekonomi dan dalam rangka pengembangan usaha kecil dan menengah di wilayah yang bersangkutan.

3. Lokasi usaha waralaba di Ibukota Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berada di Pasar Tradisional dan di luar Pasar Modern (Mall, Super Market, Department Store dan Shopping Center), hanya

diperbolehkan bagi usaha waralaba yang diselenggarakan oleh pengusaha kecil.

4. Usaha waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan bagi usaha waralaba yang diselenggarakan oleh pengusaha kecil. 5. Usaha waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sepanjang berada di Pasar Modern (Mall, Super Market, Department Store dan Shopping Center), dapat diselenggarakan oleh bukan pengusaha kecil setelah mendapat persetujuan dari Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk.

Pasal 19

1. Pemberi Waralaba dilarang menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima Waralaba di lokasi tertentu yang berdekatan, untuk barang dan atau jasa yang sama dan menggunakan merek yang sama, apabila diketahui atau patut diketahui bahwa penunjukan lebih dari satu Penerima Waralaba itu akan mengakibatkan ketidaklayakan usaha Waralaba di kolasi tersebut. 2. Penerima Waralaba Utama dilarang menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

atau jasa yang sama dan menggunakan merek yang sama, apabila

diketahui atau patut diketahui bahwa penunjukan lebih dari satu Penerima Waralaba itu akan mengakibatkan ketidaklayakan usaha Waralaba di kolasi tersebut.

3. Apabila di suatu lokasi yang berdekatan sudah ada usaha Waralaba yang dilakukan oleh Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan, maka di kolasi tersebut dilarang didirikan usaha yang merupakan cabang dari Pemberi Waralaba yang bersangkutan dengan merek yang sama kecuali untuk barang dan atau jasa yang berbeda.

Pasal 20

Dikecualikan oleh ketentuan dalam Pasal 18, kegiatan usaha Waralaba yang memperdagangkan khusus barang/makanan/minuman dan jasa tradisional khas Indonesia dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia oleh usaha kecil dan menengah dan atau mengikutsertakan usaha kecil dan menengah.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Dokumen terkait