• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Dalam kepustakaan ilmu, HKI pada umumnya dibagi menjadi dua bagian yakni sebagai berikut:

1. Hak Cipta (Copy Right)

2. Hak atas Kekayaan Industri (Idustrial Property) yang terdiri dari: a. Hak Paten (Patent);

b. Hak Merek (Trademark);

c. Hak Produk Industri (Industrial Design);

d. Penanggulangan Praktik Persaingan Curang (Repretion of Unfair Competition Practices)

Jika dicermati dalam ketentuan TRIPs, HKI dapat digolongkan dalam 8 (delapan) golongan, antara lain:

1. Hak Cipta dan hak terkait lainnya; 2. Merek Dagang;

3. Indikasi Geografis; 4. Desain Produk Industri; 5. Paten;

6. Desain Lay Out (topografi) dari rangkaian elektronik terpadu; 7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan;

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Bagaimana halnya di Indonesia, apakah semua HKI yang dimaksud di atas sudah diatur dalam undang-undang tersendiri? Apabila diperhatikan peraturan perundang-undangan HKI di Indonesia, tampaknya semua hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, antara lain;

1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. 3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Rangkaian Tata Letak Sirkuit Terpadu.

5. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 7. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual yang lebih berperan dalam bidang Franchise adalah Hak Paten, Hak merek dan Hak Cipta. Hal ini dikarenakan bahwa adanya faktor-faktor yang mendukung keterkaitan antara hak-hak di atas dengan Franchise, Oleh sebab itu lebih lanjut akan dijelaskan mengenai Hak Paten, Merek dan Hak Cipta.

1. Hak Merek

1.1Dasar Hukum

Merek sebagai salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang HKI, di Indonesia semula diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Mengingat Undang-undang ini

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

dianggap kurang memadai lagi, kemudian diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Undang-undang ini pun kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Untuk selanjutnya disebut UUM.

1.2 Pengertian Merek

Salah satu bidang kajian HKI yang cukup berperan dalam bisnis dewasa ini adalah merek (Trademark), karena masalah merek erat kaitannya dengan produk yang ditawarkan produsen baik berupa barang maupun jasa. Bagi konsumen timbul suatu prestise tersendiri bila dia menggunakan merek tertentu. Jadi dalam masyarakat ada semacam anggapan bahwa merek yang digunakan dapat menunjukan status sosial sang pemakai merek. Untuk lebih jelasnya kita dapat mengetahui mengenai merek dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang Merek (UUM) disebutkan, Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam bidang perdagangan barang atau jasa. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang-barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang jenis lainnya (Pasal 1 butir 2). Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya (Pasal 1 butir 3).

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Melihat rumusan merek masih bersifat umum, maka rumusan merek pun dapat dijumpai dalam literatur HKI, yakni para Pakar mencoba memberikan rumusan tentang merek, antara lain dikemukakan oleh :

a. Sudargo Gautama. Menurut perumusan pada Paris Convention,

maka suatu trade mark atau merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang-barang-barang perusahaan lainnya.

b. R.M Suryodiningrat. Barang-barang yang dihasilkan oleh

pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusannya itu dibubuhkan tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek Perusahaan.

Dari rumusan di atas dapat dikemukakan, bahwa merek adalah tanda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. Dengan demikian secara teoritis bagi konsumen dapat menentukan pilihan mana yang terbaik bagi dia.

1.2Pendaftaran Merek

Untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek diperlukan syarat-syarat tertentu. Dalam Pasal 4 UUM disebutkan, merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Dalam Pasal 5 UUM disebutkan, merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.

b. Tidak memiliki daya pembeda. c. Telah menjadi milik umum.

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarnya.

Selanjutnya dalam Pasal 7 UUM disebutkan permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktur Jendral dengan mencantumkan :

a. Tanggal, bulan dan tahun

b. Nama lengkap, Kewarga Negaraan dan alamat pemohon;

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa

d. Warna-warni apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya

menggunakan unsur warna-warni

e. Nama dan negara tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

2. Hak Paten

Dasar Hukum

Keberadaan Paten sebagai bagian HKI semula diatur dalam Octrooiwet, Stb.1910. No. 313. Mengingat perkembangan teknologi begitu cepat dan didasari oleh keinginan untuk memiliki Undang-undang Nasional tentang Paten, maka pada tahun 1989 pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Tentang Paten, Kemudian undang-undang ini pun diubang dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997, dan terakhir diganti dengan Undang-Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2001, untuk selanjutnya disebut UUP.

Arti pentingnya UUP antara lain adalah:

a. Untuk mendorong Investor berkreativitas dalam teknologi b. Memberi keleluasaan Industri dalam memilih teknologi baru c. Memacu sector industri untuk melakukan investasi

d. Sarana alih Teknologi

e. Instrumen penentu kebijakan pembangunan.

Maka prinsip pokok yang melandasi lahirnya UUP yakni: a. Paten diberikan atas dasar permintaan

b. Paten untuk satu investasi

c. Investasi harus baru, mengandung langkah inventif, dapat diterapkan dalam industri.

Pengertian Paten

Dalam Undang-undang Paten (UUP) disebutkan, Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada investor atas hasil inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, selama waktu tertentu yang melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (Pasal 1 butir 1). Invensi adalah ide inventor yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat merupakan produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

atau proses. (Pasal 1 butir 2). Investor adalah seorang secara sendiri-sendiri atau beberapa orang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 butir 3). Paten diberikan atas dasar permohonan (Pasal 20).

Dalam kepustakaan ilmu hukum dapat ditemui rumusan tentang paten yakni: Patent is grant of a right to exclude other from the making, using, or selling of an invention during a specific time, it’s constitute a legitimate monopoly. Dari rumusan di atas, dapat dikemukakan bahwa paten merupakan hasil kreativitas seseorang dalam bidang teknologi.

Ruang Lingkup Paten

Dalam UUP disebutkan paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri (Pasal 2 ayat 1). Suatu invensi mengandung langkah inventif, jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian biasa mengenai teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.

Penilaiaan bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam permohonan itu diajukan dengan hak prioritas (Pasal 2 ayat 3).

Rumusan secara negatif dijabarkan dalam pasal 3 UUP sebagai berikut: 1. Suatu invensi dianggap baru, jika pada tanggal penerimaan invensi

tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya;

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

2. Tekonologi yang diungkapkan sebelumnya sebagai mana yang diungkapkan pada ayat (1) adalah teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang kemungkinan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelumnya:

a. Tanggal Penerimaan, atau b. Tangga l Prioritas.

Jangka waktu Paten, selama dua puluh (20) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan. Untuk paten sederhana jangka waktunya selama sepuluh (10) tahun (Pasal 8 dan 9 UUP)

Tata cara mendapatkan Paten

Dalam Pasal 10 UUP disebutkan yang berhak memperoleh paten adalah investor atau yang menerima lebih lanjut hak investor yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 22 disebutkan, permohonan diajukan dengan membayar biaya kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

Namun perlu juga diperhatikan bahwa tidak setiap invensi dapat diberikan paten, hal ini dijabarkan pada Pasal 7 UUP bahwa paten tidak diberikan untuk invensi tentang:

a. Proses atau produk yang pengumunan dan penggunaan atau

pelaksanaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.

b. Metode pemeriksaan, perawatan,pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau d. i. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik;

ii. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikro biologis. Dari ketentuan di atas terlihat bahwa paten tidak begitu saja diberikan oleh negara, melainkan investor harus mengajukan permohonan kepada negara. Jika suatu invensi hendak diajukan ke kantor paten agar permohonan atau tepatnya pendaftaran dikabulkan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Invensi itu harus baru (Novelty).

b. Mengandung langkah inventif (Inventive step).

c. Dapat diterapkaan dalam industri (Industrial applicability).

Dengan demikian semakin jelas, bahwa untuk mendapatkan paten wajib melakukan pendaftaran invensinya jika ingin dilindungi oleh UUP. Apabila segala persyaratan yang ditentukan sudah dipenuhi maka kepada pihak yang melakukan pendaftaran paten akan diberikan hak khusus.

Oleh karena itu, pendaftaran adalah mutlak. Keuntungan lain yang diperoleh jika invensi didaftarkan, bagi pihak yang merasa haknya dilanggar dapat menggugat pelanggar paten (Pasal 117-128 UUP).

3. Hak Cipta

3.1. Dasar Hukum

Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia masalah Hak Cipta diatur berdasarkan Auteurswet Stb.1912 Nomor 600. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia ketentuan Hak Cipta diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

1982 LN Tahun 1982: Nomor 15. Kemudian undang-undang ini diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 LN 1987: Nomor 42 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997. LN. 1997 Nomor 29, dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Untuk selanjutnya disingkat UUHC. UUHC mengalami beberapa kali perubahan, hal ini disebabkan:

a. Perkembangan di bidang ekonomi nasional dan internasional berkembang dengan cepat. Perlindungan hak cipta perlu ditingkatkan;

b. Indonesia ikut serta dalam perjanjian internasional khususnya TRIPs, berkewajiban menyesuaikan UUHC dengan perjanjian internasional

a. Pengertian Hak Cipta

Dalam UUHC disebutkan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima ha untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 butir 1).

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal 1 butir 2).

Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra (Pasal 1 butir 3).

Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak (Pasal 1 butir 4).

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Dari ketentuan di atas terlihat bahwa bagi seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam UUHC, mempunyai hak khusus (exclusive rights) terhadap suatu hasil karya cipta. Sebagai hak khusus, pencipta atau pemegang hak cipta mempunyai hak untuk:

a. Memperbanyak Ciptaannya, artinya pencipta atau pemegang hak cipta

dapat menambah jumlah ciptaan dengan perbuatan yang sama, hamper sama atau menyerupai ciptaan-ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama termasuk mengalihwujudkan ciptaan (Pasal 1 butir 6);

b. Mengunakan Ciptaannya, artinya pencipta atau pemegang hak cipta dapat

menyiarkan dengan menggunakan alat apapun, sehinga ciptaan dapat didengar; dibaca atau dilihat oleh orang lain (Pasal 1 butir 5 UUHC);

c. Memperbanyak Haknya, artinya hak cipta sebagai hak kebendaan, maka

pencipta atau pemegang hak cipta dapat menggugat pihak yang melanggar hak ciptanya (Pasal 49 UUHC).

b. Ruang Lingkup Hak Cipta

Dalam Pasal 12 ayat (1) UUHC disebutkan, dalam UU ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:

a. Buku, program computer, pamphlet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;

g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi;

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Dari ketentuan di atas ada suatu hal yang kiranya perlu dikemukakan di sini, sekalipun karya fotografi dilindungi oleh UUHC, namu jika fotografi untuk kepentingan yang difota, maka hak ciptanya ada pada yang difoto. Sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 19 UUHC untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaannya, pemegang cipta atas potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

c. Pendaftaran Hak Cipta

Pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan, karena tanpa didaftarkan pun hak cipta dilindungi UUHC. Hanya saja ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sulit pembuktiannya apabila ada pelanggaran hak cipta, jika dibandingkan dengan hak cipta yang didaftarkan. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 5 ayat (1) UUHC yang mengemukakan, kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:

a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada Direktur Jenderal; atau

b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan.

Apabila ketentuan di atas dicermati secara seksama, tampaknya pembentuk undang-undang mengharapkan agar hasil karya cipta seseorang didaftarkan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian apabila ada sengketa atau pelanggaran hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta tidak ada diatur ketentuan khusus apabila pencipta atau pemegang hak cipta mau mendaftarkan hak ciptanya. Dalam Pasal 35 UUHC hanya disebutkan, Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam daftar umum ciptaan. Jadi di sini terlihat bahwa untuk mendapatkan pengakuan hak cipta perlu pendaftaran. Tata cara pendaftaran Hak Cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.: M.01.H.C.03.0.1.1987, tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan. Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan: permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktur Paten dan Hak

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Cipta dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas folio berganda; (2) Surat permohonan tersebut berisi:

a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;

b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;

d. Jenis dan judul ciptaan;

e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan angkap tiga.

Surat permohonan pendaftaran hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan. Selanjutnya dalam Pasal 11 disebutkan, pengumuman pendaftaran ciptaan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV

FRANCHISE DITINJAU DARI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL \

A. Unsur-unsur Hak Atas Kekayaan Intelektual Yang Terdapat Dalam Franchise

Bisnis waralaba atau franchise belakangan mewabah dunia usaha di Tanah Air, terutama kalangan muda yang bermodal kuat. Sebagian pengusaha berpendapat, mengembangkan bisnis ini relatif lebih mudah dibanding memulai bisnis dari nol. Menurut Ketua Asosiasi Franchise Indonesia Anang Sukandar di Jakarta, baru-baru ini, usaha waralaba di Indonesia memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Sekitar 65 persen pembeli lisensi waralaba berhasil mengembangkan usahanya dan tak sekadar balik modal.

Sejauh ini, terdapat sekitar 270 usaha waralaba asing dan sekitar 20 waralaba lokal di Indonesia. Waralaba asing Lebih banyak karena pengusaha luar negeri memiliki pengalaman lebih lama dalam bisnis waralaba dengan berbagai keunikan usahanya.

Besar kecilnya modal untuk terjun ke bisnis waralaba tergantung dari jenis usaha dan produk yang dipilih. Sejumlah bisnis waralaba dikategorikan sebagai usaha jangka pendek bila modal kembali dalam waktu dua hingga tiga tahun. Sementara bisnis jangka panjang butuh waktu pengembalian modal sekitar empat hingga lima tahun. Menurut Anang, supaya berhasil dalam bisnis waralaba, pengusaha perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain lokasi berusaha yang strategis.

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

Salah satu contoh bisnis Waralaba yang berhasil mengembangkan usahanya adalah lembaga kursus bahasa International Language Program (ILP). Awalnya, bisnis ini hanya berupa kursus bahasa Inggris di sebuah rumah di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada 1997, bisnis ini berkembang menjadi perusahaan penjual waralaba. Dalam waktu tujuh tahun saja, cabang ILP berkembang dari tujuh cabang menjadi 35 cabang. Perjalanan bisnis ILP terbilang mulus meski sempat terhambat dengan pemilihan lokasi yang tepat.

Untuk bergabung dengan waralaba ini, pembeli lisensi setidaknya membutuhkan dana sebesar Rp 1 miliar. Dengan modal sebesar itu pembeli lisensi mendapatkan pelatihan dasar bagi pegawai dan bantuan promosi. Kita ada training untuk semua pegawai dari tingkat yang paling tinggi hingga ke staf, kata Direktur Marketing ILP Susan. Namun, biaya itu tidak termasuk dengan tempat usaha yang rata-rata harus memiliki luas antara 500 meter persegi hingga 700 meter persegi. Keuntungan dapat dicapai pembeli lisensi setelah empat tahun berusaha dengan pembayaran royalti sebesar 12 persen dari keuntungan.

Berbeda dengan ILP, bisnis waralaba minuman Teh Mutiara atau terkenal dengan istilah Bubble Tea membebaskan peminatnya dari biaya royalti. Untuk bergabung dengan bisnis ini, peminat diwajibkan membayar Rp 40 juta. Dana itu digunakan untuk biaya waralaba dan bahan baku minuman selama empat bulan. Bila digabung dengan biaya mesin seperti juicer dan sewa outlet, total modal yang dibutuhkan mencapai Rp 80 juta.

Dengan modal awal sebesar itu, dijanjikan investasi pembeli lisensi kembali dalam tempo lima bulan. Syaratnya, pembeli lisensi dapat menjual sebanyak 150 gelas per hari dengan harga rata-rata Rp 10 ribu per gelas. Untuk

Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.

USU Repository © 2009

tingkat pengembalian investasi antara lima hingga enam bulan, itu bisa dicapai jika memilih lokasi yang ramai, papar Direktur Perusahaan Teh Mutiara Dendy Sjahada.

Seperti bisnis pada umumnya, untuk menjalani waralaba diperlukan kepekaan terhadap pengembangan usaha seperti pemilihan lokasi dan kecermatan memanfaatkan celah menguntungkan dari selera dan kebutuhan masyarakat. Kendati nama dagang terkenal, promosi tetap diperlukan untuk memajukan usaha.

Waralaba adalah pengaturan bisnis dengan sistem pemberian hak pemakaian nama dagang oleh Franchisor kepada pihak independen atau Franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan. Konon, konsep waralaba muncul sejak 200 tahun Sebelum Masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu. Era modern waralaba berkembang di Amerika Serikat pada 1863 yang dilakukan pengusaha mesin jahit Singer dan kemudian diikuti Coca Cola pada 1899.

Di Indonesia, waralaba mulai berkembang pada 1950-an dengan

Dokumen terkait