• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran-saran

Dalam bagian akhir skripsi ini, penulis penulis ingin memberikan saran-saran yang berhubungan dengan dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, saran-saran ini penulis tujukan kepada berbagai pihak yang terkait dengan yakni :

1. Kepada pengadilan agama, pelaksanaan mediasi hendaknya lebih ditingkatkan dan tenaga ahli di bidang mediasi lebih ditingkatkan seperti hakim yang di wajibkan mempunyai sertifikat mediator, agar nantinya hakim yang ingin memediasi bisa menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh untuk mencegah lebih banyaknya angka perceraian.

2. Kepada pemerintahan penulis berharap proses mediasi tidak hanya diatur didalam Perma akan lebih baiknya di jadikan Undang-undang, agar kekuatan hukumnya lebih tinggi dan lebih kuat guna memberikan kesadaran kepada orang-orang bahwa mediasi itu hal yang sangat diwajibkan.

3. Untuk segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Fakultas Syariah dan Hukum agar lebih mengkaji lagi

64

mengenai penyelesaian melalui Mediasi karna kedepannya itu merupakan tantangan bagi mahasiswa yang ingin berprofesi sebagai hakim atau yang ingin menjadi seorang mediator .

65

Abbas, SyahrizalMediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah,Hukum Adat dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo, 2007

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Kompilasi Hukum Islam memberikan definisi pernikahan. Pasal 2 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Mushtofa al-Mawaghi, Ahmad, Tafsir al-Maraghi, Mushthofa al-Babi al-Halbi wa Awladuh, Mesir, Juz I, t.th

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan,Jakarta: Sinar Grafika, 2008 Muhajir, Bahasa Betawi; Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Yayasan Obor

Indonesia, 2000

Ni’am Sholeh, Asrorun, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta : Elsas, 2008

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 2 ayat (2) dan (3)

Sabiq, As Sayyid,Fiqh As Sunnah Juz III,Beirut: Dar Al Fikr, 1977

Subekti & Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, 1989

Sopandi, Andi, Hibridasi Masyarakat di Perbatasan Jakarta, Bekasi, PK2SB FKIP UNISMA, 2005

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998

66

Tharablisi at, Alauddin, Muin Al Hukkam: Fi ma yataraddadu baina al khasamaini min al Ahkami,Beirut : Dar al Fikr, tth

Wahaf Khalaf, Abdul, Ahkam Ahwal al-Syakhsiyyah fi Syariah al-Islamiyah, Beirut: Dar al-Qalam, tth

Wawancara Pribadi dengan Bpk Drs. Mahmudin Yusuf, MH. Hakim Midiator di Pengadilan Agama Bekasi

Yasardin, Mediasi di Pengadilan Agama, Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No. 1 Tahun 2002, Suara Uldilag, Edisi II, 2003

Ditjen Badilag MA RI, Himpunan Statistik Perkara Peradilan Agama Tahun 2007, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

INTERNET

www.badilag.net Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan,Rabu 17 April 2011

www.badilag.net Wahyu Widiana, Upaya Penyelesaian Perkara Melalui Perdamaian pada Pengadilan Agama, Kaitannya dengan Peran BP4. Makalah disampaikan pada Rakernas BP4 tanggal 15 Agustus 2008 di Jakarta Kamis 15 April 2011 Ali, “Beleid Baru Untuk Sang Mediator”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari

2010 dari http://hukumonline.com/detail.asp?id=20214&cl=Berita.

D.S.Dewi, “Implementasi PERMA No.01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”,Diakses dari http:/ /www.mahkamahagung.go.id /images/uploaded/IMPLEMENTASI_MEDIAS.ppt

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/angka-perceraian-di-indonesia-tertinggi-dibanding-negara-islam-lain.html Pembukaan Pemilihan Keluarga Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional, di Asrama haji, Pondok Gede, Jakarta, Selasa (14 Agustus 2007); lihat, “Angka Perceraian di Indonesia Tertinggi, Dibanding Negara Islam Lain”, Rabu, 15/08/2007, http://pa-makassar.net/index.php?option=com_content&view=article&id=48: badilag

&cati =3:newsflash Dirjen pada Workshop Ahli Penyusunan Modul Mediasi: Perlu Dikaji, Kriteria Keberhasilan Mediasi di Lingkungan Peradilan Agama”, jakarta, Badilag.net, 30 November 2010

67

2. Bagaimana tanggapan Pengadilan Agama Bekasi mengenai dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 2008?

3. Bagaimana pelaksanaan mediasi setelah dikeluarkannya Perma No 1 Tahun 2008?

4. Bagaimana praktek atau implementasi mediasi di Pengadilan Agama Bekasi? 5. Menurut bapak faktor apa yang mendukung Proses Mediasi?

6. Menurut bapak faktor apa yang menjadi penghambat mediasi hingga tercapainya perdamaian?

7. Bagaimana efektifitas mediasi di pengadilan agama bekasi? 8. Bagaimanakah peran mediasi dalam suatu kasus perceraian?

9. Lalu apakah perbedaan mendasar perma No. 1 tahun 2008 dengan perma sebelumnya yakni (Perma No 2 tahun 2003) sehingga merasa perlu untuk direvisi?

68

Hasil Wawancara Nama Responden : Drs. Mahmudin Yusuf, MH Jabatan : Hakim Mediator

Di Tempat : Ruang Mediasi di Pengadilan Agama Bekasi

1 Pertanyaan: Menurut bapak apa tujuan sebenarnya dari mediasi?

Jawaban : Mediasi sebagai upaya dari lembaga peradilan untuk menyelesaikan masalah sebelum lebih lanjut ke pengadilan dan untuk mengurangi perkara agar tidak banyak di Pengadilan agama dan perkara itu lebih cepat dengan adanya mediasi.

2 Pertanyaan: Bagaimana tanggapan Pengadilan Agama Bekasi mengenai dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 2008?

Jawaban : Sangat positif dengan dikeluarkannya Perma No. 1 tahun 2008 untuk mengurangi angka perceraian

3 Pertanyaan: Bagaimana pelaksanaan mediasi setelah dikeluarkannya Perma No 1 Tahun 2008?

Jawaban : Pengadilan agama melaksanakan mediasi sudah sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2008

4 Pertanyaan: Bagaimana praktek atau implementasi mediasi di Pengadilan Agama Bekasi?

Jawaban : Praktek atau Implementasi di pengadilan agama Bekasi melaksanakan sesuai Perma No. 1 Tahun 2008 yakni :

Sidang Pra Mediasi Pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditentukan dan dihadiri kedua belah pihak, majelis hakim menjelaskan tentang keharusan para pihak untuk menempuh proses mediasi serta menjelaskan prosedur mediasi menurut Perma No.1 tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memilih mediator yang dikehendaki bersama dan berunding tentang pembebanan biaya yang timbul jika memilih mediator bukan hakim. Untuk itu, majelis hakim menskors persidangan. Setelah mendapat laporan dari panitera sidang, ketua majelis kemudian mencabut skors dan melanjutkan persidangan. Dalam hal mediator sudah ditunjuk, selanjutnya majelis hakim, Paling lambat satu hari kerja berikutnya, mediator yang ditunjuk wajib menentukan hari pelaksanaan mediasi dalam sebuah Penetapan, dengan ketentuan tenggang waktu antara Surat Penunjukan Mediator dengan hari pelaksanaan mediasi tidak boleh lebih dari 7 hari kerja. Panggilan para pihak untuk mediasi dapat dilakukan oleh Jurusita Pengganti dan biayanya dibebankan kepada panjar biaya perkara. Pelaksanaan Mediasi Mediasi dilaksanakan di tempat mediasi Pengadilan Agama, kecuali para pihak menghendaki lain,apabila mediator bukan dari hakim. Dalam hal kedua belah pihak tidak hadir maka mediasi ditunda untuk memanggil para pihak. Apabila telah dipanggil 2 kali berturut-turut tidak hadir, maka mediator menyatakan mediasi gagal (Pasal 14 ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2008). Proses mediasi diawali dengan

70

identifikasi masalah. Untuk itu Mediator memberi kesempatan kepada kedua pihak, pihak yang hadir untuk menyiapkan ‘resume perkara’ baik

secara lisan maupun tertulis. Pada hari dan tanggal yang ditentukan, Penggugat/Pemohon menyampaikan/membacakan resumenya, kemudian dilanjutkan dengan penyampaian/ pembacaan resume perkara dari Tergugat/ Termohon atau Kuasanya. Setelah menginventarisasi permasalahan dan alternatif penyelesaian yang disampaikan para pihak, mediator menawarkan kepada pihak Tergugat/ Termohon alternatif solusi yang diajukan Penggugat/ Pemohon dan sebaliknya, untuk dimintai pendapatnya. Dalam hal terjadi kebuntuan, mediator dapat melakukan kaukus; Sebelum mengambil kesimpulan, mediator memberikan kesempatan kepada pihak untuk merumuskan pendapat akhir atas perkara tersebut. Dalam hal tidak diperoleh kesepakatan, mediator menyatakan proses mediasi gagal, mediator melaporkan kegagalan tersebut kepada majelis hakim pada hari sidang yang telah ditentukan; Dalam hal diperoleh kesepakatan, para pihak merumuskan kesepakatan tersebut secara tertulis dalam suatu Surat Kesepakatan dibantu oleh mediator. Setelah surat kesepakatan tersebut disetujui dan ditanda tangani para pihak dan mediator, dilaporkan oleh para pihak kepada majelis hakim. Dalam hal kesepakatan dilakukan oleh kuasa hukum maka para pihak in person harus ikut menandatangani kesepakatan tersebut sebagai tanda persetujuannya.

Laporan Mediasi Mediator wajib menyusun laporan pelaksanaan mediasi, baik dalam hal mediasi berhasil yang diakhiri dengan perdamaian atau tidak berhasil. Laporan mediator sudah harus disampaikan melalui panitera sidang sebelum persidangan dimulai. Apabila mediator dalam laporannya menyatakan bahwa mediasi telah gagal, dalam hal majelis hakim telah menentukan hari sidang berikutnya, maka persidangan dibuka kembali dengan acara biasa. Sedangkan dalam hal siding berikutnya belum ditentukan, maka sidang dilanjutkan terlebih dahulu memanggil para pihak dengan Penetapan Hari Sidang baru. Dalam hal mediasi gagal, maka laporan mediasi cukup ditanda tangani oleh mediator. Jika para pihak dalam proses mediasi diwakili oleh kuasa hukum, maka laporan kesepakatan harus dilampiri pernyataan persetujuan tertulis dari para pihak. Apabila mediasi tidak berhasil, maka seluruh catatan mediasi dimusnahkan dengan berita acara pemusnahan catatan mediasi sebelum sidang dibuka kembali yang ditandatangi oleh mediator.

Sidang Lanjutan Laporan Mediasi Dalam sidang terdapat dua komponen yaitu mediasi gagal atau berhasil Jika mediasi berhasil maka kedua belah pihak harus melaksanakan amar dari hasil mediasinya. Akan tetapi jika gagal maka akan di lanjutkan ke persidangan sampai ada putusan dari hakim.

72

Jawaban : dilihat dari faktor usia ada para pihak yang memiliki i’tikad

baik untuk mengakhiri sengketa melalui mediasi dan para pihak memiliki kesadaran untuk berdamai dan menyadari kekeliruannya, ruang mediasi di pengadilan agama Bekasi yang cukup memadai, para Hakim Mediator di pengadilan agama bekasi sebelum melakukan proses mediasi ia mempelajari dahulu permasalahan penyebab perkara yang di hadapi oleh kedua belah pihak.

6 Pertanyaan: Menurut bapak faktor apa yang menjadi penghambat mediasi hingga tercapainya perdamaian?

Jawaban : Durasi Kurang adanya inisiatif dari Pengadilan Agama Bekasi untuk memaksimalkan waktu dari proses mediasi. karena dengan pemaksimalan waktu maka akan semakin menumpuk jumlah perkara yang tersisa dan akan memakan biaya yang lebih banyak, penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya, mungkin penyebab kurang pedulinya hakim Mediator, sehingga ia kurang memaksimalkan upaya perdamaian. Tidak adanya Hakim yang bersertifikat Mediator. Tidak adanya Mediator dari luar Pengadilan. Jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan agama adalah perkara perceraian. Perkara perceraian yang sudah didamaikan dari kalangan keluarga maupun seseorang yang ditokohkan akan tetapi sudah tidak bisa. Dengan gambaran seperti ini perkara perceraian yang diajukan ke peradilan agama pada dasarnya merupakan perkara perceraian yang sudah sangat rumit sehingga dapat

dikatakan bahwa perkawinan mereka sudah pecah. perkara yang susah di mediasi kebanyakan perkara perselingkuhan dan KDRT.

7 Pertanyaan: Bagaimana efektifitas mediasi di pengadilan agama bekasi? Jawaban : Menurut saya masalah efektifitas mediasi di pengadilan agama Bekasi bukan di ukur dari tingkat ke efektifannya akan tetapi dilihat dari prosentase keberhasilan, memang kalau dilihat dari prosentase proses mediasi keberhasilannya memang masih sangat sedikit sekali. 8 Pertanyaan: Bagaimanakah peran mediasi dalam suatu kasus perceraian?

Jawaban : Di dalam kasus perceraian sulit mendamaikan kedua belah pihak karna perkara yang sudah masuk perkara yang sangat rumit dan hati mereka memang sudah sama-sama sakit, mereka sudah kekeh ingin bercerai. Apalagi mengenai kasus Perselingkuhan dan KDRT itu lebih sulit lagi dalam menangani perdamaian.

9 Pertanyaan : Lalu apakah perbedaan mendasar perma No. 1 tahun 2008 dengan perma sebelumnya yakni (Perma No 2 tahun 2003) sehingga merasa perlu untuk direvisi?

Jawaban : Sebelum adanya Perma No. 1 Tahun 2008 usaha-usaha perdamain sudah ada akan tetapi sifatnya tidak mengharuskan hanya sebagai pilihan dan dengan adanya Perma No. 1 tahun 2008 hal itu lebih bagus lagi jadi pelaksananaa mediasi itu menjadi sebuah keharusan yang sifatnya lebih kuat lagi untuk mengusahakan perdamaian.

77

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 01 TAHUN 2008

Tentang

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih

cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

b. Bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

c. Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.

d. Bahwa sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung.

e. Bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan

mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

Mengingat : 1. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Reglemen Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg)Staatsblad 1927 Nomor 227;

3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 2004;

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara No 4359 Tahun 2004;

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, lembaran Negara Nomor 20 Tahun 1986, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Lembaran Negara Nomor 34 Tahun 2004;

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan

Nasional, Lembaran Negara Nomor 206 Tahun 2000.

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Nomor 3 Tahun 2006, Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4611.

M E M U T U S K A N :

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Perma adalah Peraturan Mahkamah Agung Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

79

yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa.

3. Hakim adalah hakim tunggal atau majelis hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Tingkat Pertama untuk mengadili perkara perdata;

4. Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya;

5. Kesepakatan perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan Peraturan ini;

6. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian;

7. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator;

8. Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian;

9. Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan ini; 10. Resume perkara adalah dokumen yang dibuat oleh tiap pihak yang memuat duduk perkara

dan atau usulan penyelesaian sengketa;

11. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang dikeluarkan oleh lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung;

12. Proses mediasi tertutup adalah bahwa pertemuan-pertemuan mediasi hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang terjadi dalam pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik terkecuali atas izin para pihak.

13. Pengadilan adalah Pengadilan Tingkat Pertama dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

14. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tinggi dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

Pasal 2

Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma

(1) Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

(2) Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.

(3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

(4) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.

Pasal 3

Biaya Pemanggilan Para Pihak

(1) Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya perkara.

(2) Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan para pihak.

(3) Jika mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak dalam proses mediasi dibebankan kepada pihak yang oleh hakim dihukum membayar biaya perkara.

Pasal 4

Jenis Perkara Yang Dimediasi

Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

81

Sertifikasi Mediator

(1) Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (6), setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(2) Jika dalam wilayah sebuah Pengadilan tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat mediator, hakim di lingkungan Pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediator.

(3) Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;

b. memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi;

c. sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi bukan untuk mediator bersertifikat di pengadilan;

d. memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan mediasi di pengadilan yang disahkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pasal 6 Sifat Proses Mediasi

Proses mediasi pada asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki lain.

BAB II Tahap Pra Mediasi

Pasal 7

Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara dan Kuasa Hukum

(1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.

(2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.

(3) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

aktif dalam proses mediasi.

(5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.

(6) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.

Pasal 8

Hak Para Pihak Memilih Mediator

(1) Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; b. Advokat atau akademisi hukum;

c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;

d. Hakim majelis pemeriksa perkara;

e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.

(2) Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

Pasal 9 Daftar Mediator

(1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator dan disertai dengan latarbelakang pendidikan atau pengalaman para mediator.

(2) Ketua pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.

(3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator. (4) Mediator bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua

Pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.

83

(5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan

Dokumen terkait