• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman

Pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa diatur mengenai Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa, yaitu :

Pasal 2

(1) Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul Desa dan persyaratan yang ditentukan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

(2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terjadi karena pembentukan Desa baru di luar Desa yang telah ada atau sebagai akibat pemekaran Desa dan atau penataan Desa.

(3) Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung.

Semua kewenangan yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa merupakan penyerahan atau pembagian kewenangan dari pemerintah supradesa kepada desa (desentralisasi). Jika mengikuti prinsip desentralisasi maka kewenangan dalam bidang tugas pemerintahan tersebut bisa dibagi secara proporsional antara pusat, propinsi, kabupaten/kota dan desa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxx

5) Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa Pengaturan mengenai pendapatan tetap dan pemberian tunjangan bagi Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang menegaskan :

Pasal 27 :

(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima kepala desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil

Penyelenggaraan pemerintah desa akan lebih baik dan maju apabila dalam pelaksanaannya tidak hanya didasarkan pada peraturan-peraturan saja, akan tetapi sangat perlu juga ditunjang dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang benar, hal ini diperlukan agar dapat memenuhi tuntutan masyarakat, dimana dalam era reformasi dalam pemerintahan sangat diperlukan guna membawa pemerintahan kearah kemajuan yang lebih baik. Dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, peran perangkat desa sangatlah vital, perangkat desa sebagai ujung tombak dalam pelayanan bagi warga pada pemerintahan di tingkat paling bawah. Dalam Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan :

(1) Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan perangkat desa.

(2) Perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat desa lainya.

commit to user

lxxi

(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan amanat dari Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa Sekretaris Desa yang diangkat dengan sah sampai dengan 15 Oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini diangkat langsung menjadi PNS, apabila memenuhi persyaratan. Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan:

(1)Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

d. sehat jasmani dan rohani;

e. memiliki ijazah paling rendah Sekolah Dasar atau yang sederajat; dan

f. berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun terhitung pada 15 Oktober 2006.

(2)Sekretaris Desa yang memenuhi persyaratan diangkat sebagai PNS dalam pangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a.

(3)Sekretaris Desa yang memiliki ijazah lebih tinggi dari Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) diangkat sebagai PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijasah SLTA.

(4)Sekretaris Desa yang memiliki ijazah lebih rendah dari STTB SLTA diangkat sebagai PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijasah yang dimiliki.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxii

Sekretaris Desa yang tidak diangkat menjadi PNS diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil menyebutkan:

(1)Sekretaris Desa yang tidak diangkat menjadi PNS diberhentikan dari jabatan Sekretaris Desa oleh Bupati/Walikota.

(2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi Sekretaris Desa.

(3)Besaran tunjangan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan cara sebagai berikut:

a. masa kerja 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); b. masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun dihitung sebesar

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) pertahun, dengan ketentuan secara kumulatif paling tinggi Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

(4)Penetapan besaran tunjangan kompensasi bagi setiap Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Tujuan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil agar permasalahan mengenai tertib administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan pemberdayaan masyarakat akan dapat berjalan secara efektif (Penjelasan Umum atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007). Namun, tujuan tersebut itu sangat bisa diduga akan menimbulkan kesenjangan dalam pemerintah desa sendiri khususnya antara Kades dan Sekdes, serta Sekdes yang diangkat sebagai PNS dengan Sekdes yang tidak diangkat menjadi PNS, dapat dicontohkan misalkan apakah Sekdes akan lebih taat pada Kades atau kepada yang mengangkat, c.q. Bupati karena selama ini pengangkatan Sekretaris Desa dilakukan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota.

commit to user

lxxiii

Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil menimbulkan problematik tersendiri. Problematik yang muncul yaitu adanya potensi kecemburuan bagi Perangkat Desa lain seperti Kepala Urusan (Kaur) yang tidak diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), padahal Sekdes dan Kaur adalah aparat pemerintahan desa yang sama-sama bertugas melayani masyarakat desa. Hal ini tentunya menjadi problematik yuridis yang harus diperhatikan oleh pemerintah, dan tentu saja menimbulkan pertanyaan bagi Perangkat Desa lain yang tidak diangkat menjadi PNS, mengapa hanya Sekdes saja yang diangkat menjadi PNS.

b. Alasan Perangkat Desa Menuntut Diangkat Menjadi Pegawai Negeri

Sipil

1) Adanya Kecemburuan Perangkat Desa Terhadap Sekretaris Desa (Sekdes) yang Diangkat Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Problematik pengangkatan Perangkat Desa menjadi PNS muncul karena adanya pengangkatan Sekretaris Desa yang selanjutnya disebut Sekdes yang memenuhi persyaratan menjadi PNS. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa lainnya yang juga ingin tingkat kesejahteraannya diperhatikan oleh Pemerintah dengan cara diangkat menjadi PNS.

Pengisian jabatan Sekdes dari PNS merupakan langkah maju dalam upaya mengembangkan manajemen pemerintahan di tingkat desa. Hal tersebut diatur dalam Pasal 202 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi : “Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.” Selanjutnya penjelasan pasal ini berbunyi : “Sekretaris Desa yang ada selama ini yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan” (Sudu dan Tahir, 2007 : 136). Secara eksplisit 57

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxiv

pemahaman dari isi batang tubuh pada Pasal 202 ayat (3) tersebut jelas berbeda dengan apa yang menjadi penjelasannya. Makna yang terkandung dari batang tubuh ketentuan ini adalah jabatan Sekdes diisi atau ditempati oleh PNS yang sudah ada, sedangkan penjelasannya mengamanatkan Sekdes yang belum menjadi PNS saat ini secara bertahap akan diangkat menjadi PNS.

Sekdes diangkat menjadi PNS pelaksanaan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Melalui Peraturan Pemerintah tersebut, Sekdes secara bertahap diangkat menjadi PNS dengan persyaratan yang tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, yang berbunyi “Sekretaris Desa yang diangkat dengan sah sampai dengan 15 Oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini diangkat langsung menjadi PNS, apabila memenuhi persyaratan.” Persyaratan tersebut tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1) sampai Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, yaitu :

(1) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

d. sehat jasmani dan rohani;

e. memiliki ijazah paling rendah Sekolah Dasar atau yang sederajat; dan

f. berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun terhitung pada 15 Oktober 2006.

(2) Sekretaris Desa yang memenuhi persyaratan diangkat sebagai PNS dalam pangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a.

commit to user

lxxv

(3) Sekretaris Desa yang memiliki ijazah lebih tinggi dari Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) diangkat sebagai PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijazah SLTA.

(4) Sekretaris Desa yang memiliki ijazah lebih rendah dari STTB SLTA diangkat sebagai PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijazah yang dimiliki.

Pengisian jabatan Sekdes oleh PNS juga dilatarbelakangi oleh adanya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, khususnya rekomendasi Nomor 7 yang substansi isinya adalah kemungkinan pemberian otonomi bertingkat terhadap Provinsi, Kabupaten/Kota serta Desa/Nagari/Marga, dan sebagainya. Dari isi Tap MPR tersebut terkandung maksud untuk mengubah otonomi Desa dari otonomi yang bersifat pengakuan karena muncul dan tumbuh dari masyarakat, menjadi otonomi pemberian dari pemerintah pusat (Sudu dan Tahir, 2007 : 33).

Untuk mempersiapkan otonomi pemberian dari pemerintah pusat tersebut, maka organisasi pemerintah desa harus diperkuat terlebih dahulu. Kelemahan utama organisasi pemerintah desa saat ini adalah status kepegawaian para perangkatnya yang tidak jelas. Tetapi apabila seluruh Perangkat Desa diangkat menjadi PNS, sudah pasti memberatkan keuangan negara. Oleh karena itu yang diangkat hanya Sekretaris Desa, dengan alasan Sekretaris Desa menjadi otaknya proses manajemen dan administrasi di kantor pemerintahan desa. Melalui pengangkatan Sekretaris Desa sebagai PNS dimulai proses modernisasi organisasi pemerintah desa, sampai pada kondisi siap untuk menerima pemberian otonomi dari pemerintah pusat (Sudu dan Tahir, 2007 : 34).

Ditinjau dari pengisian Sekdes oleh PNS, terdapat kelebihan kelemahan yaitu : (Sudu dan Tahir, 2007 : 34)

a) Kelebihan pengisian Sekdes oleh PNS :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxvi

(1) Sekdes memiliki kepastian kedudukan kepegawaian, penghasilan serta karier, sehingga dapat memberikan motivasi untuk berprestasi.

(2) Adanya aktor penggerak perubahan di bidang manajemen dan administrasi pemerintahan untuk tingkat desa.

(3) Adanya aktor penghubung yang dapat menjadi perantara kebijakan perubahan yang datang dari pemerintah.

b) Kekurangan pengisian Sekdes oleh PNS :

(1) Menimbulkan kecemburuan bagi Kades dan Perangkat Desa lainnya, terutama desa-desa yang tidak memiliki sumber keuangan yang cukup untuk memberi imbalan bagi Perangkat Desanya. Kecemburuan ini dapat menimbulkan suasana kerja yang kontraproduktif.

(2) Rawan manipulasi dalam proses pengisian jabatan Sekdes, sehingga dapat menimbulkan konflik.

(3) Intervensi pemerintah terhadap desa menjadi lebih besar melalui tangan-tangan Sekdes.

(4) Terbuka peluang terjadinya konflik antara Kepala Desa dengan Sekdes dalam hal hubungan kerja, apabila tata kerjanya tidak diatur dengan rinci dan dilaksanakan secara konsisten, karena adanya publikasi komando terhadap Sekdes.

Dari sejumlah Sekdes yang ada di Indonesia, akan diperoleh 3 (tiga) kategori untuk kemungkinannya diangkat sebagai PNS, yakni : (Sudu dan Tahir, 2007 : 35)

a) Kategori yang telah memenuhi syarat, yakni mereka yang usianya di bawah 40 tahun dan berpendidikan SLTA;

b) Kategori yang belum memenuhi syarat, yakni mereka yang usianya di bawah 40 tahun tetapi pendidikannya di bawah SLTA, jadi masih ada kesempatan untuk mengikuti pendidikan persamaan SLTA dan yang sederajat;

commit to user

lxxvii

c) Kategori yang tidak memenuhi syarat, yakni mereka yang usianya di atas 40 tahun dan pendidikannya di bawah SLTA. Kategori ketiga kemungkinan jumlahnya paling banyak dibandingkan kategori lainnya, sehingga perlu kebijakan yang adil, agar tidak menimbulkan keresahan, antara lain melalui pengangkatan sebagai tenaga kontrak sampai masuk usia pensiun (56 tahun).

Pengangkatan Sekdes menjadi PNS memang menimbulkan masalah serius, bahkan membuat Kementerian Dalam Negeri kewalahan mengatasinya. Pengangkatan Sekdes menjadi PNS jelas berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sekaligus menimbulkan beban kepegawaian dan anggaran yang berat. Pemerintah daerah dan pemerintah desa umumnya menghadapi kesulitan tentang hal ini. Peraturan belum juga dilaksanakan, sudah terjadi benturan antara Kepala Desa, Sekdes dan Perangkat Desa lain. Para kepala desa umumnya merasa keberatan dan iri, sekaligus bertanya kenapa yang di-PNS-kan hanya Sekdes. Sikap yang sama juga muncul dari Perangkat Desa lain, mereka juga menuntut agar bisa di-PNS-kan seperti Sekdes.

Tuntutan para kepala desa dan Perangkat Desa marak terjadi dengan adanya demonstrasi yang rutin dilakukan Perangkat Desa, asosiasi pemerintahan desa, dan berbagai kelompok terkait lain, yang berisi satu tuntutan puncak yaitu segera sahkan RUU Desa (R Endi Jaweng, 2011 : 6). Seperti yang terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dan Kabupaten Sukoharjo, serta Kabupaten Brebes di Jawa Tengah, pada Jumat tanggal 11 November 2011, serentak berunjuk rasa menuntut pemerintah segera mengesahkan RUU desa. Mereka adalah 2.500 Perangkat Desa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara se-Kabupaten Mojokerto, 200-an anggota Parade Nusantara se-Kabupaten Sukoharjo, dan 1.000-an anggota Parade Nusantara se-Kabupaten Brebes. Para pengunjuk rasa melakukan aksinya di kantor bupati dan DPRD setempat. Ketua Parade Nusantara 61

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxviii

Kabupaten Mojokerto, Mandra’i, menyatakan tuntutan mereka agar RUU Desa disahkan dan mendesak agar pemerintah mengalokasikan dana APBN 10 persen untuk anggaran desa. Adapun Ketua Umum Parade Nusantara Kabupaten Mojokerto, Gatot Suyatman, menyatakan, selama ini alokasi anggaran desa bergantung pada perolehan pajak bumi bangunan (PBB) masing-masing desa antara Rp 50 juta-Rp 60 juta per tahun. Selain mendesak agar presiden dan DPR segera membahas RUU Desa, Perangkat Desa di Sukoharjo menyatakan mogok kerja sejak Jumat, 11 November 2011 sampai RUU Desa dibahas DPR atau Surat Presiden ke DPR turun. Ketua Dewan Pimpinan Parade Nusantara Kabupaten Sukoharjo, Agus Tri Raharjo, mengatakan, para Perangkat Desa hanya menagih janji Presiden yang disampaikan Presiden tahun 2009, yang menyatakan pemerintah akan segera membuat RUU Desa. Di Brebes, mengancam akan menolak segala tugas pembantuan, apabila UU Desa tidak segera ditetapkan tahun ini. Ketua Parade Nusantara Brebes, Ahmad Tasdiq, mengatakan, penetapan UU Desa sangat penting demi mempercepat pembangunan negara dan bangsa Indonesia, yang dimulai dari desa. Dengan adanya UU Desa, maka pemerintah desa dan masyarakatnya akan mendapat hak secara utuh (Tif/Uti/Wie, 2011 : 23).

Klausul Sekdes-PNS ini memang menimbulkan masalah serius, bahkan membuat Departemen Dalam Negeri sangat kedodoran dalam menyusun Peraturan Pemerintah mengenai Pemerintahan Desa. Pengangkatan Sekdes menjadi PNS jelas berbenturan dengan UU Kepegawaian, sekaligus menimbulkan beban kepegawaian dan anggaran yang sangat berat. Di aras lokal isu Sekdes-PNS ini juga menimbulkan masalah. Pemerintah daerah umumnya menghadapi kesulitan tentang hal ini. Di aras Desa, masalah menjadi lebih keras. Peraturan belum juga dilaksanakan, sudah terjadi benturan antara kepala Desa, Sekdes dan Perangkat Desa lain. Para kepala Desa umumnya merasa keberatan dan iri, sekaligus bertanya kenapa yang

commit to user

lxxix

PNS-kan hanya sekdes. Sikap yang sama juga muncul dari Perangkat Desa lain; mereka juga menuntut agar bisa di-PNS-kan seperti Sekdes (E.B. Sitorus dkk, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang

Tentang Desa,

http://www.forumdesa.org/download/ruudesa/NA_RUU_Desa.pdf).

2) Tingkat Kesejahteraan Perangkat Desa Kurang Memadai

Perangkat Desa menjadi ujung tombak pemerintahan di desa-desa. Para Perangkat Desa bekerja melaksanakan program-program pemerintah, dan menjadi ujung tombak pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan pengangkatan Perangkat Desa menjadi PNS bukan semata-mata karena Perangkat Desa menginginkan gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perangkat Desa hanya ingin mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari Negara dengan memperhatikan tingkat kesejahteraannya yang dinilai minim.

Pengaturan mengenai pendapatan tetap dan pemberian tunjangan bagi Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang menegaskan :

Pasal 27 :

(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima kepala desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.

Pasal 27 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dalam kenyataannya tidak dapat berjalan sesuai ketentuan yang telah disebutkan yaitu penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Perangkat Desa paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kebupaten/Kota. Selama ini, para Perangkat Desa tidak memiliki pendapatan yang merata. Pendapatan disesuaikan 63

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxx

dengan kebijakan di tiap-tiap daerah. Ada yang hanya mendapatkan tanah "bengkok", ada yang mendapatkan Rp 300.000,00 per bulan, dan ada pula yang hanya menerima Rp 100.000,00 per bulan. (Anita Yossihara dan Marcus Suprihadi, Perangkat Desa Minta Diangkat Jadi PNS. http://nasional.kompas.com/read/2012/02/02/11352711).

Pendapatan Perangkat Desa juga tergantung pada besarnya sumber pendapatan desa yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Berdasarkan Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, sumber pendapatan desa terdiri atas :

a) Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;

Pendapatan asli desa bersumber dari: (1) Hasil usaha desa;

Hasil usaha desa merupakan pendapatan yang berasal dari usaha-usaha desa, seperti lumbung desa, perusahaan-perusahaan desa, dan usaha –usaha ekonomi desa lainnya. Hasil kekayaan desa, terdiri atas:

(a) Tanah kas desa

Tanah kas desa tumbuh berdasarkan tradisi/adat istiadat yang berkembang dan hidup di kalangan masyarakat. Hasil dari tanah kas desa ini dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan rumah tangga desa, termasuk tunjanganbagi kepala desa dan perangkatnya. Di samping itu ada tanah desa yang diperuntukan bagi desa dan perangkatnya, yaitu:

i. Tanah bengkok; ii. Tanah lungguh;

iii. Tanah pengarem-arem; iv. Tanah pecatu.

commit to user

lxxxi

Tanah tersebut di atas adalah tanah jabatan yang ada selama kepala desa dan Perangkat Desa masih memegang jabatan dalam pemerintahan desa. Di samping tanah yang diperuntukan bagi kepala desa dan perangkatnya, terdapat pula tanah yang khusus untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan yang disebut dengan tanah titisara.

(b) Pemandian umum yang diadakan/diurus oleh pemerintah desa; (c) Pasar desa yang diadakan/diurus oleh pemerintah desa;

(d) Obyek-obyek rekreasi yang diadakan/diurus oleh pemerintah desa;

(e) Hutan desa;

(f) Perairan dalam batas tertentu yang diurus oleh Desa termasuk irigasi dan sejenisnya;

(g) Bangunan milik desa;

(h) Lain-lain kekayaan milik desa.

(2) Pungutan Desa

Pemerintah Desa dapat melakukan pemungutan baik berupa uang maupun benda dan/atau barang terhadap masyarakat desa, didasarkan pertimbangan masyarakat desa yang ditetapkan melalui keputusan desa dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan desa.Bentuk pungutan desa dapat berupa :

(a) Pungutan yang berasal dari urusan dan/atau iuran sesuai dengan klasifikasi mata pencaharian masyarakat desa berdasarkan kemampuan ekonomi;

(b) Pungutan yang berasal dari penggantian ongkos cetak surat keterangan dan administrasi;

(c) Pungutan yang berasal dari perusahaan yang berada di desa sesuai dengan klasifikasinya;

(d) Pungutan berupa pologoro.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lxxxii (3) Hasil swadaya dan partisipasi

Swadaya dan partisispasi masyarakat desa merupakan kemampuan kelompok masyarakat desa dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam kelompok masyarakat. Swadaya dan partisipasi masyarakat desa dimaksudkan sebagai sumbangan warga desa dalam kegiatan pembangunan.Adapun bentuk swadaya dan partisipasi masyarakat desa meliputi:

(a) Tenaga kerja di desa;

(b) Substitusi tenaga kerja, yaitu pengganti tenaga kerja dinilai dengan uang;

(c) Barang atau hasil bumi yang sesuai dengan musyawarah dapat dilelang atau untuk dijadikan uang;

(d) Bahan-bahan bangunan dan bahan makanan yang dapat dinilai dengan uang.

(4) Hasil gotong-royong

Gotong-royong merupakan bentuk kerjasama yang spontan dan sudah melembaga serta mengandung unsur timbal-balik yang bersifat sukarela antara warga desa dan pemerintah desa untuk memenuhi kebutuhan. Hasil kerja sama tersebut misalnya dalam

Dokumen terkait