• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN

MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

NORMA EVITA HAYATI

NIM. E0008199

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN

MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Oleh

Norma Evita Hayati

NIM. E0008199

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, April 2012

Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Suranto, S.H., M.H. NIP. 195608121986011001

Pembimbing II

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN

MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Oleh :

Norma Evita Hayati NIM. E0008199

Telah diterima dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Pada:

Hari :

Tanggal : April 2012

DEWAN PENGUJI

1. ... : ………... Ketua

2. ... : ………... Sekretaris

3. ... : ………... Anggota

Mengetahui,

DEKAN

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

SURAT PERNYATAAN

Nama : Norma Evita Hayati

NIM : E0008199

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI

PEGAWAI NEGERI SIPIL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan

ditujukan dalam daftar pustaka.Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya

tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan

penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum

(skripsi) ini.

Surakarta, April 2012

Yang Membuat Pernyataan,

NORMA EVITA HAYATI

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Norma Evita Hayati. E0008199. 2012. PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PERANGKAT DESA DALAM

UPAYA PENGANGKATANMENJADI PEGAWAI NEGERI

SIPIL.Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil serta untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal (doctrinal reseach) bersifat preskriptif dan terapan, mempelajari dan menemukan konsep aturan hukum yang tepat dalam mengatasi problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil serta menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum yang berkaitan dengan problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik studi kepustakaan, kemudian diinventarisir dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, dipaparkan kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai dasar untuk menjawab permasalahan hukum terkait problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil beserta faktor pendukung dan penghambatnya.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil yaitu belum adanya suatu peraturan hukum yang mengatur mengenai ketentuan pendapatan yang layak bagi Perangkat Desa demi meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa sehingga terjadi kecemburuan Perangkat Desa terhadap Sekretaris Desa (Sekdes) yang telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Untuk itu perlu pembenahan peraturan hukum terkait, yaitu adanya Rancangan Undang-Undang Desa (RUU) Desa sebagai ujung tombak perjuangan Perangkat Desa untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi ABSTRACT

Norma Evita Hayati. E0008199. 2012. IMPROVEMENT OF THE JURIDICAL PROBLEMATIC VILLAGE IN EFFORTS TO APPOINTMENT TO CIVILIAN EMPLOYESS STATE. Faculty of Law Sebelas Maret University.

The study aims to determine the legal juridical appear problematic in an effort to improve the welfare of the Village through the removal of the device into the Civil Service as well as to investigate the factors supporting and inhibiting factors that emerged in an effort to improve the welfare of The Villages through the appointment of a Civil Servant.

This study is a doctrinal legal research (doctrinal reseach) are prescriptive and applied research, learn and find the right concept of the rule of law in addressing emerging juridical problematic in an effort to improve the welfare of the Village through the removal of the device into the Civil Service as well as setting the standard procedure, the provisions, the guidelines in implementing the rule of law relating to jurisdiction which appears problematic in an effort to improve the welfare of The Villages through the appointment of a Civil Servant. Type of data used are secondary data. Secondary data sources used include primary legal materials and secondary legal materials. The technique of collecting legal materials used in this research is literature study engineering, then inventoried and classified by adjusting the problems discussed. Legal materials relating to the issues discussed, presented and analyzed for use as a basis to address issues related to problematic juridical law that appears in an effort to improve the welfare of the Village through the removal of the device into the Civil Service and its supporting and inhibiting factors.

Based on the results of research and discussion, appears problematic juridical device in an effort to improve the welfare of the Village through the appointment of a Civil Service that is not there a law governing the provision of decent income for the village in order to enhance the welfare of The Village The Village The resulting jealousy of the Secretary Village (Sekdes) which has been appointed as the Civil Service. For that we need reform-related laws, namely the design of the Village Law (Draft) Village as the spearhead of the struggle of The Village to improve their welfare. In addition, there are factors that affect the juridical problematic arising in an effort to improve the welfare of The Villages through the appointment of a Civil Service that the factors supporting and inhibiting factors.

(7)

commit to user

vii MOTTO

“…Sesungguhnya Allah tiada akan merubah keadaan suatu kaum

sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka

sendiri…” (Q.S Ar – Ra’d : 11)

“...Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain

apa yang telah diusahakannya.” (Q.S An – Najm : 39)

“Tiada tugas yang lebih mulia daripada membuat orang lain

bahagia.” (Robert Louis Stevenson)

“Yakinlah, terus berusaha dan tetap semangat, karena semua akan indah pada waktunya.”

“Ada target, usaha dan pastinya doa.”

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Penulisan Hukum (Skripsi) ini Penulis

persembahkan untuk :

Allah SWT, Pemilik Semesta Raya, yang senantiasa memberikan anugerah yeng indah dalam kehidupan;

Ayahanda dan Ibunda tercinta; Adikku tersayang Latifa Aristianti; Sahabatku Ira, Indah, Ria;

Si rival, Fandhy Andriyono;

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum

(skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam

bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dengan

judul : PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI

PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum

(skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor;

2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pem bantu Dekan;

3. Maria Madalina, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara

pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin

dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan hukum ini;

4. Suranto, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing pertama dengan segala

kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penulisan hukum ini;

5. Adriana Grahani F, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing kedua dengan

segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penulisan hukum ini;

6. Budi Setiyanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

7. Djatmiko Anom Husodo, S.H., M.H., yang telah memberikan arahan

kepada penulis sebelum melaksanakan penginputan judul penulisan

hukum;

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal

ilmu selama masa perkuliahan dan semoga dapat penulis amalkan di masa

mendatang;

9. Segenap Bapak dan Ibu Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang telah memberikan pelayanan dalam bidang

akademik kepada penulis selama masa studi;

10.Kedua orangtua penulis, Bapak Harry Hardjanto dan Ibu Suparyati tercinta

yang telah memberikan semua hal yang sangat berarti dalam hidup

penulis, juga untuk doa, harapan, cinta, motivasi, dan kepercayaan yang

telah diberikan hingga detik ini;

11.Adik perempuanku satu-satunya, Latifa Aristianti, dan keponakan kecil tersayang Sanggalani “Kuthiro”, terimakasih untuk berbagi suka dan duka selama ini, yang selalu membuat ramai sekaligus rusuh kalau lagi kumpul;

12.Fandhy Andriyono sahabat, teman, dan kakak yang selalu menemani

dalam suka dan duka sekaligus rival dalam perolehan Indeks Prestasi (IP)

terbaik per semester perkuliahan;

13.Sahabat terbaikku Sayuti “Ngatini Orang Yang Aneh”, Pipit, dan Winda

terimakasih untuk persahabatan, kepercayaan, kesabaran dan kasih

sayangnya, serta selalu mendukung apapun yang penulis lakukan selama

ini;

14.Sahabat-sahabat penulis di Fakultas Hukum, Shinta Ayu Wulandari,

Arseto Endro Supriyanto, Sindhu, Sap Pratiwi Wulandari, Tita Triyunita,

Oki Trisnani, Oci, Niko, Ndaru, Alvin, Dora dan yang tidak bisa disebut

satu-persatu terimakasih atas kebersamaan, kepercayaan, perhatian,

dorongan dan bantuaannya selama empat tahun ini, serta waktu yang telah

kita lalui bersama di Fakultas Hukum dan di Kota Solo tercinta ini.

Semoga kita semua selalu menjadi keluarga, dan sukses untuk kita semua.

(11)

commit to user

xi

15.Empat sahabat terbaikku di Fakultas Hukum Ira Oktafia Latifah, Megaria

Dhiah Ambarwati, Indah Kurniawati, dan Nungky Luviana yang selalu

setia menemani hari-hariku di Solo, makan bareng, main bareng dan

gila-gilaan bareng serta selalu membuat hari-hari di Solo penuh keceriaan;

16.Seluruh penghuni “Kost Griya Biru” Ajeng, Febby, Nensi, duo Putri yaitu

Putri Aji dan Putri Satriani, Danni, Monic dan Corry, terimakasih untuk

kebersamaan dan kehebohan kita bersama, sukses selalu untuk kalian

semua. Amien;

17.Ibu Mulyani selaku Ibu Kost yang senantiasa menjaga anak-anak “Kost

Griya Biru”;

18.Ibu Christina, Mbak Sekar, Mbak Weni dan Bu Hermin selaku

Pembimbing Mitra dan teman-teman penulis pada waktu melaksanakan

Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di BPK RI Perwakilan DIY, terima

kasih atas bimbingan, dan pengalaman yang telah diajarkan, serta cerita

dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis;

19.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah membantu penyusunan penulisan hukum ini baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat dan

dapat berguna untuk melengkapi pengetahuan kita khususnya pengetahuan

hukum.Penulis memohon maaf jika terdapat kekeliruan ataupun kesalahan dalam

penyusunan penulisan hukum ini.

Surakarta, April 2012

Penulis,

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 15

(13)

commit to user

xiii

a. Pengertian Desa ... 15

b. Perkembangan Desa dari Aspek Peraturan Perundang-undangan ... 18

c. Urgensi Pengembangan Keorganisasian Pemerintah Desa ... 25

d. Proyeksi Pengembangan Desa ... 29

2. Tinjauan tentang Kesejahteraan Sosial ... 33

3. Tinjauan tentang Perangkat Desa ... 35

4. Tinjauan tentang Pegawai Negeri Sipil ... 40

a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 40

b. Unsur Pegawai Negeri Sipil ... 43

c. Jenis Pegawai Negeri Sipil ... 44

d. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil ... 45

e. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ... 46

f. Hak Pegawai Negeri Sipil ... 46

B. Kerangka Pemikiran ... 47

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Problematik Yuridis yang Muncul dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 49

a. Dasar Hukum Terkait Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 49

1) Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ... 50

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ... 52

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah ... 52

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

5) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa ... 55

6) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa

Menjadi Pegawai Negeri Sipil ... 55

b. Alasan Perangkat Desa Menuntut Diangkat menjadi Pegawai

Negeri Sipil ... 58

1) Adanya Kecemburuan Perangkat Desa terhadap Sekretaris Desa

(Sekdes) yang Diangkat Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) .... 58

2) Tingkat Kesejahteraan Perangkat Desa Kurang Memadai ... 64

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat yang Muncul dalam Upaya

Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan

Menjadi Pegawai Negeri Sipil ... 74

a. Faktor Pendukung yang Muncul dalam Upaya Meningkatkan

Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi

Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 74

1) Ruang Lingkup Pembaharuan Rancangan Undang-Undang

Desa (RUU) Desa sebagai Ujung Tombak Perjuangan Perangkat

Desa ... 74

2) Peluang Desa sebagai Daerah Otonom Tingkat III ... 79

b. Faktor Penghambat yang Muncul dalam Upaya Meningkatkan

Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi

Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 84

1) Kurangnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan RUU

Desa ... 84

2) Analisis Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil ... 88

3) Konsekuensi Apabila Perangkat Desa Diangkat Menjadi PNS .... 89

a) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Perangkat

Desa ... 89

b) Kemampuan Negara Apabila Perangkat Desa Diangkat

(15)

commit to user

xv BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 101

B. Saran ... 103

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

DAFTAR TABEL

TABEL 1 : Perkembangan Desa Menurut Dimensi Perundang-undangan di

Indonesia ... 24

TABEL 2 : Alternatif Bentuk Sub Sistem Pemerintahan Terendah dan

Karakteristiknya ... 33

TABEL 3 : Gaji/penghasilan Perangkat Desa per Tahun di Beberapa Desa

Kabupaten Purworejo Tahun 2004 ... 72

TABEL 4 : Daftar Penerima Bantuan Keuangan Penghasilan Tetap Kepala

Desa Periode Bulan November Tahun 2011 di Desa

Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri ... 73

TABEL 5 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012 ... 97

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 : Modernisasi Masyarakat Desa Menurut Model A-G-I-L ... 27

GAMBAR 2 : Segitiga Faset Unsur Modernisasi ... 28

GAMBAR 3 : Kedudukan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 ... 30

GAMBAR 4 : Kerangka Pemikiran ... 47

GAMBAR 5 : Model Otonomi Bertingkat di masa datang Desa (nama lain)

sebagai Daerah Otonomi Tk. III ... 82

GAMBAR 6 : Model Otonomi Bertingkat di Jepang : Desa (village) sebagai

Daerah Otonom Tk. II ... 83

(17)

commit to user

xvii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan

kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

daerah. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian Daerah

Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil dengan bentuk dan susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam penjelasan

tersebut, antara lain dikemukakan bahwa “oleh karena Negara Indonesia itu

suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam

lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam

daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih

kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (Streek en locale

rechtgemeenschappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut

aturan yang akan ditetapkan oleh undang-undang (Haw Widjaja, 2004 : 1).

Negara yang dalam hal ini dipersonifikasikan oleh pemerintah pusat,

telah menjadi sumber dari semua kekuasaan dan kebijakan yang ada, termasuk

dalam hal pemerintahan desa (Purwo Santoso dkk, 2006 : 3). Pada masa

sekarang ini, peranan pemerintah desa sebagai stuktur perantara yakni sebagai

penghubung antara masyarakat desa dengan pemerintah dan masyarakat di

luar desa, bahkan ditambah dengan peranan lainnya yaitu sebagai agen

pembaharuan (Sudu dan Tahir, 2007 : 4). Kegiatan pembangunan nasional

dengan segala ukuran keberhasilan dan dampak positif serta negatifnya, tidak

terlepas dari kerja keras dan pengabdian aparat pemerintah desa (Sudu dan

Tahir, 2007 : 5).

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

Desentralisasi sebagai implementasi dari Pasal 18 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menurut New Zealand Journal

of Asian Studies mencakup :

Decentralisation can take a number of different forms. The first, deconcentration, involves the transfer of central government responsibilities to regions. It can operate at varying scales and to different degrees of autonomy. For example, deconcentration might not actually increase local input in decision making because it may only allow for administration to be undertaken at that level. Until recently, Indonesia operated with such a deconcentrated government. The second form of decentralisation, delegation to semi autonomous

organisations, involves the “delegation of decision making and

management authority for specific functions to organisations that are

not under the direct control of central government ministries.”

Organisations this authority could be delegated to might include public corporations, multi and singular-purpose authorities such as a transit authority, or project implementation units. The third form involves the transfer of functions from government to non-government controls. This namely involves privatisation of government services and to an extent, de-bureaucratisation. Finally, devolution, the fourth form of decentralisation, is the most common form of decentralisation in developing countries and has become the chosen option for

Indonesia (Richard Seymour and Sarah Turner, 2002 : 33-34).

Desentralisasi sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah telah

merubah seluruh tatanan dan fungsi dalam birokrasi pelayanan publik.

Desentralisasi bisa menjadi cara atau metode untuk menguatkan partisipasi

masyarakat melalui penguatan nilai-nilai demokrasi. Sebagai akibat transfer

kekuasaan dari pusat ke daerah, pemerintah kabupaten dan kota memiliki

otonomi yang besar untuk mengelola sumber daya alam, dana, dan manusia.

Konsekuensi otonomi adalah mengurangi peran pusat dari peran dominan

operasional menjadi peran dominan kebijakan (Ambar Widaningrum, 2007 :

43). Kebijakan desentralisasi pada dasarnya telah memuat prinsip-prinsip

reformasi tata pemerintahan dan pola hubungan kekuasaan. Hal yang masih

dibutuhkan adalah suatu perbaikan kinerja, khususnya untuk memperbaiki

(19)

commit to user

xix

(R.Yando Zakaria, 2004 : 160). Kebijakan tersebut berkaitan erat dengan

kinerja Perangkat Desa. Perangkat Desa tentu mempunyai status yang

terhormat bagi masyarakat, tetapi pada umumnya tingkat kesejahteraan

Perangkat Desa sangat memprihatinkan walaupun pada kenyataannya

Perangkat Desa adalah abdi negara sekaligus abdi masyarakat yang menjadi

kebanggaannya. Sebagai abdi negara, Perangkat Desa menyandang atribut dan

simbol-simbol penting yang diberikan oleh negara, sekaligus menjalankan

tugas-tugas yang dibebankan negara, seperti menarik pajak, mengurus

administrasi, surat-surat resmi, pendataan penduduk dan lain-lain. Sebagai

abdi masyarakat, Perangkat Desa bertugas melayani masyarakat 24 jam, mulai

pelayanan administratif hingga pelayanan sosial seperti mengurus kematian,

hajatan, orang sakit, pasangan suami isteri yang mau cerai, konflik

antarwarga, dan sebagainya (Huan El Autri, Masukan Perumusan Tentang

Naskah Akademik. http://onlyel.wordpress.com).

Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk

mensejahterakan rakyat, berupaya membuat kebijakan-kebijakan untuk

meningkatkan kesejahreraan rakyat, salah satunya untuk golongan Perangkat

Desa yang dinilai tingkat kesejahteraannnya sangatlah minim. Perangkat Desa

merupakan pionir dari pemerintah pusat maupun kabupaten, tapi manakala

pionir ini tidak didukung dengan kesejahteraan, maka mustahil pelaksanaan

tugas dan kewajiban akan terlaksana dengan maksimal (Surya Artamura,

Ratusan Perangkat Desa Tuntut Peningkatan Kesejahteraan.

http://desamerdeka.com/newsflash/2011/10/ratusan-perangkat-desa-tuntut-peningkatan-kesejahteraan/).

Pekerjaan sebagai Perangkat Desa seringkali masih dianggap sebagai

suatu pekerjaan yang dipandang sebelah mata karena tidak banyak

menjanjikan pendapatan yang layak bahkan konsekuensi dari pekerjaan

menjadi Perangkat Desa tersebut lebih besar dari pendapatan yang didapat.

Pengaturan mengenai pendapatan tetap dan pemberian tunjangan bagi

Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005

tentang Desa yang menegaskan :

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx Pasal 27 :

(1)Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.

(2)Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima kepala desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.

(3)Penghasilan tetap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.

Apabila bunyi pasal hanya seperti itu, tanpa diatur sekalipun

pemerintah desa bisa berkreasi sendiri melakukan penggajian terhadap

Perangkat Desa yang diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

selanjutnya disebut APBDes. Padahal yang ditunggu oleh Perangkat Desa

adalah tanggungjawab dan kebijakan pemerintah yang jelas dan konkret

dalam memberikan penghasilan, bukan sekadar mengatur penghasilan dalam

APBDes. Lokalisasi penghasilan melalui APBDes ini akan menghadapi

kendala, terutama bagi desa-desa yang memiliki APBDes minim. Di samping

itu pemberian penghargaan kepada Perangkat Desa akan menghadapi kendala

tentang peraturan yang akan digunakan. Hal ini terkait dengan ketidakjelasan

kedudukan dan status Perangkat Desa dalam sistem kepegawaian di Indonesia

apakah mereka sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta (Huan El Autri,

Masukan Perumusan Tentang Naskah Akademik.

http://onlyel.wordpress.com).

Status Perangkat Desa ini bukan Pegawai Negeri Sipil walaupun

fungsi dan tugas yang dijalankan dalam pemerintahan sehari-hari mereka

seperti pejabat negara bahkan simbol yang dipakainya menunjukan bahwa

mereka adalah pejabat negara namun meraka tidak diatur dengan sistem

penghargaan seperti layaknya Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan kalau mereka

akan diatur oleh Undang-Undang yang mengatur perlindungan karyawan

khusus untuk pegawai swasta tentu tidak tepat karena mereka tidak

menjalankan fungsi dan tugas suatu perusahaan. Ketidakjelasan status dalam

sistem kepegawaian dan tidak adanya sistem promosi dan mutasi sebagai

(21)

commit to user

xxi

pengembangan kemampuan diri misalnya mengikuti pendidikan lanjut

ataupun pelatihan-pelatihan yang mempunyai hubungan langsung terhadap

promosi dan mutasi, karena tidak ada harapan dan pengaruhnya terhadap

jabatan dengan semakin meningkatnya pendidikan maupun keterampilan.

Dengan demikian karena tidak adanya reward dan punishment maka akan

sangat mempengarungi kinerja Perangkat Desa dalam melaksanakan tugas

dan fungsinya.

Pemerintah selama ini belum memberikan perhatian yang cukup

setimpal terhadap Perangkat Desa. Penghargaan terhadap Perangkat Desa

selama ini masih diserahkan sebagian besar kepada desa itu sendiri (Pasal 27

tersebut di atas). Di samping itu dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah selanjutnya disebut APBD, pemerintah kabupaten sebenarnya juga

sudah turut membantu, namun sejauhmana bantuan itu sudah mencukupi atau

belum, masih sangat tergantung dari kemauan baik kabupaten. Sedangkan

pembagian penghasilan dari dana perimbangan, bantuan, retribusi desa, dan

lain-lain untuk mendukung keuangan desa tidak ada kepastian dan sangat

tergantung dengan kebijakan pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten

biasanya memberikan penghargaan kepada kepala desa beserta perangkatnya

tiap tiga bulan yang masing-masing besarannya berbeda antara satu

kabupaten dengan kabupaten lainnya. Sistem pembinaan dan remunerasi

dinilai masih kurang sehingga membuat kinerja Perangkat Desa juga kurang.

Tetapi pada saat yang sama, begitu banyak tugas dan proyek dari atas yang

memberi beban kepada Perangkat Desa. Contohnya adalah pemberian tugas

pembantuan kepada Perangkat Desa untuk pendataan kaum miskin menjelang

pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) (Huan El Autri, Masukan

Perumusan Tentang Naskah Akademik. http://onlyel.wordpress.com).

Tuntutan pengangkatan Perangkat Desa menjadi PNS bukan

semata-mata karena Perangkat Desa menginginkan gaji dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN). Perangkat Desa hanya ingin mendapatkan

pengakuan dan penghargaan dari Negara (Anita Yossihara dan Marcus

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxii

PNS.http://nasional.kompas.com/read/2012/02/02/11352711/Perangkat.Desa.

Minta.Diangkat.Jadi.PNS). Dengan demikian, Pemerintah hendaknya lebih

memperhatikan kesejahteraan Perangkat Desa, karena maju mundurnya suatu

negara dan maju mundurnya suatu daerah tergantung pada kinerja dan

pelaksana tugas di masing-masing desa yaitu para Perangkat Desa. Apabila di

pemerintah tingkat desa tidak berjalan baik karena tidak didukung dan

diimbangi dengan tunjangan yang sesuai dan sepadan maka tidak menutup

kemungkinan pelayanan terhadap masyarakat pun akan terganggu dan

terhambat.

Sebagai konsekuensi negara hukum, perubahan format politik dan

sistem pemerintahan harus ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan

perundang-undangan di bidang politik dan pemerintahan dengan dilakukannya

perubahan peraturan pelaksanaan yang mengatur desa (Sudu dan Tahir, 2007 :

6). Hal ini sejalan dengan problematik yuridis mengenai peraturan

perundang-undangan tentang desa yang selama ini dinilai belum dapat mengakomodasi

kepentingan Perangkat Desa guna meningkatkan kesejahteraannya.

Beranjak dari karakteristik dan latar belakang tersebut, maka penulis

tertarik mengkaji lebih mendalam mengenai masalah-masalah yang muncul

dalam upaya peningkatan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan

menjadi Pegawai Negeri Sipil dalam penulisan hukum yang berjudul :

PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI

PEGAWAI NEGERI SIPIL”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

mengambil perumusan masalah sebagai berikut :

1. Problematik yuridis apakah yang muncul dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai

Negeri Sipil?

(23)

commit to user

xxiii

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat apakah yang muncul dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan

menjadi Pegawai Negeri Sipil?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan yang hendak dicapai,

adapun tujuan tersebut meliputi tujuan obyektif dan tujuan subyektif :

1. Tujuan Objektif

Tujuan objektif penulisan hukum ini adalah :

a. untuk mengetahui problematik yuridis yang muncul dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa menjadi Pegawai Negeri

Sipil;

b. untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang

muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa

menjadi Pegawai Negeri Sipil.

2. Tujuan Subjektif

Tujuan subjektif penulisan hukum ini adalah :

a. untuk menambah wawasan penulis bidang Hukum Tata Negara

khususnya mengenai problematik yuridis yang muncul dari

peningkatan kesejahteraan Perangkat Desa melalui upaya

pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil;

b. memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam

bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat yang

berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiv

a. hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya;

b. hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur dalam dunia kepustakaan tentang problematik yuridis yang

muncul dari peningkatan kesejahteraan Perangkat Desa melalui upaya

pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil;

2. Manfaat Praktis

a. menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,

membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan

penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh;

b. hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu

memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan

pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat

dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya

mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya Hukum Tata

Negara.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisisnya. Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang

dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian yang

digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1.Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum yang guna

menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan preskriptif

ilmu hukum. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dalam

(25)

commit to user

xxv

sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum

dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru

sebagai perskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika

pada keilmuwan yang bersifat deskriptif jawaban yag diharapkan dalam

penelilitian adalah true or false, jawaban yang diharapkan dalam

penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau wrong.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam

penelitian hukum sudah mengandung nilai (Peter Mahmud Marzuki,

2006 : 35).

Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian

hukum doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,

dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah

yang diteliti. Adapun penelitian doctrinal meliputi :

a.Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif;

b.Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan falsafah

(dogma atau doktrin) hukum positif;

c.Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum inconcreto yang

layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum

tertentu.

Dalam penulisan hukum ini, penulis berusaha melakukan

penemuan hukum dengan mengkaji pengaturan Desa dari zaman awal

kemerdekaan Indonesia sampai masa sekarang guna memahami dan

mengatasi problematik yuridis mengenai peningkatan kesejahteraan

Perangkat Desa melalui upaya pengangkatan menjadi Pegawai Negeri

Sipil disertai faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

2.Sifat Penelitian

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxvi

Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan.

Sebagai ilmu yang bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan

hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep

hukum, dan norma-norma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu

hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu

dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).

Sifat preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari

norma-norma hukum mengenai poblematik yuridis peningkatan

kesejahteraan Perangkat Desa dalam upaya pengangkatan Perangkat

Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil disertai faktor pendukung dan

penghambatnya.

3.Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang

(statute approach) dan pendekatan historis (historical approach).

Menurut Peter Mahmud Marzuki, Pendekatan undang-undang (statute

approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani

(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). Sedangkan pendekatan historis

(historical approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa

yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang

dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 94). Telaah demikian

diperlukan oleh penulis karena maksud penelitian ini memang ingin

mengungkapkan filosofis dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang

sedang dipelajari, dimana hal itu merupakan kelanjutan perkembangan

dari proses isu hukum yang sebelumnya.

Dalam penelitian hukum ini, penulis mengkaji lebih mendalam

mengenai bentuk pengaturan mengenai peningkatan kesejahteraan

Perangkat Desa dalam upaya pengangkatan menjadi Pegawai Negeri

(27)

commit to user

xxvii

problematik yuridis terhadap persoalan tersebut yang berupa faktor

pendukung dan faktor penghambat.

4.Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian ini yang digunakan penulis adalah bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki,

bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-pusan hakim sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan

(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 141). Adapun bahan hukum primer dan

sekunder tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer

berupa :

a)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b)Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian;

c)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah;

d)Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman

Umum Pengaturan Mengenai Desa;

e)Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;

f)Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan

dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai

Negeri Sipil.

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxviii

b.Bahan hukum sekunder yang akan penulis gunakan dalam penelitian

ini adalah buku-buku, jurnal, dan teks yang berkaitan dengan

permasalahan yang dikaji.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan penulis

dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka.

Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian

diinventarisir dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang

dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas

dipaparkan kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai dasar untuk

menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik análisis bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir

berpangkal pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian

menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk

menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006 : 393).

Dalam penulisan hukum ini yang dimaksud fakta umum adalah

tingkat kesejahteraan Perangkat Desa yang minim sedangkan fakta

khususnya adalah belum adanya peraturan perundang-undangan yang

secara tegas mengatur dan mengakomodasi kepentingan Perangkat Desa

guna meningkatkan kesejahteraannya.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Guna memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika

(29)

commit to user

xxix

maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Penulisan

hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub

bagian dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan

hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan penulisan hukum ini, penulis akan

membagi bab pendahuluan menjadi enam sub-bab, yang terdiri

atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab tinjauan pustaka penulisan hukum ini, penulis akan

membagi bab tinjauan pustaka menjadi dua sub-bab yaitu

kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori terdiri

dari teori-teori yang relevan dengan penelitian hukum ini yaitu :

tinjauan tentang perkembangan desa di Indonesia, tinjauan

tentang kesejahteraan sosial, tinjauan tentang Perangkat Desa dan

tinjauan tentang Pegawai Negeri Sipil.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil penelitian dan pembahasan guna menjawab

pertanyaan-pertanyaan tentang problematik yuridis peningkatan

kesejahteraan Perangkat Desa melalui upaya pengangkatan

menjadi Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya penulis juga akan

memaparkan faktor pendukung dan faktor penghambat yang

muncul dalam upaya pengangkatan Perangkat Desa menjadi

Pegawai Negeri Sipil.

BAB IV : PENUTUP

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxx

Berisi simpulan-simpulan yang didapat dari hasil penelitian dan

pembahasan serta saran-saran yang diajukan penulis sebagai

implikasi dari simpulan yang didapat.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(31)

commit to user

xxxi BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perkembangan Desa di Indonesia

Secara historis desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat

politik dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum negara-bangsa modern

ini terbentuk, entitas sosial sejenis desa atau masyarakat adat dan lain

sebagainya. Mereka ini merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat

istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat, serta relatif mandiri dari

campur tangan entitas kekuasaan dari luar (Purwo Santoso dkk, 2006 : 2).

a. Pengertian Desa

Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman

Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa

penjajahan kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal

Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah

laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan

tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan

di kemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang

kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (Sudu dan Tahir, 2007 :

7).

Kata “desa” berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk

pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki

batas yang jelas (Soetardjo, 1984 : 15, Yuliati, 2003 : 24). Sesuai batasan

definisi tersebut, maka di Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan

masyarakat dengan peristilahannya masing-masing seperti ”Dusun” dan ”Margi” bagi masyarakat Sumatera Selatan, ”Dati” di Maluku, ”Nagari” di Minang, atau ”Wanua” di Minahasa. Pada daerah lain masyarakat

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxii

setingkat desa juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik

mata pencaharian maupun adat istiadatnya (Sudu dan Tahir, 2007 : 7).

Desa diartikan sebagai suatu kesatuan hukum, di mana bertempat

tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan

sendiri. Desa mungkin hanya terdiri dari satu tempat kediaman

masyarakat saja, atau terdiri dari pedukuhan-pedukuhan yang bergabung

dan mempunyai induk desa (induk desa ditambah beberapa tempat

kediaman mesyarakat hukum yang terpisah beserta tanah pertaniannya,

peternakan, perikanan dan lain-lain) (Darsono Wisadirana, 2004 : 18-19).

Kebanyakan orang memahami desa sebagai tempat di mana

bermukim penduduk dengan peradaban yang lebih terbelakang daripada

kota. Biasanya dicirikan dengan bahasa ibu yang kental, tingkat

pendidikan yang relatif rendah, mata pencaharian yang umumnya, di

sektor pertanian, bahkan terdapat kesan kuat bahwa desa merupakan

tempat tinggal para petani (Sudu dan Tahir, 2007 : 8). Departemen Dalam

Negeri sebagaimana termaktub dalam Pola Dasar dan Gerak Operasional

Pembangunan Masyarakat Desa (1969) meninjau pengertian desa dari

segi hubungan dengan penempatannya di dalam susunan tertib

pemerintahan, sebagai berikut :

Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adlah suatu

“badan hukum” dan adalah pula “Badan Pemerintah” yang

merupakan bagian wilayah Kecamatan atau wilayah yang melingkunginya (Sudu dan Tahir, 2007 : 9).

Keberadaan desa secara yuridis formal diakui dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, menurut

ketentuan ini pengertian desa sebagai berikut :

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(33)

commit to user

xxxiii

Ketentuan di atas pada dasarnya merupakan penjabaran dari

amanat UUD 1945 khususnya Pasal 18B (Amandemen II) dan Tap MPR

Nomor IV/MPR/2000 (Rekomendasi No.7), dalam Pasal 18B UUD 1945

disebutkan bahwa :

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masuh hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Desa mengandung arti sebagai tempat orang hidup dalam ikatan

keluarga dalm suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan

yang besar di bidang sosial ekonomi. Desa biasanya terdiri dari rumah

tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi, dan investasi sebagai

hasil keputusan keluarga secara bersama (Suhartono, 2000 : 12).

Dilihat dari berbagai definisi di atas, bentuk desa didasarkan atas

tiga sifat (Sudu dan Tahir, 2007 : 10), yakni :

1) berdasarkan geneologis atau keturunan (genealogische

rechtgemeenschappen);

2) berdasarkan teritorial atau wilayah (territorialle

rechtgemeenschappen);

3) campuran antara geneologis dan teritorial.

Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan

yang erat. Masyarakat merupakan suatu “gemeinschaft” yang memiliki

unsur gotong-royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti kerena penduduk

desa merupakan “face to face group” di mana mereka saling mengenal

betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri. Faktor lingkungan geografis

memberi pengaruh terhadap kegotong-royongan ini (Sudu dan Tahir, 2007

: 12) misalnya :

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxiv

1) faktor geografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup

dan suatu bentuk adaptasi kepada penduduk;

2) faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh positif maupun

negatif terhadap penduduk terutama petani-petaninya;

3) faktor bencana alam seperti letusan gunung merapi, gempa

bumi, banjir, dan sebagainya harus dihadapi dan dialami

bersama.

b. Perkembangan Desa dari Aspek Peraturan Perundang-undangan

Berdasarkan aspek yuridis formal, perkembangan Desa di

Indonesia dapat ditelusuri melalui implementasi berbagai produk

perundang-undangan yang mengatur tentang Desa, mulai dari

Pemerintahan Kolonial Belanda, sebelum masa kemerdekaan hingga

produk hukum Pemerintah Republik Indonesia setelah masa

kemerdekaan (Sudu dan Tahir, 2007 : 17).

1) Pemerintahan Kolonial Belanda

Ketentuan yang mengatur khusus tentang Desa pertama

kali terdapat dalam Regeringsreglement (RR) Tahun 1854

yaitu Pasal 71 yang mengatur tentang Kepala Desa dan

Pemerintah Desa. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan tersebut

kemudian Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan

peraturan Inlandse Gemeente Ordonantie (IGO) pada tahun

1906, yaitu peraturan dasar mengenai Desa khususnya di Jawa

dan Madura. IGO pada dasarnya tidak membentuk Desa,

melainkan hanya memberikan landasan bentuk pengakuan atas

adanya Desa sebelumnya. Untuk Desa-desa di luar Jawa dan

Madura diatur sendiri antara lain :

a) Stbl. 1914 No. 629, Stbl. 1917 No. 223 juncto Stbl.

1923 No. 471 untuk Amboina;

b) Stbl. 1918 No. 677 untuk Sumareta Barat;

c) Stbl. 1919 No. 453 untuk Bangka;

(35)

commit to user

xxxv

d) Stbl. 1919 No. 1814 untuk Palembang;

e) Stbl. 1922 No. 574 untuk Lampung;

f) Stbl. 1923 No. 469 untuk Tapanuli;

g) Stbl. 1924 No. 75 untuk Belitung;

h) Stbl. 1924 No. 275 untuk Kalimantan;

i) Stbl .1931 No. 6 untuk Bengkulu;

j) Stbl. 1931 No. 138 untuk Minahasa.

Peraturan-peraturan tersebut dirangkum dalam Inlandse

Gemeente Ordonantie Buitengewesteen (IGOB) yang artinya

IGO untuk luar Jawa dan Madura, disingkat IGOB Tahun 1938

No. 490 (Sudu dan Tahir, 2007 : 18).

2) Pendudukan Militer Jepang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942

yang dikeluarkan oleh Penguasa Militer Jepang pada waktu itu,

mengamanatkan tidak adanya perubahan yang berarti terhadap

peraturan yang ada sebelumnya mengenai Desa sepanjang

tidak bertentangan dengan aturan pamerintahan militer Jepang.

Satu-satunya peraturan mengenai Desa yang dikeluarkan oleh

Penguasa Militer Jepang adalah Osamu Seirei No. 7 Tahun

2604 (1944). Perturan ini hanya mengatur dan merubah

pemilihan Kepala Desa (Ku-tyoo) yang menetapkan masa

jabatan Kepala Desa menjadi 4 (empat) tahun (Sudu dan Tahir,

2007 :19).

3) Pasca Kemerdekaan

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD 1945)

Sejak awal kemerdekaan Pemerintah Indonesia

telah memberikan pengakuan terhadap kedudukan dan

keberadaan Desa. Dalam penjelasan Pasal 18 UUD

1945 Nomor Romawi II disebutkan bahwa :

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxvi

Dalam Teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbestuurundelandschappen dan

Volksgemeenschappen seperti Desa di Jawa dan

Bali. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Kesatuan Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak asal-usul daerah tersebut.

Pengakuan UUD 1945 tersebut kemudian dipertegas

lagi melalui Amandemen II Pasal 18B yang berbunyi :

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau

bersifat istimewa yang diatur dengan

undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur

dalam undang-undang.

b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah

Dilihat dalam pasal 1 Undang-Undang ini, telah

mengarahkan Desa (dan kota kecil) negeri, marga dan

sebagainya, menjadi Daerah Otonom Tingkat III, yaitu:

Negara Indonesia disusun dalam 3 tingkatan yaitu

provinsi, kabupaten (kota besar) dan desa (kota

kecil) negeri, marga dan sebagainya yang berhak

(37)

commit to user

xxxvii

c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

Meskipun dalam Undang-Undang yang mengatur

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah ini

disebutkan tentang kemungkinan dibentuknya Daerah

Otonom III, namun tidak ada rincian yang jelas yang

mengatur tentang hal tersebut. Sedangkan menyangkut

hal yang berkaitan dengan dengan Desa, tidak diatur

sama sekali.

d) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang

Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk

Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di

Seluruh Wilayah Republik Indonesia

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965

menyebutkan bahwa :

Desapraja adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertantu batas-batas daerahnya, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta bendanya sendiri.

Substansi terpenting dari materi

Undang-Undang ini adalah tentang peningkatan Desapraja

menjadi Daerah Tingkat III. Berdasarkan usul

Pemerintah Daerah Tingkat I dan II kepada Menteri

Dalam Negeri untuk meningkatkan satu atau beberapa

Desapraja dalam daerahnya untuk menjadi Daerah

Tingkat III.

e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxxviii

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa merupakan produk hukum

Pemerintah Orde Baru yang dipandang sangat condong

menopang Orde Baru dengan politik stabilitas dan

sentralisasinya, sehingga menghambat demokratisasi

masyarakat Desa karena adanya upaya penyeragaman

pengaturan masyarakat desa.

f) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah

Dalam pasal 1 huruf (o) Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa :

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

g) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

Menurut Undang-Undang ini, Desa diberi

pengertian sebagai berikut :

Desa adalah suatu masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perkembangan Desa dilihat dari aspek pengaturannya dalam

(39)

commit to user

xxxix

dapat dijelaskan dengan tabel di bawah ini (Sudu dan Tahir, 2007 :

23).

Tabel. 1 Perkembangan Desa menurut Dimensi Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia

UU No. 22 Tahun 1948 Kemungkinan Desa

sebagai Daerah Tingkat

III

5. (Pemerintah RI) UU No. 1 Tahun 1957 -

6. 1965-1979

(Pemerintah RI)

UU No. 19 Tahun 1965 Desapraja

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xl

c. Urgensi Pengembangan Keorganisasian Pemerintah Desa

Negara-negara berkembang yang sedang membangun bangsanya

seringkali dihadapkan pada dilema pilihan antara pertumbuhan dengan

pemerataan, antara pembangunan kelas menengah di perkotaan dengan

pembangunan sektor pedesaan, antara pembangunan materi dengan non

materi, ataupun antara pembangunan yang menitikberatkan bidang

ekonomi dengan non ekonomi. Pilihan prioritas pembangunan suatu

bangsa ditentukan sendiri oleh bangsa bersangkutan berdasarkan atas

kesepakatan antara infrastruktur dan suprastruktur politiknya melalui

mekanisme tertentu, dengan berlandaskan pada ideologi dari negara

bersangkutan. Secara lebih luas lagi, prioritas pembangunan bangsa

seringkali ditentukan oleh para elit yang sedang berkuasa (Sudu dan Tahir,

2007 : 41).

Menurut Schumacher persoalan pokok yang dihadapi oleh

negara-negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat bahwa “Selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, masalah kemiskinan di dunia ini tidak

akan dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti akan lebih memburuk.

Saya yakin bahwa dari berbagai sebab kemiskinan, faktor-faktor material

seperti kekurangan kekayaan alam, atau tak ada modal, tak cukup

prasarana hanya merupakan sebab kedua saja. Sebab-sebab utamanya

adalah kekurangan di bidang pendidikan, organisasi dan disiplin”

(Schumacher dalam Sudu dan Tahir, 2007 : 42).

Dari pandangan Schumacher sebagaimana dikemukakan di atas,

dapat diketahui adanya tiga sebab utama kemiskinan di pedesaan yang

ternyata berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia serta wadah

kerjasama antar mereka. Pendapat tersebut juga sejalan dengan pandangan

Johnston dan Clark (dalam Karsyno dan Stepanek, 1985 : 218) yang

mengatakan adanya tiga daerah lingkup kegagalan dalam program

pembangunan desa. Salah satunya adalah kegagalan menciptakan

(41)

commit to user

xli

ini pada dasarnya merupakan “struktur perantara” (mediating structure), yakni lembaga yang berdiri di antara individu dalam kehidupan pribadinya

dengan lembaga-lembaga besar dalam kehidupan umum (Berger dan

Neuhaus dalam Korten dan Syahrir, 1988 : 338). Permasalah yang muncul

di desa semakin kompleksitas sesuai dengan perkembangan situasi dan

kondisi masyarakat desa yang berubah dengan cepat sejalan dengan

perkembangan zaman. Untuk memahami perubahan sosial, Parsons

mengembangkan kerangka model A-G-I-L yaitu empat persyaratan

fungsional yang harus dipenuhi oleh sistem sosial meliputi : (Parsons

dalam Sudu dan Tahir, 2007 : 46)

1) A – Adaptation; menunjuk pada keharusan bagi sistem sosial

untuk menghadapi lingkungan. Adaptasi ini menyangkut dua

dimensi permasalahan. Pertama, harus ada penyesuaian dari sistem terhadap “kondisi tindakan”, yakni suatu tuntutan kenyataan yang keras dan yang tidak dapat diubah, yang datang

dari lingkungan. Kedua, adanya transformasi aktif dari situasi sebagai “cara untuk memperoleh alat untuk mencapai tujuan”.

2) G – Goal Attainment; merupakan persyaratan fungsional yang

muncul berdasarkan pandangan bahwa setiap tindakan itu

diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu. Dalam sistem yang

diutamakan adalah tujuan bersama bukan tujuan individu.

3) I – Integration; merupakan prasyarat yang berhubungan dengan

antarhubungan para anggota dalam sistem sosial dengan tujuan

supaya sistem sosial berfungsi secara efektif sebagai satu

kesatuan, diperlukan solidaritas di antara induvidu anggota

kelompok. Solidaritas dan kerelaan saling berkorban merupakan

ikatan emosional yang menjadi perekat bagi keutuhan sistem

sosial.

4) L – Laten Pattern Maintenance; pemeliharaan pola-pola yang

menetap merupakan konsep yang menunjukkan adanya

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xlii

disebabkan karena kebosanan atau tekanan. Oleh karena itu

harus dikembangkan pola interaksi lainnya yang menetap, guna

memulihkan dorongan motivasional dan memperkuat

pernyataan terhadap nilai-nilai yang dijadikan pegangan dalam

suatu sistem sosial.

Pembangunan masyarakat desa sebagai suatu proses perubahan

sosial pada dasarnya adalah upaya untuk memodernisasikan masyarakat

desa yang umumnya masih tradisional. Proses perubahan sosial tersebut

dapat digambarkan melalui A-G-I-L sebagai berikut : (Parsons dalam

Sudu dan Tahir, 2007 : 49)

Masyarakat Desa Masyarakat

Desa

A G

Modernisasi

A G

L I L I

Gambar. 1 Modernisasi masyarakat desa menurut Model

A-G-I-L

Teori perubahan dari tradisional menjadi modern disebut

modernisasi. Menurut Black, yang dimaksud dengan modernisasi

adalah :

Proses mana secara historis lembaga-lembaga yang berkembang secara perlahan disesuiakan dengan perubahan fungsi secara tepat, yang menimbulkan peningkatan dalam hal pengetahuan manusia yang belum pernah dicapai sebelumnya, yang memungkinkan untuk menguasai lingkungannya sehingga menimbulkan revolusi ilmiah (Black dalam Sudu dan Tahir, 2007 : 55).

Ada 3 (tiga) unsur pokok modernisasi yang tergambarkan

sebagai segitiga faset yang saling berkaitan, yaitu : (Abraham dalam

Sudu dan Tahir, 2007 : 55)

(43)

commit to user

xliii

Gambar. 2 Segitiga Faset Unsur Modernisasi

Menurut Abraham, segitiga faset di atas dapat dijelaskan

sebagai berikut :

A. Struktural : diferensi struktur kelembagaan

B. Kesikapan (attitudinal) : orientasi individu ke arah maju

C. Prosesual (processual) : spesialisasi fungsional proses sosial

Modernisasi desa sebagai upaya pengembangan desa melalui

proses yang sadar dan terencana disesuaikan dengan kondisi masyarakat

yang kompleks dengan batasan peraturan perundang-undangan sebagai

payung hukum yang dibuat sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Hal ini sejalan dengan urgensi pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baru mengenai Desa yang tentunya harus disesuaikan

dengan perkembangan zaman seperti yang sekarang ini masih belum

jelas nasipnya yakni RUU Desa.

Pemerintah desa yang diberi kepercayaan masyarakat tidak

cukup mempunyai kewenangan untuk berbuat banyak. Kedudukan dan

bentuk organisasinya yang mendua (ambivalen) yaitu antara bentuk

organisasi pemerintah dengan lembaga kemasyarakatan, tidak adanya

sumber pendapatan yang memadai, keterbatasan kewenangan dalam

pengambilan keputusan yang menyangkut isi rumah tangganya,

keterbatasan kualitas dan kuantitas personilnya, merupakan sebagian

Kesikapan Struktural

(Attitudinal) (Structural)

Prosesual

(Processual)

Gambar

Tabel. 1 Perkembangan Desa menurut Dimensi Peraturan Perundang-
Gambar. 1 Modernisasi masyarakat desa menurut Model A-G-I-
Gambar. 2 Segitiga Faset Unsur Modernisasi
Gambar. 3 Kedudukan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran proses produksi adalah masalah keseimbangan lintasan produksi yang berawal dari adanya ketidakseimbangan penugasan kerja

merupakan dasar dari batas yang dihitung pada peta kendali atau control chart dan.. banyaknya

Mardani, 2013, “ Hukum Perikatan Syariah di Indonesia” , Sinar Grafika, Jakarta.. Ronny Hanitijo So emitro, 1983, “ Metode Penelitian Hukum” , Graha Indonesia,

Distro Palestina – Bandung Tanggal: 1 – 7 Desember 2014 Tempat: BTC FASHION MALL, Bandung Waktu: 10.00 – 21.00 WIB Pameran ini

Rancangan e-commerce yang memberi informasi yang berguna yaitu suatu sistem yang diperuntukkan bagi publikasi penjualan busana dari

Hasil analisis data dengan program SPSS 15,0 for Windows diperoleh koefesien uji t-(test) pada empatidan regulasi emosi laki-laki dengan nilai mean sebesar

Operasional yang berjalan dalam suatu organisasi tentunya tidak serta merta berdiri sendiri tanpa melibatkan divisi lain, namun perlu disesuaikan dengan kaedah dan prosedur

Dari hasil pengukuran pada tiga stasiun pengamatan, nilai parameter Hg air pada Stasiun I, II dan III tidak sesuai untuk persyaratan baku mutu kualitas air untuk