commit to user
i
PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN
MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
NORMA EVITA HAYATI
NIM. E0008199
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN
MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh
Norma Evita Hayati
NIM. E0008199
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, April 2012
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Suranto, S.H., M.H. NIP. 195608121986011001
Pembimbing II
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN
MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh :
Norma Evita Hayati NIM. E0008199
Telah diterima dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Pada:
Hari :
Tanggal : April 2012
DEWAN PENGUJI
1. ... : ………... Ketua
2. ... : ………... Sekretaris
3. ... : ………... Anggota
Mengetahui,
DEKAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
SURAT PERNYATAAN
Nama : Norma Evita Hayati
NIM : E0008199
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI
PEGAWAI NEGERI SIPIL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditujukan dalam daftar pustaka.Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, April 2012
Yang Membuat Pernyataan,
NORMA EVITA HAYATI
commit to user
v ABSTRAK
Norma Evita Hayati. E0008199. 2012. PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PERANGKAT DESA DALAM
UPAYA PENGANGKATANMENJADI PEGAWAI NEGERI
SIPIL.Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil serta untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal (doctrinal reseach) bersifat preskriptif dan terapan, mempelajari dan menemukan konsep aturan hukum yang tepat dalam mengatasi problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil serta menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum yang berkaitan dengan problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik studi kepustakaan, kemudian diinventarisir dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, dipaparkan kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai dasar untuk menjawab permasalahan hukum terkait problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil beserta faktor pendukung dan penghambatnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil yaitu belum adanya suatu peraturan hukum yang mengatur mengenai ketentuan pendapatan yang layak bagi Perangkat Desa demi meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa sehingga terjadi kecemburuan Perangkat Desa terhadap Sekretaris Desa (Sekdes) yang telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Untuk itu perlu pembenahan peraturan hukum terkait, yaitu adanya Rancangan Undang-Undang Desa (RUU) Desa sebagai ujung tombak perjuangan Perangkat Desa untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi problematik yuridis yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi ABSTRACT
Norma Evita Hayati. E0008199. 2012. IMPROVEMENT OF THE JURIDICAL PROBLEMATIC VILLAGE IN EFFORTS TO APPOINTMENT TO CIVILIAN EMPLOYESS STATE. Faculty of Law Sebelas Maret University.
The study aims to determine the legal juridical appear problematic in an effort to improve the welfare of the Village through the removal of the device into the Civil Service as well as to investigate the factors supporting and inhibiting factors that emerged in an effort to improve the welfare of The Villages through the appointment of a Civil Servant.
This study is a doctrinal legal research (doctrinal reseach) are prescriptive and applied research, learn and find the right concept of the rule of law in addressing emerging juridical problematic in an effort to improve the welfare of the Village through the removal of the device into the Civil Service as well as setting the standard procedure, the provisions, the guidelines in implementing the rule of law relating to jurisdiction which appears problematic in an effort to improve the welfare of The Villages through the appointment of a Civil Servant. Type of data used are secondary data. Secondary data sources used include primary legal materials and secondary legal materials. The technique of collecting legal materials used in this research is literature study engineering, then inventoried and classified by adjusting the problems discussed. Legal materials relating to the issues discussed, presented and analyzed for use as a basis to address issues related to problematic juridical law that appears in an effort to improve the welfare of the Village through the removal of the device into the Civil Service and its supporting and inhibiting factors.
Based on the results of research and discussion, appears problematic juridical device in an effort to improve the welfare of the Village through the appointment of a Civil Service that is not there a law governing the provision of decent income for the village in order to enhance the welfare of The Village The Village The resulting jealousy of the Secretary Village (Sekdes) which has been appointed as the Civil Service. For that we need reform-related laws, namely the design of the Village Law (Draft) Village as the spearhead of the struggle of The Village to improve their welfare. In addition, there are factors that affect the juridical problematic arising in an effort to improve the welfare of The Villages through the appointment of a Civil Service that the factors supporting and inhibiting factors.
commit to user
vii MOTTO
“…Sesungguhnya Allah tiada akan merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka
sendiri…” (Q.S Ar – Ra’d : 11)
“...Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya.” (Q.S An – Najm : 39)
“Tiada tugas yang lebih mulia daripada membuat orang lain
bahagia.” (Robert Louis Stevenson)
“Yakinlah, terus berusaha dan tetap semangat, karena semua akan indah pada waktunya.”
“Ada target, usaha dan pastinya doa.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Penulisan Hukum (Skripsi) ini Penulis
persembahkan untuk :
Allah SWT, Pemilik Semesta Raya, yang senantiasa memberikan anugerah yeng indah dalam kehidupan;
Ayahanda dan Ibunda tercinta; Adikku tersayang Latifa Aristianti; Sahabatku Ira, Indah, Ria;
Si rival, Fandhy Andriyono;
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum
(skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam
bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dengan
judul : PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI
PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum
(skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor;
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pem bantu Dekan;
3. Maria Madalina, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin
dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan hukum ini;
4. Suranto, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing pertama dengan segala
kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penulisan hukum ini;
5. Adriana Grahani F, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing kedua dengan
segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penulisan hukum ini;
6. Budi Setiyanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Djatmiko Anom Husodo, S.H., M.H., yang telah memberikan arahan
kepada penulis sebelum melaksanakan penginputan judul penulisan
hukum;
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal
ilmu selama masa perkuliahan dan semoga dapat penulis amalkan di masa
mendatang;
9. Segenap Bapak dan Ibu Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan pelayanan dalam bidang
akademik kepada penulis selama masa studi;
10.Kedua orangtua penulis, Bapak Harry Hardjanto dan Ibu Suparyati tercinta
yang telah memberikan semua hal yang sangat berarti dalam hidup
penulis, juga untuk doa, harapan, cinta, motivasi, dan kepercayaan yang
telah diberikan hingga detik ini;
11.Adik perempuanku satu-satunya, Latifa Aristianti, dan keponakan kecil tersayang Sanggalani “Kuthiro”, terimakasih untuk berbagi suka dan duka selama ini, yang selalu membuat ramai sekaligus rusuh kalau lagi kumpul;
12.Fandhy Andriyono sahabat, teman, dan kakak yang selalu menemani
dalam suka dan duka sekaligus rival dalam perolehan Indeks Prestasi (IP)
terbaik per semester perkuliahan;
13.Sahabat terbaikku Sayuti “Ngatini Orang Yang Aneh”, Pipit, dan Winda
terimakasih untuk persahabatan, kepercayaan, kesabaran dan kasih
sayangnya, serta selalu mendukung apapun yang penulis lakukan selama
ini;
14.Sahabat-sahabat penulis di Fakultas Hukum, Shinta Ayu Wulandari,
Arseto Endro Supriyanto, Sindhu, Sap Pratiwi Wulandari, Tita Triyunita,
Oki Trisnani, Oci, Niko, Ndaru, Alvin, Dora dan yang tidak bisa disebut
satu-persatu terimakasih atas kebersamaan, kepercayaan, perhatian,
dorongan dan bantuaannya selama empat tahun ini, serta waktu yang telah
kita lalui bersama di Fakultas Hukum dan di Kota Solo tercinta ini.
Semoga kita semua selalu menjadi keluarga, dan sukses untuk kita semua.
commit to user
xi
15.Empat sahabat terbaikku di Fakultas Hukum Ira Oktafia Latifah, Megaria
Dhiah Ambarwati, Indah Kurniawati, dan Nungky Luviana yang selalu
setia menemani hari-hariku di Solo, makan bareng, main bareng dan
gila-gilaan bareng serta selalu membuat hari-hari di Solo penuh keceriaan;
16.Seluruh penghuni “Kost Griya Biru” Ajeng, Febby, Nensi, duo Putri yaitu
Putri Aji dan Putri Satriani, Danni, Monic dan Corry, terimakasih untuk
kebersamaan dan kehebohan kita bersama, sukses selalu untuk kalian
semua. Amien;
17.Ibu Mulyani selaku Ibu Kost yang senantiasa menjaga anak-anak “Kost
Griya Biru”;
18.Ibu Christina, Mbak Sekar, Mbak Weni dan Bu Hermin selaku
Pembimbing Mitra dan teman-teman penulis pada waktu melaksanakan
Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di BPK RI Perwakilan DIY, terima
kasih atas bimbingan, dan pengalaman yang telah diajarkan, serta cerita
dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis;
19.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu penyusunan penulisan hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat dan
dapat berguna untuk melengkapi pengetahuan kita khususnya pengetahuan
hukum.Penulis memohon maaf jika terdapat kekeliruan ataupun kesalahan dalam
penyusunan penulisan hukum ini.
Surakarta, April 2012
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 15
commit to user
xiii
a. Pengertian Desa ... 15
b. Perkembangan Desa dari Aspek Peraturan Perundang-undangan ... 18
c. Urgensi Pengembangan Keorganisasian Pemerintah Desa ... 25
d. Proyeksi Pengembangan Desa ... 29
2. Tinjauan tentang Kesejahteraan Sosial ... 33
3. Tinjauan tentang Perangkat Desa ... 35
4. Tinjauan tentang Pegawai Negeri Sipil ... 40
a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 40
b. Unsur Pegawai Negeri Sipil ... 43
c. Jenis Pegawai Negeri Sipil ... 44
d. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil ... 45
e. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ... 46
f. Hak Pegawai Negeri Sipil ... 46
B. Kerangka Pemikiran ... 47
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Problematik Yuridis yang Muncul dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 49
a. Dasar Hukum Terkait Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 49
1) Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ... 50
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ... 52
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah ... 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
5) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa ... 55
6) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa
Menjadi Pegawai Negeri Sipil ... 55
b. Alasan Perangkat Desa Menuntut Diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil ... 58
1) Adanya Kecemburuan Perangkat Desa terhadap Sekretaris Desa
(Sekdes) yang Diangkat Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) .... 58
2) Tingkat Kesejahteraan Perangkat Desa Kurang Memadai ... 64
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat yang Muncul dalam Upaya
Meningkatkan Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan
Menjadi Pegawai Negeri Sipil ... 74
a. Faktor Pendukung yang Muncul dalam Upaya Meningkatkan
Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 74
1) Ruang Lingkup Pembaharuan Rancangan Undang-Undang
Desa (RUU) Desa sebagai Ujung Tombak Perjuangan Perangkat
Desa ... 74
2) Peluang Desa sebagai Daerah Otonom Tingkat III ... 79
b. Faktor Penghambat yang Muncul dalam Upaya Meningkatkan
Kesejahteraan Perangkat Desa Melalui Pengangkatan Menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 84
1) Kurangnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan RUU
Desa ... 84
2) Analisis Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil ... 88
3) Konsekuensi Apabila Perangkat Desa Diangkat Menjadi PNS .... 89
a) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Perangkat
Desa ... 89
b) Kemampuan Negara Apabila Perangkat Desa Diangkat
commit to user
xv BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ... 101
B. Saran ... 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : Perkembangan Desa Menurut Dimensi Perundang-undangan di
Indonesia ... 24
TABEL 2 : Alternatif Bentuk Sub Sistem Pemerintahan Terendah dan
Karakteristiknya ... 33
TABEL 3 : Gaji/penghasilan Perangkat Desa per Tahun di Beberapa Desa
Kabupaten Purworejo Tahun 2004 ... 72
TABEL 4 : Daftar Penerima Bantuan Keuangan Penghasilan Tetap Kepala
Desa Periode Bulan November Tahun 2011 di Desa
Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri ... 73
TABEL 5 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012 ... 97
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 : Modernisasi Masyarakat Desa Menurut Model A-G-I-L ... 27
GAMBAR 2 : Segitiga Faset Unsur Modernisasi ... 28
GAMBAR 3 : Kedudukan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 ... 30
GAMBAR 4 : Kerangka Pemikiran ... 47
GAMBAR 5 : Model Otonomi Bertingkat di masa datang Desa (nama lain)
sebagai Daerah Otonomi Tk. III ... 82
GAMBAR 6 : Model Otonomi Bertingkat di Jepang : Desa (village) sebagai
Daerah Otonom Tk. II ... 83
commit to user
xvii BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian Daerah
Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil dengan bentuk dan susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam penjelasan
tersebut, antara lain dikemukakan bahwa “oleh karena Negara Indonesia itu
suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam
lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam
daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih
kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (Streek en locale
rechtgemeenschappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut
aturan yang akan ditetapkan oleh undang-undang (Haw Widjaja, 2004 : 1).
Negara yang dalam hal ini dipersonifikasikan oleh pemerintah pusat,
telah menjadi sumber dari semua kekuasaan dan kebijakan yang ada, termasuk
dalam hal pemerintahan desa (Purwo Santoso dkk, 2006 : 3). Pada masa
sekarang ini, peranan pemerintah desa sebagai stuktur perantara yakni sebagai
penghubung antara masyarakat desa dengan pemerintah dan masyarakat di
luar desa, bahkan ditambah dengan peranan lainnya yaitu sebagai agen
pembaharuan (Sudu dan Tahir, 2007 : 4). Kegiatan pembangunan nasional
dengan segala ukuran keberhasilan dan dampak positif serta negatifnya, tidak
terlepas dari kerja keras dan pengabdian aparat pemerintah desa (Sudu dan
Tahir, 2007 : 5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Desentralisasi sebagai implementasi dari Pasal 18 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menurut New Zealand Journal
of Asian Studies mencakup :
Decentralisation can take a number of different forms. The first, deconcentration, involves the transfer of central government responsibilities to regions. It can operate at varying scales and to different degrees of autonomy. For example, deconcentration might not actually increase local input in decision making because it may only allow for administration to be undertaken at that level. Until recently, Indonesia operated with such a deconcentrated government. The second form of decentralisation, delegation to semi autonomous
organisations, involves the “delegation of decision making and
management authority for specific functions to organisations that are
not under the direct control of central government ministries.”
Organisations this authority could be delegated to might include public corporations, multi and singular-purpose authorities such as a transit authority, or project implementation units. The third form involves the transfer of functions from government to non-government controls. This namely involves privatisation of government services and to an extent, de-bureaucratisation. Finally, devolution, the fourth form of decentralisation, is the most common form of decentralisation in developing countries and has become the chosen option for
Indonesia (Richard Seymour and Sarah Turner, 2002 : 33-34).
Desentralisasi sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah telah
merubah seluruh tatanan dan fungsi dalam birokrasi pelayanan publik.
Desentralisasi bisa menjadi cara atau metode untuk menguatkan partisipasi
masyarakat melalui penguatan nilai-nilai demokrasi. Sebagai akibat transfer
kekuasaan dari pusat ke daerah, pemerintah kabupaten dan kota memiliki
otonomi yang besar untuk mengelola sumber daya alam, dana, dan manusia.
Konsekuensi otonomi adalah mengurangi peran pusat dari peran dominan
operasional menjadi peran dominan kebijakan (Ambar Widaningrum, 2007 :
43). Kebijakan desentralisasi pada dasarnya telah memuat prinsip-prinsip
reformasi tata pemerintahan dan pola hubungan kekuasaan. Hal yang masih
dibutuhkan adalah suatu perbaikan kinerja, khususnya untuk memperbaiki
commit to user
xix
(R.Yando Zakaria, 2004 : 160). Kebijakan tersebut berkaitan erat dengan
kinerja Perangkat Desa. Perangkat Desa tentu mempunyai status yang
terhormat bagi masyarakat, tetapi pada umumnya tingkat kesejahteraan
Perangkat Desa sangat memprihatinkan walaupun pada kenyataannya
Perangkat Desa adalah abdi negara sekaligus abdi masyarakat yang menjadi
kebanggaannya. Sebagai abdi negara, Perangkat Desa menyandang atribut dan
simbol-simbol penting yang diberikan oleh negara, sekaligus menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan negara, seperti menarik pajak, mengurus
administrasi, surat-surat resmi, pendataan penduduk dan lain-lain. Sebagai
abdi masyarakat, Perangkat Desa bertugas melayani masyarakat 24 jam, mulai
pelayanan administratif hingga pelayanan sosial seperti mengurus kematian,
hajatan, orang sakit, pasangan suami isteri yang mau cerai, konflik
antarwarga, dan sebagainya (Huan El Autri, Masukan Perumusan Tentang
Naskah Akademik. http://onlyel.wordpress.com).
Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk
mensejahterakan rakyat, berupaya membuat kebijakan-kebijakan untuk
meningkatkan kesejahreraan rakyat, salah satunya untuk golongan Perangkat
Desa yang dinilai tingkat kesejahteraannnya sangatlah minim. Perangkat Desa
merupakan pionir dari pemerintah pusat maupun kabupaten, tapi manakala
pionir ini tidak didukung dengan kesejahteraan, maka mustahil pelaksanaan
tugas dan kewajiban akan terlaksana dengan maksimal (Surya Artamura,
Ratusan Perangkat Desa Tuntut Peningkatan Kesejahteraan.
http://desamerdeka.com/newsflash/2011/10/ratusan-perangkat-desa-tuntut-peningkatan-kesejahteraan/).
Pekerjaan sebagai Perangkat Desa seringkali masih dianggap sebagai
suatu pekerjaan yang dipandang sebelah mata karena tidak banyak
menjanjikan pendapatan yang layak bahkan konsekuensi dari pekerjaan
menjadi Perangkat Desa tersebut lebih besar dari pendapatan yang didapat.
Pengaturan mengenai pendapatan tetap dan pemberian tunjangan bagi
Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005
tentang Desa yang menegaskan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx Pasal 27 :
(1)Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
(2)Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima kepala desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
(3)Penghasilan tetap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.
Apabila bunyi pasal hanya seperti itu, tanpa diatur sekalipun
pemerintah desa bisa berkreasi sendiri melakukan penggajian terhadap
Perangkat Desa yang diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
selanjutnya disebut APBDes. Padahal yang ditunggu oleh Perangkat Desa
adalah tanggungjawab dan kebijakan pemerintah yang jelas dan konkret
dalam memberikan penghasilan, bukan sekadar mengatur penghasilan dalam
APBDes. Lokalisasi penghasilan melalui APBDes ini akan menghadapi
kendala, terutama bagi desa-desa yang memiliki APBDes minim. Di samping
itu pemberian penghargaan kepada Perangkat Desa akan menghadapi kendala
tentang peraturan yang akan digunakan. Hal ini terkait dengan ketidakjelasan
kedudukan dan status Perangkat Desa dalam sistem kepegawaian di Indonesia
apakah mereka sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta (Huan El Autri,
Masukan Perumusan Tentang Naskah Akademik.
http://onlyel.wordpress.com).
Status Perangkat Desa ini bukan Pegawai Negeri Sipil walaupun
fungsi dan tugas yang dijalankan dalam pemerintahan sehari-hari mereka
seperti pejabat negara bahkan simbol yang dipakainya menunjukan bahwa
mereka adalah pejabat negara namun meraka tidak diatur dengan sistem
penghargaan seperti layaknya Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan kalau mereka
akan diatur oleh Undang-Undang yang mengatur perlindungan karyawan
khusus untuk pegawai swasta tentu tidak tepat karena mereka tidak
menjalankan fungsi dan tugas suatu perusahaan. Ketidakjelasan status dalam
sistem kepegawaian dan tidak adanya sistem promosi dan mutasi sebagai
commit to user
xxi
pengembangan kemampuan diri misalnya mengikuti pendidikan lanjut
ataupun pelatihan-pelatihan yang mempunyai hubungan langsung terhadap
promosi dan mutasi, karena tidak ada harapan dan pengaruhnya terhadap
jabatan dengan semakin meningkatnya pendidikan maupun keterampilan.
Dengan demikian karena tidak adanya reward dan punishment maka akan
sangat mempengarungi kinerja Perangkat Desa dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya.
Pemerintah selama ini belum memberikan perhatian yang cukup
setimpal terhadap Perangkat Desa. Penghargaan terhadap Perangkat Desa
selama ini masih diserahkan sebagian besar kepada desa itu sendiri (Pasal 27
tersebut di atas). Di samping itu dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah selanjutnya disebut APBD, pemerintah kabupaten sebenarnya juga
sudah turut membantu, namun sejauhmana bantuan itu sudah mencukupi atau
belum, masih sangat tergantung dari kemauan baik kabupaten. Sedangkan
pembagian penghasilan dari dana perimbangan, bantuan, retribusi desa, dan
lain-lain untuk mendukung keuangan desa tidak ada kepastian dan sangat
tergantung dengan kebijakan pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten
biasanya memberikan penghargaan kepada kepala desa beserta perangkatnya
tiap tiga bulan yang masing-masing besarannya berbeda antara satu
kabupaten dengan kabupaten lainnya. Sistem pembinaan dan remunerasi
dinilai masih kurang sehingga membuat kinerja Perangkat Desa juga kurang.
Tetapi pada saat yang sama, begitu banyak tugas dan proyek dari atas yang
memberi beban kepada Perangkat Desa. Contohnya adalah pemberian tugas
pembantuan kepada Perangkat Desa untuk pendataan kaum miskin menjelang
pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) (Huan El Autri, Masukan
Perumusan Tentang Naskah Akademik. http://onlyel.wordpress.com).
Tuntutan pengangkatan Perangkat Desa menjadi PNS bukan
semata-mata karena Perangkat Desa menginginkan gaji dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Perangkat Desa hanya ingin mendapatkan
pengakuan dan penghargaan dari Negara (Anita Yossihara dan Marcus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
PNS.http://nasional.kompas.com/read/2012/02/02/11352711/Perangkat.Desa.
Minta.Diangkat.Jadi.PNS). Dengan demikian, Pemerintah hendaknya lebih
memperhatikan kesejahteraan Perangkat Desa, karena maju mundurnya suatu
negara dan maju mundurnya suatu daerah tergantung pada kinerja dan
pelaksana tugas di masing-masing desa yaitu para Perangkat Desa. Apabila di
pemerintah tingkat desa tidak berjalan baik karena tidak didukung dan
diimbangi dengan tunjangan yang sesuai dan sepadan maka tidak menutup
kemungkinan pelayanan terhadap masyarakat pun akan terganggu dan
terhambat.
Sebagai konsekuensi negara hukum, perubahan format politik dan
sistem pemerintahan harus ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan
perundang-undangan di bidang politik dan pemerintahan dengan dilakukannya
perubahan peraturan pelaksanaan yang mengatur desa (Sudu dan Tahir, 2007 :
6). Hal ini sejalan dengan problematik yuridis mengenai peraturan
perundang-undangan tentang desa yang selama ini dinilai belum dapat mengakomodasi
kepentingan Perangkat Desa guna meningkatkan kesejahteraannya.
Beranjak dari karakteristik dan latar belakang tersebut, maka penulis
tertarik mengkaji lebih mendalam mengenai masalah-masalah yang muncul
dalam upaya peningkatan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan
menjadi Pegawai Negeri Sipil dalam penulisan hukum yang berjudul :
“PROBLEMATIK YURIDIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PERANGKAT DESA DALAM UPAYA PENGANGKATAN MENJADI
PEGAWAI NEGERI SIPIL”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mengambil perumusan masalah sebagai berikut :
1. Problematik yuridis apakah yang muncul dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan menjadi Pegawai
Negeri Sipil?
commit to user
xxiii
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat apakah yang muncul dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa melalui pengangkatan
menjadi Pegawai Negeri Sipil?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan yang hendak dicapai,
adapun tujuan tersebut meliputi tujuan obyektif dan tujuan subyektif :
1. Tujuan Objektif
Tujuan objektif penulisan hukum ini adalah :
a. untuk mengetahui problematik yuridis yang muncul dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa menjadi Pegawai Negeri
Sipil;
b. untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang
muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Perangkat Desa
menjadi Pegawai Negeri Sipil.
2. Tujuan Subjektif
Tujuan subjektif penulisan hukum ini adalah :
a. untuk menambah wawasan penulis bidang Hukum Tata Negara
khususnya mengenai problematik yuridis yang muncul dari
peningkatan kesejahteraan Perangkat Desa melalui upaya
pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil;
b. memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat yang
berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiv
a. hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya;
b. hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan tentang problematik yuridis yang
muncul dari peningkatan kesejahteraan Perangkat Desa melalui upaya
pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil;
2. Manfaat Praktis
a. menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh;
b. hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu
memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan
pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat
dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya
mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya Hukum Tata
Negara.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisisnya. Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang
dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian yang
digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
1.Jenis Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum yang guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan preskriptif
ilmu hukum. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dalam
commit to user
xxv
sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum
dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai perskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika
pada keilmuwan yang bersifat deskriptif jawaban yag diharapkan dalam
penelilitian adalah true or false, jawaban yang diharapkan dalam
penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau wrong.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam
penelitian hukum sudah mengandung nilai (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 35).
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian
hukum doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,
dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah
yang diteliti. Adapun penelitian doctrinal meliputi :
a.Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif;
b.Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan falsafah
(dogma atau doktrin) hukum positif;
c.Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum inconcreto yang
layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum
tertentu.
Dalam penulisan hukum ini, penulis berusaha melakukan
penemuan hukum dengan mengkaji pengaturan Desa dari zaman awal
kemerdekaan Indonesia sampai masa sekarang guna memahami dan
mengatasi problematik yuridis mengenai peningkatan kesejahteraan
Perangkat Desa melalui upaya pengangkatan menjadi Pegawai Negeri
Sipil disertai faktor pendukung dan faktor penghambatnya.
2.Sifat Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvi
Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan.
Sebagai ilmu yang bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum, dan norma-norma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu
hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu
dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
Sifat preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari
norma-norma hukum mengenai poblematik yuridis peningkatan
kesejahteraan Perangkat Desa dalam upaya pengangkatan Perangkat
Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil disertai faktor pendukung dan
penghambatnya.
3.Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan historis (historical approach).
Menurut Peter Mahmud Marzuki, Pendekatan undang-undang (statute
approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani
(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). Sedangkan pendekatan historis
(historical approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa
yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang
dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 94). Telaah demikian
diperlukan oleh penulis karena maksud penelitian ini memang ingin
mengungkapkan filosofis dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang
sedang dipelajari, dimana hal itu merupakan kelanjutan perkembangan
dari proses isu hukum yang sebelumnya.
Dalam penelitian hukum ini, penulis mengkaji lebih mendalam
mengenai bentuk pengaturan mengenai peningkatan kesejahteraan
Perangkat Desa dalam upaya pengangkatan menjadi Pegawai Negeri
commit to user
xxvii
problematik yuridis terhadap persoalan tersebut yang berupa faktor
pendukung dan faktor penghambat.
4.Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian ini yang digunakan penulis adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki,
bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
putusan-pusan hakim sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.
Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan
(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 141). Adapun bahan hukum primer dan
sekunder tersebut adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer
berupa :
a)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b)Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian;
c)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah;
d)Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman
Umum Pengaturan Mengenai Desa;
e)Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;
f)Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai
Negeri Sipil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxviii
b.Bahan hukum sekunder yang akan penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah buku-buku, jurnal, dan teks yang berkaitan dengan
permasalahan yang dikaji.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka.
Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian
diinventarisir dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang
dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas
dipaparkan kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai dasar untuk
menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik análisis bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir
berpangkal pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian
menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk
menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik
kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006 : 393).
Dalam penulisan hukum ini yang dimaksud fakta umum adalah
tingkat kesejahteraan Perangkat Desa yang minim sedangkan fakta
khususnya adalah belum adanya peraturan perundang-undangan yang
secara tegas mengatur dan mengakomodasi kepentingan Perangkat Desa
guna meningkatkan kesejahteraannya.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Guna memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
commit to user
xxix
maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Penulisan
hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub
bagian dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan
hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan penulisan hukum ini, penulis akan
membagi bab pendahuluan menjadi enam sub-bab, yang terdiri
atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka penulisan hukum ini, penulis akan
membagi bab tinjauan pustaka menjadi dua sub-bab yaitu
kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori terdiri
dari teori-teori yang relevan dengan penelitian hukum ini yaitu :
tinjauan tentang perkembangan desa di Indonesia, tinjauan
tentang kesejahteraan sosial, tinjauan tentang Perangkat Desa dan
tinjauan tentang Pegawai Negeri Sipil.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi hasil penelitian dan pembahasan guna menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang problematik yuridis peningkatan
kesejahteraan Perangkat Desa melalui upaya pengangkatan
menjadi Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya penulis juga akan
memaparkan faktor pendukung dan faktor penghambat yang
muncul dalam upaya pengangkatan Perangkat Desa menjadi
Pegawai Negeri Sipil.
BAB IV : PENUTUP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxx
Berisi simpulan-simpulan yang didapat dari hasil penelitian dan
pembahasan serta saran-saran yang diajukan penulis sebagai
implikasi dari simpulan yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
xxxi BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Perkembangan Desa di Indonesia
Secara historis desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum negara-bangsa modern
ini terbentuk, entitas sosial sejenis desa atau masyarakat adat dan lain
sebagainya. Mereka ini merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat
istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat, serta relatif mandiri dari
campur tangan entitas kekuasaan dari luar (Purwo Santoso dkk, 2006 : 2).
a. Pengertian Desa
Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman
Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa
penjajahan kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal
Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah
laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan
tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan
di kemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang
kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (Sudu dan Tahir, 2007 :
7).
Kata “desa” berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk
pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki
batas yang jelas (Soetardjo, 1984 : 15, Yuliati, 2003 : 24). Sesuai batasan
definisi tersebut, maka di Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan
masyarakat dengan peristilahannya masing-masing seperti ”Dusun” dan ”Margi” bagi masyarakat Sumatera Selatan, ”Dati” di Maluku, ”Nagari” di Minang, atau ”Wanua” di Minahasa. Pada daerah lain masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxii
setingkat desa juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik
mata pencaharian maupun adat istiadatnya (Sudu dan Tahir, 2007 : 7).
Desa diartikan sebagai suatu kesatuan hukum, di mana bertempat
tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri. Desa mungkin hanya terdiri dari satu tempat kediaman
masyarakat saja, atau terdiri dari pedukuhan-pedukuhan yang bergabung
dan mempunyai induk desa (induk desa ditambah beberapa tempat
kediaman mesyarakat hukum yang terpisah beserta tanah pertaniannya,
peternakan, perikanan dan lain-lain) (Darsono Wisadirana, 2004 : 18-19).
Kebanyakan orang memahami desa sebagai tempat di mana
bermukim penduduk dengan peradaban yang lebih terbelakang daripada
kota. Biasanya dicirikan dengan bahasa ibu yang kental, tingkat
pendidikan yang relatif rendah, mata pencaharian yang umumnya, di
sektor pertanian, bahkan terdapat kesan kuat bahwa desa merupakan
tempat tinggal para petani (Sudu dan Tahir, 2007 : 8). Departemen Dalam
Negeri sebagaimana termaktub dalam Pola Dasar dan Gerak Operasional
Pembangunan Masyarakat Desa (1969) meninjau pengertian desa dari
segi hubungan dengan penempatannya di dalam susunan tertib
pemerintahan, sebagai berikut :
Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adlah suatu
“badan hukum” dan adalah pula “Badan Pemerintah” yang
merupakan bagian wilayah Kecamatan atau wilayah yang melingkunginya (Sudu dan Tahir, 2007 : 9).
Keberadaan desa secara yuridis formal diakui dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, menurut
ketentuan ini pengertian desa sebagai berikut :
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
commit to user
xxxiii
Ketentuan di atas pada dasarnya merupakan penjabaran dari
amanat UUD 1945 khususnya Pasal 18B (Amandemen II) dan Tap MPR
Nomor IV/MPR/2000 (Rekomendasi No.7), dalam Pasal 18B UUD 1945
disebutkan bahwa :
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masuh hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Desa mengandung arti sebagai tempat orang hidup dalam ikatan
keluarga dalm suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan
yang besar di bidang sosial ekonomi. Desa biasanya terdiri dari rumah
tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi, dan investasi sebagai
hasil keputusan keluarga secara bersama (Suhartono, 2000 : 12).
Dilihat dari berbagai definisi di atas, bentuk desa didasarkan atas
tiga sifat (Sudu dan Tahir, 2007 : 10), yakni :
1) berdasarkan geneologis atau keturunan (genealogische
rechtgemeenschappen);
2) berdasarkan teritorial atau wilayah (territorialle
rechtgemeenschappen);
3) campuran antara geneologis dan teritorial.
Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan
yang erat. Masyarakat merupakan suatu “gemeinschaft” yang memiliki
unsur gotong-royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti kerena penduduk
desa merupakan “face to face group” di mana mereka saling mengenal
betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri. Faktor lingkungan geografis
memberi pengaruh terhadap kegotong-royongan ini (Sudu dan Tahir, 2007
: 12) misalnya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiv
1) faktor geografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup
dan suatu bentuk adaptasi kepada penduduk;
2) faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh positif maupun
negatif terhadap penduduk terutama petani-petaninya;
3) faktor bencana alam seperti letusan gunung merapi, gempa
bumi, banjir, dan sebagainya harus dihadapi dan dialami
bersama.
b. Perkembangan Desa dari Aspek Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan aspek yuridis formal, perkembangan Desa di
Indonesia dapat ditelusuri melalui implementasi berbagai produk
perundang-undangan yang mengatur tentang Desa, mulai dari
Pemerintahan Kolonial Belanda, sebelum masa kemerdekaan hingga
produk hukum Pemerintah Republik Indonesia setelah masa
kemerdekaan (Sudu dan Tahir, 2007 : 17).
1) Pemerintahan Kolonial Belanda
Ketentuan yang mengatur khusus tentang Desa pertama
kali terdapat dalam Regeringsreglement (RR) Tahun 1854
yaitu Pasal 71 yang mengatur tentang Kepala Desa dan
Pemerintah Desa. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan tersebut
kemudian Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan
peraturan Inlandse Gemeente Ordonantie (IGO) pada tahun
1906, yaitu peraturan dasar mengenai Desa khususnya di Jawa
dan Madura. IGO pada dasarnya tidak membentuk Desa,
melainkan hanya memberikan landasan bentuk pengakuan atas
adanya Desa sebelumnya. Untuk Desa-desa di luar Jawa dan
Madura diatur sendiri antara lain :
a) Stbl. 1914 No. 629, Stbl. 1917 No. 223 juncto Stbl.
1923 No. 471 untuk Amboina;
b) Stbl. 1918 No. 677 untuk Sumareta Barat;
c) Stbl. 1919 No. 453 untuk Bangka;
commit to user
xxxv
d) Stbl. 1919 No. 1814 untuk Palembang;
e) Stbl. 1922 No. 574 untuk Lampung;
f) Stbl. 1923 No. 469 untuk Tapanuli;
g) Stbl. 1924 No. 75 untuk Belitung;
h) Stbl. 1924 No. 275 untuk Kalimantan;
i) Stbl .1931 No. 6 untuk Bengkulu;
j) Stbl. 1931 No. 138 untuk Minahasa.
Peraturan-peraturan tersebut dirangkum dalam Inlandse
Gemeente Ordonantie Buitengewesteen (IGOB) yang artinya
IGO untuk luar Jawa dan Madura, disingkat IGOB Tahun 1938
No. 490 (Sudu dan Tahir, 2007 : 18).
2) Pendudukan Militer Jepang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942
yang dikeluarkan oleh Penguasa Militer Jepang pada waktu itu,
mengamanatkan tidak adanya perubahan yang berarti terhadap
peraturan yang ada sebelumnya mengenai Desa sepanjang
tidak bertentangan dengan aturan pamerintahan militer Jepang.
Satu-satunya peraturan mengenai Desa yang dikeluarkan oleh
Penguasa Militer Jepang adalah Osamu Seirei No. 7 Tahun
2604 (1944). Perturan ini hanya mengatur dan merubah
pemilihan Kepala Desa (Ku-tyoo) yang menetapkan masa
jabatan Kepala Desa menjadi 4 (empat) tahun (Sudu dan Tahir,
2007 :19).
3) Pasca Kemerdekaan
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945)
Sejak awal kemerdekaan Pemerintah Indonesia
telah memberikan pengakuan terhadap kedudukan dan
keberadaan Desa. Dalam penjelasan Pasal 18 UUD
1945 Nomor Romawi II disebutkan bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvi
Dalam Teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbestuurundelandschappen dan
Volksgemeenschappen seperti Desa di Jawa dan
Bali. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Kesatuan Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak asal-usul daerah tersebut.
Pengakuan UUD 1945 tersebut kemudian dipertegas
lagi melalui Amandemen II Pasal 18B yang berbunyi :
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan
undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang.
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang
Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah
Dilihat dalam pasal 1 Undang-Undang ini, telah
mengarahkan Desa (dan kota kecil) negeri, marga dan
sebagainya, menjadi Daerah Otonom Tingkat III, yaitu:
Negara Indonesia disusun dalam 3 tingkatan yaitu
provinsi, kabupaten (kota besar) dan desa (kota
kecil) negeri, marga dan sebagainya yang berhak
commit to user
xxxvii
c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Meskipun dalam Undang-Undang yang mengatur
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah ini
disebutkan tentang kemungkinan dibentuknya Daerah
Otonom III, namun tidak ada rincian yang jelas yang
mengatur tentang hal tersebut. Sedangkan menyangkut
hal yang berkaitan dengan dengan Desa, tidak diatur
sama sekali.
d) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang
Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk
Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di
Seluruh Wilayah Republik Indonesia
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
menyebutkan bahwa :
Desapraja adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertantu batas-batas daerahnya, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta bendanya sendiri.
Substansi terpenting dari materi
Undang-Undang ini adalah tentang peningkatan Desapraja
menjadi Daerah Tingkat III. Berdasarkan usul
Pemerintah Daerah Tingkat I dan II kepada Menteri
Dalam Negeri untuk meningkatkan satu atau beberapa
Desapraja dalam daerahnya untuk menjadi Daerah
Tingkat III.
e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxviii
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa merupakan produk hukum
Pemerintah Orde Baru yang dipandang sangat condong
menopang Orde Baru dengan politik stabilitas dan
sentralisasinya, sehingga menghambat demokratisasi
masyarakat Desa karena adanya upaya penyeragaman
pengaturan masyarakat desa.
f) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
Dalam pasal 1 huruf (o) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa :
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
g) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Menurut Undang-Undang ini, Desa diberi
pengertian sebagai berikut :
Desa adalah suatu masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perkembangan Desa dilihat dari aspek pengaturannya dalam
commit to user
xxxix
dapat dijelaskan dengan tabel di bawah ini (Sudu dan Tahir, 2007 :
23).
Tabel. 1 Perkembangan Desa menurut Dimensi Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia
UU No. 22 Tahun 1948 Kemungkinan Desa
sebagai Daerah Tingkat
III
5. (Pemerintah RI) UU No. 1 Tahun 1957 -
6. 1965-1979
(Pemerintah RI)
UU No. 19 Tahun 1965 Desapraja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xl
c. Urgensi Pengembangan Keorganisasian Pemerintah Desa
Negara-negara berkembang yang sedang membangun bangsanya
seringkali dihadapkan pada dilema pilihan antara pertumbuhan dengan
pemerataan, antara pembangunan kelas menengah di perkotaan dengan
pembangunan sektor pedesaan, antara pembangunan materi dengan non
materi, ataupun antara pembangunan yang menitikberatkan bidang
ekonomi dengan non ekonomi. Pilihan prioritas pembangunan suatu
bangsa ditentukan sendiri oleh bangsa bersangkutan berdasarkan atas
kesepakatan antara infrastruktur dan suprastruktur politiknya melalui
mekanisme tertentu, dengan berlandaskan pada ideologi dari negara
bersangkutan. Secara lebih luas lagi, prioritas pembangunan bangsa
seringkali ditentukan oleh para elit yang sedang berkuasa (Sudu dan Tahir,
2007 : 41).
Menurut Schumacher persoalan pokok yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat bahwa “Selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, masalah kemiskinan di dunia ini tidak
akan dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti akan lebih memburuk.
Saya yakin bahwa dari berbagai sebab kemiskinan, faktor-faktor material
seperti kekurangan kekayaan alam, atau tak ada modal, tak cukup
prasarana hanya merupakan sebab kedua saja. Sebab-sebab utamanya
adalah kekurangan di bidang pendidikan, organisasi dan disiplin”
(Schumacher dalam Sudu dan Tahir, 2007 : 42).
Dari pandangan Schumacher sebagaimana dikemukakan di atas,
dapat diketahui adanya tiga sebab utama kemiskinan di pedesaan yang
ternyata berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia serta wadah
kerjasama antar mereka. Pendapat tersebut juga sejalan dengan pandangan
Johnston dan Clark (dalam Karsyno dan Stepanek, 1985 : 218) yang
mengatakan adanya tiga daerah lingkup kegagalan dalam program
pembangunan desa. Salah satunya adalah kegagalan menciptakan
commit to user
xli
ini pada dasarnya merupakan “struktur perantara” (mediating structure), yakni lembaga yang berdiri di antara individu dalam kehidupan pribadinya
dengan lembaga-lembaga besar dalam kehidupan umum (Berger dan
Neuhaus dalam Korten dan Syahrir, 1988 : 338). Permasalah yang muncul
di desa semakin kompleksitas sesuai dengan perkembangan situasi dan
kondisi masyarakat desa yang berubah dengan cepat sejalan dengan
perkembangan zaman. Untuk memahami perubahan sosial, Parsons
mengembangkan kerangka model A-G-I-L yaitu empat persyaratan
fungsional yang harus dipenuhi oleh sistem sosial meliputi : (Parsons
dalam Sudu dan Tahir, 2007 : 46)
1) A – Adaptation; menunjuk pada keharusan bagi sistem sosial
untuk menghadapi lingkungan. Adaptasi ini menyangkut dua
dimensi permasalahan. Pertama, harus ada penyesuaian dari sistem terhadap “kondisi tindakan”, yakni suatu tuntutan kenyataan yang keras dan yang tidak dapat diubah, yang datang
dari lingkungan. Kedua, adanya transformasi aktif dari situasi sebagai “cara untuk memperoleh alat untuk mencapai tujuan”.
2) G – Goal Attainment; merupakan persyaratan fungsional yang
muncul berdasarkan pandangan bahwa setiap tindakan itu
diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu. Dalam sistem yang
diutamakan adalah tujuan bersama bukan tujuan individu.
3) I – Integration; merupakan prasyarat yang berhubungan dengan
antarhubungan para anggota dalam sistem sosial dengan tujuan
supaya sistem sosial berfungsi secara efektif sebagai satu
kesatuan, diperlukan solidaritas di antara induvidu anggota
kelompok. Solidaritas dan kerelaan saling berkorban merupakan
ikatan emosional yang menjadi perekat bagi keutuhan sistem
sosial.
4) L – Laten Pattern Maintenance; pemeliharaan pola-pola yang
menetap merupakan konsep yang menunjukkan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlii
disebabkan karena kebosanan atau tekanan. Oleh karena itu
harus dikembangkan pola interaksi lainnya yang menetap, guna
memulihkan dorongan motivasional dan memperkuat
pernyataan terhadap nilai-nilai yang dijadikan pegangan dalam
suatu sistem sosial.
Pembangunan masyarakat desa sebagai suatu proses perubahan
sosial pada dasarnya adalah upaya untuk memodernisasikan masyarakat
desa yang umumnya masih tradisional. Proses perubahan sosial tersebut
dapat digambarkan melalui A-G-I-L sebagai berikut : (Parsons dalam
Sudu dan Tahir, 2007 : 49)
Masyarakat Desa Masyarakat
Desa
A G
Modernisasi
A G
L I L I
Gambar. 1 Modernisasi masyarakat desa menurut Model
A-G-I-L
Teori perubahan dari tradisional menjadi modern disebut
modernisasi. Menurut Black, yang dimaksud dengan modernisasi
adalah :
Proses mana secara historis lembaga-lembaga yang berkembang secara perlahan disesuiakan dengan perubahan fungsi secara tepat, yang menimbulkan peningkatan dalam hal pengetahuan manusia yang belum pernah dicapai sebelumnya, yang memungkinkan untuk menguasai lingkungannya sehingga menimbulkan revolusi ilmiah (Black dalam Sudu dan Tahir, 2007 : 55).
Ada 3 (tiga) unsur pokok modernisasi yang tergambarkan
sebagai segitiga faset yang saling berkaitan, yaitu : (Abraham dalam
Sudu dan Tahir, 2007 : 55)
commit to user
xliii
Gambar. 2 Segitiga Faset Unsur Modernisasi
Menurut Abraham, segitiga faset di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
A. Struktural : diferensi struktur kelembagaan
B. Kesikapan (attitudinal) : orientasi individu ke arah maju
C. Prosesual (processual) : spesialisasi fungsional proses sosial
Modernisasi desa sebagai upaya pengembangan desa melalui
proses yang sadar dan terencana disesuaikan dengan kondisi masyarakat
yang kompleks dengan batasan peraturan perundang-undangan sebagai
payung hukum yang dibuat sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Hal ini sejalan dengan urgensi pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baru mengenai Desa yang tentunya harus disesuaikan
dengan perkembangan zaman seperti yang sekarang ini masih belum
jelas nasipnya yakni RUU Desa.
Pemerintah desa yang diberi kepercayaan masyarakat tidak
cukup mempunyai kewenangan untuk berbuat banyak. Kedudukan dan
bentuk organisasinya yang mendua (ambivalen) yaitu antara bentuk
organisasi pemerintah dengan lembaga kemasyarakatan, tidak adanya
sumber pendapatan yang memadai, keterbatasan kewenangan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut isi rumah tangganya,
keterbatasan kualitas dan kuantitas personilnya, merupakan sebagian
Kesikapan Struktural
(Attitudinal) (Structural)
Prosesual
(Processual)