• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam Peraturan penyelenggaran sudah diatur masalah perijinan terkait standar penyelenggaraan dan standar pelayanan, tennasuk mengatur ukuran plang praktek. Harusnya

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN (Halaman 80-86)

organisasi profesi yang mengatur dan mengingatkan anggotanya terkait stanoar penyelenggaraan. Jadi rekomendasi OP tidak identik dengan pembayaran iuran per tahun. Perlu berbagi peran antara dinkes dan OP, dinkes berfungsi sebagai eksekutor administrasi, sementara OP mengatur masalah kompetensi keahlian.

Dalam 1076 batra ada 4 kelompok, sementara di U U 36 menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan dan ramuan. Yang pendekatan agama dan supranatural masuknya kemana, karena tujuannya juga pengobatan. Apakah masuk ke ranah kesehatan atau ke kejaksaan. Karena sudah banyak kombinasi dalam praktek, misalnya ramuan dan supranatural.

Dinas kesehatan perlu mengkaji ulang tentang peraturan serta mewadahi organisasi profesi. Dinkes prov dan dinkes kab/kota sudah ada penibagian kewenangan yang diatur dalam PP 38. Pendelegasian wewenang pengaturan dan NSPK itu temyata membuat susah. Peraturan ­ peraturan tersebut sudah tidak suitabk lagi dengan kemajuan, aturan selalu kalah cepat dengan ptaktisi dilapangan. Konsumen sudah semakin kritis, suatu saat bukan hanya penyelenggara sarana kesehatan yang dituntun, yang mengatur pun akan terkena imbasnya.

Permenkes 1076 dan 1 109 perlu segera dikawinkan dengan mengacu pada UU kesehatan, sebagai senjata untuk pemerintah daerah.

Dinkes Kab

Dinkes Kabupaten masih mengacu pada permenkes 1076, bel urn tersosialisasi dengan permenkes 1 1 09 tentang TPKA. Persyaratan perijinan juga masih mengacu pada permenkes

1076. Di kabupaten sendiri nakes yang melakukan praktek batra hanya 2 orang. Dinas Kesehatan Provinsi

Peraturannya batra yao.g pengobatnya non medis diberikan ijin oleh dinkes kablkota. Sebelum tahun 2009 batra terdiri dari aliran agama, supranatural, keterampilan dan ramuan. Sejak ada UU No 36 Batra hanya terdiri dari batra keterampilan dan rarnuan saja dengan ijin dan pernbinaan di DKK, tidak lagi melalui Depag dan Kejaksaan. Semua Batra harus terdaftar, dikeluarkan STPT oleh DKK. Di beberapa kab/kota perijinan masih beragam, ada yang di Dinas, ada yang di Sentra P3T. Apabila Batra sudah mengandung asas manfaat, dapat diberikan ijin, yang sebelurnnya ada pengtljian oleh sentra P3T (Pengkajian Penerapan Pengobatan Tradisional). Kalau Batra ingin mendapatkan ijin, maka cara· pengobatannya, produk dan metodenya harus diteliti atau ditapis di Sentra P3T.

Mengacu pada Permenkes 1 109 th 2007 disampaikan beberapa persyaratan untuk memperoleh SBR-TPKA yang pertama Fotocopy ijasah, maksudnya bahwa telah menyelesaikan pendidikan komplementer alternatifuya disertai sertifikat kompetensi karena ini kan keahlian, STR dr/drg atau STR nakes lainnya, surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP, pas foto terbaru 4x6 4 lembar dan rekomendasi dari organisasi profesi.

PDHMI

Masih mencoba proses perijinan untuk mengurus SBR-TPKA, Sudah ada ijin Batra, baru mengetahui adanya peraturan TPKA.

IBJ

Organisasi profesi mengeluarkan rekomendasi, ada standarnya, ada tes ketrampilan, dilihat kelayakan dan pengetahuan anggota tersebut. Selain itu puskesmas juga memantau

kelayakan sarana dan fasilitasnya. Sampai saat ini belum ada bidan yang juga melakukan praktek pengobatan tradisional.

Sentra P3T

Harus ada batasan kewenangan antara yang terdaftar dan yang sudah mendapat ijin. SP3T banyak keterbatasan, sp3t belum bisa dibilang dpt membuat rekomendasi utk perijinan. Jika ingin meningkatkan status dari terdaftar menjadi berijin harus ada k

o

mpetensin

y

a dan

harus

ada o

ran

g yang berwenang menentukan. Karena yang mal praktek di Batra lebih banyak dari praktek dokter.

PAKSI

Peran organisasi profesi (OP) sangat mcr�adi penting karena sebelum mengeluarkan rekomendasi OP harus menilai keilmuan dan keahliannya baru setelah itu dapat memperoleh ijin dari dinas kesehatan.

Sejak Pennenkes 1 1 86, akupunktur menjadi salah satu tenaga pengobat tradisional yg mendapat ijin praktek dari dinas kesehatan. Untuk itu dilakukan kursus yang formal diklat selama 400 - 500 jam setelah itu ada uji k

ompc

tensi dengan adanya Iembaga sertifikasi kompetensi akupunktur Indonesia (LSKAI). Untuk surat ijin praktek harusnya akupunktur minta dari PAKSI, tapi dibeberapa daerah masih clash antara PAKSI dengan IKNI. padahal sudah ada kesepakatan akupunktur ditangani oleh PAKSI. Bahkan di kota harusnya setelah rekomendasi keluar dari PAKSI diberikan ijin praktek (SIPT), bukan STPT lagi, tapi temyata masih dikeluarkan STPT berdasarkan Perda yang belum berubah. Berdasarkan perda ttg STPT tsb, dinkes kota rnasih menerirna akupunkturis yang belum memiliki sertifikasi kornpetensi, padahal tujuan sertifikasi itu untuk mengontrol kemampuan. Jika tidak diberikan rekomendasi dari PAKSI, akupunturis minta ke IKNI dan cliberikan tanpa lulus uji kompetensi. Dengan adanya aturan-aturan yang masih simpang siur, maka di kota masih banyak yang praktek tanpa rekomendasi. Untuk pengobat tradisional yang merniliki dua keahlian, misalnya a.kupunkturis dan herbalis harusnya juga memiliki dua ijin dan dua rekomendasi. PAKSI tidak bisa menyidak akupunkturis yang tidak rnemiliki rekomendasi.

Akupunktur ada dua macam, akupwlktur tradisional dan ak:upunktur medic, yang diajarkan kepada dokter-dokter seperti di RSCM adalah akupunktur medic. Akupunktur medic tidak meminta rekomendasi ke PAKSI, namun meminta ke kole-giunmya. PAKSI lebih ban yak memberikan rekomendasi ke dokter yang mengikuti pelatihan akupunktur t

r

adisionaL

Menurut pendapat PAKSI, SIPT tanggung jawabnya lebih, akupunturis bertanggung jawab pada pemerintah dan pemerintah juga mengawasi. Jadi harus meningkatkan kualitas, dengan

mengeluarkan SIPT harusnya pemerintah bertanggung jawab jika ada kasus antara akupunkturis dengan pasiennya, seperti ijin praktek dokter pada urnwnnya. Kalo STPT hanya terdaftar saja.

Harusnya sernua sudah SIPT, namun masih banyak akupunkturis yang belurn memiliki rekomendasi dan sertifikasi kompetensi. Sehingga masih diberi kesernpatan rnendapatkan STPT.

Ada standar kursus akupunktur minimal 400 jam (standar dinas pendidikan) setelah mendapat

ijasah local tersebut baru rnengikuti sertiflkasi kornpetensi untuk mendapatkan rekomendasi.

AS PETRI

Di asosiasi aspetri sudah ada LSKnya, master penguji, penguji dan pengajamya sudah ada, sudah melaksanakan untuk 30 orang angkatan pertama.

Ada 4 Klasifikasi batra mulai dari batra ramuan pratama, muda, madya sampai utama, hal in berkaitan dengan kompetensi dan wewenangnya

Dari organisasi profesi sudah ada SOP atau prosedur praktek. Misalnya batra ramuan pratama hanya sebagai asisten, madya sudah bisa praktek mandiri, kalau utama bisa bikin sarana dan ada prosedur tertulis.

SARAN

Dinkes Kabupaten

Di dinkes kab belum mengeluarkan STTPKA, masih STPT/SIPT. Berhatap prosedurnya tidak sulit. Dari organisasi profesinya harus jelas. Misalnya pijat dengan herbal rekomendasinya harus 2. Perlu ditetapkan aturan I standar yang jeJas mengenai lama pe1atihan keahlian/keterampilan terse but.

Dinkes Kota

Ketegasan dari dinas kesehatan mengenai rekomendasi ijin, ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan. Sudah ada surat edaran dari menkes mengenai organisasi-organisasi profesi yang bermitra dengan kemenkes. Mungkin nanti akan dibuat surat edaran dari walikota, mengenai OP

mana yang diterima rekomendasinya untuk keahlian/terampilan tertentu.

Saat ini banyak ter:jadi resentralisasi, yaitu aturan-aturan banyak yang ditarik diurus oleh pusat lagi, itu karena ada sebagian orang yang tidak percaya dengan daerah. Selain itu ada 500 lebih kab/kota yang tidak bisa di generalisir, sementara aturan juga tidak bisa dibuat perwilayah, misalnya hanya untuk Indonesia bagian timur.

Perlu dilakukan reklasifikasi posisi dinkes provinsi sebagai apa, selama ini selalu dikatakan kepanjangan tangan pemerintah pusat, namun kewenangannya tidak diberikan ke dinkes provinsi. Tugasnya apa? Apakah mengawasi kab/kota atau ikut bermain juga. Perlu reklasifikasi kewenangan antara pusat, prov dan kab/kota, sehingga tidak campur aduk. Perlu persap1aan mindset sehingga tidak rebutan kue. Tetapi kalau bicara distribusi kewenangan, yang terkena dampak adalah yang mengatur.

Kadang-kadang peraturan pusat dan daerah tidak nyambung, biasanya ini karena terbentur perda, orang-orang beranggapan kekuatan hukum perda lebih

kuat

dari permenkes. Padahal harusnya tidak, Permenkes tetap memiliki kekuatan hukum yang tinggi karena merupakan amanat dari UU dan mengatur penyelenggaraan di

NK.Rl.

Contohnya perda tentang minuman keras, temyata setelah diurutkan ke atas berbenturan dengan permendagri, maka perda tsb dibatalkan.

Mengenai ijin praktek yang lebih dari satu, dalam surat ijinnya sudah disebutkan bahwa praktek hanya boleh di satu di satu kabupaten/kota. Masih boleh praktek di kota lain, selama waktunya tidak berbentrokan. Hal tsb dimaksudkan untuk menjaga kompetensinya. Jangan sampa1 diwakilkan oleh orang lain yang kompetensi tidak sesuai. Ada peraturannya di 1076.

Dinkes Prov

Yang masih jadi pertanyaan yaitu pelatihan mana saja yang bisa diakui untuk tenaga komplementer alternative dan berapa lama kurikullumnya. Karena hasil telaahan yang meminta SBRTPKA berasal dari berbagai macam pelatihan, belum jelas standarnya yang

seperti

apa. Sebaiknya hal ini dijelaskan persyaratannya dalam Pennenkes.

Untuk nakes yang berpraktek di pelayanan kesehatan, pengajuan ijinnya bukan perorangan, tetapi RS nya yang mengajukan, tidak dari perorangan

tersebut.

Bagaimana dengan yang tidak boleh praktek tapi melak:ukan praktek, dokter di batasi dengan regulasi tapi yang lain bebas.

Peraturan perundangan di tata lagi, sehingga temen-temen dilapangan lebih mudah mengontrolnya.

W A W ANCARA MENDALAM DIN AS KESEHAT AN PROVINSI

REGISTRASI PELAY ANAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER ALTERNATIF (SBR-TPKA)

ldentitas Responden Nama Responden Alamat

Jabatan

: dr. W oro Hapsari Wahyuningrum

: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

:Staf Seksi Akreditasi dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan

Lama menjabat jabatan saat ini : 1 (satu) tahun

Persyaratan apa saja yang harus dilengkapi untuk mendapatkan ijin praktek pelayanan kesehatan tradisional yaitu (a) Fotocopy ijazah pendidikan tenaga pelayanan pengobatan komplementer altematif (b) Fotocopy surat tanda registrasi sebagai tenaga kesehatan (c) Surat keterangan sehat dari dokter yang mempunyai Surat Ijin Praktek (d) Pasfoto ukuran 4x6 em (e) Rekomendasi dari organisasi profesi/ asosiasi

(f)

sertifikat kursus dan sertifikat kompetensi.

Proses pengurusan surat ijin pengobatan komplementer alternatif dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas kesehatan Provinsi mamfasilitasi proses penerbitan Surat Bukti Registasi TPKA, prosedurnya setelah yang bersangkutan menyerahkan berkas-berkas kelengkapan, maka SBR TPKA diproses. Prosesnya meliputi pengisian data, pencetakan

dokumen dan penandatanganan oleh pejabat yang berwenang.

Surat ijin dikelola oleh dinas kesehatan kabupaten/Kota, yang dikelola oleh dinas kesehatan Provinsi adalah SBR TPKA, waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan SBRTPKA adalah

2

minggu.

SBR TPKA berlaku selama 5 (lima) tahun sesuat berlakunya Surat Tanda Registrasi Dokter I Dokter Gigi.

Sampai saat ini belum ada peraturan mengenai pembiayaan, baik itu PerDa, PerGub atau yang lainnya, sehingga tidak dipungut biaya apapun dalam proses pengurusan SBR TPKA

Setelah ijin keluar, sistem pencatatan dilakukan dengan cara merekap nama-nama tenaga medis yang menerima SBR TPKA, sampai saat ini tercatat ada

10

orang (selama tahun

201 1)

tapi san1pa1 saat ini belum pemah diterima berkas pelaporan mengenat kegiatan mereka di lapangan.

Pendapat ten tang Permenkes Nomor

1 109

tahun

2007

tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif terkait persyaratan ijin, prosedur, dan sistem pelaporan yaitu permenkes

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN (Halaman 80-86)