• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN

A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

Kegiatan yang mengatasnamakan amal, bersedekah, dan berderma untuk keperluan sosial dan kemanusiaan yang dilakukan oleh suatu lembaga nirlaba modern tidak menutup kemungkinan terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan. Oleh karena itu perlu ada standar etika, aturan baku, dan hukum yang tegas dan jelas yang mengatur masalah ini tanpa mengurangi semangat

filantropis yang ada pada masyarakat. Diharapkan pengaturan atau berbagai

bentuk regulasi terhadap organisasi nirlaba itu, termasuk yayasan, akan dapat mendorong semangat filantropisme tersebut karena pada akhirnya aktivitas itu akan bermuara pada kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.23

Prinsip yang ingin diwujudkan dalam ketentuan Undang-undang Yayasan adalah kemandirian yayasan sebagai badan hukum, keterbukaan seluruh kegiatan yang dilakukan yayasan, dan akuntabilitas kepada masyarakat mengenai apa yang Keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang menjelaskan tentang adanya keinginan pemerintah untuk mengendalikan ataupun sekurang-kurangnya memonitor kegiatan yayasan di masa yang akan datang. Berbagai kasus penyalahgunaan yayasan selama ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan pengaturan masalah yayasan ini.

23

Djaidir, Keberadataan Yayasan Sebagai Badan Hukum Nirlaba Dan Sifat Usahanya Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, Tesis, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 41.

telah dilakukan oleh yayasan, serta prinsip nirlaba yang merupakan prinsip yang fundamental bagi suatu yayasan.

Beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut diantaranya dengan adanya kewajiban pada setiap pendiri yayasan untuk memintakan pengesahan badan hukum kepada Menteri Kehakiman, dan seterusnya setiap ada perubahan mengenai nama dan kegiatan yayasan tersebut harus pula meminta izin kepada Menteri Kehakiman. Pemerintah ingin mengetahui arus keuangan yayasan dengan mengharuskan yayasan, terutama yang kekayaannya berasal dari negara atau memperoleh bantuan pemerintah, untuk membuat ikhtisar laporan tahunan yang menyangkut keuangan dan kegiatan yayasan dalam tahun yang lampau.

Pengatur dan pengendalian yang dilakukan pemerintah terhadap pendirian dan pengoperasian suatu yayasan tentunya didasarkan kepada pengalaman masa lampau, tatkala banyak sekali yayasan yang menyalahgunakan segala kemudahan yang diberikan kepada yayasan, padahal sebenarnya mereka berdagang dengan membungkus bisnisnya melalui yayasan. Secara praktis kuantitatif asumsi demikian memang perlu dibuktikan dengan suatu penelitian khusus. Namun secara kualitatif dapat dirasakan dan juga disaksikan berbagai yayasan yang disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan.24

Tujuan dari Undang – Undang ini, memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya

24

penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan.25

25

L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau Komersial, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,2001, Hal. 8

Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jelas menegaskan bahwa Yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Pada pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun mendirikan suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001 menyebutkan :

” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.”

Pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini tidak diubah tetapi penjelasan pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat langsung melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut sertakan kekayaannya.

Pada Pasal 7 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :

” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.”

Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, dimana yayasan boleh melakukan kegiatan usaha asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut dipergunakan dan diperuntukkan untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan agar yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan pihak lain.26

1) Kemandirian Yayasan sebagai badan hukum.

Menurut Pasal 71 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, semua Yayasan yang telah berdiri dan didaftarkan di pengadilan negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, atau didaftarkan di pengadilan negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak dimulai berlakunya undang-undang tersebut wajib disesuaikan anggaran dasar.

Dengan demikian ada 4 (empat) prinsip yang harus dimiliki Yayasan sesuai dengan harapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yakni:

2) Keterbukaan seluruh kegiatan Yayasan. 3) Akuntabilitas publik.

4) Prinsip nirlaba.

26

Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 51

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 mengatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak mempunyai anggota. Yayasan didirikan dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendiriannya sebagai kekayaan awal Yayasan. Dalam hal yayasan didirikan berdasarkan surat wasiat, pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris oleh penerima wasiat yang bertindak mewakili pemberi wasiat. Apabila dianggap perlu, Menteri dapat meminta pertimbangan instansi terkait yang ruang lingkup tugasnya meliputi kegiatan Yayasan. Dalam hal permohonan pengesahan ditolak, Menteri wajib menyampaikan penolakan secara tertulis disertai alasannya. Adapun alasan penolakan adalah permohonan yang diajukan tidak sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan dan atau peraturan pelaksanaannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tidak dikenal adanya "badan pendiri" pada Yayasan seperti selama ini dikenal. Undang-Undang Yayasan memakai istilah "pembina" untuk menghindari terjadinya kekosongan apabila pendirinya berupa orang-perseorangan meninggal dunia. Hal ini karena suatu Yayasan adalah bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang terlihat dari hal-hal berikut ini:27

27

Ibid., hal. 44.

a. Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Yayasan

Maksud dan tujuan yayasan adalah di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Kegiatan yayasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai maksud tujuan yayasan yang bersangkutan. Maksud dan tujuan yayasan untuk melakukan pemberian kepada para pendiri/pembina, pengurus, pengawas atau pihak ketiga tidak diperkenankan kecuali pemberian kepada pihak ketiga dengan tujuan sosial.

b. Kekayaan Yayasan

Kekayaan yayasan dipergunakan untuk mendukung kinerja yayasan yaitu untuk mencapai maksud tujuan yayasan yang bersifat sosial. Keagamaan dan kemanusian. Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut, yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan badan usaha yang kekayaan yayasan ditentukan paling banyak 25% dari seluruh kekayaan yayasan. Kegiatan usaha yayasan harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001).

c. Pengawasan Masyarakat

Untuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat atas kinerja yayasan, undang-undang mewajibkan kepada pengurus yayasan untuk mengumumkan ikhtisar laporan tahunannya pada papan pengumuman di kantor yayasan yang bersangkutan agar dapat dibaca oleh masyarakat. Sedangkan bagi yayasan yang kekayaannya berasal dari negara atau

memperoleh bantuan pemerintah atau yayasan yang kekayaannya dikumpulkan dari dana masyarakat melalui sumbangan, wakaf, hibah, hibah wasiat sehingga kekayaan yayasan mencapai jumlah tertentu sebagaimana nanti diatur dengan Peraturan pemerintah diwajibkan mengumumkan ikhtisar laporan tahunan yayasan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia (Pasal 52 Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001).

d. Pemeriksaan Terhadap Yayasan

Selain transparansi laporan tahunan, pihak ketiga yang berkepentingan dalam mewakili kepentingan umum dapat mengajukan permohonan tertulis kepada pengadilan untuk penetapan pemeriksaan terhadap yayasan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ yayasan:

1) Melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan anggaran dasar

2) Lalai dalam melaksanakan tugas-tugasnya

3) Melakukan perbuatan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga 4) Melakukan perbuatan yang merugikan negara

Adapun pihak yang melakukan pemeriksaan adalah sejumlah ahli (paling banyak tiga orang) yang diangkat sebagai pemeriksa berdasarkan penetapan pengadilan, dan pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan laporan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain kecuali kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat kedudukan yayasan (Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001).

Dalam pengorganisasiannya terdapat pemisahan yang jelas antara pemegang kekuasaan tertinggi dengan pelaksanaan operasional dan pengawas yang mengawasi operasional yayasan. Hal ini tercermin dari pemisahan yang jelas dari organ yayasan yang terdiri dari: pembina, pengurus dan pengawas.

Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-undang atau Anggaran Dasar Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan, sedangkan pengawas adalah orang yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.

Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas, demikian pula sebaliknya. Larangan perangkapan jabatan dimaksudkan untuk menghindari benturan kewenangan dan tugas serta tanggung jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.

Menurut Chatamarrasjid Ais, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 telah memberikan landasan hukum yang baik bagi pendirian dan perkembangan Yayasan. Persoalannya adalah masalah penegakan hukum, dalam hal ini perlu ditegaskan mengenai masalah pengawasan, baik bagi Yayasan yang sudah ada sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan maupun yang akan berdiri setelah diundangkannya undang-undang yayasan tersebut.28

Dampak terbesar dari Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 adalah Yayasan harus bersifat terbuka bagi masyarakat, baik dalam laporan

28

Chatamarrasjid Aid, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), cet. 1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 84.

kegiatan maupun keuangannya. Hal ini membuka peluang bagi publik untuk mengawasi kegiatan Yayasan. Jadi Yayasan harus memiliki pembukuan yang baik. Kemudian juga Yayasan harus menyesuaikan kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri dengan tujuan yang akan dicapai, dan Yayasan harus menyesuaikan Organ Yayasan dan Anggaran Dasar sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan maka landasan hukum keberadaan Yayasan sebagai suatu badan hukum pada sistem hukum di Indonesia. Di mana sebelum berlakunya undang-undang tersebut yang menjadi landasan hukum Yayasan adalah kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung.

Meskipun belum ada perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Yayasan, sampai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Akan tetapi pengaturan yayasan sebagai badan hukum secara implisit tercantum secara sporadis dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Jadi selama belum dikeluarkan Undang-Undang Yayasan tidak ada pengakuan Yayasan sebagai badan hukum secara eksplisit sebagaimana halnya badan hukum yang lain baik perseroan terbatas, perkumpulan, dan sebagainya.

Fred Tumbuan menyatakan bahwa:

Dalam KUH Perdata yakni dalam Pasal 365, 899, 900, 1680, 1852, dan Pasal 1954 ada disebutkan istilah yayasan, tetapi pasal-pasal tersebut dalam isinya tidak mengatur keberadaan yayasan itu sendiri. Pasal-pasal dalam KUH Perdata tersebut hanya sekedar mengatakan keberadaan yayasan tersebut sebagai badan hukum perdata. Hal yang sama juga terdapat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang ada menyebut

istilah yayasan, tetapi juga tidak merinci mengenai status, hak maupun wewenang yayasan dimaksud.29

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

Meskipun keberadaan yayasan sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tidak mendapat pengaturan yang jelas dan tegas, namun status badan hukum yayasan tersebut tidak pernah diragukan baik di kalangan akademisi maupun praktisi. Itulah sebabnya UU Yayasan sendiri tidak ragu-ragu dalam memberikan pengakuan terhadap status badan hukum yayasan yang terbentuk sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 71, berikut ini:

(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah : a. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam

Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau

b. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;

tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.

(2) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.

(3) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maka Yayasan telah mempunyai landasan hukum yang tegas tentang keberadaan Yayasan sebagai

29

Fred Tumbuan dalam Rehngena Purba, Perlunya Undang-Undang Tentang Yayasan,

badan hukum. Namun kemudian Pemerintah melakukan perubahan kembali terhadap Undang-Undang Yayasan yaitu diterbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Pertimbangan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tersebut adalah:

a. bahwa Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, namun Undang-undang tersebut dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran, maka perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-undang tersebut;

b. bahwa perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tersebut mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2005, dimana undang-undang ini tidak mencabut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tetapi hanya melakukan perubahan dan penyisipan dari beberapa pasal, dan hanya Pasal 25 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang dihapus.

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 juga masih seputar status badan hukum Yayasan. Undang-Undang ini telah mencabut kewenangan Kanwil Hukum dan HAM dalam pengesahan badan hukum Yayasan, di mana sebelumnya pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dinyatakan:

(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri.

(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. (3) Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.

Dari ketentuan Pasal 11 UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 di atas, yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kemudian setelah diterbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, terjadi perbaikan dalam Pasal 11 menjadi:

(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), memperoleh pengesahan dari Menteri.

(2) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.

(3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan ditandatangani.

(4) Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

(5) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima. (6) Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya

yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Perubahan di atas telah menghapus kewenangan Kanwil dalam memberikan pengesahan atas suatu badan hukum yayasan dan mempertegas bahwa wewenang untuk mengesahkan suatu yayasan sebagai badan hukum berada di tangan Menteri Hukum dan HAM. Di samping itu dinyatakan bahwa Notaris wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri untuk menjadi badan hukum tersebut.

Kemudian terkait dengan status badan hukum Yayasan tersebut terlihat dengan dilakukannya perubahan pada Pasal 71 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yang isinya setelah dilakukan perubahan adalah:

(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang :

a. telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau

b. telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;

tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal

Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.

(2) Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini, dan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat I (satu) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku.

(3) Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.

(4) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata "Yayasan" di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Dari ketentuan Pasal 71 ayat (1) di atas jelas terlihat bahwa kekhawatiran dan sekaligus upaya pemerintah dalam hal status kebadanhukuman dari yayasan itu sendiri, karena ketika diterbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 telah diatur dalam Pasal 71 ayat (1) kewajiban bagi yayasan yang belum berbadan hukum untuk melakukan penyesuaian dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut (terhitung sejak tanggal 6 Agustus 2002 setahun sejak undang-undang diterbitkan). Kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang juga membahas tentang penyesuaian badan hukum dari yayasan, yang terlihat dari dilakukannya perubahan atas Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, sehingga Pasal 71 ayat (1) berbunyi: kewajiban bagi yayasan yang belum berbadan hukum untuk melakukan penyesuaian dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut yaitu mulai tanggal 6 Oktober 2005 sampai dengan tanggal 6 Oktober 2008.

Secara tegas di dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 disebutkan Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasar dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut, maka yayasan tersebut tidak dapat lagi menggunakan kata “Yayasan” dan dapat dibubarkan dengan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan dan pihak yang berkepentingan.

Kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan, yang juga masih membahas tentang status badan hukum yayasan, yaitu pada Pasal 36 disebutkan Yayasan yang dimaksud Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 wajib memohon pengesahan akta pendiriannya untuk memperoleh status badan hukum seperti pendirian yayasan yang baru, dan dalam premisse akta menyebutkan asal usul pendiriannya. Perbuatan hukum yang dilakukanYayasan yang belum mendapat status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi anggota organ Yayasan secara tanggung renteng.

Selanjutnya juga diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan, yang membahas tentang permohonan pengesahan pendirian yayasan, yaitu diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan kekayaan awal Yayasan berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya, permohonan pengesahan dilampiri:

a. salinan akta pendirian Yayasan yang dalam premise aktanya menyebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan;

b. laporan kegiatan Yayasan paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;

c. surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan;

d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;

e. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;

f. pernyataan tertulis dari Pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian Anggaran Dasar;

g. surat pernyataan Pengurus mengenai keabsahan kekayaan

B. Tujuan dan Fungsi Pemberian Izin Mendirikan Yayasan

Dokumen terkait