• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Tata Kelola Pendidikan

Pendekatan supply yang formalistik harus ditinggalkan. Indikator kinerja Angka Partisipasi Kasar dan Murni tidak layak lagi dipakai untuk menilai kinerja pembangunan pendidikan. Indikator-indikator tersebut hanya menunjukkan output, bukan outcome pendidikan. Sekolah tidak boleh lagi dilihat sebagai tempat guru mengajar, tapi harus dilihat lebih sebagai tempat murid belajar. Jadi, jika tidak mampu menyediakan anggaran yang memadai untuk investasi dan mengoperasikan sekolah, jangan bangun sekolah baru. Lebih baik anggaran yang terbatas dipakai untuk meningkatkan kualitas guru, dan melengkapi sarana dan prasarana belajar.

Perlu dipastikan bahwa setiap sekolah yang baru harus memenuhi standar yang sudah ditetapkan, kemudian mengoperasikan sekolah tersebut secara lebih fleksibel sehingga pemanfaatannya maksimal. Misalnya dengan membuka sekolah sore dan malam untuk menampung anak-anak yang harus bekerja membantu orang tua mereka di sawah, kebun, pasar, atau mencari ikan. Bukan anak yang harus menyesuaikan kurikulum dan jadwal sekolah,

sekolah lah yang seharusnya menyesuaikan kurikulum dan jadwal belajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik sebagai konsumen, bahkan co-produsen pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan non-formal masyarakat seperti pesantren perlu dibantu.

Untuk meningkatkan relevansi pendidikan inilah kelulusan murid dari sebuah sekolah harus ditentukan melalui sebuah proses yang komprehensif, multi-ranah, multi-kecerdasan yang menyeluruh. Proses penentuan kelulusan ini dapat dilakukan melalui rapat Dewan Guru Sekolah. Ujian Akhir Sekolah dapat diselenggarakan yang hasilnya dapat dipakai sebagai salah satu masukan dalam rapat Dewan Guru Sekolah tersebut. Jika murid sudah dinyatakan lulus atau tammat belajar dari sekolah, dia boleh tidak mengambil atau mengambil tes-tes nasional sesuai dengan kebutuhan pendidikan lanjutannya. Jika dia ingin melanjutkan ke sekolah seni, misalnya, murid tersebut perlu memperoleh layanan tes nasional seni yang disyaratkan oleh Sekolah Tinggi Seni yang akan merekrutnya.

Untuk komitmen mutu, Pemerintah memiliki kewajiban dan kompetensi moral dan teknis untuk memastikan rekrutmen guru yang lebih baik. Pemerintah perlu menilai kelayakan guru melalui sertifikasi guru secara lebih substantif, terutama melalui peer review, bukan sekedar portofolio. Pemerintah perlu mendorong peningkatan kelayakan sekolah melalui akreditasi sekolah yang lebih substantif lagi, serta membangun sistem mutu di tingkat sekolah. Ini tugas penting Pemerintah yang diamanatkan oleh UU Sidiknas untuk melindungi murid sebagai konsumen pendidikan dari praksis pendidikan yang tidak layak oleh guru yang tidak kompeten dan sekolah yang tidak layak

sarana dan prasarananya, serta dipimpin oleh pengelola dan Kepala Sekolah yang tidak kompeten dan tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu tugas Pemerintah adalah menetapkan Standar Mutu Pendidikan, kebijakan yang sesuai, serta norma-norma yang perlu dirujuk oleh masyarakat pendidikan, serta memberi tindakan tegas bagi guru yang tidak kompeten serta sekolah yang amburadul. Urusan murid dan kelulusannya adalah urusan guru, bukan urusan Pemerintah.

Untuk meningkatkan relevansi, transparansi dan akuntabilitas pendidikan, Dewan Pendidikan sebagai wakil

stakeholders pendidikan di daerah perlu diberi peran yang lebih besar. Perencanaan pembangunan pendidikan harus melibatkan Dewan Pendidikan Daerah secara prosedur maupun konten. Pemerintah Daerah perlu berbesar hati untuk menyerahkan sebagian kewenangannya untuk dibagi pada Dewan Pendidikan Daerah. Education for all harus diartikan juga education by all. Kurikulum pendidikan di tingkat satuan pendidikan di daerah disusun dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, namun Pemerintah Daerah melalui Dewan Pendidikan Daerah dapat menetapkan Standar Pendidikan Daerah dengan memasukkan muatan-muatan lokal sesuai karakteristik lokal daerah, dan muatan institusional sesuai visi dan misi sekolah.

Untuk merumuskan kebijakan, standar, dan norma-norma pendidikan, Pemerintah perlu sesekali melakukan pemetaan mutu pendidikan untuk menentukan base-line

dan mengukur capaian/kinerja pembangunan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas atas anggaran yang dikelolanya. Sertifikasi guru dan akreditasi sekolah

merupakan instrumen penting untuk memetakan mutu pendidikan ini. Sertifikasi guru selanjutnya dapat diserahkan ke Asosiasi Guru Indonesia untuk melakukan sertifikasi profesi seperti asosiasi profesi lainnya (Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Arsitek Indonesia, Persatuan Insinyur Indonesia, dsb.). Sertifikasi guru oleh Pemerintah saat ini secara bertahap perlu diserahkan pada Asosiasi Guru.

Amanah tambahan bagi eks IKIP perlu ditinjau kembali, agar eks IKIP kembali ke khittah-nya sebagai IKIP. Jika pendidikan dianggap penting, penelitian pendidikan perlu memperoleh perhatian yang besar juga. Penelitian pendidikan perlu memperoleh prioritas tinggi agar filsafat, metoda, dan praksis serta manajemen pendidikan berkembang sesuai tuntutan zaman. Pemerintah perlu memberi sinyal yang kuat agar anak-anak Indonesia yang paling berbakat mau menjadi guru-guru Indonesia masa depan.

Di samping memperkuat proses sertifikasi guru dan akreditasi sekolah secara lebih susbtantif, pemerintah perlu membentuk Badan Peniliaian Pendidikan (BPP) untuk membuat peta mutu pendidikan nasional yang lebih obyektif dan lengkap. Peta mutu yang tidak dapat dipercaya akan menghasilkan kebijakan yang keliru dan tidak tepat sasaran. Badan ini ditugasi untuk menyelenggarakan tes-tes untuk bidang-bidang kajian (Mata Pelajaran) yang dinilai penting di berbagai jenjang. Tes-tes ini harus lebih komprehensif, mencandra semua ranah belajar, tidak hanya kognitif saja, dan bisa bersifat kualitatif (seperti esay), tidak berformat pilihan ganda.

Untuk memetakan mutu pendidikan Fisika level SMU, misalnya, BPP bisa melalukan Tes Nasional Fisika yang dikembangkan dengan mengacu pada standar pendidikan Fisika jenjang SMU internasional. Tes Nasional Fisika ini tidak menentukan kelulusan murid yang mengikutinya. Tes ini dilakukan hanya untuk sample murid SMU tertentu saja, misalnya 10% populasi siswa SMU di seluruh Indonesia. Kemudian dihitung rata-rata dan standar deviasi skor hasil Tes Nasional tersebut untuk dibandingkan dengan beberapa negara lain. Tes- tes semacam ini bisa dilakukan juga untuk hampir semua Mata Pelajaran, termasuk seni dan olah raga (untuk masuk ke sekolah seni dan olah raga). Tes-tes semacam ini bisa dilakukan setiap waktu (diambil sesuai waktu yang cocok bagi siswa), secara on-line, dan dapat dipakai sebagai salah satu alat bantu seleksi masuk perguruan tinggi. Tes-tes Nasional ini perlu dikembangkan dan didukung oleh Asosiai Guru Mata Pelajaran Indonesia, misalnya Asosiasi Guru Fisika Indonesia.

Kesimpulan

Untuk memperbaiki layanan pendidikan saat ini, diperlukan reorientasi pada mutu, relevansi dan education governance

di daerah. Orientasi pada supply dan formalisme harus ditinggalkan. Layanan pendidikan harus lebih peka pada kebutuhan peserta didik yang beragam baik latar belakang, kecerdasan, maupun aspirasinya ke masa depan. Pendidikan tidak layak lagi diselenggarakan sebagai persekolahan semata, dengan sekolah hanya sebagai tempat guru mengajar dan statistik pendidikan diukur untuk kepentingan Pemerintah.

Ujian Nasional perlu ditinjau ulang untuk diubah tujuan, desain, dan pelaksanaanya. Ujian Nasional perlu diubah menjadi Tes Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Penilian Pendidikian, bersifat opsional dan pasca-sekolah bagi murid sesuai kebutuhan murid untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Kelulusan atau ketammatan belajar murid ditentukan melalui Rapat Dewan Guru Sekolah dengan melihat seluruh spektrum prestasi belajar siswa selama memperoleh pendididikan di sekolah. Ujian Akhir Sekolah-pun, jika diselenggarakan, hanya dipakai sebagai salah satu pertimbangan dalam Rapat Dewan Guru Sekolajh.

Dinas Pendidikan Daerah memerlukan peta kinerja pembangunan pendidikan sebagai bagian dari akuntabilitasnya. Untuk pemetaan mutu perlu dilakukan sertifikasi guru dan akreditasi sekolah secara lebih susbtantif, serta tes nasional mata pelajaran yang bersifat sampling untuk sebagian murid, untuk semua pelajaran, termasuk seni dan olah raga, serta mengukur semua ranah belajar (tidak hanya kognitif) murid, dan tidak menentukan kelulusan murid. Guru-guru yang terbukti tidak layak dimutasi untuk tidak bekerja lagi sebagai guru, dan sekolah- sekolah yang tidak terakreditasi dilarang beroperasi. Mata- mata pelajaran yang kinerjanya di bawah standar diperbaiki guru-gurunya serta sarana dan prasarananya.

Organisasi profesi guru perlu diperkuat, termasuk untuk mengembangkan kemampuan memberikan layanan tes nasional mata pelajaran. Dewan Pendidikan Daerah perlu diberi peranan yang lebih besar dalam perencanaan pendidikan, pengembangan kurikulum dan standar pendidikan daerah.

20

LAYANAN PENDIDIKAN NON-