• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila.

Dalam dokumen PNCASILA OK (Halaman 79-83)

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Oleh:

B. Perbandingan Antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila.

1. Liberalisme

John Locke (1632-1704) merupakan orang pertama yang meletakkan dasar-dasar ideologi liberal. Liberalisme muncul sebagai reaksi terhadap filsafat Filmer yang mengatakan bahwa setiap

bebas (Magnis Suseno, 1994). Dengan kata lain, ciri-ciri liberalisme adalah sebagai berikut: a) memiliki kecenderungan untuk mendukung perubahan, b0 mempeunyai kepercayaan terhadap nalar manusiawi, c) bersedia menggunakan pemerintah untuk meningkatkan kondisi manusiawi, d) mendukung kebebasan individu, e) bersikap ambivalen terhadapa sifat manusia (Lyman Tower Sargent, 1986:96).

Walaupun di atas telah disebutkan ciri-ciri yang menggambar- kan keunggulan liberalisme, kecuali sifat ambivalennya terhadap sifat manusia, namun liberalisme mempunyai kelemahan-kelemahan. Kelemahannya, yaitu liberalisme buta terhadap kenyataan, bahwa tidak semua orang kuat kedudukannnya dan tidak semua orang sama cita-citanya; oleh karena itu, kebebasan yang hampir tanpa batas itu dengan sendirinya dipergunakan oleh individu-individu dan kelompok- kelompok yang kuat untuk semakin memperluas kegi\atan dan pengaruhnya, sedangkan kemungkinan ini bagi pihak yang lebih lemah semakin kecil. Akibatnya tanggung jawab sosial seluruh masyarakat ditolak oleh liberalisme sehigga melahirkan “binatang ekonomis” artinya manusia hanya mementingkan keuntungan ekonomisnya sendiri.

Bertitik tolak dari pandangan di atas, jika dibandingkan dengan ideologi Pancasila yang secara khusus norma-normanya terdapat di dalam Undang-ndang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila menolak liberalisme sebagai ideologi yang bersifat absolutisasi dan determinisme. Absolutisasi diartikan sebagai adanya proses ,memutlakkan hal-hal yang pada hakikatnya tidak mutlak. Determinisme adalah ajaran bahwa sesuatu itu secara mutlak telah ditentukan dan dibatasi oleh faktor-faktor tertentu (Pranarka, 1985: 404).

Sebagaimana diketahui bahwa liberalisme merupakan paham yang pertama kali menyuarakan hak-hakl azasi manusia , yaitu hak-hak

yang melekat pada manusia karena kemanusiaannya sendiri,yang diberikan kepadanya oleh Sang Pencipta dan oleh karena itu tidak dapat dirampas oleh siapapun juga termasuk negara. Undang-undang Dasar 1945 memuat sebagian dari hak-hak azasi manusia, antara lain kemerdekaan berserikat dan berkumpul, kemerdekaan mengeluarkan pikiran, kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat, serta hak-hak azasi yang lain. Perubahan Kedua UUD 1945 tahun 2000 telah ditambahkan pula secara hampir terperinci hak- hak azasi manusia yang belum dimasukkan di dalam UUD 1945. Walaupun demikian Undang-Undang Dasar 1945 tidak bersifat absolutisasi dan determinisme sebagaimana ideologi liberal-isme, yang memberi penekanan pada kebebasan individu, sehingga kesejahteraan sosial bukan menjadi tanggung jawab negara. Kaum sosialis Marxisme mengkritik negara seperti ini sebagai negara yang melndungi kepentingan “kaum borjuis”.

Undang-undang Dasar 1945 tidak hanya menekankan hak-hak azasi manusia, tetapi juga kewajiban-kewajiban, misalnya kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan, ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Negara berkewajiban untuk mengusahakan kesejahteraan sosial bagi warga negaranya, misalnya pasal 27, 31, 34 UUD 1945.

Undang-undang Dasar 1945 menolak sistem ekonomi liberal yang berdasarkan persaingan bebas dan penyakralan hak milik pribadi. Hak milik pribadi tidak dihilangkan, tetapi ditempatkan secara proporsional. Hak milik pribadi dipergunakan sepanjang tidak bertentangan dengan kesejahteraan sosial. Pasal 33 UUD 1945 menyuratkan dan menyiratkan hal ini.

2. Komunisme

Tiga ciri negara komunis adalah: 1) berdasarkan ideologi –

2) merupakan sistem kekuasaan satu partai atas seluruh masyarakat; 3) ekonomi komunis bersifat etatisme (Magnis-Suseno, 1988:30). Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinis-men, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat; kebebasan indiviud, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam negara komunis. Manusia dianggap sebagai “sekrup” dalam sebuah kolektivitas (Magnis Suseno, 1988:31).

Setelah membandingkan ketiga ciri di atas dengan paham negara RI yaitu Pancasila, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pancasila bertitik tolak dari pandangan bahwa manusia secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya. Manusia secara kodrati terdiri dari susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat yang harus diwujudkan secara seimbang. Secara susunan kodrat manusia tidak hanya dipandang sebagai raga atau materi saja tetapi juga mempunyai jiwa dan harus diaktualisasikan secara seimbang antar-keduanya. Secara sifat kodrat, manusia adalah manusia berusaha menyeimbangkan hidupnya dalam mengaktualisasikan sifat individual dengan sifat sosial. Demikian pula, dalam hidup manusia haruslah disadari bahwa secara kodrati ia mempunyai kedudukan sebagai makhluk otonom yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, sekaligus sebagai makhluk Tuhan yang bertanggung jawab pula terhadap Tuhannya atas segala potensi dan karunia yang telah diberikan kepadanya.

Undang-undang Dasar 1945 sebagai penjabaran secara yuridis formal dari ideologi Pancasila menunjukkan adanya ide keseimbangan itu. Undang-undang Dasar 1945 tidak bersifat absolut dalam memandang manusia dan kehidupan bernegara. Maka, baik ciri komunisme yang bersifat totaliter tidak terdapat di dalamnya. Demikian pula kelemahan liberalisme yang cenderung menutup mata

akan adanya dampak dari individualisme dan persaingan dicoba untuk diantisipasi dengan adanya pasal-pasal yang menjamin akan kebebasan sekaligus perlindungan terhadap hak-hak yang menyangkut hajat hidup warga negara secara umum.

Pasal-pasal yang menunjukkan adanya sarana kontrol yang dapat mencegah kekuasaan satu partai misalnya pasal 1, 27, 28, 29. Sebaliknya, pasal 33 yang menyiratkan adanya penguasaan ekonomi oleh negara, tetapi bukan berarti ekonomi bersifat etatisme. Hanya cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai negara sehingga milik pribadi dan hak atas usaha pribadi diakui sepanjang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial berdasarkan azas kekeluargaan.

Dalam dokumen PNCASILA OK (Halaman 79-83)