• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan hasil klasifikasi dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil klasifikasi yang dilakukan dengan MLCdan BPNN. Klasifikasi dengan nilai akurasi yang tertinggi menunjukkan bahwa hasil klasifikasi memiliki persentase ketepatan yang lebih besar. Perbandingan dilakukan terhadap producer accuracy,

user’s accuracy, overall accuracy dan kappa accuracy dan luasan lahan sawah

dan tebu.

Secara keseluruhan ringkasan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada skema diagram alir yang disajikan pada Gambar 12.

Citra Raw Landsat ETM Citra Landsat TM Peta Digital Peta Tematik Pra Pengolahan Koreksi Radiometrik dan Geometrik

Pengolahan  Croping area studi

 Image Enhancement

 Band composite

 Interpretasi visual

 Peta Tematik

 Peta Penggunaan Lahan

Parametrik

 Maksimum Likelihood

Non Parametrik

 Back propagation neural network Pengecekan Lapang Reklasifikasi AKURASI  Survey  Visual Interpretasi  Data Referensi lainnya  data tanaman PETA PENUTUP/ PENGGUNAAN LAHAN

SAWAH DAN TEBU Pemilihan Area Penelitian

 Peta Administrasi

 Peta Penggunaan Lahan 1

2

3

 Matrik Konfusi

 Kappa

 Kesesuaian hasil klasifikasi dengan data lapang

Training Area

Klasifikasi

Peta rupa bumi

Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini dilakukan untuk memudahkan pengecekan objek citra di lapangan, memudahkan penggabungan citra dengan sumber data lain agar tidak mengalami distorsi luas sehingga memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya, 2002).

Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan transformasi polynomial dengan membandingkan RMSE. Nilai RMSE terkecil merupakan gambaran kesalahan paling kecil atau merupakan hasil koreksi geometrik keakuratan dengan kondisi permukaan bumi yang tinggi. Koreksi geometrik dilakukan pada semua citra yang digunakan pada penelitian ini. Citra yang menjadi acuan koreksi geometrik adalah citra Landsat ETM+ 15 Juli 2001, citra ini terlebih dahulu sudah dilakukan koreksi geometri dengan citra referensi yang sudah dikoreksi secara orthorektifikasi oleh USGS dan dipadu serasikan kembali dengan peta Rupabumi Indonesia skala 1 :25.000. Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi geometrik adalah Universal Transvers Mercator

(UTM), zone 48 selatan (south UTM 48) dan koordinat geografis.

Ketelitian koreksi geometri (RMSE) dengan menggunakan 18 titik Ground Control Point (GCP) pada masing-masing citra dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan posisi masing-masing titik lokasi pengambilan GCP selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6, penyebaran lokasi pengambilan titik GCP dapat dilihat pada Gambar 13. Lokasi pengambilan titik kontrol adalah obyek yang mudah dikenali dan relatif permanen seperti persimpangan jalan.

Tabel 5. Ketelitian Geometri (RMS Error) dari Koreksi Geometri Citra

Data Citra Metode RMS error (pixel)

15 Juli 2001 Citra ke Citra Orthorektified hasil paduserasi dengan Peta RBI

0,12 3 Desember 2000 Citra ke Citra 15 Juli 2001 terkoreksi 0,18 29 April 2002 Citra ke Citra 15 Juli 2001 terkoreksi 0,26 18 Juli 2002 Citra ke Citra 15 Juli 2001 terkoreksi 0,23 31 Maret 2003 Citra ke Citra 15 Juli 2001 terkoreksi 0,28

Gambar 13. Lokasi Pengambilan Titik Kontrol (GCP)

Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan secara Visual

Identifikasi penutup/penggunaan lahan sawah dan tebu secara visual dilakukan dengan menggunakan data citra Landsat ETM+ multi temporal. Citra yang digunakan dalam identifikasi secara visual adalah citra Landsat ETM+ hasil fusi. Berdasarkan kenampakan warna pada citra kombinasi band 542 dan dengan bantuan peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 dan pengecekan lapangan maka dapat disusun kunci interpretasi kelas penutup/penggunaan lahan terutama untuk kelas sawan dan tebu. Kemampuan citra Landsat ETM+ untuk klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kemudahan dalam melakukan interpretasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : identifikasi, delimitasi dan deleniasi. Perbedaan antara identifikasi, delimitasi dan delineasi dapat dilihat pada Gambar 14. Pada Gambar 14 sawah dan tebu dapat didelineasi pada saat sawah dalam kondisi air dan tebu dalam keadaan vegetatif (citra 3 Desember 2000 dan citra 29 April 2002), kondisi sebaliknya terjadi pada citra tanggal 15 juli 2001 lahan sawah dalam kondisi vegetatif dan tebu dalam kondisi terbuka/pasca tebang. Citra tanggal 17 September 2001 tebu dan sawah dapat diidentifikasi tetapi batasnya

keduanya kurang jelas sehingga batas antara tebu dan sawah disebut terdelimitasi sedangkan citra pada 17 September 2001 antara tebu dan sawah bera sangat sulit dibedakan dengan kampung/pemukiman sehingga disebut teridentifikasi karena obyek disekitarnya mempunyai kenampakan yang mirip.

Secara umum terdapat 4 kenampakan warna pada citra multi waktu yang digunakan yaitu merah keungguan, hijau, biru dan kemerahan. Dengan bantuan peta rupa bumi, data realisasi tanam dan pengecekan lapangan, kenampakan warna merah keungguan merupakan pemukiman, warna hijau merupakan vegetasi (sawah fase vegetasi, sawah fase generatif dan tebu fase vegetatif), kenampakan warna biru mengambarkan badan air (sawah dominasi air, sungai dan tambak) dan warna pink kemerahan mengambarkan kondisi tutupan lahan sawah dan tebu dalam kondisi bera.

Berdasarkan kenampakan citra multi waktu yang digunakan penutupan kelas lahan sawah vegetatif dan tebu vegetatif hampir sama, sehingga akan mengalami kesulitan dalan melakukan pemisahan kelas seperti yang terlihat pada citra tanggal 31 Maret 2003 (Lampiran 6) dan kondisi yang hampir sama juga terlihat pada citra tanggal 17 September 2001 (Lampiran 3) dimana kondisi lahan sawah dan tebu dalam kondisi bera.

Citra Tgl 3 Des 2000 -Sawah dominasi Air

-Tebu Fase Vegetatif

Citra Tgl 15 Juli 2001 - Sawah fase vegetatif

- Tebu kondisi bera/ pasca tebang

Citra Tgl 17 Sept 2001 - Sawah fase bera

- Tebu fase bera/ penyiapan tanam

Citra Tgl 29 Apr 2002 -Sawah dominasi air&bera -Tebu fase vegetatif

Citra Tgl 18 Juli 2002 - Sawah fase vegetatif - Tebu fase bera

Citra Tgl 31 Mar 2003 - Sawah fase bera - Tebu fase vegetatif Sawah Tebu Sawah Tebu Sawah Tebu Tebu Sawah Sawah Sawah Tebu Tebu

Gambar 14. Kenampakan Fase Pertumbuhan Lahan Sawah dan Tebu pada Citra Landsat ETM+ 542 Berbeda Waktu Perekaman

Gambar 14 yang mengambarkan kemampuan citra Landsat ETM+ dalam identifikasi lahan sawah dan tebu pada berbagai penutupan lahan yang berbeda, dapat dinyatakan bahwa kemampuan citra Landsat dalam memetakan lahan sawah dan tebu sangat dipengaruhi oleh kondisi fase pertumbuhan tanaman padi sawah dan tebu. Pada kondisi lahan sawah dominasi air memungkinkan delineasi lahan sawah dan tebu dan objek penutupan lahan lainnya, sedangkan lahan sawah dan tebu dalam kondisi fase bera menyebabkan identifikasi tutupan lahan lain disekitarnya menjadi sulit. Pada lahan sawah dominasi vegetasi, tanaman tebu kondisi vegetatif dan kebun campuran akan sulit diidentifikasi karena kenampakan warnanya sama dengan warna hijau vegetasi padi.

Berdasarkan kenampakan visual citra pada Lampiran 1-6 akan dilakukan interpretasi secara visual dengan cara simultan pada seluruh citra. Hasil interpretasi visual tutupan lahan/penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan luas penutup/penggunaan lahannya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Penutup/ Penggunaan Lahan Visual

Kelas Luas (Ha) %

1 Sawah 33.980 69%

2 Tebu 4.474 9%

3 Mungkin Sawah/Tebu 6.090 12%

4 Bukan Sawah/Tebu 4.473 9%

Total 49.017 100,00%

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil interpretasi secara visual menghasilkan luas lahan sawah di lokasi penelitian adalah 33.980 Ha yang sebaran terluas berada di Kecamatan Ciasem sedangkan luas lahan tebu 4.474 ha yang berada di kecamatan Purwodadi.

Gambar 15. Peta Penutup/Penggunaan Lahan Hasil Interpretasi Visual

Klasifikasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Digital

Pengambilan Training area

Training area adalah sekumpulan piksel pada citra yang mewakili kelas penutupan lahan berdasarkan pola pengenalan yang telah ditentukan sebelumnya. Adalah sangat penting untuk memilih areal contoh yang dapat mewakili semua kelas yang akan diidentifikasi, tetapi hal ini tidak berarti bahwa areal contoh berjumlah besar dan menyebar pada seluruh citra. Beberapa areal contoh yang diketahui secara pasti akan lebih baik dari pada sejumlah besar areal contoh yang berasal dari informasi yang tidak diketahui kebenarannya (Smith dan Brown, 1997).

Kegiatan ini didasarkan pada hasil interpretasi visual citra dan pengecekan lapangan yang telah dilakukan. Jumlah training area yang dibuat adalah sebanyak jumlah kategori atau kelas yang dapat didefinisikan pada masing-masing citra multitemporal yang digunakan. Jumlah training area yang digunakan dan sebarannya pada salah satu citra yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 16 Dalam proses selanjutnya penutup/penggunaan lahan tersebut digabungkan menjadi 4 kelas yaitu kelas lahan sawah, kelas lahan tebu, kelas mungkin lahan sawah atau tebu, dan bukan lahan sawah atau tebu. Kelas sawah fase bera, fase air dan vegetatif dikelompokkan sebagai kelas lahan sawah, kelas tebu fase anakan, tebu vegetatif, tebu fase generative/masa tebang di kelompokkan menjadi kelas lahan tebu, kelas kebun campuran, kebun, tegalan/ladang, semak dikelompokkan kedalam kelas mungkin sawah atau tebu, sedangkan kampung/pemukiman dikelompokkan sebagai kelas bukan sawah dan tebu.

Tabel 7. Jumlah Piksel dan Luas Training Area

Kelas penutup lahan Jumlah piksel Luas (Ha)

Fase Bera 63 5.67 Fase Bera-1 113 10.17 Fase Vegetatif 346 31.14 Fase Vegetatif-1 37 3.33 Fase Air 484 43.56 Badan Air 344 30.96 Tebu 247 22.23 Kampung/Pemukiman 69 6.21 Kampung/Pemukiman-1 62 5.58 Kebun Campuran 146 13.14 Kebun Campuran-1 356 32.04

Gambar 16. Area Contoh Lokasi Training Area pada Citra 3 Desember 2000 Untuk mengetahui kualitas training area yang baik dilakukan uji keterpisahan kelas (separability index). Uji seperabilitas training area menggunakan indek seperabilitas bhattacharya. Nilai Indeks ini berkisar 0 sampai 2, dimana nilai 0-1 mengindikasikan nilai seperabilitas kurang baik, nilai 1,0-1,9 cukup baik dan 1,9-2,0 sangat baik (PCI Help 2001). Hasil uji indek seperabilitas Bhattacharya menunjukkan bahwa training area yang diambil mengambarkan keterpisahan yang baik, sehingga dapat dilanjutkan pada tahap klasifikasi.

Klasifikasi Citra Multispektral

Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutup/penggunaan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery, 1992; Lillesand dan Kiefer, 1997). Metode klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi maximum

likelihood (MLC) dan Back Propagation Neural Network (BPNN). Proses

citra multitemporal dengan proses pelaksanaannya dilakukan 2 tahap, dimana tahap pertama akan dilakukan klasifikasi pada masing-masing citra multitemporal dengan 5 waktu pengambilan untuk mendapatkan hasil sementara lahan sawah, tebu dan penggunaan lainnya, sedangkan tahap kedua adalah akan dilakukan proses overlay

dengan pengabungan hasil klasifikasi pada tahap pertama sehingga akan memperoleh hasil klasifikasi baru, dimana lokasi tutupan yang dinyatakan sebagai sawah dan tebu pada citra yang digunakan akan tetap dipertahankan sebagai lahan sawah dan tebu, dengan skenario ini diharapkan mendapatkan data luas lahan sawah dan tebu serta sebarannya yang lebih akurat.

Dokumen terkait