• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kurva Moment-Rotasi Spesimen J dengan Model J-

Dalam dokumen Studi Perbandingan Hasil Uji Numerik Mod (Halaman 97-104)

BAB 5 PEMBAHASAN HASIL ANALISIS NON-LINIER HUBUNGAN

5.3. Perbandingan Kekuatan Hasil Uji Eksperimental dengan Hasil Uj

5.3.1. Perbandingan Kurva Moment-Rotasi Spesimen J dengan Model J-

pelat. Gambar 5. 10 menunjukkan perbandingan kurva hubungan moment-rotasi hubungan balok kolom tanpa pelat.

Gambar 5. 10 Kurva histeresis hubungan balok kolom tanpa pelat

1. Perbandingan bentuk kurva

Terdapat perbedaan perbedaan perilaku antara hasil uji eksperimental dengan hasil uji numerik, yaitu kekuatan struktur hubungan balok kolom. Kekuatan Spesimen J mengalami peningkatan setelah mengalami kelelehan. Akan tetapi, kekuatan hubungan balok Model J-Atena menurun setelah mengalami kelelehan.

Spesimen J tidak mengalami efek jepitan ‘pinching’ pada kurva hysteresis, akan tetapi memiliki bentuk kumparan ‘spindle-shape’ yang baik. Dengan bentuk seperti demikian, sambungan memiliki daktilitas dan kekuatan yang baik. Lain halnya dengan Model J-Atena, mengalami pinching pada beban drift awal. Model J-Atena lebih daktail pada drift besar, sehingga efek pinching tidak dominan. Bentuk kurva histeresis dari Model J-Atena tipikal untuk kurva histeresis yang mengalami kegagalan lentur dari tulangan balok.

Pada Spesimen J, terlihat pengulangan beban dengan besaran drift yang sama akan menghasilkan kurva histeresis yang sama pada bagian positif. Hal ini menandakan tidak adanya slip antar tulangan dengan beton. Pada bagian negatif, pengulangan beban yang sama menghasilkan kurva histeresis yang lebih landai,

namun tetap mencapai rotasi yang direncanakan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh efek riwayat pembebanan pada beban arah negatif.

Berbeda dengan Spesimen J, Model J-Atena memiliki kurva histeresis yang terus menurun ketika dibebani. Hal ini disebabkan oleh kelelehan beberapa tulangan balok, sehinga tidak mampu menahan moment yang besar.

2. Perbandingan titik puncak

Pada Spesimen J, kelelehan struktur beban arah negatif terjadi pada rotasi -0,01 rad dengan moment -55 kNm, sedangkan beban arah positif terjadi pada rotasi 0,005 rad dengan moment 22 kNm. Pada Model J-Atena, kelelehan struktur beban arah negatif terjadi pada rotasi -0,0029 rad dengan moment -39,8 kNm, sedangkan pada arah beban positif terjadi pada rotasi 0,0026 rad dengan 30,5 kNm. Model J-Atena memiliki modulus elastis inisial yang lebih tinggi dari Spesimen J. Untuk memudahkan interpretasi data Tabel 5. 1 menunjukkan rangkuman data moment dan rotasi Spesimen J dan Model J-Atena.

Tabel 5. 1 Rangkuman koordinat histeresis hubungan balok kolom tanpa pelat

Perbedaan momen maksimum uji numerik terhadap uji eksperimental pada arah positif sebesar 3,7kNm (9,56%), sedangkan pada arah negatif sebesar 2,1 kNm (3,38%). Perbandingan rotasi maksimum uji numerik terhadap uji eksperimental pada arah positif sebesar -13,91%, sedangkan pada arah negatif sebesar -12,18%. Uji numerik dapat digunakan untuk memprediksi kisaran rotasi dan moment maksimum.

5.3.2. Perbandingan Kurva Moment-Rotasi Spesimen JS dengan Model JS-Atena Pada sub-bab ini dibahas mengenai perilaku model hubungan balok kolom dengan pelat. Gambar 5. 11 menunjukkan perbandingan kurva hubungan moment-rotasi hubungan balok kolom dengan pelat.

Rotasi Moment Rotasi Moment Rotasi Moment

[rad] [kNm] [rad] [kNm] [rad] [kNm]

Spesimen J -0.01 -55 - - -0.0575 -60 Model J-Atena -0.0025 -39.8 -0.0097 -62.1 -0.0505 -19.2 Spesimen J 0.0075 22 - - 0.0575 35 Model J-Atena 0.0026 30.5 0.0103 38.7 0.0495 19.5 Negatif Positif

Arah Benda Uji

Gambar 5. 11 Kurva histeresis hubungan balok kolom dengan pelat 1. Perbandingan bentuk kurva

Terdapat perbedaan perbedaan perilaku antara hasil uji eksperimental dengan hasil uji numerical, yaitu pada kekuatan struktur hubungan balok kolom. Kekuatan Spesimen JS mengalami peningkatan setelah mengalami kelelehan. Berbeda dengan Spesimen JS, kekuatan hubungan balok Model JS-Atena menurun setelah mengalami kelelehan.

Spesimen JS tidak mengalami efek jepitan ‘pinching’ pada kurva histeresis. Spesimen JS memiliki bentuk kumparan ‘spindle-shape’ yang baik. Dengan bentuk seperti demikian, sambungan memiliki daktilitas dan kekuatan yang baik. Lain halnya dengan Model JS-Atena, mengalami pinching dan penurunan kekuatan drastis pada beban drift awal. Model JS-Atena lebih daktail pada drift besar, sehingga efek pinching tidak dominan. Bentuk kurva histeresis dari Model JS- Atena tipikal untuk kurva histeresis yang mengalami kegagalan lentur dari tulangan balok.

Pada Spesimen JS, terlihat pengulangan beban dengan besaran drift yang sama akan menghasilkan kurva histeresis yang sama. Hal ini menandakan tidak adanya slip antar tulangan dengan beton. Selain itu, kurva histeresis yang sama menunjukkan pengaruh riwayat pembebanan tidak dominan. Hal ini menandakan

tulangan belum mengalami tegangan ultimate dan selimut beton masih bekerja dengan baik.

Berbeda dengan Spesimen JS, Model JS-Atena memiliki kurva histeresis yang terus menurun ketika dibebani. Hal ini disebabkan oleh kelelehan beberapa tulangan balok, sehinga tidak mampu menahan moment yang besar.

2. Perbandingan titik puncak

Pada Spesimen JS, kelelehan struktur beban arah negatif terjadi pada rotasi -0,01 rad dengan moment -60 kNm, sedangkan beban arah positif terjadi pada rotasi 0,0125 rad dengan moment 38 kNm. Pada Model JS-Atena, kelelehan struktur beban arah negatif terjadi pada rotasi -0,0029 rad dengan moment -54,8 kNm, sedangkan pada arah beban positif terjadi pada rotasi 0,0026 rad dengan 37,6 kNm. Model JS-Atena memiliki modulus elastis inisial yang lebih tinggi dari Spesimen JS. Untuk memudahkan interpretasi Tabel 5. 2 menunjukkan rangkuman data moment dan rotasi Spesimen JS dan Model JS-Atena.

Tabel 5. 2 Rangkuman koordinat histeresis hubungan balok kolom tanpa pelat

Perbedaan momen maksimum uji numerik terhadap uji eksperimental pada arah positif sebesar 0,7 kNm (-1,87%), sedangkan pada arah negatif sebesar 1,2 kNm (-1,28%). Perbandingan rotasi maksimum uji numerik terhadap uji eksperimental pada arah positif sebesar -0,0143 rad (-24,87%), sedangkan pada arah negatif sebesar -0,007 rad (-1,22%). Uji numerik dapat digunakan untuk memprediksi kisaran rotasi dan moment maksimum. Pada kali ini, uji numerik menghasilkan nilai yang lebih konservatif.

Rotasi Moment Rotasi Moment Rotasi Moment

[rad] [kNm] [rad] [kNm] [rad] [kNm]

Spesimen JS -0.01 -60 - - -0.0575 -95 Model JS-Atena -0.0029 -54.8 -0.017 -93.8 -0.0568 -27.4 Spesimen JS 0.0125 38 - - 0.0575 38 Model JS-Atena 0.0026 37.3 0.0026 37.3 0.0432 28.5 Rotasi Puncak Benda Uji

Titik Leleh Moment Puncak

Negatif

Positif Arah

5.4.Perbandingan Degradasi Kekakuan

Degradasi kekakuan adalah proses kehilangan kekakuan struktur secara progresif akibat adanya riwayat pembebanan. Perbandingan kekakuan benda uji ditampilkan dalam bentuk kurva degradasi kekakuan peak to peak dalam satu siklus pembebanan. Nilai kekakuan (K) didefinisikan sebagai kemiringan garis dari titik puncak positif ke titik puncak negatif dari kurva histeresis setiap siklus.

Gambar 5. 12 Kekakuan peak to peak (Kurniawan, 2015)

Kekakuan benda uji pada setiap siklus pembebanan ditampilkan pada Tabel 5. 3. Pada uji eksperimental, degradasi kekakuan yang terjadi terlihat konstan. Sedangkan pada uji numerik, degradasi kekakuan terjadi secara eksponensial. Selain itu, degradasi kekakuan uji eksperimental lebih kecil dari uji numerik. Kedua hal ini menandakan, pengujian eksperimental menghasilkan kekuatan sambungan yang stabil pada siklus pembebanan. Penurunan kekakuan sambungan ditandai juga oleh kekakuan awal hasil uji numerik lebih tinggi daripada hasil uji eksperimental. Akan tetapi, kekakuan akhir hasil uji numerik, lebih rendah dari uji eksperimental.

Tabel 5. 3 Kekakuan setiap siklus pembebanan

Drift Numerik Experimental JS-Atena J-Atena JS J [kN/mm] [kN/mm] [kN/mm] [kN/mm] 0.25% 13.257 12.884 5.94 5.74 0.50% 8.039 8.586 5.54 4.15 1% 6.164 5.038 5.21 3.66 1.50% 3.795 3.022 3.78 3.18 1.75% 2.159 1.961 3.64 2.66 2.50% 1.066 0.691 2.60 1.89 3.75% 0.601 0.448 1.74 1.26 5% 0.500 0.395 1.19 0.84

Untuk memudahkan interpretasi tabel, degradasi kekakuan setiap siklus pembebanan ditampilkan pada Gambar 5. 13.

Gambar 5. 13 Degradasi kekakuan setiap siklus pembebanan

Kekakuan sambungan uji numerik pada siklus pembebanan drift 0.25%, menunjukkan angka yang dekat. Perbedaan antara kekakuan model uji numerik pada drift 0.25% adalah 2,8%. Hal ini berarti keberadaan pelat tidak membawa pengaruh besar pada saat kondisi elastis. Namun, setelah kondisi elastis terlihat pelat ikut berperan memperkaku sambungan. Perbedaan terbesar antar model uji numerik adalah 35,2% pada drift 2,5%.

Kekakuan sambungan uji eksperimental pada siklus pembebanan drift 0.25%, menunjukkan angka yang dekat juga. Perbedaan antar kekakuan model uji eksperimental hanya 3,4%. Hal ini berarti keberadaan pelat tidak membawa pengaruh besar pada saat kondisi elastis uji eksperimental. Namun, setelah kondisi elastis terlihat pelat ikut berperan memperkaku sambungan. Perbedaan terbesar kekakuan antar model uji eksperimental adalah 29,7% pada drift 1%.

Kekakuan awal sambungan kedua model hasil uji numerik sangat besar dibandingkan hasil uji eksperimental. Namun, kekakuan akhir sambungan kedua model hasil uji numerik lebih kecil dibandingkan hasil uji eksperimental. Perbedaan kekakuan awal dan akhir sambungan tanpa pelat berturut-turut sebesar 7,14 kN/mm (124,46%) dan -0,69 kN/mm (-57,98%), kekakuan awal dan akhir sambungan dengan pelat berturut-turut sebesar 7,31kN/mm (123,13%) dan -0,44 kN/mm (- 52,98%). 0 2 4 6 8 10 12 14 0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% Ke ka ku an [kN /m m ] Drift JS-Atena J-Atena JS J

Dalam dokumen Studi Perbandingan Hasil Uji Numerik Mod (Halaman 97-104)

Dokumen terkait