• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Penentuan Awal Bulan Antara Syaikh Burhanuddin Dengan Pemerintah Dengan Pemerintah

KAJIAN PENENTUAN AWAL BULAN RAMADHAN MENURUT SYAIKH BURHANUDDIN

C. Perbandingan Penentuan Awal Bulan Antara Syaikh Burhanuddin Dengan Pemerintah Dengan Pemerintah

11

Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibn Abdillah Ibn Yazid berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru Ibn Dinar dari Muhammad Ibn Hunain dari Ibnu Abbas berkata aku heran akan orang yang memulai puasa, lalu telah Bersabda Rasulullah saw. apabila kamu sekalian melihat hilal, maka berpuasalah, dan apabila kamu sekalian melihat hilal, maka berbukalah. Jika tertutup awan atas kamu sekalian, maka genapkanlah menjadi tiga puluh hari. (HR. Jalaludin As-Suyuti).

Berdasarkan hadis-hadis di atas telah jelas bahwa ibadah puasa dan ‘Idul Fitri akan dilakukan setelah hilal dapat dilihat. Jika hilal tersebut tidak dapat dilihat atau tertutup awan, maka bulan sebelumnya (Sya’ban dan Ramadhan) digenapkan menjadi tiga puluh hari.

C. Perbandingan Penentuan Awal Bulan Antara Syaikh Burhanuddin Dengan Pemerintah

Secara umum, penentuan awal bulan yang dilakukan oleh Syaikh Burhanuddin dengan pemerintah terdapat selisih hari, walaupun ada juga yang bersamaan. Akan tetapi khusus untuk bulan Ramadhan selalu berbeda.

Untuk lebih jelasnya penulis akan membandingkan antara Syaikh Burhanuddin dengan Pemerintah 5(lima) tahun terakhir dan 1(satu) tahun yang akan datang. Yaitu dari tahun 1427 H. s/d 1432 H. Penulis

11

Al-Hafidz Jalaludin As-Suyuti, Sunan al-Nasa'i Juz IV, Semarang : Toha Putera, 1930, h. 135.

mengambil sampel 4(empat) bulan yang dianggap penting, yaitu tangal 1(satu) Muharram, tanggal 1(satu) Ramadhan, tanggal 1(satu) Syawwal, dan tanggal 10(sepuluh) Dzulhijjah.Lihat tabel di bawah ini :

Hijriyah Bertepatan dengan Masehi

Syaikh Burhanuddin (Taqwim Kamsiyah) Pemerintah 1427 (Th. Za) 1 Muharram 1 Ramadhan 1 Syawal 10 Dzulhijjah Rabu, 01 Februari 2006 Senin, 25 September 2006 Rabu, 25 Oktober 2006 Sabtu, 29 Desember 2006 Selasa, 31 Januari 2006 Ahad, 24 September 2006 Selasa, 24 Oktober 2006 Ahad, 30 Desember 2006

1428 (Th. Dal I) 1 Muharram 1 Ramadhan 1 Syawal 10 Dzulhijjah Ahad, 21 Januari 2007 Jum’at, 14 September 2007 Ahad, 14 Oktober 2007 Rabu, 19 Desember 2007 Sabtu, 20 Januari 2007 Kamis, 13 September 2007 Sabtu, 13 Oktober 2007 Kamis, 20 Desember 2007 1429 (Th. Ba) 1 Muharram 1 Ramadhan 1 Syawal 10 Dzulhijjah Jum’at, 11 Januari 2008 Rabu, 3 September 2008 Jum’at, 3 Oktober 2008 Senin, 8 Desember 2008 Kamis, 10 Januari 2008 Senin, 1 September 2008 Rabu, 1 Oktober 2008 Senin, 8 Desember 2008 1430 (Th. Wau) 1 Muharram 1 Ramadhan 1 Syawal 10 Dzulhijjah Selasa, 30 Desember 2008 Ahad, 23 Agustus 2009 Selasa, 22 September 2009 Jum’at, 27 November 2009 Senin, 29 Desember 2008 Sabtu, 22 Agustus 2009 Senin, 21 September 2009 Jum’at, 27 November 2009

1431 (Th. Dal II) 1 Muharram 1 Ramadhan 1 Syawal 10 Dzulhijjah Ahad, 20 Desember 2009 Jum’at, 13 Agustus 2010 Ahad, 12 September 2010 Rabu, 17 November 2010 Jum’at, 18 Desember 2009 Rabu, 11 Agustus 2010 Jum’at, 10 September 2010 Rabu, 17 November 2010 1432 (Th. Alif) 1 Muharram 1 Ramadhan 1 Syawal 10 Dzulhijjah Kamis, 9 Desember 2010 Selasa, 2 Agustus 2011 Kamis, 1 September 2011 Ahad, 6 November 2011 Selasa, 7 Desember 2010 Senin, 1 Agustus 2011 Selasa, 30 Agustus 201112 Ahad, 6 November 201113 Keterangan:

1. Hampir setiap awal bulan antara Syaikh Burhanuddin yang menggunakan takwim kamsiyah selalu berbeda dengan Pemerintah.

2. Awal bulan Ramadhan Syaikh Burhanuddin dari tahun 1427 H. s/d 1432 H. selalu berbeda Pemerintah.

3. Persamaan jatuhnya tanggal dan hari hanya terdapat hampir di setiap 10 Dzulhijjah, inipun masih ada perbedaan pada tahun 1427 H. dan 1428 H.

12

Sebagaimana kebijakan yang berlaku, ketetapan 1 Syawal tetap menunggu hasil Itsbat yang akan digelar kemudian.

13

Dengan perbedaan yang terjadi di atas, pengikut Syaikh Burhanuddin memiliki beberapa pandangan terhadap penetapan awal ramadhan, ‘idul fitri dan ‘idul adha yang ditetapkan oleh pemerintah

Dalam hal pandangan Tharikat Syatariyah dibagi menjadi dua golongan, yaitu;

1. Golongan Ulama Syathariyah

Dalam golongan ulama Syathariyah yang masih benar-benar menjaga keaslian dari ajaran Syaikh Burhanuddin menganggap bahwa penetapan awal bulan Ramadhan, ‘Idul Fitri, dan ‘Idul Adha yang dilakukan pemerintah adalah tidak benar.

Mereka menganggap bahwa Pemerintah sudah melenceng dari ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, karena menurut mereka sudah sangat jelas dalilnya dan tidak perlu untuk dirubah-rubah lagi.14 Sehingga mereka mengatakan bahwa Pemerintah harus kembali kepada Hujjah yang telah di tetapkan dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah saw. Mereka berpendapat seperti ini berdasarkan hadis :

لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻞﺻ ﻲﺒﻨﻟا نأ ةﺮﯾﺮھ ﻰﺑأ ﻦﻋ

:

اوﺮﻄﻓأو ﮫﺘﯾؤﺮﻟ ﻮﻣﻮﺻ

14

ﻦﯿﺛﻼﺛ نﺎﺒﻌﺷ ةﺪﻋاﻮﻠﻤﻛﺎﻓ ﻢﻜﯿﻠﻋ ﻲﺒﻏ نﺎﻓ ﮫﺘﯾؤﺮﻟ

.

)

ﻢﻠﺴﻣ و يرﺎﺨﺑ هاور

(

15

Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. Bersabda: “puasalah kalian bila melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian bila melihatnya. Bilamana terhalang dari (penglihatan) kalian, maka sempurnakanlah hitungan (bulan Sya’ban tiga puluh (hari). (H.R. Bukhary-Muslim)

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim inilah yang menjadi landasan mereka dalam menetapkan awal bulan Ramadhan, dan jika ada instansi atau golongan yang tidak menggunakan hadis ini sebagai rujukan dalam penentuan awal bulan Ramadhan, maka mereka telah tersesat.16

2. Golongan Masyarakat Akademisi

Perkembangan pendidikan Masyarakat Ulakan Tapakis, Pariaman pada masa kini sudah sangat pesat. Dibuktikan dengan tidak sedikitnya para pemuda yang berada di daerah tersebut telah menimba ilmu sampai dengan perguruan tinggi. Mereka yang notabene mempunyai pendidikan formal sampai dengan perguruan tinggi, memiliki pendapat lain tentang pandangan mereka kepada Pemerintah dalam hal penentuan awal bulan Ramadhan.

Mereka berpendapat bahwa Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Agama adalah pengayom lingkup Negara, bukan daerah, sehingga dalam penentuan awal bulan Ramadhan wajib kita patuhi. karena mereka adalah Ulil Amri yang tidak sembarangan menggunakan wewenang

15

Imam Ibn al-Husain Muslim bin al-Hajaj Ibn Muslim al-Qusairi al-Nisaburi, Jami’u al-Shahih al-Musamma al-Shahih Muslim Juz II, Semarang, Toha Putera , t.th, h 122.

16

Tuanku Kadi, Seorang tokoh ulama Tarekat Syatariyah yang berperan di Tapakis Ulakan Pariaman, wawancara langsung, 29 Desember 2010.

dan yang pasti mereka itu ahli dalam bidang tersebut dan penetapannya dapat dipertanggung jawabkan.17

Golongan ini mengikuti ketetapan dari Pemerintah, akan tetapi tidak mau melakukannya secara terang-terangan, dengan alasan menghormati Syaikh Burhanuddin.

Setidaknya, sikap mereka tampak terwakili oleh ungkapan salah seorang yang tergolong kelompok ini, katanya “Kita tidak boleh menutup mata dan telinga dengan kemajuan dan perkembangan zaman, jika kita masih mempertahankan ketentuan yang lama, maka kita benar-benar akan tertinggal.”18

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa Tharekat Syathariyah Padang Pariaman yang masih memegang teguh prinsip-prinsip penentuan awal bulan Ramadhan yang digunakan pada masa Syaikh Burhanuddin adalah para Ulama-ulama Tharikat Syathariyah dan sebagian Masyarakat yang memiliki keyakinan yang sama dengan ulama Syatariyah saja, sedangkan jama’ah Syatariyah yang telah menempuh perguruan tinggi telah mengakui menggunakan atau mengikuti ketentuan yang dilakukan oleh Pemerintah. Walaupun mereka juga tidak begitu saja mengabaikan dengan ketentuan yang dilakukan oleh Syaikh Burhanuddin. Karena mereka

17

Alma Fredi, Pengurus masjid Syaikh Burhanuddin, wawancara langsung, 30 Desember 2010.

18

beranggapan bahwa bagaimanapun Syaikh Burhanuddin adalah tokoh yang sangat berjasa dalam perkembangan Islam di Pariaman, khususnya di daerah Ulakan.

Pengikut Tharekat Syathariyah Padang Pariaman memiliki beberapa asumsi tentang Penentuan awal bulan Ramadhan yang dilakukan Pemerintah, diantaranya bahwa Pemerintah di Indonesia dianggap sesat karena tidak mengikuti hadis Rasulullah saw. atau ketentuan Syariat. Padahal, kelompok atau organisasi di luar Tharekat Syatariyah Padang Pariaman yang berkecimpung dalam penentuan awal bulan Ramadhan juga menggunakan dasar hadis, hanya saja penafsiran dari masing-masing Organisasi yang berbeda.

Tharikat Syatariyah Padang Pariaman melakukan ru’yatul hilal dalam penentuan awal bulan Ramadhan pada tanggal 29 bulan Sya’ban menurut mereka berdasarkan perhitungan Taqwim kamsiyah, sedangkan jatuh tanggal 1 Sya’ban selalu bebeda dengan Pemerintah atau Organisasi Masyarakat yang lain. Hal ini dibuktikan dengan selalu lebih lambatnya Tharikat Syatariyah dari Pemerintah, ini dikarenakan cara perhitungannya sudah berbeda. Bisa jadi dalam kalender Tharikat Syatariyah Padang Pariaman baru tanggal 29 Sya’ban, dalam kalender Pemerintah atau Ormas lain sudah tanggal 1 atau 2 Ramadhan.

Metode Taqwim kamsiyah yang mereka pergunakan dalam menentukan awal bulan bersifat statis, karena tidak mengenal konsep tahun pendek (Basithoh) dan tahun panjang (Kabisat), sebagai akibat bahwa rata-rata

peredaran bulan dalam satu tahun terdapat angka-angka pecahan yang menentukan panjang-pendeknya umur bulan.

A. Kesimpulan

1. Adapun metode yang digunakan Syaikh Burhanuddin dalam penentuan awal bulan Ramadhan adalah dengan metode Takwim kamsiyah, yaitu penjumlahan antara Rumusan tahun dengan rumusan bulan, yang kemudian dihitung mulai dari hari kamis. Dengan kata lain Syaikh Burhanuddin menggunakan metode hisab ‘Urfi.

2. Adapun landasan hukum yang digunakan oleh Syaikh Burhanuddin dalam penetapan awal bulan Ramadhan adalah al-Qur’an Surat Yasin ayat 39 s/d 40, dan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. tentang penyempurnaan bilangan bulan Sya’ban jika tertutup mendung.

3. Adapun dalam hal kesesuaian dengan Pemerintah dalam hal penentuan awal bulan Ramadhan, Syaikh Burhanuddin selalu lebih lambat dari Pemerintah, sebagaimana yang telah dibandingkan lima tahun terakhir, dan selalu lebih lambat satu hari dari ketetapan yang dilakukan oleh Pemerintah.

B. Saran-saran

1. Kepada Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Agama, sebaiknya lebih memperhatikan tentang pembinaan dalam mempelajari ilmu falak agar mereka (Tharikat Syatariyah) lebih mengetahui tentang perkembangan ilmu falak pada saat ini.

2. Kepada Tarikat Syatariyah sebaiknya lebih membuka diri untuk bisa menerima metode-metode terkini yang telah banyak digunakan oleh berbagai Ormas di Tanah Air, sehingga tidak jumud dalam satu metode saja

3. Kepada masyarakat umum hendaknya marilah kita hargai suatu perbedaan di antara kita sebagai muslim. Karena perbedaan adalah suatu rahmah yang diberikan oleh Allah SWT.

4. Kepada Fakultas Syariah dan Hukum hendaknya menyediakan fasilitas yang lebih memadai khususnya dalam ilmu Falak, sehingga mahasiswa dapat lebih mendalami ilmu falak yang dianggap sulit oleh sebagian mahasiswa.

Dokumen terkait