• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Sebelum dan Sesudah CBIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Sebelum dan Sesudah CBIA

Penelitian ini berfokus pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Pada aspek pengetahuan dikatakan meningkat apabila jumlah responden yang tergolong memiliki pengetahuan tinggi bertambah atau jumlah responden yang tergolong memiliki pengetahuan rendah berkurang. Pada aspek sikap dan tindakan dikatakan meningkat apabila jumlah responden yang tergolong memiliki sikap dan tindakan baik bertambah atau jumlah responden yang tergolong memiliki sikap dan tindakan rendah berkurang. Berikut ini merupakan pembahasan peningkatan masing-masing aspek.

1. Pengetahuan

Hasil setelah dilakukan CBIA menunjukkan terdapat peningkatan 0

20 40 60 80

Post I Post II Post III 61% 55% 52% 71% 61% 55% 68% 61% 55% Ju m lah R es p o n d en % Pengetahuan Sikap Tindakan

value uji hipotesis Wilcoxon. P value yang diperoleh adalah 5,29e-05 (prepost

I), 0,005 (prepost II), dan 0,040 (prepost III). Semua nilai p <0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, dapat disimpulkan bahwa setelah intervensi CBIA, pengetahuan responden dapat meningkat secara signifikan.

Jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan tergolong tinggi pada post I, post II, dan post III lebih tinggi dibandingkan dengan pre. Pada pre, jumlah responden dengan tingkat pengetahuan tergolong tinggi hanya 6 (19%) orang, namun pada post I naik menjadi 19 (61%) orang. Pada post II jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengalami peningkatan dibandingkan dengan pre, yaitu menjadi 17 (55%) orang. Post III didapatkan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan tergolong tinggi meningkat dibandingkan pre, yaitu menjadi 16 (52%) orang.

Jumlah responden yang memiliki pengetahuan tergolong sedang mengalami penurunan pada post I, post II, dan post III jika dibandingkan dengan

pre. Pada pre, jumlah responden yang memiliki pengetahuan tergolong sedang

sebanyak 14 (45%) orang, pada post I menurun menjadi 11 (35%) orang. Pada

post II menurun menjadi 12 (39%) orang. Pada post III menurun menjadi 10

(32%) orang.

Jumlah responden yang memiliki pengetahuan tergolong rendah mengalami penurunan pada post I, post II, dan post III jika dibandingkan dengan

pre. Pada pre, jumlah responden yang memiliki pengetahuan tergolong rendah

sebanyak 11 (35%) orang, pada post I menurun menjadi 1 (3%) orang. Pada post II menurun menjadi 2 (6%) orang. Pada post III menurun menjadi 5 (16%) orang.

Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan responden dalam hal ini adalah informasi. Menurut Hendra (2008), informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah. Pada penelitian ini informasi yang diperoleh responden adalah dari booklet dan penjelasan dari pembicara mengenai penggunaan antibiotika. Gambar berikut menunjukkan prosentase jumlah responden tergolong tinggi, sedang, dan rendah aspek pengetahuan pada pre,

post I, post II, post III.

Gambar 8. Prosentase Jumlah Responden Aspek Pengetahuan Tergolong Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III 2. Sikap

Sikap responden setelah mengikuti CBIA dapat dilihat dari nilai post I,

post II, dan post III yang dibandingkan dengan pre. Setelah uji hipotesis

menggunakan Wilcoxon, didapatkan p value 0,000 (pre-post 1), 0,013 (pre-post

2), dan 0,050 (pre-post 3). Semua nilai p <0,05 sehingga dapat disimpulkan

19% 61% 55% 52% 45% 35% 39% 32% 35% 3% 6% 16% 0 10 20 30 40 50 60 70 Pre Post I (5,29e-05 ) Post II (0,005 ) Post III (0,040 ) Ju m lah R es p o n d en % Tinggi Sedang Rendah

bahwa sesudah intervensi CBIA sikap responden mengalami peningkatan yang signifikan.

Jumlah responden yang memiliki sikap tergolong baik pada post I, post II, dan post III lebih tinggi dibandingkan dengan pre. Pada pre, jumlah responden yang tergolong mempunyai sikap baik sebanyak 7 (23%) orang, pada post I meningkat menjadi 22 (71%) orang, pada post II meningkat menjadi 19 (61%) orang, dan pada post III meningkat menjadi 17 (29%) orang.

Jumlah responden yang memiliki sikap tergolong cukup pada post I, post II, dan post III mengalami penurunan dibandingkan dengan pre. Pada pre, jumlah responden yang tergolong mempunyai sikap cukup sebanyak 14 (45%) orang, pada post I menurun menjadi 9 (29%) orang, pada post II menurun menjadi 8 (26%) orang, dan pada post III menurun menjadi 12 (39%) orang.

Jumlah responden yang memiliki sikap tergolong kurang pada post I,

post II, dan post III mengalami penurunan dibandingkan dengan pre. Pada pre,

jumlah responden yang tergolong mempunyai sikap cukup sebanyak 10 (32%) orang, pada post I tidak ditemukan responden dengan sikap tergolong cukup, pada

post II menurun menjadi 4 (13%) orang, dan pada post III menurun menjadi 2

(6%) orang.

Peningkatan sikap responden ini tidak lepas dari beberapa faktor, yaitu faktor pegalaman dan orang lain yang dianggap penting. Menurut Azwar (2007), sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi tersebut akan menjadikan penghayatan akan pengalaman yang mendalam dan lebih lama membekas. Pada

saat dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil, responden saling menceritakan pengalaman pribadi mereka tentang penggunaan antibiotika.

Pengalaman yang mereka ceritakan merupakan pengalaman yang cukup melibatkan faktor emosional, misalnya seorang pria lanjut usia yang mual setelah mengkonsumsi antibiotika, semenjak hal itu pria lanjut usia tersebut enggan untuk mengkonsumsi antibiotika, kemudian beliau menanyakan kepada pembicara apakah hal tersebut merupakan keracunan atau bukan. Setelah pembicara menerangkan, pria lanjut usia tersebut menjadi lebih memahami tentang penggunaan antibiotika dan menunjukkan sikap yang positif terhadap antibiotika.

Menurut Azwar (2007) Secara umum, seseorang cenderung mempunyai sikap yang searah (konformis) dengan sikap orang yang dianggap penting. Pada penelitian ini menghadirkan seorang dokter senior sebagai pembicara, sehingga dapat meyakinkan responden tentang penggunaan antibiotika yang tepat. Berikut merupakan gambar yang menunjukkan perbandingan pre, post I, post II, dan post III.

Gambar 9. Prosentase Jumlah Responden Aspek Sikap Tergolong Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III

23% 71% 61% 55% 45% 29% 26% 39% 32% 0% 13% 6% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Pre Post I (0,000) Post II (0,013) Post III (0,50) Ju m lah R es p o n d en (% ) Baik Cukup Kurang

3. Tindakan

Tindakan responden setelah mengikuti CBIA dapat dilihat dari nilai post I, post II, dan post III yang dibandingkan dengan pre. Data-data tersebut dianalisis menggunakan uji hipotesis Wilcoxon dan didapatkan nilai p. Nilai p yang didapat adalah 0,001 (prepost I), 0,005 (pre-post II), dan 0,043 (prepost

III). Nilai p yang diperoleh semuanya <0,05.

Tindakan responden dikatakan mengalami peningkatan, dilihat dari bertambahnya jumlah responden yang memiliki tindakan tergolong tinggi. Responden yang memiliki tindakan tegolong tinggi pada post I, post II, dan post III lebih tinggi dibandingkan dengan pre. Pada pre, 4 (13%) orang memiliki tindakan tergolong baik, pada post I meningkat menjadi 21 (68%) orang, pada

post II meningkat menjadi 19 (61%) orang, dan pada post III meningkat menjadi

17 (55%) orang.

Jumlah responden yang memiliki tindakan tergolong cukup mengalami penurunan pada post I, post II, dan post III jika dibandingkan dengan pre. Pada

pre, jumlah responden yang memiliki tindakan tergolong cukup sebanyak 17

(55%) orang, pada post I menurun menjadi 9 (29%) orang. Pada post II menurun menjadi 8 (26%) orang. Pada post III menurun menjadi 10 (32%) orang.

Jumlah responden yang memiliki tindakan tergolong kurang mengalami penurunan pada post I, post II, dan post III jika dibandingkan dengan pre. Pada

pre, jumlah responden yang memiliki tindakan tergolong kurang sebanyak 10

(32%) orang, pada post I menurun menjadi 1 (3%) orang. Pada post II menurun menjadi 4 (13%) orang. Pada post III menurun menjadi 4 (13%) orang.

Peningkatan tindakan responden ini sesuai dengan teori Lawrence Green. Teori tersebut mengatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya tindakan yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendorong (enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing factors) (Maulana, 2009). Dalam hal ini yang menjadi faktor predisposisi (predisposing factor) adalah pegetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap responden yang meningkat dapat semakin mempermudah terbentuknya tindakan. Faktor pendorong (enabling

factor) dalam penelitian ini adalah fasilitas kesehatan yang ada dan pemberian

intervensi CBIA yang mendukung terbentuknya tindakan. Faktor penguat (reinforcing factors) dalam penelitian ini adalah narasumber sebagai panutan masyarakat.

Penurunan pengetahuan juga akan mempengaruhi sikap dan tindakan. Pada post II dan post III baik pengetahuan, sikap, maupun tindakan semakin menurun. Penurunan ini dipengaruhi oleh waktu, semakin lama maka seseorang cenderung melupakan ilmu yang telah dipelajari.

Pengambilan post II dan post III dilakukan dengan mendatangi rumah responden sehingga membutuhkan waktu lebih dari satu hari untuk mengumpulkan data. Hal itu menyebabkan ada beberapa data yang diambil lebih dari satu bulan setelah CBIA (post II) dan dua bulan setelah CBIA (post III). Seharusnya pengambilan post II dan post III tepat waktu. Menurut teori decay dalam Lahey (2007), memori akan memudar dan menghilang seiring berjalannya waktu bila ingatan tidak pernah diulang kembali. Gambar berikut menunjukkan

peningkatan prosentase jumlah responden aspek tindakan tergolong baik pada pre,

post I, post II, dan post III.

Gambar 10. Prosentase Jumlah Responden Aspek Tindakan Tergolong Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III

Dokumen terkait