• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Penggunaan antibiotika yang tidak tepat disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait antibiotika adalah dengan metode CBIA. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan pengetahuan,sikap,dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time

series yaitu pre,post I,post II dan post III. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling melibatkan 31 responden yang memenuhi kriteria inklusi.

Jumlah responden aspek pengetahuan kategori tinggi mengalami peningkatan pada

pre-post I dari 6 orang menjadi 19 orang,pre-post II dari 6 orang menjadi 17 orang,pre-post

III dari 6 orang menjadi 16 orang. Jumlah responden aspek sikap kategori baik mengalami peningkatan pada pre-post I dari 7 orang menjadi 22 orang,pre-post II dari 7 orang menjadi 19 orang,pre-post III dari 7 orang menjadi 17 orang. Jumlah responden aspek tindakan kategori baik mengalami peningkatan pada pre-post I dari 4 orang menjadi 21 orang, pre-post I dari 4 orang menjadi 19 orang, pre-post III dari 4 orang menjadi 17 orang. Hasil uji hipotesis dengan Wilcoxon menunjukkan p-value <0,05. Kesimpulan penelitian ini CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria lanjut usia dalam penggunaan antibiotika yang tepat.

(2)

Improper use of antibiotics is caused due to lack of knowledge, attitudes and practice about antibiotic. One way to improve knowledge, attitude and practice of the community related antibiotic is with the CBIA method. The purpose of this research was to improve elderly men’s knowledge, attitudes and practice about antibiotic with the CBIA method.

This research is quasi experimental research with time series design pre, post I, post II and post III. Sampling done in a purposive sampling involves 31 participants.

The number of participants in good level of knowledge increased on pre-post I from 6 to 19 people, pre-post II from 6 to 17 people, pre-post III from 6 to 16 persons. The number of participants in good level of attitude increased on pre-post I from 7 to 22 people, pre-post II from 7 to 19 people, pre-post III from 7 to 17 people. The number of participants in good level of practice increased on pre - post I from 4 to 21 people, pre - post I from 4 to 19 people, pre-post III from 4 to 17 people. Hypothesis test results with Wilcoxon shows the p-value < 0,05. The conclusions of this research is CBIA method can improve knowledge, attitudes, and practice of elderly men in antibiotics use properly.

(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA LANJUT DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA

DENGAN METODE CBIA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi

Oleh :

Yohana Mutiara Sakti NIM :118114124

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab karena-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt, M.Kes., Ph. D., Apt sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan naskah ini

2. Bapak Drs. H. Mardjuki selaku Camat di Kecamatan Umbulharjo yang membantu dalam hal perizinan dan informasi

3. Bapak Antonius Suyudi selaku Ketua Komisi Lansia Sukmo Wicoro yang telah membantu jalannya penelitian

4. Anggota Komisi Lansia Sukmo Wicoro Kecamatan Umbulharjo sebagai responden yang telah berperan dalam penelitian ini

5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian naskah ini

6. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mendukung pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini

7. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 6 Juli 2015

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

HALAMAN PERSEMBAHAN vi

PRAKATA vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

INTISARI xvii

ABSTRACT xviii

BAB I PENGANTAR 1

A. Latar Belakang 1

1. Rumusan masalah 3

2. Keaslian penelitian 3

3. Manfaat penelitian 5

B. Tujuan Penelitian 6

1. Tujuan umum 6

(11)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA 8

A. Pengetahuan 8

1. Pengertian 8

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 8

3. Cara pengukuran pengetahuan 9

B. Sikap 11

1. Pengertian 11

2. Tingkatan sikap 11

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap 12

4. Cara pengukuran sikap 14

C. Tindakan 15

1. Pengertian 15

2. Tingkatan tindakan 15

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan 15

3. Cara pengukuran tindakan 16

D. Upaya Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 16

1. Metode ceramah 17

2. Metode diskusi 17

3. Metode demonstrasi 18

4. Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) 18

E. Uji Validitas Instrumen 21

F. Uji Reliabilitas 22

(12)

1. Pengertian antibiotika 23

2. Mekanisme kerja antibiotika 23

3. Prinsip umum penggunaan antibiotika 23

4. Resistensi 24

F. Landasan Teori 25

G. Hipotesis 26

BAB III METODE PENELITIAN 27

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian 27

B. Variabel dan Definisi Operasional 27

1. Variabel 27

2. Definisi operasional 28

C. Lokasi Penelitian 30

D. Instrumen Penelitian 30

E. Subyek Penelitian 33

F. Tata Cara Penelitian 34

1. Studi pustaka 34

2. Analisis situasi 34

3. Teknik sampling 34

G. Pembuatan Kuesioner 37

1. Validitas instrumen 37

2. Uji pemahaman bahasa 37

3. Uji reliabilitas 39

(13)

I. Management Data 42

1. Editing 42

2.Processing 42

3. Cleaning 42

J. Analisis Hasil 43

1. Uji normalitas 43

2. Uji hipotesis 44

K. Keterbatasan Penelitian 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46

A. Karakteristik Demografi Responden 46

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Usia Lanjut Mengenai

Antibiotika Sebelum CBIA 48

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Usia Lanjut Mengenai

Antibiotika Sesudah CBIA 49

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Sebelum dan

Sesudah CBIA 51

1. Pengetahuan 51

2. Sikap 53

3. Tindakan 56

E. Dinamika Proses Kegiatan CBIA 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61

A. Kesimpulan 61

(14)

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 67

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan 32 Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan 33 Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan

Tindakan 33

Tabel IV. Item Kuesioner yang Sulit Dipahami dalam Uji Pemahaman

bahasa 39

Tabel V. Hasil Uji Normalitas 44

Tabel VI. Hasil Uji Hipotesis 45

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Rancangan Penelitian Kelompok CBIA 27

Gambar 2. Bagan Pemilihan Responden 36

Gambar 3. Uji Reliabilitas Kuesioner pada Aspek Pengetahuan 40 Gambar 4. Uji Reliabilitas Pada Aspek Sikap 41 Gambar 5. Uji Reliabilitas Pada Aspek Tindakan 41 Gambar 6. Prosentase Jumlah Responden Aspek Pengetahuan, Sikap, dan

Tindakan pada Saat Pre 49

Gambar 7. Prosentase Jumlah Responden Tergolong Tinggi (Aspek Pengetahuan) dan Baik (Aspek Sikap dan Tindakan) pada Post I,

Post II, dan Post III 51

Gambar 8. Prosentase Jumlah Responden Aspek Pengetahuan Tergolong Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III

53 Gambar 9. Prosentase Jumlah Responden Aspek Sikap Tergolong Tinggi,

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 68

Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian 69 Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian I 70 Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian II 71

Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (1) 72

Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (2) 73

Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (3) 74

Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (4) 75

Lampiran 6. Informed Concent 76

(18)

Lampiran 17. Uji Reliabilitas Aspek Sikap 93 Lampiran 18. Uji Reliabilitas Aspek Tindakan 94 Lampiran 19. Uji Normalitas Shapiro-wilk Aspek Pengetahuan 95 Lampiran 20. Uji Normalitas Shapiro-wilk Aspek Sikap 96 Lampiran 21. Uji Normalitas Shapiro-wilk Aspek Tindakan 97 Lampiran 22. Uji Hipotesis Wilcoxon Aspek Pengetahuan 98 Lampiran 23. Uji hipotesis Wilcoxon Aspek Sikap 99 Lampiran 24. Uji Hipotesis Wilcoxon Aspek Tindakan 100

Lampiran 25. Foto Kegiatan CBIA 101

(19)

INTISARI

Penggunaan antibiotika yang tidak tepat disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait antibiotika adalah dengan metode CBIA. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan pengetahuan,sikap,dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time series yaitu pre,post I,post II dan post III. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling melibatkan 31 responden yang memenuhi kriteria inklusi.

Jumlah responden aspek pengetahuan kategori tinggi mengalami peningkatan pada pre-post I dari 6 orang menjadi 19 orang,pre-post II dari 6 orang menjadi 17 orang,pre-post III dari 6 orang menjadi 16 orang. Jumlah responden aspek sikap kategori baik mengalami peningkatan pada pre-post I dari 7 orang menjadi 22 orang,pre-post II dari 7 orang menjadi 19 orang,pre-post III dari 7 orang menjadi 17 orang. Jumlah responden aspek tindakan kategori baik mengalami peningkatan pada pre-post I dari 4 orang menjadi 21 orang, pre-post I dari 4 orang menjadi 19 orang, pre-post III dari 4 orang menjadi 17 orang. Hasil uji hipotesis dengan Wilcoxon menunjukkan p-value <0,05. Kesimpulan penelitian ini CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria lanjut usia dalam penggunaan antibiotika yang tepat.

(20)

ABSTRACT

Improper use of antibiotics is caused due to lack of knowledge, attitudes and practice about antibiotic. One way to improve knowledge, attitude and practice of the community related antibiotic is with the CBIA method. The purpose of this research was to improve elderly men’s knowledge, attitudes and practice about antibiotic with the CBIA method.

This research is quasi experimental research with time series design pre, post I, post II and post III. Sampling done in a purposive sampling involves 31 participants.

The number of participants in good level of knowledge increased on pre-post I from 6 to 19 people, pre-pre-post II from 6 to 17 people, pre-pre-post III from 6 to 16 persons. The number of participants in good level of attitude increased on pre-post I from 7 to 22 people, pre-pre-post II from 7 to 19 people, pre-pre-post III from 7 to 17 people. The number of participants in good level of practice increased on pre - post I from 4 to 21 people, pre - post I from 4 to 19 people, pre-post III from 4 to 17 people. Hypothesis test results with Wilcoxon shows the p-value < 0,05. The conclusions of this research is CBIA method can improve knowledge, attitudes, and practice of elderly men in antibiotics use properly.

(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Antibiotika merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi. Penggunaan antibiotika perlu diperhatikan supaya bakteri dapat dihambat atau dibunuh secara maksimal dan tidak menimbulkan resistensi. Obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan dengan resep dokter. Fakta di negara berkembang menunjukan anak-anak terkena diare akut yang menerima oralit dan antibiotika yang tidak semestinya diberikan mencapai 40%, penderita malaria yang menerima anti malaria sesuai rekomendasi hanya 50%, penderita pneumonia secara tepat diterapi dengan antibiotika hanya 50%-70%, penderita ISPA mengkonsumsi antibiotika dengan tidak tepat mencapai 60% (Buku Panduan Peringatan Kesehatan Sedunia, 2011). Menurut survei di beberapa rumah sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat dijumpai penggunaan antibiotika untuk indikasi yang tidak jelas, penggunaan dibawah dosis terapi, cara pemberian yang salah, serta waktu dan lama pemberian antibiotika yang tidak memadai. Hasil survei menunjukkan 63,5% masyarakat tidak mengetahui aturan pakai antibiotika dan sebesar 52,4% masyarakat tidak mengetahui adanya resistensi antibiotika (Suhadi dan Sutama, 2005). Akibatnya resistensi banyak terjadi, sehingga dibutuhkan antibiotika generasi baru untuk melawan bakteri.

(22)

didunia menurut WHO tahun 2009 (Sedyaningsih, 2011). Penggunaan antibiotika yang tidak rasional sering kali disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang antibiotika, cara penggunaan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan karena penyalahgunaan maupun penggunasalahannya.

Melihat fakta tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang penggunaan antibiotika di kalangan masyarakat. Penelitian ini ditujukan kepada usia lanjut. Pria usia lanjut relatif kurang peduli dengan kesehatan dibandingkan perempuan usia lanjut (Anna dan Chandra, 2011). Masyarakat usia lanjut yang dipilih adalah berjenis kelamin pria, sebab tingkat pengetahuan pria terhadap antibiotika cenderung lebih rendah dari pada wanita, hal itu karena pria usia lanjut biasanya lebih pasif dalam mengikuti seminar ataupun penyuluhan tentang kesehatan. Penelitian dilakukan di Kecamatan Umbulharjo sebab kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak di Yogyakarta yaitu 60.255 jiwa. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika di Kecamatan Umbulharjo adalah 64% (Kusuma, 2011).

(23)

dilakukan oleh Pusat Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat (Suryawati, 2012), menunjukkan bahwa metode CBIA lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah konvensional.

1. Rumusan masalah

a. Seperti apakah karakteristik demografi pria usia lanjut Kecamatan Umbulharjo?

b. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut mengenai penggunaan antibiotika sebelum menerima CBIA? c. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia

lanjut mengenai penggunaan antibiotika setelah menerima CBIA? d. Apakah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan

tindakan pria usia lanjut tentang penggunaan antibiotika? 2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang telah peneliti lakukan, “Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pria Usia Lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang Antibiotika dengan Metode CBIA” belum pernah dilakukan. Penelitian terkait dengan penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya ialah :

(24)

para penyandang diabetes mellitus tipe 2. Subyek penelitian tersebut adalah para penyandang diabetes melitus tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang antibiotika dengan implementasi metode CBIA. Penelitian ini menambahkan variabel tindakan dan menggunakan subyek penelitian pria usia lanjut dengan umur ≥ 46 tahun, dan penelitian ini diadakan pada tahun 2014. b. Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penggunaan

(25)

penelitian pria usia lanjut dengan umur ≥ 46 tahun dan diadakan pada tahun 2014.

c. Peningkatan Pengetahuan dan Perilaku Siswa SMA di Kota Metro dalam Swamedikasi Common Cold dengan metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) oleh Noerdianningsih (2014). Penelitian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa SMA di Kota Metro dalam swamedikasi common cold dengan metode CBIA, serta mengetahui perbedaan keefektifan metode CBIA dan metode ceramah dalam swamedikasi common cold pada siswa SMA di Kota Metro. Subyek penelitian tersebut adalah siswa SMA di Kota Metro Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang antibiotika dengan implementasi metode CBIA. Penelitian ini diadakan di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta, menggunakan subyek penelitian pria usia lanjut dengan umur ≥ 46 tahun dan diadakan pada tahun 2014.

3. Manfaat

a. Secara teoritis

(26)

b. Secara praktis

1) Bagi masyarakat (Responden)

a) Masyarakat lebih cermat menentukan sikap dan tindakan dalam menggunakan antibiotika

b) Menurunkan kemungkinan terjadi resistensi 2) Bagi peneliti

Dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan materi edukasi sehubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika

3) Bagi pemerintah

Sebagai sumber informasi mengenai pelayanan pemberian informasi obat antibiotika kepada masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Meningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi pria usia lanjut Kecamatan Umbulharjo

(27)

c. Mengukur tingkat, pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang penggunaan antibiotika sesudah menerima CBIA

(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Faktor yang mempengaruhi proses belajar ini berupa faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Secara garis besar domain tingkat pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi (Notoatmodjo, 2005).

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa pendidikan, pekerjaan, informasi dan umur. Faktor eksternal berupa lingkungan dan sosial budaya (Dewi dan Wawan, 2010).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Dewi dan Wawan, 2010).

(29)

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi dan Wawan, 2010).

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi apabila ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Hendra, 2011).

Lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Dewi dan Wawan, 2010).

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Dewi dan Wawan, 2010).

3. Cara pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2009).

Tahu (Know), merupakan kemampuan menghafal, mengingat, mengulang informasi, yang pernah diberikan sebelumnya, termasuk mengingat kembali

(30)

rangsangan yang telah diterima. “Tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah (Notoatmodjo, 2009).

Memahami (Comprehension), diartikan sebagai kemampuan untuk menginterpretasikan atau mengulang informasi dengan bahasa sendiri secara benar tentang objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2009).

Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan menggunakan informasi, teori, situasi, dan mengenai bagian-bagian serta hubungan dengan kondisi sebenarnya (Notoatmodjo, 2009).

Analisis (Analysis), diartikan sebagai kemampuan menjabarkan materi yang didalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat berdasarkan penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,dan mengelompokkan (Notoatmodjo, 2009).

Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan mengumpulkan komponen guna membentuk suatu pola pemikiran baru (Notoatmodjo, 2009).

Evaluasi (Evaluation), diartikan sebagai kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2009).

(31)

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu tinggi jika hasil presentase 76%-100%, sedang jika hasil presentase 56%-75%, dan rendah jika hasil presentase <56%.

B. Sikap 1. Pengertian sikap

Sikap definisikan ke dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran menurut para ahli psikologi sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Perasaan tersebut dapat mendukung/memihak (favorable) maupun tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Kedua, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli selain pada kerangka pemikiran pertama sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu jika individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Ketiga, kelompok pemikiran yang berorientasi pada skema triadik, dimana sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2007).

2. Tingkatan sikap

Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu : a. Menerima (receiving)

(32)

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban ketika ditanya kemudian mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan adanya usaha untuk menjaab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan (terlepas dari pelajaran itu benar atau salah) bearti bahwa seseorang (subjek) menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang mungkin timbul

(Notoatmodjo, 2007). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional (Azwar, 2007).

(33)

akan menjadikan penghayatan akan pengalaman yang mendalam dan lebih lama membekas (Azwar, 2007).

Pengaruh orang lain yang diangap penting. Secara umum, seseorang cenderung mempunyai sikap yang searah (konformis) dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini disebabkan oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut (Azwar, 2007).

Pengaruh kebudayaan. Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh sikap seseorang dalam menghadapi masalah. Kebudayaan mewarnai sikap seseorang dalam masyarakat, sebab kebudayaan pulalah yang memberikan corak pengalaman kepada individu-individu anggota masyarakat (Azwar, 2007).

Media massa. Pengaruh media massa tidak sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun media massa juga memiliki peranan yang cukup besar dalam prosses pembentukan dan perubahan sikap (Azwar, 2007).

Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sisetm yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap karena keduanya memiliki dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu (Azwar, 2007).

(34)

4. Cara pengukuran sikap

Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan informan terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan beberapa teknik pengukuran yaitu Skala Thrustone (Method of

Equel-Appearing Interval ), Skala Likert (Method of Summateds Ratting), Un

obstructive Measure, Multidimensional Scaling, atau dengan pengukuran

Involuntary Behavior (Pengukuran terselubung) (Azwar, 2011).

Skala Likert selain digunakan untuk pengukuran sikap juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran persepsi dan pendapat seseorang akan suatu kejadian atau fenomena. Skala Likert terdiri atas pernyataan positif dan negatif (Budiman dan Riyanto, 2013).

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam bersikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu (Azwar, 2011).

(35)

C. Tindakan 1. Pengertian tindakan

Tindakan adalah respon individu yang dapat diamati dan memiliki frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak disadari serta merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010).

2. Tingkatan tindakan

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu persepsi (perception), respon terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), dan adopsi (adoption). Persepsi (perception) merupakan mengenal dan memilih berbagai objek yang sehubungan dengan tindakan yang diambil. Respon terpimpin (guided

response), indikator untuk tingkatan tindakan yang kedua ini adalah individu

dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Mekanisme (mechanism) adalah tindakan tingkat tiga dengan indikator jika seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu yang sudah merupakan kebiasaan. Tindakan tingkat empat adalah adopsi (adoption) yang merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut telah dimodifikasi namun tidak mengurangi kebenaran tidakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan

(36)

Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi, norma sosial, budaya dan sosio-demografi (Maulana, 2009).

Faktor pendorong (enabling factor). faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku atau tindakan. Hal ini dapat berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan (Maulana, 2009).

Faktor penguat (reinforcing factors), faktor yang memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan (Maulana, 2009).

4. Cara pengukuran tindakan

Tindakan dapat diukur dengan pengamatan (observasi), namun dapat dilakukan juga dengan wawancara dengan pendekatan (recall) atau mengingat kembali perilaku responden beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran tindakan dapat dikategorikan sama seperti pengetahuan dan sikap, yaitu dikatakan baik jika skornya 76-100%, dikatakan sedang jika skornya 56-75%, dan dikatakan buruk jika skornya <56% (Arikunto, 2006).

(37)

Masing-masing metode tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan (Notoatmodjo, 2003).

1. Metode ceramah (preching method)

Metode ceramah (preaching method) merupakan metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah orang yang umumnya mengikuti secara pasif. Metode ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu membuat peserta menjadi pasif, mengandung unsur paksaan kepada peserta, mengandung sedikit daya kritis peserta, untuk peserta dengan tipe belajar visual dapat lebih susah menerima pelajaran dibandingkan dengan peserta dengan tipe belajar audio, sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar peserta, jenuh jika terlalu lama. Kelebihan metode ceramah antara lain dapat diikuti peserta dalam jumlah besar, mudah dilaksanakan, serta pendidik mudah menerangkan banyak bahan ajar dalam jumlah besar (Simamora, 2008).

2. Metode diskusi

(38)

tidak dapat digunakan untuk kelompok besar, informasi yang didapat peserta terbatas, orang-orang yang suka berbicara cenderung akan menguasai, dan biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Simamora, 2008). 3. Metode demonstasi

Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan memperagakan kejadian, benda, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun menggunakan media yang relevan dengan materi. Kelebihan metode ini adalah membantu peserta memahami suatu proses atau kerja suatu benda agar lebih jelas, mempermudah pendidik untuk menjelaskan, menjadi pembenaran apabila terjadi kesalahan pada saat ceramah dengan pengamatan dan contoh konkret yang disajikan dengan objek yang sebenarnya. Kelemahan metode ini adalah terkadang peserta sukar melihat dengan jelas benda yang akan diperagakan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, jika pengajar kurang menguasai apa yang didemonstrasikan maka peserta juga akan sulit untuk memahami (Simamora, 2008).

4. Cara Belajar Insan Aktif (CBIA)

(39)

meningkatkan pengetahuan dan mengurangi penggunaan obat-obatan di rumah tangga (Suryawati, 2012).

Tujuan CBIA adalah meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat menelaah informasi secara kritis dan mandiri dalam mencari informasi obat, sehingga swamedikasi menjadi lebih aman dan efisien (Suryawati, 2012)

Hasil ujicoba ini menunjukkan bahwa CBIA tidak hanya meningkatkan pengetahuan, namun juga mengubah perilaku belanja obat secara lebih selektif dengan mempertimbangkan bahan aktifnya (Suryawati, 2012).

Dalam pelaksanaan CBIA, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 6 - 8 orang. Lamanya kegiatan ini dibatasi maksimal 4 jam. Masing-masing kelompok terdapat satu fasilitator dan satu ketua kelompok. Fasilitator bertugas memfasilitasi jalannya diskusi, sedangkan ketua kelompok mencatatat hasil diskusi dan pertanyaan yang belum terjawab selama diskusi. Fasilitator dianjurkan tidak mendominasi diskusi, kecuali jika dinamika kelompok tidak berkembang. Narasumber sebaiknya seorang farmasis atau dokter, sedangkan fasilitator sebaiknya mahasiswa fakultas farmasi atau kedokteran. (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).

(40)

tambahan pada obat kombinasi. Setelah itu peserta diminta mengelompokkan obat berdasarkan jenis bahan aktif (bukan berdasarkan indikasi). Hasil-hasil pengamatan tersebut didiskusikan dengan dipimpin oleh ketua kelompok dan bila perlu dibantu narasumber. Diskusi tersebut diharapkan menyadarkan peserta bahwa:

a. Informasi dalam kemasan obat lebih lengkap dari pada iklan

b. Berbagai macam obat yang ada dipasaran sebagian besar isi bahan aktifnya sama atau hampir sama baik sirup maupun tablet

c. Perlu adanya perhatian pada perbedaan atau persamaan kandungan zat aktif antara sediaan untuk orang dewasa dan anak-anak

d. Walaupun harga obat bervariasi namun kandungan isinya sama, untuk tujuan promotif sering kali nama bahan aktif ditulis dengan nama sinonim yang tidak banyak dimengerti oleh kaum awam

e. Sangat mungkin ditemukan “keanehan” pada produk yang dalam aktifitas sehari-hari mungkin tidak diperhatikan.

(41)

kelompok namun masing-masing peserta harus mencatat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).

Kegiatan tahap III bertujuan untuk memupuk keberanian peserta mencari informasi sendiri, namun sebelumnya harus dipastikan dahulu bahwa lembar kerja kegiatan tahap II sudah terisi dengan baik. Peserta diminta mencatat informasi-informasi seperti pada kegiatan tahap II, namun pada obat-obatan yang ada di rumah masing-masing. Setelah selesai memberikan penjelasan kegiatan tahap III diskusi diakhiri dengan rangkuman oleh narasumber serta memberikan pesan untuk memperkuat intervensi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).

E. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana suatu tes benar-benar dapat mengukur atribut psikologis yang hendak diukurnya (Supratiknya, 2014). Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (Contet

Validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

(42)

keputusan suatu item yang sudah dipercaya mampu merepresentasikan konten domain secara adekuat (Waltz dkk., 2010).

F. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kemampuan alat ukur untuk menghasilkan hasil pengukuran yang sama ketika dilakukan pengukuran secara berulang (Swarjana, 2012).

Pengukuran yang reliabel adalah suatu pengukuran yang dapat menghasilkan data dengan Reliabilitas tinggi. Hasil suatu pengukuran akan dapat dipercaya. Uji reliabilitas dilakukan bersamaan sesuai tata cara penelitian uji kualitas instrumen. Uji kualitas instrumen ini meliputi uji reliabilitas dan seleksi item. Seleksi item dilakukan untuk mendapatkan nilai α yang lebih baik. Langkah pertama dalam seleksi item adalah dengan menghilangkan item yang memiliki korelasi negatif sesuai dengan interpretasi yang mengatakan bahwa pernyatan tersebut mengalami “kerusakan” dan tidak dapat digunakan dalam pengukuran

(Azwar, 2011).

(43)

G. Antibiotika 1. Pengertian antibiotika

Secara terminologis antibiotika terdiri dari 2 kata yaitu anti yang artinya lawan dan bios yang artinya hidup, sehingga antibiotika merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh mikroba (dapat berupa bakteri maupun fungi) yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, namun memiliki toksisitas yang relatif kecil bagi manusia (Tjay, 2010; Nugroho, 2012).

2. Mekanisme kerja antibiotika

Antibiotik memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan membunuh bakteri (bakteriostatik). Antibiotika dengan kemampuan bakterostatik harus mencapai konsentrasi penghambatan minimum (MIC = Minimum Inhibitory Concentration), sedangkan antibiotika yang memiliki kemampuan bakteriosidal harus mencapai konsentrasi bakterisidal minimum (MBC = Minimum Bactericidal Concentration). Pemantauan dilakukan pada penggunaan antibiotika bakterisidal, sebab biasanya konsentrasi obat jauh lebih tinggi. Pemantauan diperlukan untuk mengetahui apakah terjadi toksisitas obat. Beberapa mekanisme kerja antibiotika yaitu penghambatan sintesis dinding sel, pengubahan permeabilitas membran, penghambatan sintesis protein, dan mengganggu metabolisme selular (Setiabudy, 2008).

3. Prinsip umum penggunaan antibiotika

(44)

dan waspada terhadap efek samping antibiotika yang dalam arti konkritnya adalah pemberian resep yang tepat atau sesuai indikasi, penggunaan dosis yang tepat, lama pemberian obat yang tepat, interval pemberian obat yang tepat, aman pada pemberiannya, terjangkau oleh penderita (Kimin, 2009).

Obat-obat antibiotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek dan harus diminum sampai habis walaupun kondisi pasien sudah membaik. Antibiotika sisa dari pengobatan sebelumnya tidak boleh digunakan tanpa persetujuan dokter. Jika tetap digunakan, mungkin antibiotika tidak dapat bekerja maksimal dan jika berfungsi pun belum tentu dapat melemahkan atau membunuh semua bakteri yang ada dalam tubuh (American Academy of Family Pysicians, 2009)

Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi masalah yang penting di seluruh dunia. Salah satunya adalah terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika. Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien (Kimin, 2009).

4. Resistensi

(45)

merupakan resistensi pada bakteri yang pernah sensitif dengan suatu antibiotika. Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika diakibatkan karena produksi enzim yang dapat menginaktivasi obat, penurunan pengambilan obat kembali (drug

uptake), perubahan tempat ikatan (drug binding site), dan perkembangan jalur

metabolik alternatif (Nugroho, 2012; Neal, 2006; Tjay, 2010).

H. Landasan Teori

Bertambahnya angka resistensi disebabkan oleh maraknya penggunaan antibiotika yang kurang tepat di dalam masyarakat. Hal itu disebabkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penggunaan antibiotika masih kurang. Untuk mengurangi angka resistensi perlu dilakukan upaya dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penggunaan antibiotika.

Pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat ditingkatkan dengan beberapa metode, salah satu metode yang cukup efektif adalah metode CBIA. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Suryawati (2012), CBIA dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggunakan obat dan mengurangi penggunaan jumlah obat yang tidak diperlukan di rumah tangga.

(46)

Oleh karena itu, setelah intervensi CBIA pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika akan lebih tinggi jika dibandingkan sebelum menerima intervensi CBIA.

I. Hipotesis

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

[image:47.595.99.515.247.607.2]

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu karena penelitian ini meniru kondisi eksperimental murni semirip mungkin akan tetapi tidak semua variabel yang relevan dapat dikendalikan dan dimanipulasi (Azwar, 2012). Rancangan penelitian yang digunakan adalah time series dengan pengambilan data secara berulang dan prospektif (Notoatmodjo, 2012).

Gambar 1. Model Rancangan Penelitian Kelompok CBIA

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variable bebas : CBIA

b. Variabel tergantung : tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria lanjut usia mengenai antibiotika

c. Variabel pengacau terkendali : informasi yang didapatkan lansia pria sebelumnya baik secara formal maupun informal, seperti mengikuti kursus, seminar, sekolah, penyuluhan

Pretest Intervensi

(48)

d. Variabel pengacau tak terkendali : informasi yang didapatkan lansia pria sebelum mengikuti CBIA yang dapat berasal dari penjelasan dokter atau melalui media (televisi, radio, internet, surat kabar)

2. Definisi Operasional

a. Pria usia lanjut dalam penelitian ini adalah pria berusia ≥46 tahun yang tergabung dalam Komisi Lansia Sukmo Wicoro Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta

b. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman responden mengenai antibiotika dan digolongkan berdasarkan nilai yang diperoleh responden setelah mengisi kuesioner. Penggolongan tingkat pengetahuan yang digunakan adalah

1) Tinggi, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 12-15 atau mampu menjawab 76-100% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

2) Sedang, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 8-11 atau mampu menjawab 56-75% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

3) Rendah, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah <8 atau mampu menjawab <56% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

(49)

pengukuran. Nilai maksimal sikap adalah 40, dan nilai terendahnya adalah 10. Sikap digolongkan kedalam dalam 3 kategori, yaitu

1) Baik, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 31-40 atau mampu menjawab 76-100% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

2) Cukup, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 22-30 atau mampu menjawab 56-75% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

3) Kurang, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah <22 atau mampu menjawab <56% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

d. Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan responden tentang antibiotika. Untuk mengukur tindakan peneliti menggunakan kuesioner dengan skala Likert sebagai skala pengukuran. Nilai maksimal sikap adalah 40, dan nilai terendahnya adalah 10. Tindakan digolongkan menjadi 3 kategori yaitu

1) Baik, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 31-40 atau mampu menjawab 76-100% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

(50)

3) Kurang, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah <22 atau mampu menjawab <56% pertanyaan pada kuesioner dengan benar

e. Pre adalah pengambilan data sebelum intervensi CBIA. Post I adalah

pengambilan data sesaat setelah intervensi CBIA di hari yang sama. Post II adalah pengambilan data satu bulan setelah intervensi CBIA. Post III adalah pengambilan data dua bulan setelah intervensi CBIA . Semua data diambil dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pendopo Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Kecamatan ini terdiri dari tujuh kelurahan yaitu Kelurahan Semaki, Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Tahunan, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner yang akan diisi oleh responden. Kuesioner berisi 35 daftar pernyataan mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, serta pengertian umum resistensi antibiotika. Pertanyaan pada kuesioner ini terbagi menjadi dua hal yaitu :

(51)

Bagian ini berisi mengenai fakta-fakta data demografi responden yang ada pada saat pengisian kuesioner. Bagian ini diantaranya terdiri dari nama responden, umur responden, jenis kelamin, pekerjaan responden, pendidikan terakhir responden, nomor telepon responden, alamat lengkap (RT/RW) responden, kelurahan, dan kecamatan tempat responden tinggal.

2. Pertanyaaan informatif

Pertanyaan informatif digunakan untuk mencari tahu informasi atau pengetahuan responden mengenai antibiotika. Pertanyaan informatif kuesioner pada penelitian ini berjumlah 35 soal yang mewakili beberapa jenis pertanyaan dan pernyataan. Aspek yang terkandung dalam kuesioner adalah sebagai berikut :

a. Aspek Pengetahuan terdiri dari 15 item pernyataan. Pokok bahasan pada item-item ini meliputi pengertian umum mengenai definisi, cara penggunaan antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, aturan penggunaan antibiotika, pengertian umum resistensi, dan antibiotika.

b. Aspek Sikap terdiri dari 10 item pernyataan yang terbagi dalam 5 item

favorable dan 5 item unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini meliputi

peresepan antibiotika, penggunaan antibiotika, penyimpanan antibiotika, pemilihan menggunakan, antibiotika, sumber informasi, dan tempat memperoleh.

(52)
[image:52.595.99.510.177.646.2]

penggunaan antibiotika, pemakaian antibiotika, alergi, kepatuhan, dan peresepan.

Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Penilaian kuesioner untuk aspek pengetahuan sebanyak 15 soal,

responden diminta untuk memilih jawaban “YA” dan “TIDAK”, sedangkan untuk

Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan

Favorable Unfavorable

Pengetahuan

a. Definisi - 1

b. Cara Penggunaan Antibiotika 5 11 c. Cara Memperoleh Antibiotika 8, 10 - d. Tempat Memperoleh Antibiotika - 12, 14 e. Aturan Penggunaan Antibiotika 15, 16 9, 17 d. Pengertian Umum Resistensi

Antibiotika

7, 19 18, 20

Jumlah 7 8

Sikap

a. Peresepan Antibiotika 5 1

b. Penggunaan Antibiotika 8 2

c. Penyimpanan Antibiotika - 3 d. Pemilihan Menggunakan

Antibiotika

- 4

e. Sumber Informasi 7, 6 -

f. Tempat Memperoleh 9 10

Jumlah 5 5

Tindakan

a. Memutuskan Mengkonsumsi Antibiotika

- 1

b. Penggunaan Antibiotika 2 6

c. Aturan Pakai Antibiotika - 3

d. Pemakaian Antibiotika 4 -

e. Alergi 5 -

f. Kepatuhan 10, 7 9

g. Peresepan 8 -

(53)

STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju). Masing-masing jawaban mempunyai nilai sebagai berikut.

Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor

Ya 1

[image:53.595.102.518.195.556.2]

Tidak 0

Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan

Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan

Skor Pernyataan Favorable

Skor Pernyataan Unfavorable

SS (Sangat Setuju) 4 1

S (Setuju) 3 2

TS (Tidak Setuju) 2 3

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

E. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah lansia pria berumur 46 tahun keatas (Depkes RI, 2009). Dengan latar belakang pendidikan bukan dari kesehatan, yang bisa baca tulis dan bersedia mengikuti kegiatan CBIA di Kecamatan Umbulharjo. Kriteria eksklusi untuk subyek penelitian adalah pria dengan umur kurang dari 46 tahun, tidak mengikuti CBIA hingga akhir, tidak ditemukan tempat tinggalnya pada saat

post II, dan tidak bisa ditemui (pergi keluar kota dalam waktu lama) pada saat

(54)

F. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Penelitian dimulai dengan studi pustaka yaitu membaca literatur-literatur dan jurnal yang berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang antibiotika serta angka kejadian terjadinya resistensi antibiotika.

2. Analisis situasi

Penentuan lokasi peneliti dilakukan dengan survei ke beberapa kecamatan yang ada di Yogyakarta. Setelah itu dipilih lokasi yang penduduknya memenuhi kriteria sebagai subyek uji dalam penelitian ini. Pada akhirnya didapatkan Kecamatan Umbulharjo.

Etical Clearance dalam penelitian ini dilakukan melalui inform concern

yang diisi oleh responden dan perizinan sebelum penelitian dilakukan. Perizinan dimulai dari mencari surat izin dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, kemudian menyerahkan surat izin ke kecamatan, kelurahan, hingga ke komisi lansia. Permintaan izin tempat penelitian diurus di kantor kecamatan. Informasi mengenai data penduduk diperoleh dari ketua Komisi Lansia Sukmo Wicoro.

3. Teknik sampling

Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

nonprobability sampling jenis purposive sampling dimana pemilihan sampel

(55)

2012). Dalam lingkup penelitian sosial, pengujian instrumen sebaiknya melibatkan 30-40 responden (Effendi dan Tukiran, 2012).

(56)
[image:56.595.100.513.159.603.2]

Gambar 2. Bagan Pemilihan Responden

Keseluruhan pria usia lanjut yang hadir dan mengikuti CBIA (13 Desember 2014) (pre)─43 responden

Tidak memenuhi kriteria/eksklusi

umur dibawah 46 tahun─3 responden

 tidak mengikuti CBIA sampai akhir─4 responden

Pria usia lanjut berumur ≥46 tahun, dengan latar pendidikan bukan dari kesehatan, yang bisa baca tulis dan bersedia mengikuti CBIA sampai akhir (post I)─36 responden

Post II

 Tidak ditemukan tempat tinggalnya─1 responden

 Pergi keluar kota─4 responden

Jumlah responden post II─31 orang

(57)

G. Pembuatan Kuesioner

Kuesioner dikembangkan dari kuesioner yang pernah digunakan dari penelitian sebelumnya. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika. Sebelum digunakan kuesioner harus melewati beberapa uji yaitu 1. Validitas instrumen

Pada penelitian ini, validitas yang dilakukan adalah validitas isi (content). Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang telah dikembangkan dari penelitian sebelumnya, sehingga telah divalidasi oleh beberapa expert. Kuesioner penelitian ini divalidasi kembali oleh dosen Fakultas Farmasi sekaligus seorang apoteker yang ahli di bidang obat-obatan. Terdapat beberapa pernyataan yang harus direvisi pada uji validitas pertama, yaitu nomor 2, 9, 13, dan 19 pada aspek pengetahuan. Pada aspek sikap nomor 4, 7, 10, dan 11, sedangkan untuk aspek tindakan nomor 1, 2, dan 5.

Kuesioner yang sudah direvisi kemudian di uji validitas kembali untuk kedua kalinya. Pernyataan yang harus direvisi untuk aspek pengetahuan adalah nomor 3, 9, 15, dan 16, untuk aspek sikap pernyataan yang harus direvisi adalah nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, sedangkan untuk aspek tindakan sudah baik. Hasil uji validitas kuesioner ditampilkan pada Lampiran 6 sampai 8.

2. Uji pemahaman bahasa

(58)

yaitu pria berusia 46 tahun keatas (pria lanjut usia) dengan latar belakang pendidikan bukan dari kesehatan. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap maksud atau tujuan pernyataan yang dibuat oleh peneliti.

Peneliti melakukan uji pemahaman bahasa terhadap 30 orang di Bank BTPN Karanganyar. Berdasarkan hasil uji pemahaman bahasa, ditemukan beberapa item yang sulit dimengerti oleh beberapa orang. Pernyataan – pernyataan tersebut kemudian diperbaiki susunan kalimat dan pemilihan katanya supaya dapat dipahami oleh semua orang. Menurut Budiman dan Riyanto (2013), untuk menghindari kalimat yang rumit hendaknya pernyataan dituliskan dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan langsung. Kalimat yang mudah dipahami akan membantu responden dalam memahami maksud pernyataan kuesioner. Setelah item-item pernyataan diperbaiki kemudian dilakukan uji pemahaman bahasa yang kedua.

Pada uji pemahaman bahasa kedua, tidak ditemukan item pernyataan yang sulit dipahami oleh 30 orang yang mengisi kuesioner, sehingga kuesioner dapat dilanjutkan ke tahap uji Reliabilitas. Tabel IV berikut merupakan item-item pernyataan yang sulit dipahami oleh responden pada saat uji pemahaman bahasa yang pertama. Kuesioner yang dipakai untuk uji pemahaman bahasa dapat dilihat pada lampiran 12, 13, dan 14.

(59)
[image:59.595.101.517.114.593.2]

Tabel IV. Item Kuesioner yang Sulit Dipahami dalam Uji Pemahaman bahasa

No Aspek Item Revisi

1 Pengetahuan

15. jika terjadi resistensi antibiotika saya masih bisa meminum antibiotika yang sama

Dihapus dan diganti pernyataan lain

2 Sikap 8. antibiotika harus diminum secara teratur tidak boleh terputus-putus

Dihapus dan diganti pernyataan lain

3 Tindakan 7. Saya akan mengatur nada pengingat agar tidak lupa minum antibiotika

Kata “nada pengingat” diganti dengan kata “alarm”

3. Uji Reliabilitas instrumen

Uji reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada 30 responden yang memiliki kriteria inklusi mirip dengan subyek penelitian, namun tidak dilakukan dalam lokasi penelitian. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi dari instrumen. Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach-Alpha. Jika nilai α > 0,6 maka kuesioner dinyatakan reliabel (Budiman dan Riyanto, 2013). Peneliti mengambil 30 responden dari nasabah Bank BTPN di jalan Kaliurang yang memenuhi kriteria inklusi. Pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan program statistik R 2.14.0., untuk mendapatkan nilai α yang lebih baik dilakukan pula seleksi item. Pengerjaan seleksi item dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kedua teori tersebut.

(60)
[image:60.595.98.497.108.578.2]

Gambar 3. Uji Reliabilitas Kuesioner pada Aspek Pengetahuan

Seleksi item

Pengurangan item nomor 3 (Point Biserial

: 0.0058)

Uji reliabilitas 20 item α : 0,717

Uji reliabilitas 19 item α :0.724

Uji reliabilitas 18 item α : 0,735

Uji reliabilitas 17 item α : 0.746

Uji reliabilitas 16 item α : 0.709

Seleksi item

Pengurangan item nomor 13 (Point Biserial

: 0.0482)

Seleksi item

Pengurangan item nomor 6 (Point Biserial

: 0.1434)

Seleksi item

Pengurangan item nomor 4 (Point Biserial

: 0.6649)

15 item α : 0.654

Seleksi item

Pengurangan item nomor 2 (Point Biserial

(61)
[image:61.595.102.500.103.520.2]

Gambar 4. Uji Reliabilitas Pada Aspek Sikap

Gambar 5. Uji Reliabilitas Pada Aspek Tindakan

H. Penyebaran Kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan saat dilakukan kegiatan CBIA pada kelompok komisi lansia yaitu, sebelum (pre test) dan sesudah (post test) intervensi (CBIA). Kuesioner diisi sendiri oleh responden. Kemudian dilakukan follow up berupa pemberian kuesioner satu bulan (post I) dan dua bulan (post II) setelah intervensi. Follow up dilakukan dengan mendatangi responden yang telah hadir pada saat CBIA kemudian kuesioner diisi oleh responden. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui apakah pengetahuan responden dapat bertahan, meningkat atau menurun.

Uji reliabilitas 10 item α : 0,692

Reliabel

Uji reliabilitas 10 item α : 0,603

(62)

I. Manajemen Data 1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kuesioner hasil penelitian terkait kelengkapan isi jawaban dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang telah diiisi dan dikembalikan responden tidak semua digunakan dalam analisis data. Hanya kuesioner yang telah terisi lengkap dan kuesioner dengan responden yang memenuhi kriteria inklusi saja yang digunakan.

Pada penelitian ini, terkumpul sebanyak 39 kuesioner pre dan 39 kuesioner post. Jumlah kuesioner dari responden yang memenuhi kriteria inklusi ada 36, namun ketika post I dan post II masing-masing hanya terkumpul 31 kuesioner. Jadi jumlah kuesioner yang dianalisis adalah 31.

2. Processing

Pada tahap ini pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan angka dari setiap item pernyataan yang dijawab oleh responden, kemudian dilakukan pengelompokkan item pernyataan. Pengelompokan item pernyataan dalam kuisioner berdasarkan pada variabel-variabel yang akan diteliti dalam hal ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengelompokan data tersebut dikerjakan pada program Microsoft Excel.

3. Cleaning

(63)

J. Analisis Hasil 1. Uji normalitas

Sebelum dilakukan analisis untuk mencari korelasi antar kedua variabel penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas. Uji normalitas yang dilakukan pada data penelitian ini guna mengetahui apakah data dalam penelitian ini normal atau tidak.

Pengujian normalitas pada data ini dengan menggunakan statistic

nonparametric yaitu dengan menggunakan teknik Shapiro-Wilk. Menurut

Istyastono (2012), uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk, dimana hipotesis null-nya (H0) adalah “data terdistribusi normal” dan hipotesis alternatifnya (H1) adalah “data tidak terdistribusi normal”, memakai taraf kepercayaan 95%. Jika

nilai p (p-value) <0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, dan sebaliknya jika nilai p (p-value) ≥0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

(64)
[image:64.595.99.519.114.596.2]

Tabel V. Hasil Uji Normalitas

Aspek Test ( p-value) Kesimpulan

Pengetahuan

Pre 0,067 Normal

Post I 0,001 Tidak Normal

Post II 0,000 Tidak Normal

Post III 0,001 Tidak Normal Sikap

Pre 0,005 Tidak Normal

Post I 0,013 Tidak Normal

Post II 8,663e-05 Tidak Normal

Post III 0,002 Tidak Normal Tindakan

Pre 0,002 Tidak Normal

Post I 4,738e-05 Tidak Normal

Post II 0,000 Tidak Normal

Post III 0,029 Tidak Normal

2. Uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Wilcoxon sebab distribusi data yang diperoleh tidak normal (Dahlan, 2009). Setelah uji normalitas menggunakan

Shapiro-Wilk, diketahui bahwa distribusi data tidak normal kecuali pada data pre

pengetahuan, sehingga digunakan uji hipotesis Wilcoxon. Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian ini dapat diterima dilihat dari indikator nilai p (p-value). Apabila nilai p (p value) < 0,05 maka hipotesis null (H0) ditolak, dan hipotesis alternatif (H1) diterima (Dahlan, 2009).

Pada penelitian ini H0-nya adalah tidak ada perbedaan hasil secara signifikan antara sebelum dan sesudah CBIA, sedangkan H1-nya adalah ada perbedaan hasil secara signifikan antara sebelum dan sesudah CBIA. Data diolah secara berpasangan dan dibantu dengan aplikasi statistik R 2.14.0.

(65)
[image:65.595.99.519.179.625.2]

perbedaan hasil secara signifikan antara sebelum dan sesudah CBIA. Hasil uji hipotesis ditampilkan pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil Uji Hipotesis

Aspek Test ( p-value) Kesimpulan

Pengetahuan

Pre Post I 5,29e-05 Ada peningkatan

Pre Post II 0,005 Ada peningkatan

Pre Post III 0,040 Ada peningkatan Sikap

Pre Post I 0,000 Ada peningkatan

Pre Post II 0,013 Ada peningkatan

Pre Post III 0,050 Ada peningkatan Tindakan

Pre Post I 0,001 Ada peningkatan

Pre Post II 0,005 Ada peningkatan

Pre Post III 0,043 Ada peningkatan

K. Keterbatasan Penelitian

1. Responden dalam penelitian ini termasuk dalam kategori lanjut usia, kebanyakan responden sudah kesusahan untuk membaca sehingga diperlukan waktu yang lebih banyak untuk mengisi kuesioner.

(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden meliputi usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Semua responden adalah laki-laki yang termasuk dalam kategori usia lanjut. Menurut Depkes (2009), usia lanjut dibagi menjadi 3 yaitu masa lansia awal 46-55 tahun dan masa lansia akhir 56-65 tahun, sedangkan usia ≥65 tahun disebut masa manula.

Semakin tua usia seseorang maka pengalaman yang didapatkan akan lebih banyak, sehingga pengetahuannya semakin tinggi (Suparlan, 1995). Kelompok usia 56-65 tahun adalah yang paling dominan diantara kelompok usia lain yaitu sejumlah 15 (48%) orang, sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok usia 46-55 tahun yaitu sejumlah 3 (10%) orang, sisanya adalah manula yaitu 13 (42%) orang. Kelompok umur 46-55 tahun paling sedikit karena responden diambil dari komisi lansia Sukmo Wicoro yang mayoritas anggotanya berumur 55 tahun keatas. Pria usia lanjut yang tergabung dalam komisi lansia ini mayoritas sudah pensiun, sehingga mereka cenderung ingin berkumpul untuk melakukan suatu kegiatan bersama. Anggota komisi lansia ini paling banyak berasal dari Kelurahan Tahunan, sehingga responden yang hadir mayoritas dari Kelurahan Tahunan.

(67)

yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), dan PT (Perguruan Tinggi).

Mayoritas responden yang datang mempunyai tingkat pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 25 (81%) orang, dan sisanya adalah PT sebanyak 6 (19%) orang. Tidak ada responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD dan SMP.

Responden yang datang pada saat penelitian adalah pria lanjut usia yang merupakan anggota Komisi Lansia Sukmo Wicoro. Kebanyakan anggotanya adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga tak heran jika mayoritas responden yang datang adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga ada buruh, wirausaha dan wiraswasta.

[image:67.595.100.533.190.749.2]

Responden yang datang mayoritas adalah Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sejumlah 24 (77%) orang. Jumlah responden dengan pekerjaan buruh sebanyak 5 (16%) orang. Sisanya adalah wirausaha dan wiraswasta masing-masing adalah 1 (3%) orang. Gambaran karakteristik demografi responden ditampilkan dalam tabel VII.

Tabel VII. Karakteristik Demografi Responden Karakteristik

Demografi

Kategori Jumlah Responden

(orang)

Umur Lansia Awal (46-55 tahun) 3

Lansia Akhir (56-65 tahun) 15

Manula (>65 tahun) 13

Pendidikan Terakhir SMA 25

PT 6

Pekerjaan Pensiunan PNS 24

Buruh 5

Wirausaha 1

(68)

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pria usia Lanjut mengenai Antibiotika Sebelum CBIA

Sebelum CBIA, dilakukan pre intervensi pada 31 responden terlebih dahulu untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang antibiotika. Hal ini dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden. Kuesioner tersebut terdiri atas aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek tindakan. Pada aspek pengetahuan, jumlah responden yang memiliki pengetahuan tergolong tinggi sebanyak 6 (19%) orang, tergolong sedang sebanyak 14 (45%) orang , dan tergolong rendah sebanyak 11 (35%) orang. Rata-rata nilai responden adalah 9,42. Nilai tertinggi yang dapat diperoleh oleh responden adalah 13 sebanyak 1 orang, sedangkan nilai terendahnya adalah 5 sebanyak 1 orang.

Pada aspek sikap, jumlah responden yang memiliki sikap tergolong baik sebanyak 7 (23%) orang, tergolong cukup sebanyak 14 (45%) orang, dan tergolong kurang sebanyak 10 (32%) orang. Rata-rata nilai responden adalah 28,61. Nilai tertinggi yang dapat dicapai oleh responden adalah 34. Responden yang mendapatkan nilai tertinggi sebanyak 4 orang. Nilai terendah adalah 22 sejumlah 1 orang.

(69)

prosentase jumlah responden aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan pada saat

[image:69.595.99.523.169.593.2]

pre

Gambar 6. Prosentase Jumlah Responden Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan pada Saat Pre

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pria usia Lanjut mengenai Antibiotika Sesudah CBIA

Data tingkat pengetahuan responden tentang antibiotika setelah intervensi diambil dari kuesioner post I yang diisi responden setelah menerima intervensi CBIA. Dari hasil penelitian jumlah responden yang mempunyai tingkat pengetahuan tergolong tinggi sebanyak 19 (61%) orang, tergolong sedang 11 (35%) orang, dan tergolong rendah 1 (3%). Follow up dilakukan 1 bulan setelah CBIA (post II) dan 2 bulan setelah CBIA (post III). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pengetahuan responden dapat bertahan, meningkat, atau menurun. Follow up dilakukan dengan mendatangi rumah responden. Pengisian kuesioner post II oleh responden ditunggui oleh peneliti. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah reponden yang memiliki tingkat

0 10 20 30 40 50 60

Pengetahuan Sikap Tindakan

19% 23%

13%

45% 45%

55%

35%

32% 32%

(70)

pengetahuan tergolong tinggi sebanyak 17 (55%) orang, tergolong sedang 12 (39%) orang, dan tergolong kurang 2 (6%) orang. Post III juga dilakukan dengan mendatangi rumah responden. Responden mengisi kuesioner dan ditunggui oleh peneliti. Hasil post III menunjukkan bahwa jumlah reponden yang memiliki tingkat pengetahuan tergolong tinggi sebanyak 16 (52%) orang, tergolong sedang 10 (32%) orang, dan tergolong kurang 5 (16%) orang.

Pada aspek sikap, post I menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki sikap tergolong baik sebanyak 22 (71%) orang dan tergolong cukup 9 (29%) orang. Pada post I tidak ditemukan responden yang memiliki sikap tergolong kurang (0%). Pada post II menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki sikap tergolong tinggi sebanyak 10 (58%) orang, tergolong cukup 11 (35%) orang, dan tergolong kurang 2 (6%) orang. Pada post III, jumlah responden yang memiliki sikap tergolong baik sebanyak 17 (55%) orang, tergolong cukup sebanyak 12 (39%) orang, dan tergolong kurang sebanyak 2 (66%) orang.

(71)
[image:71.595.95.516.171.544.2]

Gambar berikut ini menunjukkan prosentase jumlah responden tergolong tinggi pada aspek pengetahuan dan tergolong baik pada sikap dan tindakan.

Gambar 7. Prosentase Jumlah Responden Tergolong Tinggi (Aspek Pengetahuan) dan Baik (Aspek Sikap dan Tindakan) pada Post I,

Post II, dan Post III

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Sebelum dan Sesudah CBIA

Penelitian ini berfokus pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Pada aspek pengetahuan dikatakan men

Gambar

Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan
Gambar 1. Model Rancangan Penelitian Kelompok CBIA
Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satgasus 3SCPD (2002: 19) kegiatan pengawalan langsung dipimpin oleh guru pembimbing untuk mempersiapkan kelompok itu agar dapat belajar sendiri dengan penuh

The first is the feature that has got the most attention: bitcoin the currency, the digital units of value that are used by people in exchange for goods and services or

sarjana Islam untuk menghuraikan makna Tamadun yang telah digunakan dalam penulisan tentang4. tamadun

Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/315/2009 Tentang Forum Komunikasi. Anak Kota Salatiga, Keputusan walikota ini merupakan revisi dari

Petugas Lapas menyatakan bahwa dengan memberikan pendidikan vokasional kepada anak didik (andik) diharapkan mereka memperoleh bekal pengetahuan serta keterampilan

pavadinimo paantraštė buvo suformuluota kaip „1965-ieji su Simone de Beauvoir ir Jeanu Pauliu Sartre’u“. Kitaip tariant, lite - ratūrologė jau paantrašte norėjo pabrėžti,

Tugas Akhir dengan judul : “MEKANISME PENGAJUAN SPP KLIM SECARA TIDAK LANGSUNG OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PT TASPEN (PERSERO) KANTOR CABANG SURAKARTA”, telah

Berdasar pengujian hipotesis, diperoleh bahwa nilai T hitung (7,942) lebih besar dari nilai T table (1,721), yang berarti bahwa ada pengaruh frekuensi latihan terhadap