• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang antibiotika dengan metode seminar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang antibiotika dengan metode seminar."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan antibiotika dapat menyebabkan resistensi, sehingga dapat diatasi dengan pemberian edukasi melalui seminar. Penelitian bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa tentang antibiotika dengan metode seminar.

Jenis penelitian yaitu eksperimental semu, dengan rancangan time series. Pemberian kuesioner dilakukan sebelum intervensi, segera setelah intervensi, satu dan dua bulan setelah intervensi kepada 32 ibu-ibu Dusun Krodan secara

purposive sampling. Analisis menggunakan uji Shapiro-wilk untuk normalitas data, uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon dengan nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan signifikan.

Hasil menunjukkan jumlah responden kategori pengetahuan baik pre

intervensi 9,4%, sedang 75%, buruk 15,6%. Responden pengetahuan baik post-1

meningkat signifikan menjadi 37,5%, sedang 50%, buruk 12,5%. Responden pengetahuan baik post-2 meningkat signifikan menjadi 43,8%, sedang 50%, buruk 6,2%. Responden pengetahuan baik post-3 meningkat signifikan menjadi 34,3%, sedang 65,6% (p<0,05). Responden sikap baik pre 25%, sedang 62,5%, buruk 12,5%. Responden sikap baik post-1 meningkat signifikan menjadi 53,1%, sedang 46,9%. Responden sikap baik post-2 meningkat signifikan menjadi 53,1%, sedang 46,9%. Responden sikap baik post-3 meningkat signifikan menjadi 43,8%, sedang 56,2% (p<0,05). Pada aspek tindakan tidak terjadi peningkatan secara signifikan pada ketiga post (p>0,05).

Kesimpulan penelitian ini yaitu metode seminar dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang antibiotika, namun pada tindakan tidak terjadi peningkatan.

(2)

ABSTRACT

Having lack of knowledge about the use of antibiotic causes resistance, those problem can be solved by seminar. This study is aimed to improving women`s knowledge, attitude, and practice towards antibiotic by seminar method.

This research is quasi-experimental with time series design. The questionnaire was distributed pre intervention, immediately, one and two months post intervention to 32 women in Dusun Krodan by purposive sampling. Data analyze uses Shapiro-Wilk for normality and Wilcoxon for hypothesis, significantly improved with p-value<0,05.

The result shows number of respondents with good knowledge pre-intervention 9,4%, fair 75%, poor 15,6%. Good knowledge`s respondents post-1 significantly improved up to 37,5% fair 50%, poor 12,5%. Good knowledge`s respondents post-2 significantly improved up to 43,8%, fair 50%, poor 6,2%. Good knowledge`s respondents post-3 significantly improved up to 34,3%, fair 65,6% (p<0,05). Good attitude`s respondents pre 25%, fair 62,5%, poor 12,5%. Good attitude`s respondents post-1 significantly improved up to 53,1%, fair 46,9%. Good atitude`s respondents post-2 significantly improved up to 53,1%, fair 46,9%. Good attitude`s respondents post-3 significantly improved up to 43,8%, fair 56,2% (p<0,05). There is no significantly improvement for attitude (p>0,05).

In conclusion, the seminar method can be improving knowledge and attitude towards antibiotic, but there is no improvement for attitude.

(3)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN WANITA DEWASA DI DUSUN KRODAN TENTANG ANTIBIOTIKA

DENGAN METODE SEMINAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Elisabet Asri Yunita Sari NIM : 118114116

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Kupersembahkan untuk :

Bapak, Ibu, Mbak Ning, alm. Mbak Rini, dan seluruh keluarga

atas segala cinta kasih, sebagai tanda hormat dan baktiku

Keluarga Fakultas Farmasi,

atas kesempatan untuk menimba ilmu

dan semua pengalaman hidup yang berharga

Teman-teman yang selalu mendukung dan menyemangati dalam senang dan susah,

dan yang selalu tanya kapan ujian?

(7)
(8)
(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penyelesaian skripsi tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan kritik selama proses penyusunan karya ini.

2. Ibu-ibu RT 02 Dusun Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman yang berkontribusi besar selama dilaksanakannya penelitian ini.

3. Para dosen penguji yang telah memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian.

5. Dekan dan segenap staff karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendukung dalam penelitian ini.

6. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu kefarmasian dan bagi seluruh pembaca.

(10)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

2. Keaslian penelitian... 4

3. Manfaat penelitian... 7

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan umum ... 8

(11)

ix

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 9

A. Pengetahuan ... 9

1. Pengertian ... 9

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 10

3. Pengukuran pengetahuan ... 10

B. Sikap ... 12

1. Pengertian ... 12

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 13

3. Pengukuran sikap ... 14

C. Tindakan ... 15

1. Pengertian ... 15

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ... 16

3. Pengukuran tindakan ... 16

D. Antibiotika ... 17

1. Definisi dan mekanisme kerja antibiotika ... 17

2. Penggolongan antibiotika sebagai obat keras ... 17

3. Penggunaan antibiotik secara rasional ... 18

4. Definisi resistensi ... 19

5. Penyebab resistensi ... 19

6. Masalah yang timbul dari resistensi ... 19

7. Pencegahan resistensi ... 20

E. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 20

(12)

x

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 26

D. Lokasi Penelitian ... 27

E. Subyek Penelitian dan Sampling ... 27

1. Subyek penelitian ... 27

2. Sampling ... 28

F. Instrumen Penelitian ... 28

G. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Studi pustaka ... 30

2. Analisis situasi ... 31

3. Pembuatan instrumen penelitian ... 32

4. Intervensi dan penyebaran kuesioner ... 35

H. Analisis Data ... 36

1. Editing ... 36

(13)

xi

3. Cleaning ... 38

4. Uji normalitas ... 38

5. Uji hipotesis ... 39

I. Kelemahan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Karakteristik Demografi Responden ... 40

1. Usia ... 40

2. Tingkat pendidikan terakhir ... 41

3. Pekerjaan ... 42

B. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden terkait Antibiotika Sebelum Seminar ... 43

C. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden terkait Antibiotika Sesudah Seminar ... 44

1. Pengetahuan ... 45

2. Sikap ... 46

3. Tindakan ... 48

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden tentang Antibiotika Sebelum dan Sesudah Seminar ... 50

1. Pengetahuan ... 50

2. Sikap ... 51

3. Tindakan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

(14)

xii

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 62

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable pokok bahasan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan ... 30

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Distribusi jumlah responden berdasarkan usia... 41 Gambar 2. Distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan

terakhir ... 42 Gambar 3. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori pekerjaan... 43 Gambar 4. Distribusi jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan,

sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada pre

intervensi... 44 Gambar 5. Perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek

pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada

post-1, post-2, dan post-3 intervensi ... 49 Gambar 6. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan

dengan kategori baik pada pre intervensi sampai dengan post-3

intervensi... 51 Gambar 7. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek sikap

dengan kategori baik pada pre intervensi sampai dengan post-3

intervensi... 52 Gambar 8. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek tindakan

dengan kategori baik pada pre intervensi sampai dengan post-3

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner penelitian ... 63

Lampiran 2. Surat izin penelitian dari Bappeda Kabupaten Sleman ... 68

Lampiran 3. Revisi kuesioner ... 69

Lampiran 4. Contoh kuesioner yang sudah diisi responden ... 77

Lampiran 5. Data demografi responden ... 81

Lampiran 6. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan ... 82

Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek sikap ... 84

Lampiran 8. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek tindakan ... 85

Lampiran 9. Hasil uji normalitas data aspek pengetahuan ... 86

Lampiran 10. Hasil uji normalitas data aspek sikap ... 87

Lampiran 11. Hasil uji normalitas data aspek tindakan ... 88

Lampiran 12. Hipotesis... 89

Lampiran 13. Hasil uji hipotesis aspek pengetahuan ... 90

Lampiran 14. Hasil uji hipotesis aspek sikap ... 91

Lampiran 15. Hasil uji hipotesis aspek tindakan ... 92

(18)

xvi INTISARI

Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan antibiotika dapat menyebabkan resistensi, sehingga dapat diatasi dengan pemberian edukasi melalui seminar. Penelitian bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa tentang antibiotika dengan metode seminar.

Jenis penelitian yaitu eksperimental semu, dengan rancangan time series. Pemberian kuesioner dilakukan sebelum intervensi, segera setelah intervensi, satu dan dua bulan setelah intervensi kepada 32 ibu-ibu Dusun Krodan secara

purposive sampling. Analisis menggunakan uji Shapiro-wilk untuk normalitas data, uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon dengan nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan signifikan.

Hasil menunjukkan jumlah responden kategori pengetahuan baik pre

intervensi 9,4%, sedang 75%, buruk 15,6%. Responden pengetahuan baik post-1

meningkat signifikan menjadi 37,5%, sedang 50%, buruk 12,5%. Responden pengetahuan baik post-2 meningkat signifikan menjadi 43,8%, sedang 50%, buruk 6,2%. Responden pengetahuan baik post-3 meningkat signifikan menjadi 34,3%, sedang 65,6% (p<0,05). Responden sikap baik pre 25%, sedang 62,5%, buruk 12,5%. Responden sikap baik post-1 meningkat signifikan menjadi 53,1%, sedang 46,9%. Responden sikap baik post-2 meningkat signifikan menjadi 53,1%, sedang 46,9%. Responden sikap baik post-3 meningkat signifikan menjadi 43,8%, sedang 56,2% (p<0,05). Pada aspek tindakan tidak terjadi peningkatan secara signifikan pada ketiga post (p>0,05).

Kesimpulan penelitian ini yaitu metode seminar dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang antibiotika, namun pada tindakan tidak terjadi peningkatan.

(19)

xvii ABSTRACT

Having lack of knowledge about the use of antibiotic causes resistance, those problem can be solved by seminar. This study is aimed to improving women`s knowledge, attitude, and practice towards antibiotic by seminar method.

This research is quasi-experimental with time series design. The questionnaire was distributed pre intervention, immediately, one and two months post intervention to 32 women in Dusun Krodan by purposive sampling. Data analyze uses Shapiro-Wilk for normality and Wilcoxon for hypothesis, significantly improved with p-value<0,05.

The result shows number of respondents with good knowledge pre-intervention 9,4%, fair 75%, poor 15,6%. Good knowledge`s respondents post-1 significantly improved up to 37,5% fair 50%, poor 12,5%. Good knowledge`s respondents post-2 significantly improved up to 43,8%, fair 50%, poor 6,2%. Good knowledge`s respondents post-3 significantly improved up to 34,3%, fair 65,6% (p<0,05). Good attitude`s respondents pre 25%, fair 62,5%, poor 12,5%. Good attitude`s respondents post-1 significantly improved up to 53,1%, fair 46,9%. Good atitude`s respondents post-2 significantly improved up to 53,1%, fair 46,9%. Good attitude`s respondents post-3 significantly improved up to 43,8%, fair 56,2% (p<0,05). There is no significantly improvement for attitude (p>0,05).

In conclusion, the seminar method can be improving knowledge and attitude towards antibiotic, but there is no improvement for attitude.

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi bakteri merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting dan banyak terjadi di masyarakat. Antibiotika merupakan obat yang sangat dikenal oleh kalangan masyarakat dan digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri. Hampir semua masyarakat mengenal antibiotika secara salah, dan pada kenyataannya antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan secara tidak rasional (Sadikin, 2011).

Dalam Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika secara tidak tepat di Indonesia sebesar 40-62%. Antibiotika tersebut paling banyak digunakan untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika pada pengobatannya. Pada sebuah penelitian lain, penggunaan antibiotika di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa 30%-80% penggunaannya tidak berdasarkan indikasi (Kemenkes, 2011).

(21)

Penggunaan antibiotika secara tidak rasional dapat menyebabkan resistensi, yaitu tidak terhambatnya perkembangan bakteri dengan pemberian antibiotika. Penyebab terjadinya resistensi adalah tingginya tingkat penggunaan antibiotika secara tidak tepat di kalangan masyarakat serta ketidakpatuhan pasien dalam meminum antibiotika (Utami, 2012).

Tingginya resistensi di Indonesia khususnya bakteri Escherichia coli

ditunjukkan pada penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study).

Sebanyak 2494 individu yang diteliti, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotika, yaitu ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%), dan kloramfenikol (25%) (Kemenkes, 2011). Bakteri yang resisten terhadap antibiotika akan memperpanjang durasi pengobatan sehingga biaya pengobatan akan semakin mahal.

Dampak resistensi antibiotika dapat mengancam kesehatan masyarakat bahkan resistensi dapat menyebabkan kematian. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa penyakit yang disebabkan karena resistensi sebanyak 2.049.442 penyakit, dan angka kematian akibat resistensi sebesar 23.000 kasus (CDC, 2013).

(22)

3

terkendali akan menghemat pemakaian antibiotika, sehingga dapat mempersingkat durasi pengobatan dan mengurangi beban biaya pengobatan (Kemenkes, 2011).

Subyek penelitian ini adalah wanita dewasa dengan usia 26-45 tahun (Depkes, 2009). Wanita sebagai ibu dalam keluarga berperan penting dalam menjaga kesehatan keluarga, yaitu merawat, menjaga, memutuskan, dan mencari upaya pengobatan untuk anggota keluarga yang sakit. Pada kenyataannya ibu adalah penggerak dalam penanganan kesehatan keluarga, sehingga pemahaman ibu tentang kesehatan perlu ditingkatkan melalui edukasi (Nurnahdiaty, Sanil, dan Said, 2014). Edukasi tentang antibiotika kepada ibu sangat penting agar para ibu tidak sembarangan dalam menggunakan obat khususnya antibiotika. Lokasi penelitian di Dusun Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman dimana tempat penelitian berada di lingkungan kampus dan sebelumnya belum pernah ada edukasi tentang antibiotika di daerah ini.

Edukasi yang diberikan berupa seminar karena seminar merupakan salah satu jenis edukasi yang dapat mengubah kebiasaan seseorang dengan cara meningkatkan pengetahuan (WHO, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Hu (2015), Bindawas (2013), dan Warburton (2006), menunjukkan bahwa intervensi berupa seminar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, serta tindakan. Seminar merupakan salah satu jenis edukasi yang sudah sering diadakan untuk masyarakat. Selain itu, edukasi melalui seminar mudah untuk dilaksanakan karena peserta hanya mendengarkan informasi yang diberikan oleh pembicara.

(23)

demikian, ibu menjadi paham akan pentingnya penggunaan obat khususnya antibiotika secara tepat dan rasional untuk mencegah semakin tingginya resistensi terhadap antibiotika.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden?

b. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika sebelum seminar?

c. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika sesudah seminar?

d. Apakah ada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan sebelum dan sesudah seminar?

2. Keaslian penelitian

Dari penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang antibiotika dengan metode seminar belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang ditemukan penulis terkait antibiotika antara lain:

(24)

laki-5

laki maupun perempuan, sedangkan pada penelitian ini yang menjadi subyek adalah wanita usia 26-45 tahun. Lokasi penelitian oleh Marvel di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta, sedangkan lokasi penelitian ini di Dusun Krodan, Kabupaten Sleman. Fokus penelitian oleh Marvel adalah mengevaluasi tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika. Pada penelitian ini peneliti meneliti apakah seminar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita terkait antibiotika. Hasil penelitian oleh Marvel menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat terkait antibiotika.

(25)

c. Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penggunaan Antibiotika dengan Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) di Kabupaten Jember oleh Rossetyowati pada tahun 2012. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada intervensi yang diberikan kepada subyek penelitian dan lokasi penelitian. Intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode seminar, sedangkan pada penelitian oleh Rossetyowati intervensi yang digunakan adalah metode CBIA. Lokasi penelitian oleh Rossetyowati di Kabupaten Jember, sedangkan lokasi penelitian ini di Dusun Krodan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotika.

(26)

7

e. Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Penggunaan Antibiotika dengan Metode CBIA di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur pada tahun 2013 oleh Indijah, Nida, dan Suprapti. Apabila dibandingkan dengan penelitian ini, perbedaannya terletak pada intervensi, lokasi penelitian, dan fokus penelitian. Intervensi yang digunakan penelitian ini adalah metode seminar, sedangkan penelitian oleh Indijah menggunakan metode CBIA. Lokasi penelitian Indijah di Kelurahan Rempoa Ciputat Timur, sedangkan penelitian ini di Dusun Krodan. Fokus penelitian Indijah et al. adalah melihat adanya peningkatan pengetahuan dan sikap dengan adanya CBIA, sedangkan penelitian ini melihat adanya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan diberikan seminar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu terhadap penggunaan antibiotika.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoretis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang kesehatan terkait peningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika.

b. Manfaat Praktis. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pihak-pihak terkait antara lain:

(27)

mencari dan memanfaatkan sumber informasi mengenai antibiotika sebagai penunjang kesehatan.

2) Bagi pemerintah, dapat digunakan Dinas Kesehatan sebagai dasar untuk evaluasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mengenai penggunaan dan informasi tentang antibiotika.

3) Bagi mahasiswa, sebagai sumber informasi dan pengetahuan sehubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika dengan metode seminar ditinjau dari jenis kelamin wanita dengan rentang usia 26-45 tahun.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden.

b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika sebelum seminar.

c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika sesudah seminar.

(28)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap obyek, sebagian besar obyek tersebut diperoleh dengan sendirinya melalui panca indra. Pengetahuan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek tersebut. Pengetahuan lebih bersifat pengenalan terhadap suatu hal secara obyektif (Notoatmodjo, 2010; Sarwono, 2012).

Pengetahuan seseorang memiliki dua aspek, yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek tersebut akan menentukan sikap seseorang. Apabila aspek positif dari pengetahuan semakin banyak maka sikap yang terbentuk semakin positif. Apabila aspek negatif pengetahuan lebih banyak maka terbentuk sikap negatif (Wawan dan Dewi, 2010).

(29)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, pengalaman, intelegensi, informasi, dan pendidikan. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan berpikir seseorang akan lebih matang. Pada usia lanjut, kemampuan untuk menerima dan mengingat pengetahuan akan berkurang. Pengalaman sebagai faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu cara memperoleh kebenaran dengan mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan suatu masalah. Intelegensi merupakan kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak dimana intelegensi akan mempengaruhi hasil dari proses belajar. Perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuannya (Budi dan Riyanto, 2013; Wawan dan Dewi, 2010).

Faktor lainnya yang mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Adanya informasi yang baik dari berbagai media dapat meningkatkan pengetahuan seseorang, meskipun orang tersebut memiliki pendidikan yang rendah. Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh pada pengetahuan, dengan adanya pendidikan maka pengetahuan akan meningkat. Meskipun seseorang memiliki pendidikan rendah, tetapi pengetahuan dapat ditingkatkan melalui informasi dari berbagai sumber selain dari pendidikan formal (Budi dan Riyanto, 2013; Wawan dan Dewi, 2010).

3. Pengukuran pengetahuan

(30)

11

Pengukuran pengetahuan menggali jawaban yang diketahui responden dari sebuah pernyataan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan metode wawancara tertutup menggunakan instrumen kuesioner. Wawancara tertutup adalah wawancara yang melibatkan responden untuk menjawab suatu pernyataan dengan memilih opsi jawaban yang telah tersedia. Dalam wawancara tertutup tersebut responden memilih jawaban yang mereka anggap benar (Notoatmodjo, 2010).

Pada pengukuran pengetahuan, pengetahuan responden dikatakan baik apabila respoden mampu menjawab dengan benar 76-100% dari total pernyataan pengetahuan. Tingkat pengetahuan responden sedang jika mampu menjawab pernyataan 56-75%. Tingkat pengetahuan responden buruk jika mampu menjawab pernyataan <56% (Arikunto, 2006).

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan pernyataan dengan bentuk

dichotomous scale. Skala tersebut merupakan pernyataan untuk mengukur pengetahuan yang jawaban pernyataan tersebut telah disediakan. Pada pernyataan telah disediakan dua alternatif jawaban dan harus dipilih salah satu. Alternatif

(31)

B. Sikap 1. Pengertian

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Stimulus berperan penting dalam proses terbentuknya sikap. Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam menentukan sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan komponen yang penting bagi seseorang untuk memiliki sikap yang tepat terhadap suatu obyek. Sikap tertentu terhadap suatu obyek menunjukkan tentang pengetahuan seseorang terhadap obyek sikap yang bersangkutan (Wawan dan Dewi, 2010).

Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu afektif, kognitif, dan konatif. Afektif yaitu penilaian emosional seperti senang, benci, atau sedih. Kognitif terkait pengetahuan terhadap suatu hal. Konatif yaitu kecenderungan untuk bertindak (Sarwono, 2012).

Sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda seperti misalnya benci atau sangat benci. Sikap tidak sama dengan tindakan dan tindakan tidak setiap kali mencerminkan sikap seseorang. Terkadang seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat berubah dengan adanya tambahan informasi, melalui persuasi dan juga tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2012).

(32)

13

suka maka individu tersebut akan merespon sebaliknya. Sikap dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sikap yang berorientasi memihak atau mendukung (favorable) dan sikap yang berorientasi sebaliknya (unfavorable). Kesiapan seseorang untuk merespon suatu obyek akan bergantung pada sikap tersebut (Budi dan Riyanto, 2013).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengalaman pribadi, orang yang dianggap penting, media massa, pengaruh kebudayaan, dan faktor emosional. Sikap mudah terbentuk jika pengalaman terjadi dalam situasi yang melibatkan emosional sehingga akan meninggalkan kesan yang kuat. Seseorang cenderung memiliki sikap searah dengan orang yang dianggap penting, hal tersebut merupakan sebuah motivasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting (Azwar, 2011).

Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan yang berisi sugesti. Apabila pesan sugesti tersebut cukup kuat maka akan memberi dasar yang efektif dalam menilai sesuatu sehingga pembentukan sikap tergantung dari penilaian tersebut (Azwar, 2011).

(33)

3. Pengukuran sikap

Metode yang digunakan untuk pengukuran sikap sama dengan metode pada pengukuran pengetahuan. Perbedaan dengan pengukuran sikap adalah terletak pada substansi pertanyaannya. Pada pengukuran sikap sebuah pernyataan akan menggali pendapat atau penilaian responden terhadap suatu obyek (Notoatmodjo, 2010).

Jawaban biasanya berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Dalam pengukuran sikap dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan sistem scoring. Sikap responden dapat dikatakan baik jika mampu menjawab pernyataan dengan benar 76-100% dari total pernyataan sikap. Kategori sikap responden sedang jika mampu menjawab pernyataan 56-75%. Kategori sikap responden buruk jika mampu menjawab pernyataan <56% (Arikunto, 2006; Notoatmodjo, 2010).

Konsep yang digunakan untuk pengukuran sikap, yaitu sikap merupakan penilaian dan atau pendapat seseorang terhadap suatu obyek (Likert). Pada instrumen pengukuran responden akan diminta pendapatnya terhadap pernyataan

dengan memilih “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, atau “sangat tidak setuju”, yang kemudian skala tersebut disebut dengan skala Likert ( Notoatmodjo, 2010).

(34)

15

tidak mendukung (unfavorable), pilihan “sangat setuju” diberi nilai 1, pilihan

“setuju” diberi nilai 2, pilihan “tidak setuju” diberi nilai 3, dan pilihan “sangat tidak setuju” diberi nilai 4 (Notoatmodjo, 2010).

C. Tindakan 1. Pengertian

Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Terwujudnya tindakan perlu faktor antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Fasilitas dan sarana prasarana yang baik menjadi pendukung untuk terbentuknya tindakan yang baik (Notoatmodjo, 2010).

Tindakan dapat tercermin setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui, tahap selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa yang diketahuinya. Tindakan merupakan sebuah reaksi terbuka dari suatu stimulus, sedangkan pengetahuan dan sikap merupakan reaksi tertutup dari stimulus. Reaksi tertutup inilah yang kemudian akan terbentuk menjadi reaksi terbuka (Fitriani, 2011; Notoatmodjo, 2010).

(35)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan

Menurut Parsons (cit., Sarwono, 2012), terdapat tiga sistem yang dapat mempengaruhi tindakan individu dan kelompok, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian masing-masing individu. Dalam sistem sosial, seseorang akan menduduki suatu tempat (status) dan bertindak (berperan) sesuai dengan aturan yang dibuat dalam sistem tersebut dan perilaku seseorang akan ditentukan oleh tipe kepribadiannya.

Tindakan terbentuk dari sebuah sikap, namun untuk mewujudkan menjadi sebuah tindakan diperlukan faktor lain yaitu fasilitas atau sarana dan prasarana. Selain itu dari dalam diri individu yang berpengaruh terhadap tindakan yaitu persepsi, motivasi, dan emosi (Sarwono, 2012).

Persepsi yaitu kumpulan pengamatan dari hasil penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengalaman masa lalu. Beberapa orang dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu hal yang sama. Motivasi yaitu dorongan memenuhi kebutuhan yang diwujudkan melalui tindakan. Motivasi yang rendah dapat menghasilkan tindakan yang kurang kuat. Emosi berkaitan dengan kepribadian seseorang (Sarwono, 2012).

3. Pengukuran tindakan

(36)

17

tepat. Pengukuran tindakan dapat menggunakan skala Likert seperti halnya dalam pengukuran sikap (Budi dan Riyanto, 2013; Notoatmodjo, 2010).

D. Antibiotika 1. Definisi dan mekanisme kerja antibiotika

Antibiotika merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri maupun sebagai pencegahan terhadap infeksi misalnya pada pembedahan. Antibiotika tidak akan aktif terhadap sebagian besar virus karena metabolisme virus tergantung pada inangnya. Antibiotika dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik, yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri atau organisme lain (BPOM, 2011; Tjay dan Raharja, 2007).

Mekanisme kerja antibiotika antara lain dengan menghambat sintesis protein sehingga menyebabkan bakteri mati (makrolida, tetrasiklin, kloramfenikol, aminoglikosida, dan linkomisin), bekerja pada dinding sel bakteri (sefalosporin dan penisilin), dan perusakan permeabilitas membran sel bakteri (polimiksin dan imidazol) (Tjay dan Raharja, 2007).

2. Penggolongan antibiotika sebagai obat keras

(37)

dilakukan dengan resep dokter kecuali untuk pedagang-pedagang besar yang diakui, apoteker, dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.

Beberapa jenis antibiotika yang terdapat dalam daftar obat wajib apotek (OWA) dapat diperoleh tanpa resep dokter. OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Sesuai dengan Permenkes No. 347 tahun 1990, Permenkes No. 924 tahun 1993, dan Permenkes No. 1176 tahun 1999 tentang OWA, terdapat beberapa jenis antibiotika yang termasuk dalam daftar OWA sehingga dapat diperoleh tanpa resep dokter, terutama antibiotika untuk antituberkolosa dan antibiotika dengan bentuk sediaan topikal.

Antibiotika merupakan golongan obat keras yang pemakaiannya harus dibawah pengawasan dokter. Hal ini ditujukkan untuk menghindari penggunaan obat yang tidak tepat, misalnya dalam pemilihan antibiotika, dosis obat, durasi dan waktu penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat akan menyebabkan resistensi antibiotika (BPOM, 2011).

3. Penggunaan antibiotika secara rasional

(38)

19

diminum sampai habis. Hal ini dilakukan untuk mencegah resistensi antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009).

4. Definisi resistensi

Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotika dengan dosis normal atau kadar hambat minimalnya. Resistensi terjadi ketika ada perubahan bakteri yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia, atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi (Utami, 2012).

5. Penyebab resistensi

Penyebab utama resistensi adalah penggunaan antibiotika secara tidak tepat dan tidak rasional. Beberapa faktor yang mendukung resistensi adalah penggunaan yang kurang tepat atau tidak rasional, yaitu penggunaan yang terlalu singkat, dosis terlalu rendah, diagnosa yang salah, atau dalam potensi yang tidak adekuat. Pasien dengan pengetahuan rendah akan cenderung menganggap antibiotika wajib diberikan digunakan untuk berbagai macam penyakit (Bisht, Katiyar, Singh, dan Mittal, 2009).

6. Masalah yang timbul dari resistensi

(39)

dengan kebutuhan antibiotika baru yang lebih kuat dan lebih mahal (Bisht et al., 2009).

7. Pencegahan resistensi

Strategi penanganan maupun pencegahan resistensi yang dapat dilakukan yang pertama dan utama adalah terapi yang rasional. Penggunaan antibiotika secara rasional didasarkan pada beberapa aspek. Dalam pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada kondisi pasien, dosis yang tepat, rute pemberian, lama pemberian, informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi, hasil pemeriksaan mikrobiologi, waspada terhadap efek samping obat, dan cost effective, yaitu obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman bagi pasien (Kemenkes, 2011; Utami, 2012). Dalam masyarakat, strategi pengendalian resistensi yang paling utama adalah memberi pendidikan dengan mempromosikan penggunaan antibiotika yang sesuai (Wowiling, Goenawi, dan Citraningtyas, 2013).

E. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

(40)

21

perubahan yang terjadi akan bersifat langgeng karena didasari pada pengertian dan kesadaran yang tinggi dan bukan karena paksaan (Maulana, 2009; Notoatmodjo, 2010). Metode edukasi kesehatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan antara lain :

1. Seminar

Seminar merupakan suatu penyajian atau presentasi dari seorang ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik. Metode seminar hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan latar belakang pendidikan menengah ke atas. Dalam metode kelompok besar, yang dimaksud disini adalah jika peserta penyuluhan dalam edukasi kesehatan lebih dari lima belas orang (Notoatmodjo, 2010).

Seminar tidak menghasilkan sebuah kesepakatan atau keputusan. Tujuan dari seminar adalah untuk memperkenalkan suatu pemikiran yang baru tentang topik yang dibicarakan. Dalam sebuah seminar ada seorang moderator yang menjadi penghubung antara peserta seminar dengan pembicara seminar (Djojodibroto, 2004).

(41)

Penelitian oleh Bindawas (2013), Hu (2015), dan Warbuton (2006) memberikan hasil bahwa edukasi dalam bentuk seminar dapat meningkatkan pengetahuan. Penelitian oleh Prabandari dan Prawitasari (1995) menunjukkan bahwa metode seminar lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dibandingkan dengan metode diskusi.

2. CBIA

Metode ini pada dasarnya merupakan metode pembelajaran untuk ibu rumah tangga agar lebih aktif dalam mencari informasi tentang obat yang digunakan dalam keluarga. Dalam metode ini, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok-kelompok terdapat seorang tutor yang bertugas sebagai fasilitator diskusi dan membimbing peserta untuk menemukan atau memecahkan masalah yang ada. Dalam CBIA juga terdapat narasumber yang bertanggungjawab dalam menjawab permasalahan yang ditemukan saat diskusi dan tidak dapat dijawab oleh peserta (Suryawati, 1995). Penelitian oleh Rossetyowati (2012) dan penelitian Indijah et al. (2013) menunjukkan hasil bahwa CBIA dapat untuk meningkat pengetahuan, sikap, dan tindakan.

3. Simulasi

(42)

23

pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta dalam menghadapi suatu masalah (Fitriani, 2011; Nursalam, 2008). Penelitian oleh Kumoboyono, Hanafi, dan Lestari (2004) menunjukkan hasil bahwa metode simulasi dapat digunakan untuk meningkatkan sikap.

4. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok merupakan pembahasan topik dengan tukar pikiran antara dua orang atau lebih yang telah dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Metode ini digunakan untuk mengembangkan putusan dan pendapat yang sama dari suatu persoalan. Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno yang dimulasi dengan penjelasan hasil diskusi kelompok (Fitriani, 2011). Penelitian oleh Kumoboyono et al. (2004) menunjukkan hasil bahwa metode diskusi kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan sikap.

5. Ceramah

(43)

F. Landasan Teori

Resistensi antibiotika merupakan masalah kesehatan yang besar karena angka kejadian resistensi terus bertambah. Resistensi dapat dicegah dengan penggunaan antibiotika secara tepat dan rasional. Masyarakat perlu memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang baik tentang antibiotika agar dapat menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional,. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan sehingga dapat mengubah sikap dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain seminar, CBIA, demonstrasi, simulasi, diskusi kelompok, dan ceramah. Adanya peningkatan pengetahuan dapat berpengaruh terhadap sikap dan tindakan masyarakat dalam menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional, sehingga resistensi dapat dicegah.

G. Hipotesis

(44)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu. Eksperimental berarti adanya intervensi yang diberikan kepada responden, disebut penelitian eksperimental semu karena tidak dapat atau sulit mengendalikan variabel dari luar yang seharusnya dikontrol, sehingga efek yang diberikan tidak sepenuhnya dari intervensi dan menghadapi kesulitan teknis untuk dapat melakukan randomisasi (Notoatmodjo, 2012; Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian yang digunakan adalah time series, karena pengambilan data yang dilakukan secara berulang-ulang dalam kurun waktu dua bulan, yaitu sebelum seminar, segera setelah seminar, satu bulan setelah seminar, dan dua bulan setelah seminar. Penelitian ini merupakan penelitian tim yang dilakukan oleh enam orang peneliti dengan instrumen penelitian, metode penelitian, rancangan penelitian, dan analisis data yang sama. Perbedaan terletak pada subyek dan tempat penelitian.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intervensi berupa seminar.

(45)

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah informasi yang diperoleh melalui pendidikan formal atau non formal (penyuluhan atau ceramah) tentang antibiotika.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah informasi tentang antibiotika yang telah diperoleh sebelumnya melalui media cetak (surat kabar, majalah, brosur), media elektronik (radio, internet, televisi), atau melalui komunikasi interpersonal (penjelasan dari tenaga kesehatan atau sesama masyarakat).

C. Definisi Operasional

1. Pengetahuan merupakan pemahaman responden tentang antibiotika dan diukur berdasarkan jawaban yang diberikan dalam kuesioner. Kategori pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan sistem scoring. Pengetahuan responden dikatakan baik jika skor 76-100% atau responden mendapatkan skor 16-20, sedang jika skor 56-75% atau responden mendapatkan skor 12-15, buruk jika skor <56% atau responden mendapatkan skor <12.

(46)

27

3. Tindakan adalah bentuk tindakan nyata yang dilakukan responden terkait penggunaan antibiotika yang diukur dengan kuesioner. Tindakan diindentifikasi berdasarkan sistem scoring. Kategori tindakan yang baik jika skor 76-100% atau responden mendapatkan skor 31-40, kategori sedang jika skor 56-75% atau responden mendapatkan skor 23-30, dan kategori buruk jika skor <56% atau responden mendapatkan skor <23.

4. Pre intervensi adalah pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kuesioner yang diberikan sebelum seminar.

5. Post-1 intervensi adalah pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kuesioner yang diberikan segera setelah seminar.

6. Post-2 intervensi adalah pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kuesioner yang diberikan satu bulan setelah seminar.

7. Post-3 intervensi adalah pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kuesioner yang diberikan dua bulan setelah seminar.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Krodan, RT 02, Maguwoharjo, Depok, Sleman.

E. Subyek Penelitian dan Sampling 1. Subyek penelitian

(47)

tahun, dapat membaca dan menulis, tidak mempunyai latar pendidikan dan pekerjaan di bidang kesehatan, tidak pernah mengikuti seminar atau pelatihan tentang antibiotika selama dua tahun terakhir, dan bersedia untuk mengikuti kegiatan selama periode penelitian berlangsung secara sukarela dengan mengisi

informed consent”. Kriteria eksklusi responden adalah responden yang sesuai kriteria inklusi namun tidak bersedia mengisi kuesioner, responden yang bersedia mengisi kuesioner namun tidak diisi secara lengkap, dan responden yang tidak dapat mengisi kuesioner sendiri.

2. Sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan non random sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampel, yaitu sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.

Pada seminar di RT 02, anggota PKK yang hadir dalam seminar sebanyak 36 orang. Jumlah responden yang tidak masuk kriteria umur sebanyak 4 orang. Total seluruh responden RT 02 yang masuk kriteria inklusi sebanyak 32 orang.

F. Instrumen Penelitian

(48)

29

1. Bagian pertama berupa lembar kuesioner dengan bentuk close form item yang memuat tentang data demografi responden yang terdiri dari nama, alamat, pendidikan terakhir, usia, dan pekerjaan.

2. Kuesioner bagian kedua menggunakan tipe skala dichotomous untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika. Responden diminta memilih salah satu alternatif jawaban “ya” atau “tidak” yang terdiri dari 20 pernyataan dan terbagi dalam 10 pernyataan favorable dan 10 pernyataan unfavorable. Pokok bahasan bagian pertama ini meliputi pengertian antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, cara memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, dan bahaya atau akibat penggunaan antibiotika (resistensi).

3. Kuesioner pada bagian ketiga ini menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) yang berfungsi untuk mengetahui sikap responden terkait antibiotika. Bagian ini terdiri dari 10 pernyataan dan terbagi dalam 5 pernyataan favorable dan 5 pernyataan unfavorable. Pokok bahasan bagian kedua ini meliputi penggunaan sisa antibiotika, sumber informasi antibiotika, dan tempat memperoleh antibiotika. Pernyataan tersebut antara lain mengenai: gaya hidup, sumber informasi antibiotika, dan tempat memperoleh antibiotika.

(49)

bahasan bagian kedua ini meliputi gaya hidup, cara penggunaan antibiotika, efek samping obat, dan penghindaran untuk menggunakan antibiotika. Pernyataan-pernyataan kuesioner ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I berikut:

Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable pokok bahasan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan

G. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Penelitian dimulai dengan studi pustaka, yaitu membaca literatur yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan, antibiotika, edukasi kesehatan,

Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan

(50)

31

pembuatan kuesioner, metodologi penelitian, statistik, dan analisis data yang diperlukan.

2. Analisis situasi

Tahap ini dilakukan pengumpulan informasi mengenai kemungkinan diadakannya penelitian dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, yaitu jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi, waktu yang tepat untuk mengambil data dan mengetahui batas wilayah daerah pengambilan data. Penelitian dimulai dengan melakukan observasi ke Dusun Krodan wilayah Krodan RW 03 yang terdiri dari dua RT, yaitu RT 01 dan RT 02. Peneliti melakukan observasi pada RW 03 dikarenakan berada disekitar tempat tinggal kepala dukuh. Penelitian diadakan di Wilayah Krodan dikarenakan belum ada penyuluhan tentang obat di daerah ini.

Pada RT 01 jumlah ibu-ibu anggota PKK yaitu 36 orang dan yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 31 orang. Pada RT 02 jumlah ibu-ibu anggota PKK berjumlah 38 orang dan yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 34 orang. Peneliti memutuskan untuk mengadakan seminar di RT 02 karena jumlah ibu-ibu yang masuk dalam kriteria inklusi lebih banyak. Seminar dilakukan bersamaan dengan arisan PKK karena apabila diadakan melalui undangan dan tidak bersamaan arisan dikhawatirkan ibu-ibu yang menghadiri seminar tidak banyak.

(51)

rentang waktu tiga bulan untuk pengambilan data penelitian, dan izin tersebut harus diketahui oleh bupati, dinas kesehatan, pejabat kecamatan, pejabat kelurahan, kepala dukuh, dan kepala RT setempat. Untuk subyek penelitian diberikan informed consent. Informed consent adalah lembar pernyataan kesediaan responden untuk mengikuti kegiatan penelitian selama periode penelitian berlangsung dan mengisi kuesioner secara sukarela untuk memberikan jawaban dan atau data-data lain yang diperlukan dalam penelitian tanpa adanya rekayasa atau paksaan.

3. Pembuatan instrumen penelitian

a. Penyusunan kuesioner. Kuesioner penelitian ini merupakan pengembangan dari kuesioner sebelumnya yang telah valid. Kuesioner yang dikembangkan yaitu kuesioner pada penelitian oleh Marvel (2012). Kuesioner tersebut sudah divalidasi menggunakan validasi isi melalui

professional judgement. Kuesioner terdiri dari 3 bagian, yaitu data demografi responden, informed consent, dan kuesioner yang memuat pernyataan terkait antibiotika. Pertama yang dilakukan adalah membuat kuesioner dengan model open form item yang berkaitan dengan data demografi responden. Kuesioner yang memuat pernyataan tentang antibiotika dibuat dalam dua tipe, yaitu skala dichotomous dan skala

Likert. Skala dichotomous terdiri dari dua alternatif jawaban, yaitu “ya”

dan “tidak” sebanyak 20 pernyataan untuk aspek pengetahuan. Skala

(52)

33

“setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju” sebanyak masing -masing 10 pernyatan untuk aspek sikap dan tindakan.

(53)

alternatif jawaban, yaitu “mengerti” dan “tidak mengerti”. Apabila

responden tidak mengerti pada satu pernyataan maka responden dapat memberikan catatan pada bagian atau kata yang tidak dimengerti. Uji pemahaman bahasa menunjukkan bahwa sebagian besar responden uji pemahaman bahasa tidak paham dengan kata resistensi, sehingga pada pernyataan yang terdapat kata resistensi diberi tambahan keterangan

“kekebalan kuman”.

c. Uji reliabilitas. Reliabilitas instrumen juga memiliki kaitan dengan seleksi aitem yang dilakukan dengan korelasi aitem total. Korelasi aitem total didapat dari korelasi Point-Biserial dan korelasi Pearson Product Moment. Uji korelasi Point-Biserial digunakan untuk seleksi aitem dengan data skala dichotomous yaitu digunakan pada aspek pengetahuan. Uji korelasi Pearson Product Moment digunakan pada aitem skala Likert

(54)

35

dan Dennick, 2011). Setelah dilakukan uji korelasi aitem tidak terdapat koefisien korelasi aitem yang negatif dan mendekati 0. Uji reliabilitas yang dilakukan pada 30 responden didapatkan hasil α = 0,66 untuk kuesioner aspek pengetahuan, α = 0,72 untuk kuesioner aspek sikap, dan

α = 0,63 untuk kuesioner aspek tindakan, sehingga dapat dikatakan kuesioner telah reliabel.

4. Intervensi dan penyebaran kuesioner

Intervensi yang digunakan pada penelitian ini adalah seminar. Seminar dilakukan bersamaan dengan arisan PKK. Secara teori seminar membutuhkan penataan ruang tersendiri untuk pelaksanaannya seperti diperlukan kursi untuk peserta seminar, namun pada penelitian ini tempat yang dilakukan untuk seminar tidak dilakukan penataan tersendiri dan diadakan pada tempat yang seadanya. Hal tersebut karena seminar diadakan bersamaan dengan arisan sehingga tempat seminar menyesuaikan dengan rumah responden tempat diadakan arisan.

(55)

H. Analisis Data 1. Editing

Editing merupakan penyuntingan data meliputi pemeriksaan kelengkapan jawaban dari kuesioner hasil penelitian dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang tidak termasuk dalam ketentuan akan dikeluarkan (drop out). Jika responden masuk dalam kriteria inklusi, maka data responden dapat dimasukkan ke dalam tabel pada lembar kerja. Setelah itu karakteristik demografi responden dapat dihitung.

2. Data coding

Peneliti melakukan scoring pada jawaban pernyataan yang diisi oleh responden. Scoring dilakukan dengan memberikan skor pada tiap pernyataan pada tiap aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan.

(56)

37

rentang skor dalam persen dikalikan dengan skor total pernyatan, yaitu 20.

b. Sikap. Sistem scoring untuk aspek sikap dibagi menjadi dua, yaitu untuk jawaban pernyataannya positif (favorable) diberi skor SS=4, S=3, TS=2, STS=1, sedangkan skor untuk jawaban pernyataannya negatif (unfavorable) adalah SS=1, S=2, TS=3, STS=4. Setelah memberikan skor pada tiap pernyataan kemudian dilakukan penghitungan skor total. Apabila skor total responden 31-40 maka masuk dalam kategori sikap baik, yang berarti responden mampu menjawab 76-100% dari total pernyataan. Apabila skor total responden 23-30 maka masuk dalam kategori sikap sedang, yang berarti responden mampu menjawab 56-75% dari total pernyataan. Apabila skor total responden <23 maka masuk dalam kategori sikap buruk, yang berarti responden mampu menjawab <56% dari total pernyataan. Angka pada rentang skor total tersebut didapat dari perhitungan antara rentang skor dalam persen dikalikan dengan skor total pernyatan, yaitu 40.

(57)

Apabila skor total responden <23 maka masuk dalam kategori tindakan buruk, yang berarti responden mampu menjawab <56% dari total pernyataan. Angka pada rentang skor total tersebut didapat dari perhitungan antara rentang skor dalam persen dikalikan dengan skor total pernyatan, yaitu 40.

3. Cleaning

Data yang dimasukkan ke dalam program komputer diperiksa kembali kebenarannya untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam proses pemasukan data sehingga dapat dilakukan koreksi.

4. Uji normalitas

Penelitian ini menggunakan alat uji statistik R. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian terdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk. Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk pengujian normalitas pada 3-5000 sampel (Royston, 1995).

(58)

39

Tabel II. Hasil uji normalitas data pengetahuan, sikap, dan tindakan

Variabel Perbandingan Nilai p Keterangan

Pengetahuan

Pre 0,11 Normal

Post-1 0,16 Normal

Post-2 0,01 Tidak normal

Post-3 0,21 Normal

Sikap

Pre 0,00 Tidak normal

Post-1 0,25 Normal

Post-2 0,54 Normal

Post-3 0,00 Tidak normal

Tindakan

Pengetahuan dan sikap responden sebelum dan setelah seminar dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dengan p < 0,05 dinyatakan terjadi peningkatan secara signifikan dan hipotesis diterima. Taraf kepercayaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 95%.

I. Kelemahan Penelitian

Dalam penelitian ini hanya digunakan satu kuesioner untuk pengukuran sebelum dan setelah intervensi. Pengukuran yang baik disarankan menggunakan dua kuesioner yang berbeda untuk menghindari kemungkinan responden menghafal pernyataan dan jawaban kuesioner.

(59)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan dijelaskan berdasarkan tujuan penelitian pada pendahuluan.

A. Karakteristik Demografi Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu di Dusun Krodan, Sleman yang berjumlah 32 orang dan seluruh subyek penelitian telah memenuhi kriteria inklusi.

1. Usia

(60)

41

Gambar 1. Distribusi jumlah responden berdasarkan usia

2. Tingkat pendidikan terakhir

Tingkat pendidikan terakhir pada penelitian ini terdiri dari lima kategori, yaitu SD, SMP, SMA/SMK, diploma, dan sarjana. Tingkat pendidikan terakhir dalam penelitian ini perlu diketahui karena responden dengan latar belakang pendidikan kesehatan tidak masuk kriteria inklusi responden. Hal ini perlu dilakukan karena responden dengan latar belakang pendidikan kesehatan sudah mengetahui tentang antibiotika. Jumlah responden dengan tingkat pendidikan terakhir paling banyak adalah SMA/SMK sebesar 47%. Dalam penelitian ini tidak ada responden dengan latar belakang pendidikan kesehatan. Rangkuman hasil penelitian disajikan dalam gambar 2.

46,9 %

53,1 % 26-35 tahun

(61)

Gambar 2. Distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

3. Pekerjaan

Karakteristik demografi responden berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu PNS, guru, wiraswasta, karyawan/buruh, dan ibu rumah tangga. Pekerjaan responden dalam penelitian ini juga perlu diketahui karena responden dengan pekerjaan di bidang kesehatan tidak masuk dalam kriteria inklusi.

(62)

43

Gambar 3. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori pekerjaan

B. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden terkait Antibiotika Sebelum Seminar

Untuk aspek pengetahuan dari hasil pengukuran pre intervensi, jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar 9,4%, sedangkan 75% responden memiliki pengetahuan sedang dan 15,6% responden memiliki pengetahuan buruk. Responden yang perlu ditingkatkan pengetahuannya yaitu responden dengan kategori pengetahuan sedang dan buruk, sehingga terdapat 90,6% responden yang perlu ditingkatkan pengetahuannya menjadi baik.

Untuk aspek sikap pada pre intervensi terdapat 25% responden dengan kategori sikap baik, jumlah responden dengan kategori sikap sedang sebesar 62,5%, dan jumlah responden dengan kategori sikap buruk sebesar 12,5%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 75% responden kategori sikap sedang dan buruk yang sikapnya perlu ditingkatkan menjadi baik.

Untuk aspek tindakan, jumlah responden dengan kategori tindakan baik pada pre intervensi sebesar 43,70%, sedangkan jumlah responden untuk kategori

(63)

tindakan sedang sebesar 46,9% dan kategori tindakan buruk sebesar 9,4%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah responden yang perlu ditingkatkan menjadi kategori tindakan baik sebesar 56,3% responden pada kategori tindakan sedang dan buruk. Rangkuman hasil penelitian disajikan dalam gambar 4.

Gambar 4. Distribusi jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada pre intervensi

C. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden terkait Antibiotika Sesudah Seminar

Fokus dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi adanya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dilihat dari adanya peningkatan jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik, kategori sikap baik, dan kategori tindakan baik. Peningkatan tersebut dibandingkan antara jumlah responden pada

pre intervensi dengan post-1 intervensi, jumlah responden pada pre intervensi dengan post-2 intervensi, dan jumlah responden pada pre intervensidengan post-3

(64)

45

1. Pengetahuan

Pada post-1 intervensi ini apabila dibandingkan dengan pre intervensi, jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik terdapat peningkatan yang signifikan dari 9,4% menjadi 37,5% (p<0,05), yang berarti pada post-1 intervensi jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan menjadi baik sebanyak 28,1%. Jumlah responden dengan kategori pengetahuan sedang menurun dari 75% menjadi 50%. Jumlah responden dengan kategori pengetahuan buruk juga berkurang dari 15,6% menjadi 12,5%.

Responden kemudian diberikan posttest kembali satu bulan setelah seminar. Pada post-2 intervensi, jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik mengalami peningkatan signifikan dari 9,4% menjadi 43,8% (p<0,05), atau sebanyak 34,3% responden yang mengalami peningkatan pengetahuan menjadi baik. Jumlah responden dengan kategori pengetahuan sedang sebesar 50% dan responden yang dengan kategori pengetahuan buruk menurun menjadi 6,2%.

Hasil pengukuran pada post-3 intervensi menunjukkan bahwa jumlah responden pada kategori pengetahuan baik terjadi peningkatan yang signifikan dari 9,4% menjadi 34,4% (p<0,05), atau jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan menjadi baik sebanyak 25%. Jumlah responden dengan pengetahuan sedang sebesar 65,6%, dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan buruk. Rangkuman hasil penelitian disajikan dalam gambar 5.

(65)

pengetahuan responden setelah diberikan informasi tentang antibiotika melalui seminar.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian oleh Wowiling et al. (2013) yang menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik mengenai antibiotika yang diukur menggunakan posttest

setelah intervensi berupa penyuluhan. Hasil tersebut menunjukkan jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik sebelum intervensi sebesar 9,3% dan setelah intervensi jumlahnya meningkat menjadi 40%.

Adanya peningkatan pengetahuan setelah diberikan seminar menunjukkan bahwa responden dapat memahami dengan baik seminar yang diberikan. Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan penelitian Wowiling et al.

(2013) bahwa edukasi kesehatan berpengaruh pada pengetahuan responden. 2. Sikap

Pengukuran pada post-1 intervensi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada jumlah responden kategori sikap baik dari 25% menjadi 53,1% (p<0,05), atau sebanyak 28,1% responden yang mengalami peningkatan sikap menjadi baik. Jumlah responden dengan kategori sikap sedang berkurang dari 62,5% menjadi 46,9% dan tidak ada respoden dengan kategori sikap buruk.

(66)

47

Jumlah responden dengan kategori sikap sedang sebesar 46,9%, dan tidak ada responden dengan kategori sikap buruk.

Pengukuran sikap pada post-3 intervensi menunjukkan bahwa jumlah responden dengan kategori sikap baik meningkat signifikan dari 25% menjadi 43% (p<0,05), atau sebesar 18% responden yang mengalami peningkatan sikap menjadi baik. Jumlah responden dengan kategori sikap sedang sebesar 56,2%. Pada post-3 intervensi tidak ada responden dengan kategori sikap buruk. Rangkuman hasil penelitian disajikan dalam gambar 5.

Seminar sebagai salah satu metode edukasi yang penting bagi perubahan sikap dalam menggunakan antibiotika yang lebih baik. Selain itu, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam menentukan sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2010). Adanya peningkatan pengetahuan yang diperoleh dari seminar dalam penelitian ini dapat menyebabkan peningkatan sikap responden.

(67)

3. Tindakan

Pada pengukuran segera setelah seminar, jumlah responden yang memiliki tindakan baik sebesar 53,1% tetapi tidak terdapat peningkatan tindakan secara signifikan (p=0,15). Jumlah responden yang memiliki tindakan sedang sebesar 46,9% dan tidak ada responden yang memiliki tindakan yang buruk.

Pada pengukuran post-2 intervensi, jumlah responden yang memiliki tindakan baik sebesar 46,9% dan tidak terjadi peningkatan tindakan secara signifikan (p=0,17). Jumlah responden yang memiliki tindakan sedang sebesar 53,1% dan tidak ada responden yang memiliki tindakan buruk.

Untuk post-3 intervensi, jumlah responden yang memiliki tindakan baik sebesar 40,6% dan tidak terdapat peningkatan secara signifikan (p=0,20). Jumlah responden yang memiliki tindakan sedang sebesar 59,4%, dan tidak ada responden yang memiliki tindakan buruk.

(68)

49

Dalam penelitian ini terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap tetapi tidak terdapat peningkatan tindakan secara signifikan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan sikap belum tentu tentu dapat mewujudkan suatu tindakan, karena untuk mewujudkan suatu sikap menjadi tindakan diperlukan faktor pendukung seperti fasilitas dan dukungan dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2010).

Peningkatan pengetahuan dan sikap dalam penelitian juga dapat dimungkinkan terjadi karena faktor selain seminar, seperti pekerjaan responden dan informasi yang didapat responden dari berbagai sumber. Jumlah responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebesar 75%, sehingga responden mempunyai lebih banyak waktu untuk mencari dan membaca informasi terkait antibiotika dari sumber lain. Meskipun terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap secara signfikan, namun respoden belum dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari karena pada penelitian ini tidak terjadi peningkatan tindakan responden secara signifikan.

Gambar 5. Perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada post-1, post-2,

(69)

D. Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden tentang Antibiotika Sebelum dan Sesudah Seminar

1. Pengetahuan

Pada aspek pengetahuan, jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik dari pre intervensi sampai pada post-2 intervensi terus bertambah. Apabila dibandingkan dengan jumlah responden kategori pengetahuan baik pre intervensi yaitu 9,4%, pada post-1 intervensi terjadi peningkatan pengetahuan secara signifikan menjadi 37,5% (p<0,05), pada post-2 intervensi terjadi peningkatan secara signifikan menjadi 43,8% (p<0,05), dan peningkatan secara signifikan juga terjadi pada post-3 intervensi menjadi 34,4% (p<0,05). Peningkatan pengetahuan dikarenakan adanya tambahan informasi tentang antibiotika dari seminar, hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik pada post-2

intervensi mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan post-1 intervensi, sedangkan pada post-3 intervensi berkurang apabila dibandingkan dengan post-2

(70)

51

komunikasi interpersonal, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh pada pengukuran pengetahuan responden. Rangkuman hasil penelitian disajikan dalam gambar 6.

Gambar 6. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan dengan kategori baik pada pre intervensi sampai dengan post-3 intervensi 2. Sikap

Jumlah responden dengan kategori sikap baik meningkat secara signifikan pada post-1 intervensi sebesar 53,1% (p<0,05). Hasil pengukuran pada

post-2 intervensi menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan jumlah responden dengan kategori sikap baik, karena jumlah responden dengan kategori sikap baik sama dengan post-1 intervensi yaitu 53,1%. Meskipun secara kuantitatif tidak ada peningkatan jumlah responden dengan kategori sikap baik pada post-2 intervensi jika dibandingkan post-1 intervensi, namun secara kualitatif terdapat peningkatan yang signifikan pada post-2 (p<0,05). Pada post-3 intervensi secara kuantitatif terjadi penurunan jumlah responden dengan kategori sikap baik sebesar 9,3% jika dibandingkan dengan post-2 intervensi, namun secara kualitatif terjadi peningkatan sikap secara signifikan dibandingkan dengan pre intervensi(p<0,05).

Gambar

Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable pokok bahasan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan ..............................................
Gambar 1. Distribusi jumlah responden berdasarkan usia............................
Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable  pokok bahasan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan
Tabel II. Hasil uji normalitas data pengetahuan, sikap, dan tindakan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir dengan judul : “MEKANISME PENGAJUAN SPP KLIM SECARA TIDAK LANGSUNG OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PT TASPEN (PERSERO) KANTOR CABANG SURAKARTA”, telah

Berdasar pengujian hipotesis, diperoleh bahwa nilai T hitung (7,942) lebih besar dari nilai T table (1,721), yang berarti bahwa ada pengaruh frekuensi latihan terhadap

iz.ko ekurs gSa fd cPps ds ikyu&amp;iks&#34;k.k esa eka vkSj cki nksuksa dk egRo cjkcjh dk gksrk gSA u dsoy eka vkSj u gh dsoy firk cPps dh lgh ijofj'k esa l{ke gks ldrk gSA tc

sarjana Islam untuk menghuraikan makna Tamadun yang telah digunakan dalam penulisan tentang4. tamadun

Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/315/2009 Tentang Forum Komunikasi. Anak Kota Salatiga, Keputusan walikota ini merupakan revisi dari

pavadinimo paantraštė buvo suformuluota kaip „1965-ieji su Simone de Beauvoir ir Jeanu Pauliu Sartre’u“. Kitaip tariant, lite - ratūrologė jau paantrašte norėjo pabrėžti,

Esta investigación re- visa libros de estilo o códigos de conducta de FAPE, de los nueve colegios profesionales de España y de 23 organizaciones profesionales

El Servicio de deportes de la Diputación Foral de Álava, presenta un programa de promoción de deportes minoritarios, en los centros escolares de la provincia, dentro del programa