Banyaknya masalah di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika
irrasional, sehingga diperlukan edukasi agar penggunaan antibiotika irrasional di kalangan masyarakat tidak berkembang. Tujuan penelitian adalah mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika, dengan metode seminar.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan
time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Sebanyak 40 responden berusia 26-45 tahun di Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dilibatkan dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling dan analisis statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden pre-intervention dengan metode seminar masuk kategori rendah (50%), sikap masuk kategori rendah (52,5%), tindakan masuk kategori rendah (80%). Pengetahuan meningkat 95% pada pada pre-post I menjadi 97,5%, pre-post II menurun 22,5% menjadi 75%, pre-post III menurun 5% menjadi 70%. sikap meningkat 87,5% pada pada pre-post I menjadi 87,5%, pre-post II menurun 10% menjadi 77,5% pre-post III menurun 2,5% menjadi 75%. Tindakan meningkat 75% pada pada pre-post I menjadi 80%, pre-post II menurun 15% menjadi 50%, pre-post III menurun 15% menjadi 65%. Seminar dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan tentang antibiotika.
ABSTRACT
Many problems around the community are about irrasional antibiotics use, so that it is necessary to educate the community about the use of antibiotics. The study was done in order to prevent the irrational use of antibiotics within community. The research aims to measure the level of knowledge, attitudes and actions of men on antibiotics using seminar method.
This study is a quasi-experimental design using time series design with pre intervention and post-intervention. Forty respondents aged 26-45 years in Sub Klitren Gondokusuman District of Yogyakarta were included in this study. The instrument used was a questionnaire. Sampling was taken by non-random with the type of purposive sampling and the type of statistical analysis used were the Wilcoxon test.
The results showed respondents pre-intervention knowledge, attitude and action with seminar method are categorized as low, with 50%, 52.5%, and 80% respectively. Knowledge increased by 95% in pre-post I to 97.5%, decreased by 22.5% in pre-post II to 75%, and decreased by 5% in pre-post III to 70%. Attitude increased by 87.5% in pre-post I to 87.5%, decreased by 10% in pre-post II to 77.5%, and declined by 2.5% in pre-post III to 75%. Actions increased by 75% in pre-post I to 80%, declined by 15% pre-post II to 50%, and decreased by 15% pre-post III to 65%. Seminar can affect the attitudes and actions and increase knowledge about antibiotics.
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN
GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DENGAN METODE SEMINAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Alfonsa Liquory Seran
NIM : 118114018
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN
GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DENGAN METODE SEMINAR SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Alfonsa Liquory Seran
NIM : 118114018
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Halaman Persembahan
TUHAN MEMILIKI RANCANGAN TERINDAH DALAM SETIAP
LANGKAH HIDUPKU DAN AKU PERCAYA ITU
Kupersembahkan karya ini untuk :
Yesus Kristus sumber pengharapanku
Bapak Blasius Seran, Mama Feronika Fore, Kaka An, Kaka Nata, yang selalu
mendukungku,
Kaka Nelson, Kaka Fr.Yanto, Kaka Vian, kaka Engel, Ika, Dessy, Cian, Virna,
Vircho, penghuni Kos Wisma Goreti dan kos 99999, sahabat-sahabatku yang
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
Persetujuan Pembimbing...ii
Pengesahan Skripsi Berjudul...iii
Halaman Persembahan...iv
Pernyataan Keaslian Karya...v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis ... vi
Prakata ... vii
Daftar Isi... vii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
Intisari ... xiv
Abstract ... xv
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 6
B. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan umum... 7
2. Tujuan khusus ... 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 8
A. Pengetahuan ... 8
B. Sikap ... 9
C. Tindakan ... 10
D. Pria Dewasa ... 10
E. Antibiotika... 11
F. Metode Seminar ... 16
G. Landasan Teori ... 17
H. Kerangka Konsep ... 18
ix
J. Hipotesis Statistik...19
BAB III METODE PENELITIAN... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Variabel Penelitian ... 20
C. Definisi Operasional... 21
D. Subyek Penelitian, Besar Sample dan Teknik Sampling ... 22
E. Lokasi Penelitian ... 23
F. Instrumen Penelitian... 23
G. Tata Cara Penelitian ... 26
1. Analisis situasi ... 26
2. Penentuan lokasi ... 27
3. Permohonan ijin dan kerjasama... 27
4. Penyusunan kuesioner ... 27
5. Uji validitas konten... 28
6. Uji pemahaman bahasa ... 28
7. Manajemen data... 29
8. Analisis hasil ... 30
H. Waktu Penelitian ... 32
I. Pelaksanaan Intervensi Seminar ... 32
J. Pengambilan Data Post-Intervention Bulan Pertama dan Kedua Setelah Intervensi Seminar ... 33
K. Kelemahan Penelitian... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Karakteristik Demografi Responden ... 35
B. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Sebelum dilakukan Intervensi ... 38
C. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Setelah dilakukan Intervensi ... 41
D. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum dan Sesudah diberi Intervensi Seminar ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
x
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 62
Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian ... 63
Lampiran 3. Dokumentasi PelaksanaanSeminar ... 64
Lampiran 4. Surat Persetujuan ... 66
Lampiran 5. Revisi pertama Uji Validitas Kuesioner Penelitian ... 67
Lampiran 6. Revisi Kedua Uji Validitas Kuesioner Penelitian... 71
Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan ... 74
Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap ... 74
Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Tindakan ... 74
Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Pengetahuan ... 75
Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Sikap ... 76
Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Tindakan ... 77
Lampiran 13. Hasil Uji Signifikansi Data Aspek Pengetahuan ... 78
Lampiran 14. Hasil Uji Signifikansi Data Aspek Sikap ... 79
Lampiran 15. Hasil Uji Signifikansi Data Aspek Tindakan ... 80
Lampiran 16. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa... 81
Lampiran 17. Kuesioner Penelitian (Pre dan Post-Intervention) ... 85
xiv
INTISARI
Banyaknya masalah di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika irrasional, sehingga diperlukan edukasi agar penggunaan antibiotika irrasional di kalangan masyarakat tidak berkembang. Tujuan penelitian adalah mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika, dengan metode seminar.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Sebanyak 40 responden berusia 26-45 tahun di Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dilibatkan dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling dan analisis statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden pre-intervention dengan metode seminar masuk kategori rendah (50%), sikap masuk kategori rendah (52,5%), tindakan masuk kategori rendah (80%). Pengetahuan meningkat 95% pada pada pre-post I menjadi 97,5%, pre-post II menurun 22,5% menjadi 75%, pre-post III menurun 5% menjadi 70%. sikap meningkat 87,5% pada pada pre-post I menjadi 87,5%, pre-post II menurun 10% menjadi 77,5% pre-post III menurun 2,5% menjadi 75%. Tindakan meningkat 75% pada pada pre-post I menjadi 80%, pre-post II menurun 15% menjadi 50%, pre-post III menurun 15% menjadi 65%. Seminar dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan tentang antibiotika.
Kata Kunci : antibiotika, seminar, pengetahuan, sikap dan tindakan.
xv
ABSTRACT
Many problems around the community are about irrasional antibiotics use, so that it is necessary to educate the community about the use of antibiotics. The study was done in order to prevent the irrational use of antibiotics within community. The research aims to measure the level of knowledge, attitudes and actions of men on antibiotics using seminar method.
This study is a quasi-experimental design using time series design with pre intervention and post-intervention. Forty respondents aged 26-45 years in Sub Klitren Gondokusuman District of Yogyakarta were included in this study. The instrument used was a questionnaire. Sampling was taken by non-random with the type of purposive sampling and the type of statistical analysis used were the Wilcoxon test.
The results showed respondents pre-intervention knowledge, attitude and action with seminar method are categorized as low, with 50%, 52.5%, and 80% respectively. Knowledge increased by 95% in pre-post I to 97.5%, decreased by 22.5% in pre-post II to 75%, and decreased by 5% in pre-post III to 70%. Attitude increased by 87.5% in pre-post I to 87.5%, decreased by 10% in pre-post II to 77.5%, and declined by 2.5% in pre-post III to 75%. Actions increased by 75% in pre-post I to 80%, declined by 15% pre-post II to 50%, and decreased by 15% pre-post III to 65%. Seminar can affect the attitudes and actions and increase knowledge about antibiotics.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang sering terjadi, baik pada orang tua, orang dewasa, maupun
anak-anak. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan anti mikroba seperti
antibiotika. Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik
yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme
lain (Utami, 2012).
Resistensi terjadi ketika bakteri kebal terhadap antibiotika sehingga
antibiotika tidak lagi bekerja pada orang yang membutuhkannya untuk mengobati
infeksi. Resistensi merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat (WHO,
2014). Tingginya kasus resistensi obat antibiotika di Indonesia cukup
mengkhawatirkan, bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara
dengan beban tinggi kekebalan obat terhadap kuman (Multidrug Resistanci/MDR)
di dunia berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia tahun 2009 (Suara
Pembaharuan, 2011)
Resistensi antibiotika sudah menjadi masalah dunia dikarenakan
kurangnya rasionalitas penggunaan antibiotika. Banyak antibiotika diberikan,
dijual dan dibeli dengan tidak semestinya (Suara Pembaharuan, 2011). Seperti
merupakan golongan obat keras yang tidak bisa didapatkan tanpa resep. Namun
pada kenyataannya antibiotika dapat dijual bebas tanpa resep dokter di apotek
maupun ditoko obat, bahkan sebagian masyarakat membeli serta mengkonsumsi
antibiotika untuk upaya pengobatan sendiri (Anna, 2013). Pada penelitian yang
dilakukan Widayati, Suryawati, Crespigny, dan Hiller (2012) tentang penggunaan
antibiotika sebagai suatu sarana swamedikasi di Kota Yogyakarta
mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat mengkonsumsi antibiotika
untuk gejala yang ringan seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam dan
kebanyakan penggunaannya selama kurang dari 5 hari. Banyaknya masalah di
kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika irrasional, maka
diperlukan edukasi pada kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika.
Hal ini dilakukan agar penggunaan antibiotika irrasional di kalangan masyarakat
tidak berkembang.
Hasil RISKESDAS (2013) menemukan sebanyak 35,2% rumah tangga di
Indonesia menyimpan obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri yaitu
jenis-jenis obat keras, obat bebas, antibiotika dan obat-obat lain yang tidak
teridentifikasi, 86% rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep dan untuk
daerah Yogyakarta 90,2% rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep.
Melihat hal ini, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Peningkatan Pengetahuan Sikap dan Tindakan Pria Dewasa di Kecamatan
Gondokusuman Yogyakarta Tentang Antibiotika dengan Metode Seminar” karena
usia mempengaruhi pengetahuan dan kasus resistensi terhadap antibiotika yang
Kecamatan Gondokusuman karena Kecamatan Gondokusuman merupakan salah
satu dari beberapa Kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki jumlah
penduduk yang besar dengan jumlah penduduk sebesar 76.643 jiwa dan
berdasarkan data distribusi antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta, sebanyak 26.940 antibiotika yang didistribusikan, dengan jumlah
penduduk yang besar dan data distribusi antibiotika yang besar diharapkan
masyarakat paham tentang penggunaan antibiotika sehingga dapat mencegah
terjadinya kasus resistensi.
Astuti (2009) meneliti bahwa metode seminar efektif diterapkan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit rabies, dan meningkatkan
pengetahuan responden dalam memilih obat. Dilihat dari keefektifan metode
seminar, maka metode ini dipilih untuk penelitian. Metode seminar dipilih dengan
harapan dengan adanya seminar tentang antibiotika, dapat menumbuhkan sikap
positif masyarakat Kecamatan Gondokusuman terutama pria dewasa terhadap
ketepatan penggunaan antibiotika dengan memberikan pengetahuan,
mengusahakan perubahan sikap dan perilaku dalam penelitian “Peningkatan
Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat Khususnya Pria Dewasa Tentang
Antibiotika dengan Metode Seminar di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta”.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, muncul
permasalahan untuk diteliti :
a. Seperti apakah karakteristik demografi responden berdasarkan faktor
b. Seperti apakah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
khususnya pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta
mengenai antibiotika sebelum dilakukan intervensi seminar?
c. Seperti apakah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
khususnya pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta
mengenai antibiotika sesudah dilakukan intervensi seminar?
d. Apakah terjadi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan sesudah
diberikan intervensi seminar mengenai antibiotika pada pria dewasa di
Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan hasil pencarian informasi terkait pada penelitian mengenai
“Peningkatan Pengetahun Sikap dan Tindakan Pria Dewasa dI Kecamatan
Gondokusuman Yogyakarta Tentang Antibiotika Dengan Metode Seminar” dapat
dinyatakan bahwa belum pernah dilakukan penelitian seperti ini sebelumnya.
Namun beberapa penelitian yang hampir mirip yang pernah dilakukan
sebelumnya, seperti :
a. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan
Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Umbul Harjo Kota
Yogyakarta Tahun 2011” yang dilakukan oleh Mahendra Agil
Kusuma, pada tahun 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode
yang digunakan dalam penelitian, tempat dan waktu penelitian. Hasil
mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika
di Kecamatan Umbul Harjo Kota Yogyakarta.
b. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan
Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta Tahun 2011” yang dilakukan oleh Marvelaos Marvel,
pada tahun 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode
penelitian dan waktu penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Gondokusuman
Kotamadya Yogyakarta.
c. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan
Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Mergangsan Kota
Yogyakarta Tahun 2011” yang dilakukan oleh Sisilia Rani Thoma,
pada tahun 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode
penelitian, tempat dan waktu penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Kecamatan
Mergangsan Kota Yogyakarta.
d. “Hubungan antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan
Antibiotika yang diperoleh Secara Bebas di Kota Medan”, yang
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode yang digunakan
dalam penelitian, waktu dan tempat penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik
masyarakat dengan penggunaan antibiotika yang diperoleh secara
bebas di Kota Medan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan dengan metode seminar sebagai
bahan evaluasi untuk meningkatkan dan memperbaiki pelayanan kesehatan bagi
masyarakat terkait pelayanan informasi obat.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan, memberikan
perubahan sikap dan tindakan pria dewasa di Kecamatan
Gondokusuman tentang antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika
secara irrasional menurun.
2. Bagi dinas kesehatan
Sebagai sumber informasi mengenai keefektifan metode seminar pada
pria dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan.
Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan program kesehatan
3. Bagi akademis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan
materi edukasi sehubungan dengan metode edukasi seminar.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mensurvei dan mengevaluasi
peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria dewasa di Kecamatan
Gondokusuman Yogyakarta tentang antibiotika dengan metode seminar.
2. Tujuan khusus
Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka penelitian ini secara khusus
ditujukan untuk :
a. Mengetahui karakteristik demografi masyarakat khususnya pria
dewasa yang terdapat di Kecamatan Gondokusuman.
b. Mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa mengenai
antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta sebelum
dilakukan intervensi seminar.
c. Mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa mengenai
antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta sesudah
dilakukan intervensi seminar.
d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa
mengenai antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh
seseorang yang setiap mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Dalam hal pengetahuan, objek
yang disadari harus ada sebagaimana adanya. Pengetahuan dapat salah atau keliru,
tetapi bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap
sebagai pengetahuan, sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut berubah
statusnya menjadi keyakinan (Notoadmodjo, 2012).
Pengetahuan dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria
seperti mempunyai objek kajian, metode pendekatan, disusun secara sistematis,
bersifat universal atau mendapat pengakuan secara umum (Notoadmodjo, 2012).
Menurut Arikunto (2006), pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari
kuisioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Pada pengukuran tingkat pengetahuan pada
masing-maasing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring, yaitu kategori
tinggi dengan skor 76-100%, kategori sedang dengan skor 56-75%, kategori
kurang dengan skor 40-55% dan kategori buruk dengan skor <40%.
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi apabila ia
atau radio maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Hendra,
2008).
B. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, 2012). Sikap merupakan
penentuan dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap selalu berhubungan
dengan dua hal yaitu ‘like’atau ‘dislike’(senang atau tidak senang, suka atau tidak
suka). Mengacu pada adanya faktor perbedaan individu baik secara pengalaman,
latar belakang, pendidikan dan kecerdasan maka akan menimbulkan reaksi
terhadap suatu obyek tertentu akan berbeda-beda pada setiap orang (Hutagalung,
2007)
Ada berbagai tingkatan dalam sikap yang terdiri dari, bagian pertama
adalah menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subyek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan obyek. Bagian kedua adalah merespon
(responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Pada bagian ketiga adalah menghargai
(valuing) dimana mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah. Bagian keempat adalah bertanggung jawab (responsible) yaitu
segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resikonya (Fitriani, 2011).
Menurut Arikunto (2006), sikap dapat dibagi menjadi empat kategori
dalam pengukuran dan menggunakan sistem skoring, skala yang digunakan
sebagai acuan adalah kategori baik jika skor 76-100, kategori sedang jika skor
C. Tindakan
Tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi
sesuatu yang nyata. Tindakan juga merupakan respon dalam bentuk nyata atau
terbuka (Notoadmodjo, 2012).
Penelitian tindakan ini dilakukan terutama untuk mencari suatu dasar
pengetahuan praktis guna memperbaiki suatu situasi atau keadaan kesehatan
masyarakta yang dilakukan secara terbatas. Biasanya penelitian ini dilakukan
terhadap suatu keadaan yang sedang berlangsung (Notoadmodjo, 2010).
Menurut Fitriani (2011) bagian tindakan terdapat beberapa tingkatan
yaitu pada bagian pertama adalah presepsi (perception) dimana mengenal dan
memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Bagian
kedua adalah respon terpimpin (guide response) yaitu dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Pada bagian ketiga
adalah mekanisme (mechanism) apabila seseorang telah melakukan dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. Pada bagian
keempat adalah adopsi (adoption) merupakan suatu praktek atau tindakan nyata
yang sudah berkembang dengan baik.
D. Pria Dewasa
Perubahan fisik terus terjadi dan tak terhindarkan pada masa ini.
Perubahan mata pencarian dari memulai sampai mempertahankan usaha
menggambarkan kontras bagiamana orang dewasa bergerak ke masa depan. Masa
kepercayaan, sikap, dan perilaku religius di kalangan orang dewasa secara integral
berkaitan dengan perubahan kepribadian (Crapps, 2008).
Manusia dewasa memilik karakteristik khas seperti : mampu memilih
pasangan hidup, siap berumah tangga, dan melakukan reproduksi (reproduktive
function). Secara alamiah, orang dewasa memiliki kemampuan menetapkan tujuan
belajar, mengalokasi sumber belajar, merancang strategi belajar dan mengevaluasi
kemajuan terhadap pencapaian tujuan belajar secara mandiri (Tim Pengembang
Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007 ).
Menurut Santrock (2003) ada tiga masa perkembangan dewasa yaitu
maasa dewasa awal, masa dewasa tengah dan masa dewasa akhir. Masa dewasa
awal (early adultbood) biasanya dimulai pada akhir permulaan usia 20-an dan
berlangsung sampai usia 30-an. Masa dewasa tengah (middle adultbood) adalah
masa perkembangan yang dimulai kira-kira antara usia 35 dan 45 tahun dan
berakhir pada usia antara 55 dan 65 tahun. Masa dewasa akhir (late adultbood)
yaitu masa perkembangan yang berlangsung dari kira-kira usia 60-70 tahun
sampai ke kematian. Menurut Depkes (2009), masa dewasa awal dimulai dari usia
26-35 dan masa dewasa akhir dimulai dari usia 36-45 tahun.
E. Antibiotika
1. Definisi antibiotika
Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati
penyakit infeksi karena bakteri. Antibiotika dihasilkan dari mikroorganisme,
terutama fungi, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme
Pada awalnya istilah yang digunakan adalah antibiosis, yang berarti
substansi yang dapat mengahambat pertumbuhan organisme hidup yang lain dan
berasal dari mikroorganisme. Namun, pada perkembangannya, antibiosis ini
disebut sebagai antibiotika dan istilah ini tidak hanya terbatas untuk substansi
yang berasal dari mikroorganisme, melainkan semua substansi yang diketahui
memiliki kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya
mikroorganisme (Pratiwi, 2008)
2. Penggolongan antibiotika
Penggolongan antibiotika dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur
kimia antibiotika, aktivitas antibiotika, sifat toksisitas selektif, serta mekanisme
aksi antibiotika.
a. Berdasarkan struktur kimianya antibiotika dikelompokkan menjadi 8 golongan
yaitu :
1. Golongan B-laktam, antara lain karbapenem (imipenem dan
meropenem), sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim,
sefadroksil, seftazidim), dan golongan penisilin (penisilin dan
amoksillin).
2. Golongan aminoglikosida, antara lain amiksasin, gentamisin,
kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, streptomisin, dan
tobramisin.
3. Golongan glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin,
4. Golongan poliketida, antara lain makrolida (eritromisin, azitromisin,
klaritomisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin
(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
5. Golongan polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.
6. Golongan kuinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat,
siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin dan
trovafloksasin.
7. Golongan streptogramin, antara lain pristinamicin, virginiamicin,
mikamicin, dan kinupristin-dalfopristin.
8. Golongan oksazolidinob, antara lain linezolid.
(Katzung,Masters,Trevor, 2012)
b. Berdasarkan aktivitas antibiotika
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dikelompokkan sebagai antibiotika
spektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotika spektrum luas (broad
spectrum). Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) merupakan kelompok
antibiotika yang hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja,
contohnya hanya menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja atau
gram positif saja, sedangkan antibiotika spektrum luas (broad spectrum)
merupakan kelompok antibiotika yang dapat menghambat atau membunuh bakteri
dari golongan gram positif maupun gram negatif (Pratiwi, 2008)
c. Berdasarkan sifat toksisitas selektif
Obat yang digunakan untuk membunuh mikroba harus memiliki sifat
mikroba namun tidak menimbulkan efek toksik pada manusia. Berdasarkan sifat
toksisitas selektif, ada antibiotika yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat
membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya,
masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh
Minimal (KBM) (Setiabudy, 2008)
3. Penggunaan antibiotika yang rasional
Penggunaan antibiotika harus digunakan dengan resep dokter dan tetap
diminum sampai habis walaupun kondisi pasien telah membaik. Selain itu
antibiotika juga harus digunakan sesuai aturan dan dosis yang tepat. Untuk
mencapai penggunaan antibiotika yang rasional, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah mengenai sisa antibiotika. Antibiotika yang tidak dihabiskan atau sisa dari
pengobatan penyakit yang sebelumnya tidak boleh digunakan kembali untuk
mengobati penyakit yang dianggap mirip atau bahkan berbeda tanpa persetujuan
dari dokter. Penggunaan antibiotika dengan resep dokter ini bertujuan untuk
mencapai outcome terapi yang optimal, dan menurunkan resiko terjadinya
resistensi antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009).
Penggunaan obat yang rasional mengacu pada penggunaannya yang
benar, tepat, dan tepat obat-obatan. Penggunaan obat secara rasional yaitu pasien
menerima obat yang tepat, dalam dosis yang tepat, untuk jangka waktu yang
4. Resistensi antibiotika
Resistensi merupakan suatu proses tidak terhambatnya pertumbuhan
bakteri pada pemberian antibiotika dengan dosis normal maupun dengan
konsentrasi kadar hambat minimalnya (Tripathi, 2008). Bahaya penggunaan
irrasional antibiotika yaitu dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap
antibiotika. Resistensi bakteri menyebabkan antibiotika menjadi kurang efektif
dalam mengontrol atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang menjadi
target operasi antibiotika beradaptasi secara alami untuk menjadi kebal dan tetap
melanjutkan pertumbuhan demi kelangsungan hidup meski dengan antibiotika
(Todar, 2011).
Menurut Utami (2012) penyebab utama resistensi antibiotika adalah
penggunaannya yang meluas dan irasional. Kurang lebih 80% digunakan untuk
kepentingan manusia dan sedikitnya 40% untuk indikasi yang kurang tepat,
misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya
resistensi antara lain :
a. Penggunaan antibiotika irasional meliputi penggunaan antibiotika yang terlalu
singkat, dosis yang terlalu rendah, diagnosa awal yang salah (Bisht, Katiyar,
Singh dan Mittal, 2009).
b. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang
kurang tepat menganggap bahwa antibiotika wajib digunakan dalam berbagai
macam penyakit misalnya batuk ringan, demam dan bahkan infeksi virus.
Pasien dengan latar belakang finansial yang tinggi cenderung akan meminta
diperlukan. Selain itu pasien juga membeli antibiotika sendiri tanpa resep
dokter untuk upaya swamedikasi (Bisht et al, 2009).
c. Masalah peresepan, para pembuat resep sering merasa kesulitan dalam
menentukan terapi antibiotika yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam
hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotika (Bisht et al, 2009).
Pencegahan resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilakukan
dengan cara mematuhi petunjuk dokter, salah satunya dengan menggunakan
antibiotika pada rentang terapi dan cara penggunaan yang tepat (American
Academy of Family Physicians, 2009).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi
resistensi antibiotika akibat pengobatan sendiri adalah dengan diberlakukannya
undang-undang yang mengatur tentang penjualan antibiotika. Hal tersebut diatur
dalam undang-undang obat keras St.No.419 tgl 22 Desember 1949, pada pasal 3
ayat 1.
F. Metode Seminar
Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk
mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan
masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati, 2008).
Untuk mencapai tujuan edukasi kesehatan yaitu perubahan perilaku,
maka banyak faktor yang harus diperhatikan salah satunya faktor metode. Untuk
sasaran kelompok, maka metode yang digunakan akan berbeda dengan metode
2007). Salah satu metode kesehatan yang dapat digunakan untuk sasaran
kelompok yaitu metode seminar.
Seminar adalah pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu
masalah di bawah pimpinan ahli (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Dalam
pelaksanaan seminar, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah membentuk
panitia pelaksana. Panitia berkewajiban merencanakan segala sesuatu yang berkait
dengan tempat, akomodasi, perlengkapan, konsumsi, waktu, penyaji, moderator,
sekretaris, maupun peserta seminar (Enterprise, 2010 ).
Menjadi pembicara/motivator dalam seminar bertugas menyampaikan
pemikiran, analisis, solusi permasalahan yang menjadi topik seminar. Sebelum
dimulainya seminar, pembicara harus mempersiapkan materi presentasi yang
menarik dan tidak membosankan demi kesuksesan dalam presentasi nanti.
(Enterprise, 2010 ).
Ketepatan waktu dapat menghindarkan pembicara/motivatoar dari sikap
gugup dan tidak percaya diri. Oleh karena itu, seorang pembicara/motivator tidak
boleh terlambat menghadiri sebuah seminar (Enterprise, 2010).
G. Landasan Teori
Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh
seseorang yang setiap mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Sikap adalah reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Tindakan
Tindakan juga merupakan respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmodjo,
2012).
Edukasi dapat dilakukan dengan metode seminar. Seminar merupakan
pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah dibawah pimpinan
ahli (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Astuti (2009) meneliti bahwa metode
seminar efektif diterapkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
rabies, dan meningkatkan pengetahuan responden dalam memilih obat. Dilihat
dari keefektifan metode seminar, maka metode ini dipilih untuk penelitian.
Penelitian dilakukan supaya dapat menekan peningkatan angka resistensi terhadap
antibiotika.
Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati
penyakit infeksi karena bakteri. Antibiotika dihasilkan dari mikroorganisme,
terutama fungi untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme lain
(Whitehall, 2012). Penggunaan antibiotika secara irasional dapat menyebabkan
terjadinya resistensi, dimana resistensi terjadi ketika bakteri kebal terhadap
antibiotika sehingga antibiotika tidak lagi bekerja pada orang yang
membutuhkannya untuk mengobati infeksi.
H. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah edukasi dengan metode
seminar mengenai antibiotika dapat terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan
I. Hipotesis Penelitian
Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa
mengenai antibiotika melalui metode seminar di Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta.
J. Hipotesis Statistik
H0 : X1=X2
H1: X1 ≠X2
X1 merupakan hasil pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku pria
dewasa tentang penggunaan antibiotikasebelum dilakukan intervensi seminar. X2
merupakan hasil pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku pria dewasa
tentang penggunaan antibiotikasetelah dilakukan intervensi seminar. Edukasi dengan
metode seminar
tentang
penggunaan
antibiotika
Pengetahuan,
sikap dan tindakan
pria dewasa di
Kecamatan
Gondokusuman
Kota Yogyakarta
Peningkatan
pengetahuan, sikap
dan tindakan pria
dewasa di
Kecamatan
Gondokusuman
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (Quasi experiment).
Dikatakan eksperintal semu karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki
ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya
dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau sulit dilakukan, dalam hal ini adalah
peneliti memberikan intervensi tetapi tidak mengubah fisik responden. Metode
penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan Pre-Post
intervention yaitu pengambilan data dilakukan sesudah dan sebelum intervensi.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan rangkaian waktu
( Time Series Design ) karena pengambilan data dilakukan secara berulang selama
3 bulan yaitu sebelum intervensi (pre-intervention), setelah intervensi (post
-intervention 1), 1 bulan setelah intervensi (post-intervention 2) dan 2 bulan setelah
intervensi (post-intervention 3).
Penelitian ini merupakan penelitian tim yang dilakukan oleh enam orang
peneliti dengan instrumen penelitian, variabel penelitian, metode penelitian yang
sama. Perbedaan terletak pada responden penelitian.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
2. Variabel tergantung
Tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai antibiotika dari
responden yang mengikuti seminar di Kecamatan Gondokusuman.
3. Variabel pengacau terkendali
Informasi yang telah diperoleh responden sebelumnya baik secara formal
(sekolah kedokteran, ahli gizi, apoteker, analisis kesehatan) maupun non formal
(kursus dan penyuluhan).
4. Variabel pengacau tak terkendali
Intervensi tambahan berupa informasi tentang antibiotika dan informasi
mengenai antibiotika yang didapat baik dari media (tv, majalah, surat kabar) dan
dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
C. Definisi Operasional
1. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman
responden mengenai antibiotika dan digolongkan berdasarkan nilai yang
diperoleh responden setelah mengisi kuesioner. Penggolongan tingkat
pengetahuan yang digunakan adalah tinggi, jika mampu menjawab pertanyaan
sebanyak 76-100% dari setiap kriteria pengetahuan, dikatakan sedang jika
mampu menjawab pernyataan sebanyak 56-75% dari setiap kriteria
pengetahuan, dikatakan rendah jika mampu menjawab pernyataan sebanyak
<56% dari setiap kriteria pengetahuan.
2. Sikap yang dimaksud adalah respon yang diberikan oleh responden terkait
penggunaan antibiotika yang dapat digolongkan berdasarkan kuesioner yang
pernyataan sebanyak 76-100% dari setiap kriteria sikap, dikatakan sedang jika
mampu menjawab pernyataan sebanyak 56-75% dari setiap kriteria sikap,
dikatakan rendah jika mampu menjawab pernyataan sebanyak <56% dari setiap
kriteria sikap.
3. Tindakan yang dimaksud adalah sikap yang direalisasikan dalam suatu aksi
sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat
tindakan dinyatakan tinggi jika mampu menjawab pernyataan sebanyak
76-100% dari setiap kriteria tindakan, dikatakan sedang jika mampu menjawab
pernyataan sebanyak 56-75% dari setiap kriteria tindakan, dikatakan rendah
jika mampu menjawab pernyataan sebanyak <56% dari setiap kriteria tindakan.
D. Subyek Penelitian, Besar Sample dan Teknik Sampling
1. Subyek penelitian
Subyek penelitian disebut juga responden adalah masyarakat pria
dewasa yang memenuhi kriteria inklusi yaitu dewasa usia dewasa 26-45,
berdomisili di wilayah Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta, dapat baca tulis
dan bersedia hadir mengikuti kegiatan seminar. Kriteria eksklusi responden
meliputi masyarakat Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta khususnya pria
dewasa yang telah menempuh pendidikan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan
(dokter, dokter gigi, dokter hewan, ahli gizi, apoteker, analisis kesehatan) dan
masyarakat yang telah memperoleh informasi mengenai antibiotika dari
2. Besar sampel dan teknik sampling
Sampel merupakan bagian dari populasi atau bisa disebut perwakilan dari
suatu populasi. Populasi merupakan semua bagian objek yang akan diamati.
Populasi sasaran dirumuskan berdasarkan elemen yang diinginkan oleh peneliti.
Penentuan elemen ini sesuai faktor inklusi dan eksklusi (Eriyanto, 2008). Usia
responden dalam penelitian ini adalah usia 26-45 tahun.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Purposive
sampling merupakan salah satu teknik pengambilan yang dilakukan secara
nonrandom dan berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan oleh peneliti
(Supranto, 2007).
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kelurahan Klitren.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner.
Kuesioner digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data yang berisi
serangkaian pernyataan tertulis yang sudah tersusun baik untuk dijawab oleh
responden (Notoadmodjo, 2012). Proses pembuatan kuesioner ini dilakukan
dengan cara merancang kuesioner. Penyusunan instrumen diawali dengan
mengembangkan suatu konsep yang diteliti mengenai domain yang akan diteliti
atau diukur. Konseptualisasi ini biasanya diperoleh dari suatu studi kualitatif atau
dengan mengacu pada literatur (Profetto-McGrath dkk, 2010). Kuesioner yang
Kuesioner terdiri dari 49 item pernyataan yang dibagi ke dalam dua
bagian. Bagian pertama terdiri dari 9 item pernyataan yang berisi pernyataan
mengenai karakteristik demografi. Pada bagian karakteristik demografi akan
diperoleh data mengenai usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan. Pernyataan
mengenai karakteristik demografi responden ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran responden penelitian.
Bagian kedua terdiri dari 40 item pernyataan yang terbagi atas tiga aspek
pernyataan yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek tindakan. Bagian
kedua ini berisi pernyataan berupa forced choice (pilihan benar atau salah) pada
aspek pengetahuan dan modifikasi skala Likert pada aspek sikap dan tindakan.
Modifikasi skala Likert pada aspek sikap dan tindakan menggunakan empat
alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan
sangat tidak setuju (STS). Penyusunan pernyataan dalam kuesioner berdasarkan
sifat favorable dan unfavorable untuk melihat konsistensi jawaban responden.
Item kuesioner yang diujikan adalah sebagai berikut:
1. Aspek Pengetahuan terdiri dari 20 item pernyataan yang terbagi dalam 10 item
favorable dan 10 item unfavorable. Pokok bahasan item-item ini meliputi
definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, tempat mendapatkan
antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.
2. Aspek sikap terdiri dari 10 item pernyataan yang terbagi dalam 5 item
favorable dan 5 item unfavorable. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam
aspek ini meliputi motivasi belajar masyarakat mencari informasi tentang
3. Aspek tindakan berisi 10 item yang teridiri dari 5 item favorable dan 5 item
unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini adalah penggunaan antibiotika,
dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.
Pemberian skor pada aspek pengetahuan menggunakan skala Guttman
yaitu angka tertinggi diberi skor (1) dan angka terendah diberi skor (0) (Siregar,
2010). Skor untuk setiap item pernyataan yang berupa forced choice pada aspek
pengetahuan dibedakan dari pernyataan yang menggunakan skala Likert pada
aspek sikap dan tindakan. Pada tebel I, dapat dilihat blue print Favorable dan
[image:43.595.104.508.265.752.2]Unfavorable Kuesioner.
Tabel I. Blue Print Pernyataan Favorable dan Unfavorable Kuesioner
Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan
Favorable Unfavorable
Pengetahuan Definisi 3 1 dan 2
Cara penggunaan 5,6,16 4,9,11
Aturan Penggunaan antibiotika
15 17, 20
Cara memperoleh antibiotika
8, dan 10 14
Tempat memeperoleh antibiotika
13 12
Resistensi antibiotika
7 dan 19 18
Sikap
Motivasi belajar 6 dan 7 -
Pemilihan
penggunaan yang tepat
5, 8, dan 9 1,2, 3, 4, dan 10
Tindakan Penggunaan
antibiotika
4 dan 5 1, 2, 3, dan 6
Upaya pencegahan resistensi antibiotika
Pernyataan favorable merupakan pernyataan yang bersifat mendukung
atau mengatakan hal-hal positif tentang obyek sikap. Sebaliknya pernyataan
unfavorable berisi pernyataan yang bersifat tidak mendukung atau mengatakan
hal-hal negatif terhadap obyek sikap. Adapun ketentuan pemberian skor disajikan
[image:44.595.101.508.237.601.2]dalam tabel II dan tabel III berikut ini
Tabel II. Besar Skor Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan
Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor
Benar 1
Salah 0
Tabel III. Besar Skor Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan
Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan
Skor Pernyataan (Favorable)
Skor Pernyataan (Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak setuju 1 4
G. Tata Cara Penelitian
1. Analisis situasi
Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai keadaan
lokasi penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Hal-hal tersebut
antara lain jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan waktu yang
tepat untuk mengambil data serta mengetahui batas wilayah daerah pengambilan
2. Penentuan lokasi
Penelitian dilakukan di Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta karena dari 5 kelurahan yang
berada di Kecamatan Gondokusuman, responden dari kelurahan Klitren lebih
mudah untuk dihubungi dan bersedia untuk mengikuti seminar yang diadakan.
3. Permohonan ijin dan kerjasama
Pembuatan surat permohonan ijin kepada dinas perizinan, kantor
Kecamatan Gondokusuman, kantor Kelurahan, serta ketua RT setempat, dimana
ijin tersebut harus diketahui oleh pejabat Kelurahan dan ketua RT. Surat
permohonan ijin ini dimaksudkan untuk memenuhi etika penelitian yang
menggunakan masyarakat Kecamatan Gondokusuman sebagai obyek penelitian.
Hasil penelitian akan dipublikasikan.
4. Penyusunan kuisioner
Penyusunan Kuisioner dibagi menjadi tiga domain utama yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan dimana masing-masing domain memiliki pokok
bahasan tersendiri. Langkah pertama, menyusun pernyataan mengenai
pengetahuan terkait antibiotika dengan alternatif jawaban “benar” dan “salah”
sejumlah 20 aitem. Kemudian menyusun pernyataan mengenai sikap dan perilaku
responden terkait antibiotika dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan pada bagian ini
berjumlah 10 item untuk domain sikap dan 10 item untuk domain tindakan,
masing-masing domain terbagi menjadi favorable dan unfavorable. Keseluruhan
masing-masing yang sudah ditentukan oleh peneliti, memiliki jumlah item yang
mendekati seimbang (benar-salah dan favorable-unfavorable) serta disebar secara
acak dan disusun berdasarkan poin-poin pada acuan penyusunan kuesioner.
5. Uji validitas konten
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas konten membutuhkan penilaian
dari para ahli di bidang yang sesuai dengan cakupan kuesioner yaitu bidang
kesehatan dan pengobatan. Pada penelitian ini ahli yang terlibat yaitu seorang
apoteker. Penilaian kelayakan konten berdasarkan pada keselarasan konten
dengan tujuan pengukuran kuesioner, bila masih terdapat item yang tidak selaras
maka revisi perlu dilakukan. Kuesioner yang telah direvisi kemudian dinilai ulang
oleh ahli dengan prosedur yang sama seperti penilaian sebelumnya. Kuesioner
dikatakan valid secara konten apabila para ahli telah menyatakan persetujuan.
6. Uji pemahaman bahasa
Pada uji pemahaman bahasa, 40 item yang telah dinyatakan valid secara
konten dapat dilanjutkan ke langkah selanjutnya yaitu uji pemahaman bahasa. Uji
pemahaman bahasa perlu dilakukan untuk mendapatkan masukan awal terhadap
kuesioner. Responden pada uji ini yaitu 30 orang masyarakat umum yang sesuai
kriteria inklusi responden penelitian namun tidak berdomisili di Kecamatan
Gondokusuman.
Pada penelitian ini, uji pemahaman bahasa dilakukan di Gejayan Kota
Yogyakarta. Pada pengujian pemahaman bahasa ini, masyarakat memberikan
kemudahan menjawab. Dari 40 pernyataan dalam kuesioner yang diujikan,
terdapat beberapa pernyataan yang sulit dipahami oleh responden. Pernyataan
yang sulit dimengerti oleh responden diganti bahasanya menggunakan bahasa
yang lebih mudah dimengerti oleh responden. Berikut hasil pengujian pemahaman
[image:47.595.102.510.254.522.2]bahasa pada responden yang dipaparkan pada tabel IV.
Tabel IV. Pernyataan pada Tiap Aspek Kuesioner Yang Sulit dipahami oleh Responden
No Aspek Pernyataan
1 Pengetahuan 7, 19
2 Sikap 8
3 Tindakan 10
7. Manajemen data
Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses
manajemen data yaitu :
a. Editing
Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan jawaban dari
responden dan pemilihan yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang telah
diisi dan dikembalikan responden,tidak semua digunakan dalam analisis data.
Hanya kuesioner yang telah terisi lengkap dan kuesioner dengan responden yang
memenuhi kriteria inklusi.
b. Processing
Pada tahap ini pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan
angka dari setiap item pernyataan yang dijawab oleh responden, kemudian
dalam kuesioner berdasarkan pada variabel-variabel yang akan diteliti. Setelah itu
dilakukan pemindahan isi data dari kuesioner ke program komputer.
8. Analisis hasil
a. Data coding
Setelah responden menjawab pernyataan yang diajukan oleh peneliti,
peneliti melakukan pengkodean data dengan cara scoring. Cara scoring dilakukan
dengan memberikan nilai 1 pada pernyataan yang dijawab benar dan nilai 0 pada
pernyataan yang dijawab salah oleh responden pada kuisioner no 1-20. Untuk
kuisioner no 20-40 diberikan poin 4 pada jawaban sangat setuju, poin 3 untuk
setuju, poin 2 untuk tidak setuju dan poin 1 untuk sangat tidak setuju.
b. Uji reliabilitas
Reliabilitas yang dapat diukur pada penelitian ini adalah nilai reliabilitas
yang berasal dari konsistensi internal kuesioner. Pada penelitian ini kuesioner
dapat dikatakan reliabel jika memenuhi nilai α>0,60 untuk masing-masing domain
kuesioner yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Pada penelitian ini, uji
reliabilitas dilakukan di Maguwoharjo Kota Yogyakarta.
Dengan bantuan program statistik R maka hasil olahan data sebelumnya
dapat dihitung dan didapatkan nilai Alpha. Apabila nilai Alpha telah memenuhi
kriteria, maka domain kuesioner tersebut dikatakan reliabel dan dapat digunakan
sebagai kuesioner siap pakai. Jika nilai Alpha belum memenuhi kriteria, maka
dilakukan seleksi item dengan tujuan menambah nilai Alpha agar memenuhi
Seleksi item dilakukan berdasarkan nilai koefisien korelasi
masing-masing item. Nilai koefisien korelasi item ini tidak perlu dihitung secara terpisah
karena pada program statistik R telah dibuat sebuah perintah untuk langsung
menghitung nilai Alpha sekaligus menghitung koefisien korelasi.
Pada seleksi item ini, dilakukan penghilangan satu item dengan nilai
koefisien korelasi yang terendah kemudian data kembali diolah untuk
mendapatkan nilai Alpa yang baru. Apabila nilai Alpa yang baru masih belum
memenuhi kriteria, maka proses seleksi item kembali dilakukan. Demikian proses
seleksi item terus-menerus dilakukan dan dapat berhenti jika nilai Alpa telah
terpenuhi.
c. Uji normalitas
Uji normalitas yang dilakukan pada data penelitian ini untuk mengetahui
apakah data yang telah didapat pada saat penelitian ini normal atau tidak. Uji
normalitas juga digunakan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari
populasi sebaran yang normal.
Uji ini dilakukan dengan program statistik menggunakan Uji
Shapiro-Wilk karena sampel yang digunakan kecil (<50). Distribusi data dikatakan normal
apabila p>0,05. uji ini dilakukan dengan memasukkan data yang berupa selisih
jumlah nilai kuesioner pre-intervention dan pos-intervention 1 bulan pertama
untuk variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan. Apabila nilai p>0,05 maka data
terdistribusi normal. Apabila nilai p<0,05 maka data terdistribusi tidak normal
Tabel V. Hasil Uji Normalitas
Variabel Uji Normalitas
(p value)
Pre intervention Post intervention I Post intervention II Post intervention III Pengetahuan 0,2439** 0,02568 0,002679 0,009949
Sikap 0,03937 0,0311 0,1495** 0,2517**
Tindakan 0,2581** 0,0183 0,08417** 0,01072
Keterangan : ** Normal
d. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis untuk mengukur peningkatan pengetahuan, sikap dan
tindakan mengenai antibiotika sebelum dan sesudah intervensi dengan metode
seminar dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan menggunakan
program R 3.1.2. Nilai p-value menentukan hasil pengujian yang dilakukan
bermakna atau tidak. Hasil dikatakan signifikan jika nilai p-value < 0,05.
H. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2014 sampai dengan bulan
Februari 2015. Penelitian dilakukan pada pukul 19.00-21.00 WIB
I. Pelaksanaan Intervensi Seminar
Intervensi seminar dilakukan kepada pria dewasa dengan rentang usia
26-45 tahun. Dalam pelaksanaan peserta yang hadir sebanyak 40 orang, dengan
narasumber seorang yang berkompeten dalam bidang obat-obatan dalam hal ini
adalah seorang apoteker. Narasumber yang digunakan adalah seorang apoteker
yang bernama Paulina Maya Octasari S.Farm.,Apt. Beliau merupakan seorang
dengan memperkenalkan maksud dari penelitian yang dilakukan, kemudian
peneliti membagikan kuesioner pre-intervention dan meminta responden untuk
mengisi surat persetujuan penelitian dan mengisi pernyataan yang tertera pada
kuesioner, kemudian mengembalikan kuesioner yang telah diisi kepada fasilitator.
Setelah kuesioner dikembalikan, nara sumber mulai menjelaskan tentang
antibiotika kepada responden yang diakhiri dengan forum diskusi antara
narasumber dan responden, dimana dalam forum diskusi tersebut responden diberi
kesempatan untuk bertanya tentang hal yang tidak dimengerti mengenai
antibiotika. Setelah selesai diskusi, fasilitator membagikan kuesioner post-
intervention kepada responden untuk diisi, kemudian responden mengembalikan
kuesioner yang telah diisi kepada fasilitator.
J. Pengambilan Data Post-Intervention Bulan Pertama dan Kedua Setelah
Intervensi Seminar
Post-intervention bulan pertama dan kedua setelah diberi intervensi
seminar dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan perilaku dari
responden seetelah dilakukan intervensi seminar. Post-intervention bulan pertama
dan bulan kedua sesudah dilakukan intervensi seminar dilakukan dengan cara
peneliti mengikuti pertemuan yang dilakukan oleh masyarakat kelurahan Klitren
yang diadakan setiap minggu kedua dalam 1 bulan.
K. Kelemahan Penelitian
Penelitian ini hanya memaparkan karakteristik demografi tanpa
responden tentang antibiotika sehingga tidak diketahui faktor-faktor yang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian yang sesuai dengan urutan
tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik demografi responden,
mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap mengenai antibiotika sebelum dan
sesudah responden diberikan intervensi, mengidentifikasi tindakan penggunaan
antibiotika sebelum dan sesudah responden diberi intervensi.
A. Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik demografi responden dalam penelitian ini meliputi usia,
tingkat pendidikan, dan status pekerjaan.
1. Usia
Semakin muda usia seseorang, semakin sedikit pengalaman yang dimiliki
seseorang. Pengalaman yang sedikit akan sangat berkaitan dengan pengetahuan
seseorang. Pengetahuan seseorang akan semakin rendah apabila pengalaman yang
diperolehnya semakin sedikit. Begitupun sebaliknya, dengan bertambahnya usia
seseorang maka pengalaman akan semakin banyak dan dapat berpengaruh pada
bertambahnya pengetahuan (Sarwono, 2008). Salah satu kriteria responden dalam
[image:53.595.101.509.280.550.2]penelitian ini yaitu pria yang berusia 26-45.
Tabel VI menunjukkan jumlah responden terbanyak dalam penelitian ini
berdasarkan usia adalah dari rentang usia 26-35 dengan jumlah sebanyak 22
responden (55%). Sedangkan rentang usia dengan jumlah responden yang paling
Perolehan data mengenai jumlah responden dalam penelitian ini sesuai
dengan data yang dikeluarkan oleh BPS Kota Yogyakarta, dimana pada tahun
2014 jumlah penduduk laki-laki dengan rentang usia 26-35 tahun memiliki jumlah
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki yang
berusia 36-45 tahun.
2. Karakteristik pekerjaan
Pekerjaan sangat berhubungan dengan status ekonomi. Masyarakat
dengan jenis pekerjaan yang memiliki tingkat penghasilan yang tinggi , biasanya
kebutuhan akan kesehatan lebih terpenuhi. Menurut Berardi (2006), rendahnya
status ekonomi akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan serta status
kesehatan dari seseorang.
Pada tabel VI menunjukkan jumlah responden dalam penelitian
berdasarkan karakteristik pekerjaan. Jumlah responden yang paling banyak berada
pada jenis pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 15 responden.
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang ditentukan oleh peneliti adalah
responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir minimal sekolah dasar
(SD), responden dengan tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi jurusan
kesehatan serta sekolah menengah farmasi tidak masuk dalam karakteristik
responden dalam penelitian ini. Hal ini ditentukan untuk menghindari kebiasan
dari hasil penelitian ini karena responden yang memiliki tingkat pendidikan
terakhir Perguruan Tinggi jurusan kesehatan telah mengetahui mengenai
Tingkat pendidikan responden yang dipilih oleh peneliti terdiri dari 4
tingkatan yaitu : Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT). Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya
(Widianti,2007).
Berikut ini merupakan distribusi persentase tingkat pendidikan pria
dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Berdasarkan tabel VI, dapat
dilihat bahwa jumlah responden dengan pendidikan terakhir SD sebesar 15%,
SMP sebesar 20%, SMA sebesar 55% dan responden dengan pendidikan terakhir
Perguruan Tinggi berjumlah 10%. Jumlah responden terbanyak berdasarkan
tingkat pendidikan terakhir adalah SMA sebanyak 22 orang (55%). Hal ini sesuai
dengan data yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2013 bahwa tingkat pendidikan
terakhir penduduk DIY terbanyak yaitu SMA dengan jumlah 3.595 jiwa. Jumlah
persentase responden pria dewasa berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat
pada tabel VI.
Marvelaos (2012) juga menemukan hal yang sama pada penelitiannya
bahwa persentase pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden
(bapak-bapak) di Kecamatan Gondokusuman paling banyak yaitu SMA. Menurut Wawan
dan Dewi (2011) pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi berupa
hal-hal yang menunjang kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pendidikan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang individu akan pola hidup terutama dalam
memotivasi pengambilan sikap untuk memperoleh kondisi sehat. Tingkat
berdasarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, program wajib belajar
sembilan tahun merupakan pendidikan minimal atau pendidikan dasar yang
[image:56.595.102.505.212.534.2]meliputi tingkat SD sampai dengan tingkat SMP (Supradi, 2012).
Tabel VI. Gambaran Karakteristik Responden Kecamatan Gondokusuman Karakteristik
Demografi
Kategori Jumlah Responden
Usia (tahun) 26-35 tahun 22
36-45 tahun 18
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil 6
Karyawan Swasta 11
Wiraswasta 15
Buruh 8
Pendidikan Akhir SD 6
SMP 8
SMA 22
Perguruan Tinggi 4
B. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Sebelum Dilakukan Intervensi
1. Pengetahuan responden mengenai antibiotika sebelum intervensi
Dalam penelitian ini, proses pengukuran tingkat pengetahuan mengenai
antibiotika diukur melalui 20 pernyataan yang terdiri dari definisi antibiotika, cara
penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antbiotika, cara memperoleh
antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, dan resistensi antibiotika. Data yang
diambil untuk menggambarkan tingkat pengetahuan responden mengenai definisi
antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antbiotika, cara
memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, dan resistensi antibiotika
Tingkat pengetahuan responden digolongkan menjadi 3 yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Responden dianggap mempunyai tingkat pengetahuan rendah
apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner <56%, responden
dianggap mempunyai tingkat pengetahuan sedang apabila mampu menjawab
pernyataan dalam kuesioner 56-75%, responden dianggap mempunyai tingkat
pengetahuan tinggi apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner
76-100%.
Hasil penelitian sebelum diberikan intervensi seminar 20 responden
(50%) memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, 19 responden (47,5%)
memiliki tingkat pengetahuan yang sedang dan 1 responden (2,5%) memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi.
2. Sikap responden mengenai antibiotika sebelum intervensi
Dalam penelitian ini, proses pengukuran tingkat sikap mengenai
antibiotika diukur melalui 10 pernyataan yang terdiri dari motivasi belajar dan
pemilihan penggunaan antibiotika yang tepat. Data yang diambil untuk
menggambarkan tingkat sikap responden mengenai motivasi belajar dan
pemilihan penggunaan antibiotika yang tepat sebelum diberi intervensi seminar
diperoleh dari kuesioner pre-intervention.
Tingkat sikap responden digolongkan menjadi 3 yaitu rendah, sedang dan
tinggi. Responden dianggap mempunyai sikap rendah apabila mampu menjawab
pernyataan dalam kuesioner <56%, responden dianggap mempunyai sikap sedang
dianggap mempunyai sikap tinggi apabila mampu menjawab pernyata