i
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA LANJUT DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA
DENGAN METODE CBIA SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi
Oleh :
Yohana Mutiara Sakti NIM :118114124
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2015
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab karena-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt, M.Kes., Ph. D., Apt sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan naskah ini
2. Bapak Drs. H. Mardjuki selaku Camat di Kecamatan Umbulharjo yang membantu dalam hal perizinan dan informasi
3. Bapak Antonius Suyudi selaku Ketua Komisi Lansia Sukmo Wicoro yang telah membantu jalannya penelitian
4. Anggota Komisi Lansia Sukmo Wicoro Kecamatan Umbulharjo sebagai responden yang telah berperan dalam penelitian ini
5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian naskah ini
6. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mendukung pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini
7. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian
Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 6 Juli 2015 Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
PRAKATA vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv INTISARI xvii ABSTRACT xviii BAB I PENGANTAR 1 A. Latar Belakang 1 1. Rumusan masalah 3 2. Keaslian penelitian 3 3. Manfaat penelitian 5 B. Tujuan Penelitian 6 1. Tujuan umum 6 2. Tujuan khusus 6
ix
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA 8
A. Pengetahuan 8
1. Pengertian 8
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 8
3. Cara pengukuran pengetahuan 9
B. Sikap 11
1. Pengertian 11
2. Tingkatan sikap 11
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap 12
4. Cara pengukuran sikap 14
C. Tindakan 15
1. Pengertian 15
2. Tingkatan tindakan 15
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan 15
3. Cara pengukuran tindakan 16
D. Upaya Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 16
1. Metode ceramah 17
2. Metode diskusi 17
3. Metode demonstrasi 18
4. Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) 18
E. Uji Validitas Instrumen 21
F. Uji Reliabilitas 22
x
1. Pengertian antibiotika 23
2. Mekanisme kerja antibiotika 23
3. Prinsip umum penggunaan antibiotika 23
4. Resistensi 24
F. Landasan Teori 25
G. Hipotesis 26
BAB III METODE PENELITIAN 27
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian 27
B. Variabel dan Definisi Operasional 27
1. Variabel 27
2. Definisi operasional 28
C. Lokasi Penelitian 30
D. Instrumen Penelitian 30
E. Subyek Penelitian 33
F. Tata Cara Penelitian 34
1. Studi pustaka 34
2. Analisis situasi 34
3. Teknik sampling 34
G. Pembuatan Kuesioner 37
1. Validitas instrumen 37
2. Uji pemahaman bahasa 37
3. Uji reliabilitas 39
xi I. Management Data 42 1. Editing 42 2.Processing 42 3. Cleaning 42 J. Analisis Hasil 43 1. Uji normalitas 43 2. Uji hipotesis 44 K. Keterbatasan Penelitian 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46
A. Karakteristik Demografi Responden 46
B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Usia Lanjut Mengenai
Antibiotika Sebelum CBIA 48
C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Usia Lanjut Mengenai
Antibiotika Sesudah CBIA 49
D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Sebelum dan
Sesudah CBIA 51
1. Pengetahuan 51
2. Sikap 53
3. Tindakan 56
E. Dinamika Proses Kegiatan CBIA 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61
A. Kesimpulan 61
xii
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN 67
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan
Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan 32
Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan 33 Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan
Tindakan 33
Tabel IV. Item Kuesioner yang Sulit Dipahami dalam Uji Pemahaman
bahasa 39
Tabel V. Hasil Uji Normalitas 44
Tabel VI. Hasil Uji Hipotesis 45
Tabel VII. Karakteristik Demografi Responden 47
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Rancangan Penelitian Kelompok CBIA 27
Gambar 2. Bagan Pemilihan Responden 36
Gambar 3. Uji Reliabilitas Kuesioner pada Aspek Pengetahuan 40
Gambar 4. Uji Reliabilitas Pada Aspek Sikap 41
Gambar 5. Uji Reliabilitas Pada Aspek Tindakan 41
Gambar 6. Prosentase Jumlah Responden Aspek Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan pada Saat Pre 49
Gambar 7. Prosentase Jumlah Responden Tergolong Tinggi (Aspek Pengetahuan) dan Baik (Aspek Sikap dan Tindakan) pada Post I,
Post II, dan Post III 51
Gambar 8. Prosentase Jumlah Responden Aspek Pengetahuan Tergolong Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III
53 Gambar 9. Prosentase Jumlah Responden Aspek Sikap Tergolong Tinggi,
Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III 55 Gambar 10. Prosentase Jumlah Responden Aspek Tindakan Tergolong Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pre, Post I, Post II, dan Post III 58
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 68
Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian 69
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian I 70 Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian II 71
Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (1) 72
Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (2) 73
Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (3) 74
Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta CBIA (4) 75
Lampiran 6. Informed Concent 76
Lampiran 7. Uji Validitas Kuesioner Aspek Pengetahuan (1) 77 Lampiran 7. Uji Validitas Kuesioner Aspek Pengetahuan (2) 78
Lampiran 8. Uji Validitas Kuesioner Aspek Sikap 79
Lampiran 9. Uji Validitas Kuesioner Aspek Tindakan (1) 80 Lampiran 9. Uji Validitas Kuesioner Aspek Tindakn (2) 81 Lampiran 10. Uji Validitas Kuesioner Aspek Pengetahuan 82 Lampiran 11. Uji Validitas Kuesioner Aspek Sikap dan Tindakan 83 Lampiran 12. Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan (1) 84 Lampiran 12. Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan (2) 85
Lampiran 13. Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap 86
Lampiran 14. Uji Pemahaman Bahasa Aspek Tindakan 87 Lampiran 15. Kuesioner Penelitian Pre Intervensi, Post I, Post II, dan Post III 88 Lampiran 16. Uji Reliabilitas Aspek Pengetahuan 92
xvi
Lampiran 17. Uji Reliabilitas Aspek Sikap 93
Lampiran 18. Uji Reliabilitas Aspek Tindakan 94
Lampiran 19. Uji Normalitas Shapiro-wilk Aspek Pengetahuan 95 Lampiran 20. Uji Normalitas Shapiro-wilk Aspek Sikap 96 Lampiran 21. Uji Normalitas Shapiro-wilk Aspek Tindakan 97 Lampiran 22. Uji Hipotesis Wilcoxon Aspek Pengetahuan 98
Lampiran 23. Uji hipotesis Wilcoxon Aspek Sikap 99
Lampiran 24. Uji Hipotesis Wilcoxon Aspek Tindakan 100
Lampiran 25. Foto Kegiatan CBIA 101
xvii
INTISARI
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait antibiotika adalah dengan metode CBIA. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan pengetahuan,sikap,dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time series yaitu pre,post I,post II dan post III. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling melibatkan 31 responden yang memenuhi kriteria inklusi.
Jumlah responden aspek pengetahuan kategori tinggi mengalami peningkatan pada pre-post I dari 6 orang menjadi 19 orang,pre-post II dari 6 orang menjadi 17 orang,pre-post III dari 6 orang menjadi 16 orang. Jumlah responden aspek sikap kategori baik mengalami peningkatan pada pre-post I dari 7 orang menjadi 22 orang,pre-post II dari 7 orang menjadi 19 orang,pre-post III dari 7 orang menjadi 17 orang. Jumlah responden aspek tindakan kategori baik mengalami peningkatan pada pre-post I dari 4 orang menjadi 21 orang, pre-post I dari 4 orang menjadi 19 orang, pre-post III dari 4 orang menjadi 17 orang. Hasil uji hipotesis dengan Wilcoxon menunjukkan p-value <0,05. Kesimpulan penelitian ini CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria lanjut usia dalam penggunaan antibiotika yang tepat.
xviii
ABSTRACT
Improper use of antibiotics is caused due to lack of knowledge, attitudes and practice about antibiotic. One way to improve knowledge, attitude and practice of the community related antibiotic is with the CBIA method. The purpose of this research was to improve elderly men’s knowledge, attitudes and practice about antibiotic with the CBIA method.
This research is quasi experimental research with time series design pre, post I, post II and post III. Sampling done in a purposive sampling involves 31 participants.
The number of participants in good level of knowledge increased on pre-post I from 6 to 19 people, pre-pre-post II from 6 to 17 people, pre-pre-post III from 6 to 16 persons. The number of participants in good level of attitude increased on pre-post I from 7 to 22 people, pre-pre-post II from 7 to 19 people, pre-pre-post III from 7 to 17 people. The number of participants in good level of practice increased on pre - post I from 4 to 21 people, pre - post I from 4 to 19 people, pre-post III from 4 to 17 people. Hypothesis test results with Wilcoxon shows the p-value < 0,05. The conclusions of this research is CBIA method can improve knowledge, attitudes, and practice of elderly men in antibiotics use properly.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Antibiotika merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi. Penggunaan antibiotika perlu diperhatikan supaya bakteri dapat dihambat atau dibunuh secara maksimal dan tidak menimbulkan resistensi. Obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan dengan resep dokter. Fakta di negara berkembang menunjukan anak-anak terkena diare akut yang menerima oralit dan antibiotika yang tidak semestinya diberikan mencapai 40%, penderita malaria yang menerima anti malaria sesuai rekomendasi hanya 50%, penderita pneumonia secara tepat diterapi dengan antibiotika hanya 50%-70%, penderita ISPA mengkonsumsi antibiotika dengan tidak tepat mencapai 60% (Buku Panduan Peringatan Kesehatan Sedunia, 2011). Menurut survei di beberapa rumah sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat dijumpai penggunaan antibiotika untuk indikasi yang tidak jelas, penggunaan dibawah dosis terapi, cara pemberian yang salah, serta waktu dan lama pemberian antibiotika yang tidak memadai. Hasil survei menunjukkan 63,5% masyarakat tidak mengetahui aturan pakai antibiotika dan sebesar 52,4% masyarakat tidak mengetahui adanya resistensi antibiotika (Suhadi dan Sutama, 2005). Akibatnya resistensi banyak terjadi, sehingga dibutuhkan antibiotika generasi baru untuk melawan bakteri.
Banyaknya resistensi yang ditemui membuat Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi kekebalan obat terhadap kuman
didunia menurut WHO tahun 2009 (Sedyaningsih, 2011). Penggunaan antibiotika yang tidak rasional sering kali disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang antibiotika, cara penggunaan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan karena penyalahgunaan maupun penggunasalahannya.
Melihat fakta tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang penggunaan antibiotika di kalangan masyarakat. Penelitian ini ditujukan kepada usia lanjut. Pria usia lanjut relatif kurang peduli dengan kesehatan dibandingkan perempuan usia lanjut (Anna dan Chandra, 2011). Masyarakat usia lanjut yang dipilih adalah berjenis kelamin pria, sebab tingkat pengetahuan pria terhadap antibiotika cenderung lebih rendah dari pada wanita, hal itu karena pria usia lanjut biasanya lebih pasif dalam mengikuti seminar ataupun penyuluhan tentang kesehatan. Penelitian dilakukan di Kecamatan Umbulharjo sebab kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak di Yogyakarta yaitu 60.255 jiwa. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika di Kecamatan Umbulharjo adalah 64% (Kusuma, 2011).
Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif). Metode ini dipilih karena peneliti dapat melihat secara langsung perkembangan dari obyek yang diteliti. Dalam metode ini peserta juga dapat secara aktif mengikuti kegiatan dalam kelompok-kelompok yang telah dibentuk, sehingga informasi yang didapatkan akan lebih mudah diingat. Kekhasan metode ini adalah dengan memanfaatkan paguyuban maupun perkumpulan yang begitu banyak di masyarakat (Suryawati, 2012). Hasil uji yang
dilakukan oleh Pusat Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat (Suryawati, 2012), menunjukkan bahwa metode CBIA lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah konvensional.
1. Rumusan masalah
a. Seperti apakah karakteristik demografi pria usia lanjut Kecamatan Umbulharjo?
b. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut mengenai penggunaan antibiotika sebelum menerima CBIA? c. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia
lanjut mengenai penggunaan antibiotika setelah menerima CBIA? d. Apakah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan
tindakan pria usia lanjut tentang penggunaan antibiotika?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah peneliti lakukan, “Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pria Usia Lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang Antibiotika dengan Metode CBIA” belum pernah dilakukan. Penelitian terkait dengan penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya ialah :
a. Efektifitas Metode Cara Belajar Insan Aktif untuk Diabetes Melitus (CBIA-DM) dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Pola Hidup Sehat pada Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 di Yogyakarta Indonesia oleh Hartayu (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan metode CBIA-DM dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada
para penyandang diabetes mellitus tipe 2. Subyek penelitian tersebut adalah para penyandang diabetes melitus tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang antibiotika dengan implementasi metode CBIA. Penelitian ini menambahkan variabel tindakan dan menggunakan subyek penelitian pria usia lanjut dengan umur ≥ 46 tahun, dan penelitian ini diadakan pada tahun 2014. b. Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penggunaan
Antibiotika dengan Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) di Kabupaten Jember oleh Rossetyowati (2012). Penelitian ini bertujuan dengan mengadopsi metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penggunaan antibiotika secara tepat dan membuka wacana untuk tidak melakukan pengobatan sendiri dengan antibiotika. Subyek penelitian tersebut adalah ibu-ibu yang tergabung dalam PKK Kecamatan Sumbersari (populasi diintervensi) dan Patrang (populasi kontrol). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah dengan mengadopsi metode CBIA dalam penelitian ini dapat mempengaruhi peningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penggunaan antibiotika yang tepat. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang antibiotika dengan implementasi metode CBIA. Penelitian ini diadakan di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta, menggunakan subyek
penelitian pria usia lanjut dengan umur ≥ 46 tahun dan diadakan pada tahun 2014.
c. Peningkatan Pengetahuan dan Perilaku Siswa SMA di Kota Metro dalam Swamedikasi Common Cold dengan metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) oleh Noerdianningsih (2014). Penelitian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa SMA di Kota Metro dalam swamedikasi common cold dengan metode CBIA, serta mengetahui perbedaan keefektifan metode CBIA dan metode ceramah dalam swamedikasi common cold pada siswa SMA di Kota Metro. Subyek penelitian tersebut adalah siswa SMA di Kota Metro Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang antibiotika dengan implementasi metode CBIA. Penelitian ini diadakan di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta, menggunakan subyek penelitian pria usia lanjut dengan umur ≥ 46 tahun dan diadakan pada tahun 2014.
3. Manfaat
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta tentang antibiotika sebagai upaya dalam menurunkan kejadian resistensi antibiotika
b. Secara praktis
1) Bagi masyarakat (Responden)
a) Masyarakat lebih cermat menentukan sikap dan tindakan dalam menggunakan antibiotika
b) Menurunkan kemungkinan terjadi resistensi 2) Bagi peneliti
Dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan materi edukasi sehubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika
3) Bagi pemerintah
Sebagai sumber informasi mengenai pelayanan pemberian informasi obat antibiotika kepada masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Meningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi pria usia lanjut Kecamatan Umbulharjo
b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang penggunaan antibiotika sebelum menerima CBIA
c. Mengukur tingkat, pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut tentang penggunaan antibiotika sesudah menerima CBIA
d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria usia lanjut sebelum dan sesudah CBIA
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengetahuan 1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Faktor yang mempengaruhi proses belajar ini berupa faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Secara garis besar domain tingkat pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi (Notoatmodjo, 2005).
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa pendidikan, pekerjaan, informasi dan umur. Faktor eksternal berupa lingkungan dan sosial budaya (Dewi dan Wawan, 2010).
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Dewi dan Wawan, 2010).
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi dan Wawan, 2010).
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi apabila ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Hendra, 2011).
Lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Dewi dan Wawan, 2010).
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Dewi dan Wawan, 2010).
3. Cara pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2009).
Tahu (Know), merupakan kemampuan menghafal, mengingat, mengulang informasi, yang pernah diberikan sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. “Tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah (Notoatmodjo, 2009).
Memahami (Comprehension), diartikan sebagai kemampuan untuk menginterpretasikan atau mengulang informasi dengan bahasa sendiri secara benar tentang objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2009).
Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan menggunakan informasi, teori, situasi, dan mengenai bagian-bagian serta hubungan dengan kondisi sebenarnya (Notoatmodjo, 2009).
Analisis (Analysis), diartikan sebagai kemampuan menjabarkan materi yang didalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat berdasarkan penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,dan mengelompokkan (Notoatmodjo, 2009).
Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan mengumpulkan komponen guna membentuk suatu pola pemikiran baru (Notoatmodjo, 2009).
Evaluasi (Evaluation), diartikan sebagai kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2009).
Menurut Arikunto (cit., Wawan dan Dewi, 2010) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes / kuesioner tentang objek pengetahuan yang akan diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu tinggi jika hasil presentase 76%-100%, sedang jika hasil presentase 56%-75%, dan rendah jika hasil presentase <56%.
B. Sikap 1. Pengertian sikap
Sikap definisikan ke dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran menurut para ahli psikologi sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Perasaan tersebut dapat mendukung/memihak (favorable) maupun tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Kedua, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli selain pada kerangka pemikiran pertama sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu jika individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Ketiga, kelompok pemikiran yang berorientasi pada skema triadik, dimana sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2007).
2. Tingkatan sikap
Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu : a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban ketika ditanya kemudian mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan adanya usaha untuk menjaab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan (terlepas dari pelajaran itu benar atau salah) bearti bahwa seseorang (subjek) menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang mungkin timbul
(Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional (Azwar, 2007).
Pengalaman pribadi. Pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis akan menghasilkan tanggapan dan penghayatan. Tanggapan adalah salah satu dasar terbentuknya sikap. Jika seseorang tidak memiliki pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi tersebut
akan menjadikan penghayatan akan pengalaman yang mendalam dan lebih lama membekas (Azwar, 2007).
Pengaruh orang lain yang diangap penting. Secara umum, seseorang cenderung mempunyai sikap yang searah (konformis) dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini disebabkan oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut (Azwar, 2007).
Pengaruh kebudayaan. Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh sikap seseorang dalam menghadapi masalah. Kebudayaan mewarnai sikap seseorang dalam masyarakat, sebab kebudayaan pulalah yang memberikan corak pengalaman kepada individu-individu anggota masyarakat (Azwar, 2007).
Media massa. Pengaruh media massa tidak sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun media massa juga memiliki peranan yang cukup besar dalam prosses pembentukan dan perubahan sikap (Azwar, 2007).
Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sisetm yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap karena keduanya memiliki dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu (Azwar, 2007).
Pengaruh faktor emosional. Ada kalanya suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2007).
4. Cara pengukuran sikap
Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan informan terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan beberapa teknik pengukuran yaitu Skala Thrustone (Method of Equel-Appearing Interval ), Skala Likert (Method of Summateds Ratting), Un obstructive Measure, Multidimensional Scaling, atau dengan pengukuran Involuntary Behavior (Pengukuran terselubung) (Azwar, 2011).
Skala Likert selain digunakan untuk pengukuran sikap juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran persepsi dan pendapat seseorang akan suatu kejadian atau fenomena. Skala Likert terdiri atas pernyataan positif dan negatif (Budiman dan Riyanto, 2013).
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam bersikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu (Azwar, 2011).
Pengukuran sikap dapat dikategorikan sama seperti pengetahuan, yaitu dikatakan baik jika skornya 76-100%, dikatakan sedang jika skornya 56-75%, dan dikatakan buruk jika skornya <56% (Arikunto, 2006).
C. Tindakan 1. Pengertian tindakan
Tindakan adalah respon individu yang dapat diamati dan memiliki frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak disadari serta merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010).
2. Tingkatan tindakan
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu persepsi (perception), respon terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), dan adopsi (adoption). Persepsi (perception) merupakan mengenal dan memilih berbagai objek yang sehubungan dengan tindakan yang diambil. Respon terpimpin (guided response), indikator untuk tingkatan tindakan yang kedua ini adalah individu dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Mekanisme (mechanism) adalah tindakan tingkat tiga dengan indikator jika seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu yang sudah merupakan kebiasaan. Tindakan tingkat empat adalah adopsi (adoption) yang merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut telah dimodifikasi namun tidak mengurangi kebenaran tidakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tindakan (perilaku) kesehatan menurut teori Lawrence Green ditentukan oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana, 2009).
Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi, norma sosial, budaya dan sosio-demografi (Maulana, 2009).
Faktor pendorong (enabling factor). faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku atau tindakan. Hal ini dapat berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan (Maulana, 2009).
Faktor penguat (reinforcing factors), faktor yang memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan (Maulana, 2009).
4. Cara pengukuran tindakan
Tindakan dapat diukur dengan pengamatan (observasi), namun dapat dilakukan juga dengan wawancara dengan pendekatan (recall) atau mengingat kembali perilaku responden beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran tindakan dapat dikategorikan sama seperti pengetahuan dan sikap, yaitu dikatakan baik jika skornya 76-100%, dikatakan sedang jika skornya 56-75%, dan dikatakan buruk jika skornya <56% (Arikunto, 2006).
D. Upaya Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah metode ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat, panel, bermain peran, demonstrasi, simposium, dan seminar.
Masing-masing metode tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan (Notoatmodjo, 2003).
1. Metode ceramah (preching method)
Metode ceramah (preaching method) merupakan metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah orang yang umumnya mengikuti secara pasif. Metode ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu membuat peserta menjadi pasif, mengandung unsur paksaan kepada peserta, mengandung sedikit daya kritis peserta, untuk peserta dengan tipe belajar visual dapat lebih susah menerima pelajaran dibandingkan dengan peserta dengan tipe belajar audio, sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar peserta, jenuh jika terlalu lama. Kelebihan metode ceramah antara lain dapat diikuti peserta dalam jumlah besar, mudah dilaksanakan, serta pendidik mudah menerangkan banyak bahan ajar dalam jumlah besar (Simamora, 2008).
2. Metode diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang berkaitan dengan pemecahan masalah (problem solving). Tujuan metode ini adalah mengajak peserta untuk aktif dan berfikir kritis dan mengekspresikan pendapat secara bebas, sehingga dapat diambil beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah. Kelebihan metode diskusi adalah menyadarkan peserta bahwa banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah, menyadarkan peserta bahwa dengan berdiskusi akan diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan peserta untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya, serta memupuk sikap toleransi peserta. Metode ini juga mempunyai kelemahan, yaitu
tidak dapat digunakan untuk kelompok besar, informasi yang didapat peserta terbatas, orang-orang yang suka berbicara cenderung akan menguasai, dan biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Simamora, 2008).
3. Metode demonstasi
Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan memperagakan kejadian, benda, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun menggunakan media yang relevan dengan materi. Kelebihan metode ini adalah membantu peserta memahami suatu proses atau kerja suatu benda agar lebih jelas, mempermudah pendidik untuk menjelaskan, menjadi pembenaran apabila terjadi kesalahan pada saat ceramah dengan pengamatan dan contoh konkret yang disajikan dengan objek yang sebenarnya. Kelemahan metode ini adalah terkadang peserta sukar melihat dengan jelas benda yang akan diperagakan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, jika pengajar kurang menguasai apa yang didemonstrasikan maka peserta juga akan sulit untuk memahami (Simamora, 2008).
4. Cara Belajar Insan Aktif (CBIA)
Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) merupakan metode penyampaian informasi obat dengan melibatkan subjek secara aktif yaitu mendengar, melihat, menulis dan melakukan evaluasi tentang pengenalan jenis obat dan bahan aktif yang dikandung serta informasi lain seperti indikasi, kontra indikasi, dan efek samping. Metode ini digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para ibu dalam memilih obat. CBIA secara signifikan efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan mengurangi penggunaan obat-obatan di rumah tangga (Suryawati, 2012).
Tujuan CBIA adalah meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat menelaah informasi secara kritis dan mandiri dalam mencari informasi obat, sehingga swamedikasi menjadi lebih aman dan efisien (Suryawati, 2012)
Hasil ujicoba ini menunjukkan bahwa CBIA tidak hanya meningkatkan pengetahuan, namun juga mengubah perilaku belanja obat secara lebih selektif dengan mempertimbangkan bahan aktifnya (Suryawati, 2012).
Dalam pelaksanaan CBIA, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 6 - 8 orang. Lamanya kegiatan ini dibatasi maksimal 4 jam. Masing-masing kelompok terdapat satu fasilitator dan satu ketua kelompok. Fasilitator bertugas memfasilitasi jalannya diskusi, sedangkan ketua kelompok mencatatat hasil diskusi dan pertanyaan yang belum terjawab selama diskusi. Fasilitator dianjurkan tidak mendominasi diskusi, kecuali jika dinamika kelompok tidak berkembang. Narasumber sebaiknya seorang farmasis atau dokter, sedangkan fasilitator sebaiknya mahasiswa fakultas farmasi atau kedokteran. (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).
Berikut merupakan tata cara kegiatan CBIA. Kegiatan CBIA dibagi ke dalam 3 tahap. Kegiatan I dan II dilakukan dalam kelompok memakan waktu 2-3 jam tergantung dinamika kelompok, sedangkan kegiatan III dilakukan secara individu di rumah. Dalam kegiatan I setiap kelompok mendapatkan 1 paket obat sebagai peraga. Mereka diminta mengamati kemasan obat supaya dapat mengenali nama dagang, bahan aktif, kekuatan bahan aktif, dan bahan utama maupun
tambahan pada obat kombinasi. Setelah itu peserta diminta mengelompokkan obat berdasarkan jenis bahan aktif (bukan berdasarkan indikasi). Hasil-hasil pengamatan tersebut didiskusikan dengan dipimpin oleh ketua kelompok dan bila perlu dibantu narasumber. Diskusi tersebut diharapkan menyadarkan peserta bahwa:
a. Informasi dalam kemasan obat lebih lengkap dari pada iklan
b. Berbagai macam obat yang ada dipasaran sebagian besar isi bahan aktifnya sama atau hampir sama baik sirup maupun tablet
c. Perlu adanya perhatian pada perbedaan atau persamaan kandungan zat aktif antara sediaan untuk orang dewasa dan anak-anak
d. Walaupun harga obat bervariasi namun kandungan isinya sama, untuk tujuan promotif sering kali nama bahan aktif ditulis dengan nama sinonim yang tidak banyak dimengerti oleh kaum awam
e. Sangat mungkin ditemukan “keanehan” pada produk yang dalam aktifitas sehari-hari mungkin tidak diperhatikan.
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). Kegiatan tahap II bertujuan supaya peserta berlatih mencari informasi yang terdapat dalam kemasan obat. Informasi yang dicari akan menjadi dasar dalam melakukan self medication, informasi-informasi tersebut adalah nama bahan aktif, indikasi, aturan penggunaan, efek samping, dan kontraindikasi. Pada kegiatan ini disediakan lembar kerja sesuai dengan kebutuhan untuk mencatat informasi-informasi tersebut. Pencarian informasi dilakukan secara bersama-sama dengan dipimpin ketua kelompok. Walaupun dilakukan bersama-sama dalam
kelompok namun masing-masing peserta harus mencatat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).
Kegiatan tahap III bertujuan untuk memupuk keberanian peserta mencari informasi sendiri, namun sebelumnya harus dipastikan dahulu bahwa lembar kerja kegiatan tahap II sudah terisi dengan baik. Peserta diminta mencatat informasi-informasi seperti pada kegiatan tahap II, namun pada obat-obatan yang ada di rumah masing-masing. Setelah selesai memberikan penjelasan kegiatan tahap III diskusi diakhiri dengan rangkuman oleh narasumber serta memberikan pesan untuk memperkuat intervensi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).
E. Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana suatu tes benar-benar dapat mengukur atribut psikologis yang hendak diukurnya (Supratiknya, 2014). Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (Contet Validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui Professional Judgement, dalam penelitian ini ahli yang dimaksud adalah apoteker sehingga nilai yang akan diukur tidak keluar dari batasan tujuan (Azwar, 2007). Prosedur pengujian validitas isi setidaknya melibatkan dua orang yang ahli di bidangnya. Pengujian terhadap item ini mencakup tahapan penentuan relevansi antara item dengan tujuan pembuatan instrumen, penilaian relevansi antara item dengan konten yang dirumuskan dalam objektif penelitian, dan pemberian komentar serta penentuan
keputusan suatu item yang sudah dipercaya mampu merepresentasikan konten domain secara adekuat (Waltz dkk., 2010).
F. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemampuan alat ukur untuk menghasilkan hasil pengukuran yang sama ketika dilakukan pengukuran secara berulang (Swarjana, 2012).
Pengukuran yang reliabel adalah suatu pengukuran yang dapat menghasilkan data dengan Reliabilitas tinggi. Hasil suatu pengukuran akan dapat dipercaya. Uji reliabilitas dilakukan bersamaan sesuai tata cara penelitian uji kualitas instrumen. Uji kualitas instrumen ini meliputi uji reliabilitas dan seleksi item. Seleksi item dilakukan untuk mendapatkan nilai α yang lebih baik. Langkah pertama dalam seleksi item adalah dengan menghilangkan item yang memiliki korelasi negatif sesuai dengan interpretasi yang mengatakan bahwa pernyatan tersebut mengalami “kerusakan” dan tidak dapat digunakan dalam pengukuran (Azwar, 2011).
Cara lainnya untuk menemukan item yang harus dihilangkan adalah dengan melihat koefisien korelasi item yang mendekati 0 (Tavakol dan Dennick, 2011).
G. Antibiotika 1. Pengertian antibiotika
Secara terminologis antibiotika terdiri dari 2 kata yaitu anti yang artinya lawan dan bios yang artinya hidup, sehingga antibiotika merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh mikroba (dapat berupa bakteri maupun fungi) yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, namun memiliki toksisitas yang relatif kecil bagi manusia (Tjay, 2010; Nugroho, 2012).
2. Mekanisme kerja antibiotika
Antibiotik memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan membunuh bakteri (bakteriostatik). Antibiotika dengan kemampuan bakterostatik harus mencapai konsentrasi penghambatan minimum (MIC = Minimum Inhibitory Concentration), sedangkan antibiotika yang memiliki kemampuan bakteriosidal harus mencapai konsentrasi bakterisidal minimum (MBC = Minimum Bactericidal Concentration). Pemantauan dilakukan pada penggunaan antibiotika bakterisidal, sebab biasanya konsentrasi obat jauh lebih tinggi. Pemantauan diperlukan untuk mengetahui apakah terjadi toksisitas obat. Beberapa mekanisme kerja antibiotika yaitu penghambatan sintesis dinding sel, pengubahan permeabilitas membran, penghambatan sintesis protein, dan mengganggu metabolisme selular (Setiabudy, 2008).
3. Prinsip umum penggunaan antibiotika
Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis,
dan waspada terhadap efek samping antibiotika yang dalam arti konkritnya adalah pemberian resep yang tepat atau sesuai indikasi, penggunaan dosis yang tepat, lama pemberian obat yang tepat, interval pemberian obat yang tepat, aman pada pemberiannya, terjangkau oleh penderita (Kimin, 2009).
Obat-obat antibiotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek dan harus diminum sampai habis walaupun kondisi pasien sudah membaik. Antibiotika sisa dari pengobatan sebelumnya tidak boleh digunakan tanpa persetujuan dokter. Jika tetap digunakan, mungkin antibiotika tidak dapat bekerja maksimal dan jika berfungsi pun belum tentu dapat melemahkan atau membunuh semua bakteri yang ada dalam tubuh (American Academy of Family Pysicians, 2009)
Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi masalah yang penting di seluruh dunia. Salah satunya adalah terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika. Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien (Kimin, 2009).
4. Resistensi
Resistensi merupakan kemampuan alami kuman untuk melindungi diri dari efek mematikan antibiotika. Dahulu hanya Stafilococci dan E. Coli saja yang mempunyai kemampuan ini, namun sekarang hampir semua bakteri dapat mengalami resistensi. Resistensi ada dua macam yaitu resistensi bawaan dan resistensi didapat. Resistensi bawaan merupakan resistensi terhadap suatu obat sebelum bakteri kontak dengan antibiotika tersebut. Sedangkan resistensi didapat
merupakan resistensi pada bakteri yang pernah sensitif dengan suatu antibiotika. Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika diakibatkan karena produksi enzim yang dapat menginaktivasi obat, penurunan pengambilan obat kembali (drug uptake), perubahan tempat ikatan (drug binding site), dan perkembangan jalur metabolik alternatif (Nugroho, 2012; Neal, 2006; Tjay, 2010).
H. Landasan Teori
Bertambahnya angka resistensi disebabkan oleh maraknya penggunaan antibiotika yang kurang tepat di dalam masyarakat. Hal itu disebabkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penggunaan antibiotika masih kurang. Untuk mengurangi angka resistensi perlu dilakukan upaya dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penggunaan antibiotika.
Pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat ditingkatkan dengan beberapa metode, salah satu metode yang cukup efektif adalah metode CBIA. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Suryawati (2012), CBIA dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggunakan obat dan mengurangi penggunaan jumlah obat yang tidak diperlukan di rumah tangga.
Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan karena pada saat CBIA responden dibagi kedalam beberapa kelompok kecil yang terdiri atas 6-8 orang, sehingga suasana diskusi akan lebih efektif. Responden akan belajar secara mandiri dan saling berbagi pengalaman mengenai antibiotika.
Oleh karena itu, setelah intervensi CBIA pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika akan lebih tinggi jika dibandingkan sebelum menerima intervensi CBIA.
I. Hipotesis
Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan yang signifikan pada pria lanjut usia setelah mengikuti CBIA tentang antibiotika.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu karena penelitian ini meniru kondisi eksperimental murni semirip mungkin akan tetapi tidak semua variabel yang relevan dapat dikendalikan dan dimanipulasi (Azwar, 2012). Rancangan penelitian yang digunakan adalah time series dengan pengambilan data secara berulang dan prospektif (Notoatmodjo, 2012).
Gambar 1. Model Rancangan Penelitian Kelompok CBIA
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel
a. Variable bebas : CBIA
b. Variabel tergantung : tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria lanjut usia mengenai antibiotika
c. Variabel pengacau terkendali : informasi yang didapatkan lansia pria sebelumnya baik secara formal maupun informal, seperti mengikuti kursus, seminar, sekolah, penyuluhan
Pretest Intervensi
d. Variabel pengacau tak terkendali : informasi yang didapatkan lansia pria sebelum mengikuti CBIA yang dapat berasal dari penjelasan dokter atau melalui media (televisi, radio, internet, surat kabar)
2. Definisi Operasional
a. Pria usia lanjut dalam penelitian ini adalah pria berusia ≥46 tahun yang tergabung dalam Komisi Lansia Sukmo Wicoro Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta
b. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman responden mengenai antibiotika dan digolongkan berdasarkan nilai yang diperoleh responden setelah mengisi kuesioner. Penggolongan tingkat pengetahuan yang digunakan adalah
1) Tinggi, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 12-15 atau mampu menjawab 76-100% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
2) Sedang, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 8-11 atau mampu menjawab 56-75% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
3) Rendah, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah <8 atau mampu menjawab <56% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
c. Sikap yang dimaksud adalah respon yang diberikan oleh responden terkait penggunaan antibiotika yang dapat digolongkan berdasarkan kuesioner yang telah diisi responden serta menggunakan skala Likert sebagai skala
pengukuran. Nilai maksimal sikap adalah 40, dan nilai terendahnya adalah 10. Sikap digolongkan kedalam dalam 3 kategori, yaitu
1) Baik, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 31-40 atau mampu menjawab 76-100% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
2) Cukup, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 22-30 atau mampu menjawab 56-75% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
3) Kurang, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah <22 atau mampu menjawab <56% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
d. Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan responden tentang antibiotika. Untuk mengukur tindakan peneliti menggunakan kuesioner dengan skala Likert sebagai skala pengukuran. Nilai maksimal sikap adalah 40, dan nilai terendahnya adalah 10. Tindakan digolongkan menjadi 3 kategori yaitu
1) Baik, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 31-40 atau mampu menjawab 76-100% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
2) Cukup, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah 22-30 atau mampu menjawab 56-75% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
3) Kurang, jika skor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner adalah <22 atau mampu menjawab <56% pertanyaan pada kuesioner dengan benar
e. Pre adalah pengambilan data sebelum intervensi CBIA. Post I adalah pengambilan data sesaat setelah intervensi CBIA di hari yang sama. Post II adalah pengambilan data satu bulan setelah intervensi CBIA. Post III adalah pengambilan data dua bulan setelah intervensi CBIA . Semua data diambil dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pendopo Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Kecamatan ini terdiri dari tujuh kelurahan yaitu Kelurahan Semaki, Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Tahunan, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan.
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner yang akan diisi oleh responden. Kuesioner berisi 35 daftar pernyataan mengenai pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, serta pengertian umum resistensi antibiotika. Pertanyaan pada kuesioner ini terbagi menjadi dua hal yaitu :
Bagian ini berisi mengenai fakta-fakta data demografi responden yang ada pada saat pengisian kuesioner. Bagian ini diantaranya terdiri dari nama responden, umur responden, jenis kelamin, pekerjaan responden, pendidikan terakhir responden, nomor telepon responden, alamat lengkap (RT/RW) responden, kelurahan, dan kecamatan tempat responden tinggal.
2. Pertanyaaan informatif
Pertanyaan informatif digunakan untuk mencari tahu informasi atau pengetahuan responden mengenai antibiotika. Pertanyaan informatif kuesioner pada penelitian ini berjumlah 35 soal yang mewakili beberapa jenis pertanyaan dan pernyataan. Aspek yang terkandung dalam kuesioner adalah sebagai berikut :
a. Aspek Pengetahuan terdiri dari 15 item pernyataan. Pokok bahasan pada item-item ini meliputi pengertian umum mengenai definisi, cara penggunaan antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, aturan penggunaan antibiotika, pengertian umum resistensi, dan antibiotika.
b. Aspek Sikap terdiri dari 10 item pernyataan yang terbagi dalam 5 item favorable dan 5 item unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini meliputi peresepan antibiotika, penggunaan antibiotika, penyimpanan antibiotika, pemilihan menggunakan, antibiotika, sumber informasi, dan tempat memperoleh.
c. Aspek Tindakan juga terdiri dari 10 item pernyataan yang terbagi dalam 5 item favorable dan 5 item unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini meliputi memutuskan mengkonsumsi, antibiotika, pemberian antibiotika,
penggunaan antibiotika, pemakaian antibiotika, alergi, kepatuhan, dan peresepan.
Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Penilaian kuesioner untuk aspek pengetahuan sebanyak 15 soal, responden diminta untuk memilih jawaban “YA” dan “TIDAK”, sedangkan untuk aspek sikap dan tindakan, responden diberikan 4 pilihan jawaban yaitu jawaban
Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan
Favorable Unfavorable
Pengetahuan
a. Definisi - 1
b. Cara Penggunaan Antibiotika 5 11 c. Cara Memperoleh Antibiotika 8, 10 - d. Tempat Memperoleh Antibiotika - 12, 14 e. Aturan Penggunaan Antibiotika 15, 16 9, 17 d. Pengertian Umum Resistensi
Antibiotika 7, 19 18, 20 Jumlah 7 8 Sikap a. Peresepan Antibiotika 5 1 b
.
Penggunaan Antibiotika 8 2 c. Penyimpanan Antibiotika - 3 d. Pemilihan Menggunakan Antibiotika - 4 e. Sumber Informasi 7, 6 - f. Tempat Memperoleh 9 10 Jumlah 5 5 Tindakan a. Memutuskan Mengkonsumsi Antibiotika - 1 b. Penggunaan Antibiotika 2 6c. Aturan Pakai Antibiotika - 3
d. Pemakaian Antibiotika 4 -
e. Alergi 5 -
f. Kepatuhan 10, 7 9
g. Peresepan 8 -
STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju). Masing-masing jawaban mempunyai nilai sebagai berikut.
Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor
Ya 1
Tidak 0
Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan
Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan
Skor Pernyataan Favorable Skor Pernyataan Unfavorable SS (Sangat Setuju) 4 1 S (Setuju) 3 2 TS (Tidak Setuju) 2 3
STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah lansia pria berumur 46 tahun keatas (Depkes RI, 2009). Dengan latar belakang pendidikan bukan dari kesehatan, yang bisa baca tulis dan bersedia mengikuti kegiatan CBIA di Kecamatan Umbulharjo. Kriteria eksklusi untuk subyek penelitian adalah pria dengan umur kurang dari 46 tahun, tidak mengikuti CBIA hingga akhir, tidak ditemukan tempat tinggalnya pada saat post II, dan tidak bisa ditemui (pergi keluar kota dalam waktu lama) pada saat post II.
F. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka
Penelitian dimulai dengan studi pustaka yaitu membaca literatur-literatur dan jurnal yang berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang antibiotika serta angka kejadian terjadinya resistensi antibiotika.
2. Analisis situasi
Penentuan lokasi peneliti dilakukan dengan survei ke beberapa kecamatan yang ada di Yogyakarta. Setelah itu dipilih lokasi yang penduduknya memenuhi kriteria sebagai subyek uji dalam penelitian ini. Pada akhirnya didapatkan Kecamatan Umbulharjo.
Etical Clearance dalam penelitian ini dilakukan melalui inform concern yang diisi oleh responden dan perizinan sebelum penelitian dilakukan. Perizinan dimulai dari mencari surat izin dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, kemudian menyerahkan surat izin ke kecamatan, kelurahan, hingga ke komisi lansia. Permintaan izin tempat penelitian diurus di kantor kecamatan. Informasi mengenai data penduduk diperoleh dari ketua Komisi Lansia Sukmo Wicoro.
3. Teknik sampling
Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling jenis purposive sampling dimana pemilihan sampel dilakukan atas pertimbangan tertentu. Teknik nonprobability sampling adalah salah satu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sagiyono,
2012). Dalam lingkup penelitian sosial, pengujian instrumen sebaiknya melibatkan 30-40 responden (Effendi dan Tukiran, 2012).
Penelitian ini ditujukan kepada pria lanjut usia sehingga muncul pertimbangan untuk mengambil responden dari sebuah komisi lansia di Kecamatan Umbulharjo yang memiliki anngota aktif cukup banyak. Didapatkan kelompok Komisi Lansia Sukmo Wicoro, lalu peneliti mengundang 50 anggota aktif untuk mengikuti CBIA namun responden yang hadir 43 orang. Dari 43 orang yang hadir, 39 orang mengikuti acara sampai selesai. Setelah pengecekan kuesioner ternyata ada 3 sampel yang dieklusi karena umurnya kurang dari 46 tahun, sehingga untuk penyebaran kuesioner selanjutnya ditentukan sampel sebanyak 36 orang. Pada post I, 1 responden tidak ditemukan tempat tinggalnya dan 4 responden pergi keluar kota dalam jangka waktu yang lama sehingga jumlah sampel menjadi 31. Pada post II jumlah sampel sebanyak 31 orang. Berikut merupakan gambar bagan pemilihan responden.
Gambar 2. Bagan Pemilihan Responden
Keseluruhan pria usia lanjut yang hadir dan mengikuti CBIA (13 Desember 2014) (pre)─43 responden
Tidak memenuhi kriteria/eksklusi umur dibawah 46 tahun─3
responden
tidak mengikuti CBIA sampai akhir─4 responden
Pria usia lanjut berumur ≥46 tahun, dengan latar pendidikan bukan dari kesehatan, yang bisa baca tulis dan bersedia mengikuti CBIA sampai akhir (post I)─36 responden
Post II
Tidak ditemukan tempat tinggalnya─1 responden Pergi keluar kota─4
responden
Jumlah responden post II─31 orang
G. Pembuatan Kuesioner
Kuesioner dikembangkan dari kuesioner yang pernah digunakan dari penelitian sebelumnya. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika. Sebelum digunakan kuesioner harus melewati beberapa uji yaitu
1. Validitas instrumen
Pada penelitian ini, validitas yang dilakukan adalah validitas isi (content). Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang telah dikembangkan dari penelitian sebelumnya, sehingga telah divalidasi oleh beberapa expert. Kuesioner penelitian ini divalidasi kembali oleh dosen Fakultas Farmasi sekaligus seorang apoteker yang ahli di bidang obat-obatan. Terdapat beberapa pernyataan yang harus direvisi pada uji validitas pertama, yaitu nomor 2, 9, 13, dan 19 pada aspek pengetahuan. Pada aspek sikap nomor 4, 7, 10, dan 11, sedangkan untuk aspek tindakan nomor 1, 2, dan 5.
Kuesioner yang sudah direvisi kemudian di uji validitas kembali untuk kedua kalinya. Pernyataan yang harus direvisi untuk aspek pengetahuan adalah nomor 3, 9, 15, dan 16, untuk aspek sikap pernyataan yang harus direvisi adalah nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, sedangkan untuk aspek tindakan sudah baik. Hasil uji validitas kuesioner ditampilkan pada Lampiran 6 sampai 8.
2. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa kuesioner dilakukan dengan mengujikan kuesioner yang telah dibuat kepada lay people namun bukan yang berlokasi di tempat penelitian. Lay people yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria inklusi,
yaitu pria berusia 46 tahun keatas (pria lanjut usia) dengan latar belakang pendidikan bukan dari kesehatan. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap maksud atau tujuan pernyataan yang dibuat oleh peneliti.
Peneliti melakukan uji pemahaman bahasa terhadap 30 orang di Bank BTPN Karanganyar. Berdasarkan hasil uji pemahaman bahasa, ditemukan beberapa item yang sulit dimengerti oleh beberapa orang. Pernyataan – pernyataan tersebut kemudian diperbaiki susunan kalimat dan pemilihan katanya supaya dapat dipahami oleh semua orang. Menurut Budiman dan Riyanto (2013), untuk menghindari kalimat yang rumit hendaknya pernyataan dituliskan dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan langsung. Kalimat yang mudah dipahami akan membantu responden dalam memahami maksud pernyataan kuesioner. Setelah item-item pernyataan diperbaiki kemudian dilakukan uji pemahaman bahasa yang kedua.
Pada uji pemahaman bahasa kedua, tidak ditemukan item pernyataan yang sulit dipahami oleh 30 orang yang mengisi kuesioner, sehingga kuesioner dapat dilanjutkan ke tahap uji Reliabilitas. Tabel IV berikut merupakan item-item pernyataan yang sulit dipahami oleh responden pada saat uji pemahaman bahasa yang pertama. Kuesioner yang dipakai untuk uji pemahaman bahasa dapat dilihat pada lampiran 12, 13, dan 14.
Tabel IV. Item Kuesioner yang Sulit Dipahami dalam Uji Pemahaman bahasa
No Aspek Item Revisi
1 Pengetahuan
15. jika terjadi resistensi antibiotika saya masih bisa meminum antibiotika yang sama
Dihapus dan diganti pernyataan lain
2 Sikap 8. antibiotika harus diminum secara teratur tidak boleh terputus-putus
Dihapus dan diganti pernyataan lain
3 Tindakan 7. Saya akan mengatur nada pengingat agar tidak lupa minum antibiotika
Kata “nada pengingat” diganti dengan kata “alarm”
3. Uji Reliabilitas instrumen
Uji reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada 30 responden yang memiliki kriteria inklusi mirip dengan subyek penelitian, namun tidak dilakukan dalam lokasi penelitian. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi dari instrumen. Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach-Alpha. Jika nilai α > 0,6 maka kuesioner dinyatakan reliabel (Budiman dan Riyanto, 2013). Peneliti mengambil 30 responden dari nasabah Bank BTPN di jalan Kaliurang yang memenuhi kriteria inklusi. Pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan program statistik R 2.14.0., untuk mendapatkan nilai α yang lebih baik dilakukan pula seleksi item. Pengerjaan seleksi item dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kedua teori tersebut.
Pada aspek pengetahuan sebelum dilakukan seleksi item (20 pernyataan) menghasilkan α sebesar 0,717, namun setelah seleksi item α yang diperoleh adalah 0,654. Pada aspek sikap dan tindakan masing-masing diperoleh α sebesar 0,692 dan 0,603. Aspek sikap dan tindakan tidak dilakukan seleksi item. Rincian uji reliabilitas aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan disajikan dalam gambar berikut ini.
Gambar 3. Uji Reliabilitas Kuesioner pada Aspek Pengetahuan Seleksi item Pengurangan item nomor 3 (Point Biserial : 0.0058) Uji reliabilitas 20 item α : 0,717
Uji reliabilitas 19 item α : 0.724
Uji reliabilitas 18 item α : 0,735
Uji reliabilitas 17 item α : 0.746
Uji reliabilitas 16 item α : 0.709 Seleksi item Pengurangan item nomor 13 (Point Biserial : 0.0482) Seleksi item Pengurangan item nomor 6 (Point Biserial : 0.1434) Seleksi item Pengurangan item nomor 4 (Point Biserial : 0.6649) 15 item α : 0.654 Seleksi item Pengurangan item nomor 2 (Point Biserial : 0.6962)
Gambar 4. Uji Reliabilitas Pada Aspek Sikap
Gambar 5. Uji Reliabilitas Pada Aspek Tindakan
H. Penyebaran Kuesioner
Penyebaran kuesioner dilakukan saat dilakukan kegiatan CBIA pada kelompok komisi lansia yaitu, sebelum (pre test) dan sesudah (post test) intervensi (CBIA). Kuesioner diisi sendiri oleh responden. Kemudian dilakukan follow up berupa pemberian kuesioner satu bulan (post I) dan dua bulan (post II) setelah intervensi. Follow up dilakukan dengan mendatangi responden yang telah hadir pada saat CBIA kemudian kuesioner diisi oleh responden. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui apakah pengetahuan responden dapat bertahan, meningkat atau menurun.
Uji reliabilitas 10 item α : 0,692
Reliabel
Uji reliabilitas 10 item α : 0,603
I. Manajemen Data
1. Editing
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kuesioner hasil penelitian terkait kelengkapan isi jawaban dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang telah diiisi dan dikembalikan responden tidak semua digunakan dalam analisis data. Hanya kuesioner yang telah terisi lengkap dan kuesioner dengan responden yang memenuhi kriteria inklusi saja yang digunakan.
Pada penelitian ini, terkumpul sebanyak 39 kuesioner pre dan 39 kuesioner post. Jumlah kuesioner dari responden yang memenuhi kriteria inklusi ada 36, namun ketika post I dan post II masing-masing hanya terkumpul 31 kuesioner. Jadi jumlah kuesioner yang dianalisis adalah 31.
2. Processing
Pada tahap ini pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan angka dari setiap item pernyataan yang dijawab oleh responden, kemudian dilakukan pengelompokkan item pernyataan. Pengelompokan item pernyataan dalam kuisioner berdasarkan pada variabel-variabel yang akan diteliti dalam hal ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengelompokan data tersebut dikerjakan pada program Microsoft Excel.
3. Cleaning
Data yang sudah dimasukkan ke program Microsof Excel dan R 2.14.0 diperiksa kembali kebenarannya.
J. Analisis Hasil 1. Uji normalitas
Sebelum dilakukan analisis untuk mencari korelasi antar kedua variabel penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas. Uji normalitas yang dilakukan pada data penelitian ini guna mengetahui apakah data dalam penelitian ini normal atau tidak.
Pengujian normalitas pada data ini dengan menggunakan statistic nonparametric yaitu dengan menggunakan teknik Shapiro-Wilk. Menurut Istyastono (2012), uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk, dimana hipotesis null-nya (H0) adalah “data terdistribusi normal” dan hipotesis alternatifnya (H1)
adalah “data tidak terdistribusi normal”, memakai taraf kepercayaan 95%. Jika nilai p (p-value) <0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, dan sebaliknya jika nilai
p (p-value) ≥0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Data yang diuji normalitasnya adalah ketiga aspek yang ada di pre, post I, post II, dan post III. Uji normalitas dilakukan dengan bantuan aplikasi perangkat lunak statistik R 2.14.0. Dari hasil uji normalitas ditemukan satu data yang normal, yaitu data pengetahuan pre. Hal ini disebabkan karena sebelum diberikan intervensi CBIA, mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuannya tergolong sedang dan rendah. Setelah intervensi CBIA, banyak responden yang tingkat pengetahuannya bertambah dengan pesat mencapai kategori tinggi, namun masih ada beberapa responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tergolong rendah. Hal ini menjadikan data tidak normal sesudah intervensi. Pada tabel V ditampilkan hasil uji normalitas setiap aspek.