BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
PERBANDINGAN PENYERTAAN MENURUT KUHP DAN HUKUM ISLAM
C. Perbandingan Unsur-Unsur Turut Serta dan Penyertaan Langsung
Menurut Loebby Loqman ada 2 unsur-unsur medeplegen yaitu:156 1. Harus ada kerja sama dari setiap peserta.
Dalam ikut serta, para peserta menyadari akan dilakukannya suatu tindak pidana. Mereka sadar bahwa mereka bersama-sama akan melakukan tindak pidana. Dalam membentuk kesadaran kerja sama, itu tidak harus jauh sebelum dilakukannya tindak pidana. Dalam membentuk kesadaran kerja sama itu tidak harus jauh sebelum dilakukannya tindak pidana, jadi tidak perlu ada sebelumnya suatu perundingan untuk merencanakan tindak pidana. Kesadaran kerjasama diantara para peserta dapat terjadinya pada saat terjadinya peristiwa.
2. Kerja sama dalam tindak pidana harus secara pisik.
Semua peserta dalam ikut serta harus bersama-sama secara pisik melakukan tindak pidana. Namun tidak perlu semua peserta memenuhi secara persis seperti apa yang termuat dalam unsur tindak pidana.
Menurut Jam Remmelink unsur-unsur medeplegen yaitu:157
1. Adanya kerja sama yang disadari (dengan kata lain kesengajaan untuk melakukan kerja sama yang harus dibuktikan keberadaannya). Hal ini memngimplikasikan bahwa harus dibuktikan adanya dua bentuk kesengajaan dalam delik-delik kesengajaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh sejumlah pelaku (keikutsertaan), yaitu:
a. Kesengajaan (untuk memunculkan) akibat delik. b. Kesengajaan untuk melakukan kerja sama.
156
Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Op. Cit., h. 57.
157
2. Pelaksanaan tindak pidana secara bersama-sama.
Berdasarkan pemaparan para ahli di atas dapat disimpulkan beberapa unsur penyertaan turut serta dalam KUHP yaitu:
1. Kesepakatan para peserta
Kesepakatan para pihak dapat meunjukkan kesaamaan niat para pelaku. Dengan demikian maka para peserta dapat diminta pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban yang diterapkan kepada para peserta satu sama lain adalah sama.
2. Pelaksanaan tindak pidana secara pisik.
Dalam turut serta, para peserta mempunyai perannya masing-masing secara pisik dalam mewujudkan suatu tindak pidana. Artinya tidak ada auctor intelektualis seperti pada penganjuran.
Menurut hukum Islam unsur pada penyertaan langsung yaitu: 1. Kerjasama yang dilakukan harus secara pisik.
2. Kerja sama dapat direncanakan atau terjadi secara kebetulan.
Jika diperhatikan secara seksama hampir mirip unsur pada turut serta dan penyertaan langsung. Yaitu kerja sama yang dilakukan secara pisik untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pada penyertaan langsung niat para peserta bisa sama atau berbeda. Sedangkan pada turut serta niat para peserta adalah sama. Jika ada perbedaan niat, atau niat hanya timbul pada salah satu peserta maka termasuk dalam pembantuan.
Hukum Islam tidak mengenal pembantuan. Hukum Islam hanya mengenal penyertaan langsung dan tidak langsung.
Dengan demikian bahwa hukum Islam sangat menganggap penting posisi peserta dalam melakukan suatu tindak pidana. Apakah peserta itu terlibat secara langsung atau tidak langsung. Misalnya saja dalam hukum positif, pada menganjurkan, maka hukuman si penganjur adalah sama dengan yang dianjurkan. Sedangkan pada hukum Islam misalkan orang yang dianjrkan terkena hukuman
hudud, maka penganjur hanya dihukum ta’zir.
Mengapa hukum Islam lebih meringankan penganjur karena hukum Islam menganggap bahwa seharusnya orang yang dianjurkan masih bisa berpikir untuk menuruti kemauan penganjur atau tidak. Jika saja sudah ada niat buruk dari orang dianjurkan dan ia tidak jadi melakukan tindak pidana maka Allah pun memberinya pahala. Seperti hadis berikut ini:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadis yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barang siapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan
barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allah menuliskannya sebagai satu kesalahan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka).
D. Perbandingan Unsur-Unsur Menganjurkan dan Penyertaan Tidak
Langsung
Pada dasarnya unsur penganjuran dengan penyertaan tidak langsung adalah sama yaitu adanya peserta yang tidak terlibat secara pisik. Namun cara yang ditempuh pada penganjuran menurut hukum positif telah ditentukan secara limitatif oleh nndang-undang, yaitu dalam Pasal 55 ayat (1) angka 2 yang berbunyi “mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”
Sedangkan pada hukum Islam cara mewujudkannya berdasarkan pendapat para fuqaha yaitu dengan cara sebagai berikut.
1. Persepakatan
Persepakatan bisa terjadi karena adanya saling pengertian dan kesamaan kehendak untuk melakukan suatu jarimah.
2. Suruhan atau Hasutan (tahridl)
Menyuruh atau menghasut adalah membujuk orang lain untuk melakukan suatu jarimah dan dengan bujukan tersebut mendorong dilakukanya jarimah tersebut.
3. Memberi Bantuan (I’anah)
Orang yang memberi bantuan seorang melakuakn jarimah dianggap kawan yang secara tidak langsung telah turut serta dalam melakukan jarimah tersebut. Seperti membantu mengamati jalan untuk memudahkan pencurian bagi orang lain. Dapat terlihat dengan jelas bahwa pembantuan termasuk dalam penyertaan tidak langsung. Dalam hukum Islam tidak disebutkan dengan mendetail tentang cara hasutan yang dilakukan. Karena hukum Islam menganggap bahwa asalkan orang yang dihasut telah tergerak, maka bentuk hasutan tadi telah terwujud. Sedangkan dalam KUHP sangat disebutkan jelas cara hasutan tersebut misalnya dengan jabatan, pemberian atau penyesatan.
E. Kelebihan Dan Kekurangan Penyertaan Menurut KUHP Dan Menurut