• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbankan Syariah di Indonesia 1 Kebijakan Pengembangan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi penelitian perbankan

4.1.4. Perbankan Syariah di Indonesia 1 Kebijakan Pengembangan

Payung hukum adanya perbankan syariah di Indonesia, telah terakomodasi dalam UU No. 7 Tahun 1992 (yang telah dirubah dengan UU No.10 Tahun 1998) tentang Perbankan yang mengakomodasi adanya dual banking system di Indonesia. Selain itu, adanya UU No. 23 Tahun 1999 (yang telah dirubah dengan UU No.3 Tahun 2004) tentang Bank Indonesia, juga menjadi dasar bagi Bank Indonesia untuk dapat mengawasi dan mengatur perbankan termasuk didalamnya perbankan syariah dan menyediakan instrument bank sentral yang memenuhi prinsip syariah. Kemudian, adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± 85% dari 220 juta penduduk Indonesia, memberikan kesempatan bagi berkembangnya secara pesat sektor perbankan syariah di Indonesia, dengan menyajikan alternatif instrumen keuangan dan perbankan kepada nasabah muslim Indonesia. Dalam rangka menangkap kesempatan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral mengembangkan sektor ini, yang juga diharapkan dapat menunjang pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan social masyarakat dan ekonomi Indonesia. Dimana paradigma kebijakan yang diambil antara lain berdasarkan : (i) market driven approach, (ii) gradual approach, dan (iii) fair treatment. Bentuk konkret langkah pengembangan perbankan syariah jangka panjang yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan menyusun Cetak Biru Perbankan Syariah (sampai dengan tahun 2015) yang memuat inisiatif jangka pendek maupun menengah dan jangka panjang, yang searah dengan Arsitektur Perbankan Indonesia 2004 – 2015. Pengembangan perbankan syariah di Indonesia harus tetap dilakukan dalam koridor kehati-hatian dan pemenuhan prinsip syariah. Dalam hal infrastruktur untuk pemenuhan prinsip syariah, Majelis Ulama Indonesia telah membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai satu-satunya pihak/ lembaga yang bisa mengeluarkan fatwa terkait

instrument keuangan syariah di Indonesia dan juga menetapkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di bank dalam rangka meyakini operasional, produk dan jasa bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah telah memenuhi prinsip syariah. Selain melakukan berbagai langkah di dalam negeri terkait pengembangan dan penyediaan prasarana infrastruktur syariah, Bank Indonesia juga terlibat dalam organisasi keuangan syariah internasional seperti Islamic Financial Services Board (IFSB), atau Accounting, Auditing and Organization For Islamic Financial Institution (AAOIFI). Keterlibatan Bank Indonesia tersebut adalah dengan berperan aktif melalui working group yang membahas mengenai Guidance for Islamic Financial Institutions, yang juga telah diaplikasikan untuk hal-hal tertentu kedalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Untuk dapat lebih mengembangkan keuangan dan perbankan syariah di Indonesia dan lebih dapat menarik investor asing, saat ini Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas penyelesaian RUU Perbankan Syariah, RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan paket RUU Perpajakan yang mengatur didalamnya tentang transaksi keuangan syariah.

4.1.4.2 Perkembangan dan Prospek

Perbankan syariah di Indonesia telah tumbuh dan berkembang diatas 65 % berdasarkan compounded annual growth rate (CAGR) pada 4 tahun terakhir dan pangsa pasarnya pada tahun 2006 mencapai 1,60 % dari total aset perbankan nasional, dan diharapkan akan menjadi sekitar 9 – 10 % dari total aset perbankan nasional pada tahun 2011. Sementara perkembangan perbankan syariah pada kurun waktu setahun terakhir yaitu periode 2005 – 2006, dari sisi aset perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 32,8% yoy (Okt’2005 – Okt’2006), dibandingkan pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 9,8%. Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan syariah telah

tumbuh secara signifikan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 39,8% yoy (Okt’2005 – Okt’2006), dibandingkan perbankan nasional yang memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 11,9%. Lalu dari segi pangsa kredit/pembiayaan perbankan di Indonesia, walaupun aset perbankan syariah hanya sebesar 1,5 % dari total perbankan nasional pada akhir tahun 2006, namun pangsa pembiayaan perbankan syariah mencapai sekitar 2,4% (Oktober 2006) dari total kredit/pembiayaan perbankan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa fokus penyediaan dana perbankan syariah adalah lebih banyak ditujukan kepada kredit/pembiayaan dibanding jenis penyediaan dana lainnya. Dilihat dari potensi dan prospek kedepannya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Bank Indonesia pada ± sepertiga dari wilayah kabupaten/kotamadya di Indonesia menunjukkan bahwa ± 42% wilayah berkategori cukup potensial sampai dengan potensial untuk perbankan syariah, serta lebih dari 85% responden menyatakan setuju terhadap penerapan sistem bagi hasil (prinsip syariah) dalam perbankan di Indonesia.

Pengembangan perbankan syariah di Indonesia sebenarnya merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan karena telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI). Alasan lainnya, Indonesia memiliki penduduk yang mayoritas beragama Islam. Apalagi, pengembangan perbankan syariah pada dasarnya, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang selama ini tidak terlayani jasa perbankan konvensional karena masalah keyakinan, terutama yang berkaitan bunga bank. Disampingitu, pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan dalam kerangka peningkatan ketahanan sistem perbankan dan meningkatkan keragaman jasa perbankan. Dalam upaya mendorong pengembangan perbankan syariah nasional, diperlukan usaha untuk memperluas jaringan perbankan syariah pada wilayah-wilayah yang dinilai potensial dan membutuhkan jasa

perbankan syariah. Perluasan jaringan perbankan syariah bersifat market driven, yaitu berdasarkan kebutuhan dan kesediaan bank untuk memberikan jasa syariah. Dalam kaitan itu, diperlukan data dan informasi yang lengkap serta akurat untuk memberikan gambaran kebutuhan dan potensi pengembangan bank syariah.

Potensi tersebut dapat dipandang dari sumber daya dan aktivitas perekonomian suatu wilayah, serta dari pola sikap dan preferensi pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah. Untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi itu, BI bekerja sama dengan lembaga penelitian tiga universitas di Jawa melakukan penelitian mengenai potensi, preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank Syariah di Pulau Jawa. Yaitu, LP-IPB Bogor untuk wilayah Jawa Barat, LP-Undip Semarang untuk wilayah Jateng dan DIY, serta PPBEI-FEUnibraw untuk wilayah Jatim. Tujuan penelitian yang dilakukan November 2000 itu sendiri untuk pemetaan (mapping) potensi pengembangan bank syariah yang didasarkan pada analisis potensi ekonomi dan pola sikap/ preferensi dari pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah. Juga untuk mempelajari karakteristik dan perilaku dari kelompok masyarakat pengguna atau calon pengguna jasa perbankan syariah sebagai dasar penetapan strategi sosialisasi dan pemasaran perbankan syariah.

Menurut surve BI bahwa dari lebih kurang 4.000 responden yang tersebar di empat provinsi, sebagian besar (>95 persen) berpendapat bahwa sistem perbankan penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran transaksi ekonomi. Kesan umum masyarakat tentang bank syariah adalah: (i) identik dengan bank dengan sistem bagi hasil, dan (ii) bank bagi umat Islam. Sebagian wilayah di mana telah beroperasi Bank Muamalat Indonesia (BMI), kesan baik/buruk bank BMI tidak dapat dilepaskan dengan kesan masyarakat tentang bank syariah, meskipun bank-bank syariah baru berdiri termasuk BPR Syariah Masih adanya keraguan akan hukum bunga bank dalam sistem perbankan konvensional, dipandang dari

aspek pemahaman agama, maka diperlukan informasi mengenai pandangan masyarakat mengenai sistem bunga dari aspek pemahaman agama. Beberapa catatan khusus berkaitan dengan persepsi tentang praktik perbankan syariah adalah bahwa sebagian besar responden (94 persen) yang telah diinformasikan mengenai prinsip operasional dan akad perbankan syariah menyatakan bahwa sistem bagi hasil yang menggantikan sistem bunga pada perbankan syariah dapat diterima dan dianggap menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah. Namun demikian, 10.2 persen responden mempunyai pandangan skeptis yang menyatakan bahwa praktik bank syariah sama saja dengan bank konvensional dan 16,5 persen responden menyatakan bahwa bagi hasil dan mark-up dalam prinsip murabaha (jual beli) pada bank syariah sama saja dengan bunga.

Dokumen terkait