• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Bagi Bank Indonesia untuk dapat mengawasi dan mengatur perbankan termasuk didalamnya perbankan syariah dan menyediakan instrument bank sentral yang memenuhi prinsip syariah. Kemudian, adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± 85% dari 220 juta penduduk Indonesia (2006), memberikan kesempatan bagi berkembangnya secara pesat sektor perbankan syariah di Indonesia, dengan menyajikan alternatif instrumen keuangan dan perbankan kepada nasabah muslim Indonesia. Dalam rangka menangkap kesempatan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral mengembangkan sektor ini, yang juga diharapkan dapat menunjang pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan social masyarakat dan ekonomi Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi Perbankan Syariah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu bagai mana pengaruh aset dan tenaga kerja rehadap output Perbankan Syariah di Indonesia serta apakah terjadi Efisiensi pada Perbakan syariah tersebut.

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif berupa pengolahan data menggunakan Eviews versi 5.1. pada pengolahan data digunakan regresi berganda metoda OLS. Data yang digunakan penulis dalam pemelitian ini adalah data skunder yang berasal dari Bank Indonesia yang merupakan data time series tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Hasilnya menunjukkan bahwa dari kedua variabel independent yang di uji yaitu Variabel Total Aset (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Output Perbankan dan Variabel Jumlah Tenaga Kerja (X2) juga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia.

(2)

ABSTRACT

For Bank Indonesia to supervise and regulate banking and Islamic banking including central banks to provide instruments that meet Islamic principles. Then, the potential of Indonesia's Muslim population reaches ± 85% of the 220 million population of Indonesia (2006), provides an opportunity for the rapidly growing Islamic banking sector in Indonesia, by providing alternative financial instruments and banking to customers Muslim Indonesia. In order to capture the occasion, Bank Indonesia as the central bank to develop this sector, which is also expected to support sustainable economic development and social welfare of society and the economy of Indonesia.

This study aims to determine the condition of Islamic Banking by using the Cobb-Douglas production function, that is how the influence of asset and labor output rehadap Islamic Banking in Indonesia, and whether there Efficiency Improvement in the shariah. Data analysis was done by quantitative analysis of data processing using Eviews version 5.1. the data processing used OLS regression method. Data used in pemelitian author is secondary data from Bank Indonesia, which is time series data from 2008 to 2010. The results show that the coefficient of determination (R²) is equal to 0.96 which means that the independent variables (Assets, and Number of Workers) to give an explanation to the dependent variable (output) equal to 96%, while the remaining 0.04% is explained by other variables that are not included in estimation model. F-count> F-table (477.01> 5.17). which means that the Total Assets and Total Manpower overall significant effect on output of Islamic Banking in Indonesia at 99% confidence level.

(3)

ABSTRAK

Bagi Bank Indonesia untuk dapat mengawasi dan mengatur perbankan termasuk didalamnya perbankan syariah dan menyediakan instrument bank sentral yang memenuhi prinsip syariah. Kemudian, adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± 85% dari 220 juta penduduk Indonesia (2006), memberikan kesempatan bagi berkembangnya secara pesat sektor perbankan syariah di Indonesia, dengan menyajikan alternatif instrumen keuangan dan perbankan kepada nasabah muslim Indonesia. Dalam rangka menangkap kesempatan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral mengembangkan sektor ini, yang juga diharapkan dapat menunjang pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan social masyarakat dan ekonomi Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi Perbankan Syariah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu bagai mana pengaruh aset dan tenaga kerja rehadap output Perbankan Syariah di Indonesia serta apakah terjadi Efisiensi pada Perbakan syariah tersebut.

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif berupa pengolahan data menggunakan Eviews versi 5.1. pada pengolahan data digunakan regresi berganda metoda OLS. Data yang digunakan penulis dalam pemelitian ini adalah data skunder yang berasal dari Bank Indonesia yang merupakan data time series tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Hasilnya menunjukkan bahwa dari kedua variabel independent yang di uji yaitu Variabel Total Aset (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Output Perbankan dan Variabel Jumlah Tenaga Kerja (X2) juga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia.

(4)

ABSTRACT

For Bank Indonesia to supervise and regulate banking and Islamic banking including central banks to provide instruments that meet Islamic principles. Then, the potential of Indonesia's Muslim population reaches ± 85% of the 220 million population of Indonesia (2006), provides an opportunity for the rapidly growing Islamic banking sector in Indonesia, by providing alternative financial instruments and banking to customers Muslim Indonesia. In order to capture the occasion, Bank Indonesia as the central bank to develop this sector, which is also expected to support sustainable economic development and social welfare of society and the economy of Indonesia.

This study aims to determine the condition of Islamic Banking by using the Cobb-Douglas production function, that is how the influence of asset and labor output rehadap Islamic Banking in Indonesia, and whether there Efficiency Improvement in the shariah. Data analysis was done by quantitative analysis of data processing using Eviews version 5.1. the data processing used OLS regression method. Data used in pemelitian author is secondary data from Bank Indonesia, which is time series data from 2008 to 2010. The results show that the coefficient of determination (R²) is equal to 0.96 which means that the independent variables (Assets, and Number of Workers) to give an explanation to the dependent variable (output) equal to 96%, while the remaining 0.04% is explained by other variables that are not included in estimation model. F-count> F-table (477.01> 5.17). which means that the Total Assets and Total Manpower overall significant effect on output of Islamic Banking in Indonesia at 99% confidence level.

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perbankan di Indonesia dihadapkan pada tingkat persaingan yang semakin ketat, oleh karena itu lembaga perbankan perlu meningkatkan kinerja untuk dapat bertahan dalam situasi krisis atau memenangkan persaingan dalam era globalisasi. Pelaku bisnis harus selalu siap menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat. Selain itu usaha perbankan juga dihadapkan pada berbagai macam risiko dalam menjalankan operasinya. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perbankan syariah muncul di Indonesia tahun 1992 yang merupakan hal baru dalam kerangka mekanisme sistem perbankan pada umumnya. Perbankan syariah lahir sebagai alternatif sistem perbankan guna memenuhi harapan yang menginginkan sistem keuangan syariah, yaitu bank yang menerapkan prinsip bagi hasil yang bebas dari riba (bunga). Karakteristik inilah yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional. Perkembangan perbankan syariah saat ini dan kedepan diperkirakan akan memiliki produk dan jasa perbankan yang semakin beragam dan kompleks, sehingga risiko yang dihadapi juga meningkat.

(6)

diterbitkan oleh Bank Indonesia, jika pada tahun 2000 jumlah kantor operasional yang berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas hanya 62 kantor, maka pada akhir desember 2009 telah membengkak menjadi 1.223 Kantor. Perkembangan Perbankan Syariah yang demikian cepatnya tentunya sangat membutuhkan sumber daya insan yang memadai dan mempunyai kompetensi dalam bidang perbankan syariah agar pengembangan tersebut dapat dilakukan secara efektif dan optimal.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan dibutuhkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas serta kualitas yang tinggi, maka untuk itu diperlukan manusia-manusia yang mampu melaksanakan tugas dan kegiatan sebagaimana yang diinginkan perusahaan (Soehardjo,1998:40). Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan (Al-An’am : 56). Salah satu efesiensi didirikannya bank syariah adalah memajukan kesejahteraan manusia yang terletak pada jaminan atas keyakinan, masa depan dan harta milik. Kesejahteraan disini tidak hanya ditujukan untuk kesejahteraan investor semata tetapi juga tenaga kerja didalamnya.

Semakin besar suatu perbankan maka akan semakin besar pula tenaga kerja yang dibutuhkan. Biaya tenaga kerja mempunyai proporsi terbesar dalam biaya, karena itu perusahaan harus meneliti dengan seksama agar tidak terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan tenaga kerja. Mengingat faktor manusia mutlak harus ada dalam perusahaan, bahkan merupakan faktor yang terpenting melebihi faktor-faktor lainnya, maka sudah selayaknya kalau faktor ini mendapatkan perhatian yang lebih dalam manajemennya, agar mereka melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya dengan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, efisiensi dan prestasinya.

(7)

operasional yang berbeda dengan bank konvensional, bank syariah juga dituntut untuk dapat menyalurkan dana dari nasabah yang berlebihan kepada nasabah yang membutuhkan dana secara efektif dan efisien. Efektif lebih memiliki arti sebagai ketepatan pemberian pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan, sedangkan efisien lebih memiliki arti kesesuaian hasil antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan. (Atmawardhana, 2006; 5)

Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan

output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan.

Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Dengan diidetifikasikannya alokasi input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat penyebab ketidakefisiensian. Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang cukup populer, banyak digunakan karena merupakan jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja perbankan. Sering kali, perhitungan tingkat keuntungan menunjukkan kinerja yang baik, tidak masuk dalam kriteria “sehat” atau berprestasi dari sisi peraturan. Sebagaimana diketahui, industri perbankan adalah industri yang paling banyak diatur oleh peraturan-peraturan yang sekaligus menjadi ukuran kinerja dunia perbankan. Berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah diatas peneliti tertarik mengambil judul “ Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia “.

(8)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat ditarik permasalahan yang timbul sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pengaruh Total Aset Terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia?

2. Bagaimanakah Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia?

3. Sejauh mana Tingkat Efesiensi Pada Perbankan Syariah di Indonesia?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan permasalahan diatas, maka hipotesis yang diperoleh adalah:

1. Total Aset berpengaruh positif terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia,

ceteris paribus.

2. Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia, ceteris paribus.

3. Tingkat Efesiensi berpengaruh positif Pada Perbankan Syariah di Indonesia, ceteris

paribus.

1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh total aset terhadap Output Perbankan Syariah di Indonesia.

(9)

3. Untuk Menganalisis Sejauh mana tingkat Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia. Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai masukan Bagi Perbankan Syariah dan pemerintah dalam melaksanakan system perbankan syariah di Indonesia.

b. Memberikan informasi tentang kinerja (tingkat efisiensi) bank syariah di Indonesia.

(10)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian dan Landasan Hukum Bank Syariah

Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank dikenal juga sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Pengertian perbankan menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 7 tahun 1992 adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dalam undang-undang ini tidak terdapat aturan tentang Bank Syariah karena hanya menjelaskan tentang perbankan konvensional, bahkan tidak ada satu katapun yang menyinggung tentang bank syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka undang-undang ini disempurnakan dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam undang-undang ini telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Menurut pasal 1 UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sementara pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip usaha syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Sofyan, 2004:2).

(11)

pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip Bagi Hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip Penyertaan Modal (Musyarakah), prinsip Jual Beli dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip Sewa Murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina) (Sofyan, 2004:3).

Sesuai dengan Ijtima Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diselenggarakan pada tanggal 16 November 2003 dan pada tanggal 16 Desember 2003 mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa bunga termasuk dalam kriteria riba dan riba hukumnya haram. Jadi, karena bank syariah harus sesuai dengan syariah Islam, maka bank syariah harus terhindar dari riba dan hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan syariah.

2.2 Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Menurut Antonio (2004:29) dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan dan lain sebagainya, akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar antara keduanya, antara lain:

a. Akad dan aspek legalitas

Perbankan syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang akan dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad tersebut harus memenuhi ketentuan akad, yaitu:

(12)

 Barang  Harga

 Akad/ijab-qabul

2. Syarat:

 Barang dan jasa harus halal, sehingga transasksi atas barang dan jasa yang haram

menjadi batal demi hukum syariah.  Harga barang dan jasa harus jelas.

Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena berdampak pada biaya

transportasi

 Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh

menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal

Dalam perbankan konvensional, setiap perjanjian berdasarkan hukum positif yang digunakan, tidak perlu memenuhi rukun maupun syarat seperti yang diwajibkan pada perbankan syariah.

a. Lembaga Penyelesaian Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah atau yang dikenal dengan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

(13)

Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan atau garis-garis syariah.

Dewan Pengawas Syariah berada pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektivitas dan setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah ini mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang berfungsi mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam (bank dan lembaga keuangan bukan bank).

c. Bisnis dan usaha yang dibiayai.

Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.

Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya:

a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?

b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat? c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?

(14)

e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau orientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal?

f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?

Sementara dalam perbankan konvensional, apabila setiap ketentuan ataupun persyaratan baik secara yuridis (hukum positif), keuangan dan ketersediaan agunan, maka bisnis atau usaha yang dibiayai dapat dilakukan tanpa harus memastikan apakah proyek tersebut halal atau haram (sesuai atau tidaknya dengan syariah).

d. Lingkungan kerja dan Corporate Culture

Setiap karyawan pada bank syariah harus memiliki sifat dapat dipercaya (amanah), jujur (shiddiq), skillful dan professional yang baik (fathanah) dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal berpakaian dan tingkah laku, para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar (akhlak selalu terjaga).

2.3 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil.

(15)

disepakati bersama. Jadi pada perbankan syariah antara bank dan nasabah mempunyai hubungan dalam bentuk kemitraan (Antonio, 2004:30)

Tabel 1.3 Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil

No Bunga Bagi Hasil

1

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

2

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal)yang dipinjamkan

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan yang berlipat atau ekonomi sedang ”booming”.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5

Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam

(16)

2.4. Fungsi Produksi

Perkembangan atau pertambahan produksi dalam kegiatan ekonomi tidak lepas dari peranan faktor-faktor produksi atau input. Untuk menaikkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan faktor-faktor produksi, para ahli teori pertumbuhan neoklasik menggunakan konsep produksi (Dernberg, 1992; Dornbusch dan Fischer, 1997). Menurut Soedarsono (1998), fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Disebut faktor produksi karena bersifat mutlak, supaya produksi dapat dijalankan untuk menghasilkan produk.

Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang dapat ditunjukan melalui hubungan antar kurva TPP (Total Physical Product) atau kurva TP (Total Produk), kurva MPP (Marginal Physical Product) atau Marjinal Produk (MP), dan kurva APP (Average Physical

Product) atau produk rata-rata dalam grafik fungsi produksi (Miller dan Meiners, 2000).

Fungsi produksi pada suatu perusahaan menggambarkan hubungan antara jumlah keluaran (output) dengan variabel masukan (input) pada suatu waktu tertentu diperusahaan tersebut. Fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, ... , Xn) Dimana:

Y = Output X1 = Input ke–1 X2 = Input ke-2 X3 = Input ke-3 Xn = Input ke-n

(17)

1. Nilai input (X1, X2, X3, ... , Xn) dan output (Q) adalah positif (non negative values). 2. Kuantitas dari input tetap (fixed input) sudah tertentu jumlahnya dan tidak dapat

diubah oleh industri selama periode tertentu.

3. Industri dapat memilih dan menggunakan berbagai kombinasi dari input X1, X2 dan X3 untuk dapat memproduksi tingkat output tertentu, dan jumlah dari kombinasi ini adalah tidak terbatas.

4. Teknologi dalam industri adalah semua informasi teknik tentang semua kombinasi input untuk memproduksi output. Teknologi menyatakan bahwa semua kombinasi input X1, X2 dan X3 dapat dilaksanakan dengan berbagai cara dan karenanya dapat menghasilkan tingkat output yang berbeda-beda.

Fungsi produksi di atas dapat dispesifikasi lebih lanjut dalam bentuk fungsi Produksi: Q = f (K,L)

Dimana: Q = output K = input modal L = input tenaga kerja

Dari fungsi produksi di atas, dapat dihitung total produksi yang dihasilkan (TP = Q), tambahan produksi karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi (Marginal

Physical Product /MP) dan rata-rata output yang dihasilkan per unit faktor produksi (Average

Physical Product /AP).

(18)

Secara matematis TP akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi nilainya sama dengan nol. Turunan TP adalah MP, maka TP maksimum pada saat MP sama dengan nol.

MPL = TP’=

Perusahaan dapat menambah jumlah tenaga kerja selama MP > 0. Jika MP < 0, penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai MP merupakan indikasi terjadinya the Law of Diminishing Return (LDR).

Sementara itu, AP akan maksimum pada saat AP’ = 0. Ini terjadi pada saat AP = MP, dan MP akan memotong AP pada saat nilai AP maksimum.

APL = TP/L

(19)

Gambar 2.7. : Kurva TP, MP, dan AP

Output

MP=0

TP

Tenaga Kerja MP maks

AP

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tenaga Kerja

Tahap I Tahap II Tahap III

(20)

Gambar 2.7. menunjukkan 3 tahapan dalam proses produksi suatu perusahaan. Tahap I terjadi sampai pada saat kondisi AP maksimum. Pada tahap ini, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total maupun produksi rata-rata. Karena itu, hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar dari pada tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan rugi jika berhenti berproduksi pada tahap ini

Pada tahap II, karena berlakunya LDR, baik produksi marginal maupun produksi rata-rata mengalami penurunan. Namun nilai keduanya masih positif. Penambahan tenaga kerja akan menambah produksi total sampai mencapai nilai maksimum.

Sedangkan pada tahap III, perusahaan tidak mungkin melanjutkan produksi lagi karena penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, perusahaan akan berproduksi pada tahap II.

2.5. Efisiensi

Shone Rinald (1981) dalam Nurul Komaryatin (2006) menyatakan bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, yang berartijika ratio output input besar maka efis iensi dikatakan semakin tinggi, dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi output.

(21)

yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal. Harga dalam efisiensi ekonomis tidak dapat dianggap given, karena harga dapat dipengaruhi oleh kebijakan makro.

Suatu perusahaan dikatakan efisien secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu atau memproduksi sejumlah tertentu output menggunakan sumber daya yang minimal, dan perusahaan dalam efisiensi ekonomis menghadapi kendala besarnya harga input, sehingga suatu perusahaan harus dapat memaksimalkan penggunaan input sesuai dengan anggaran yang tersedia. Produsen dapat berproduksi jika,

dimana MP1 adalah produk marjinal faktor produksi tenaga kerja ( L), MPk adalah produk marjinal faktor produksi kapital, dan MPa adalah produksi marjinal faktor A, sedangkan P1,

Pk dan Pa masing-masing adalah harga sumber-sumber tersebut (Farried WM, 1991) dalam

Nurul Komaryatin (2006).

Produsen harus mengkombinasikan faktor produksi seefisien mungkin agar biaya input yang digunakan paling rendah (least cost combination). Dualitas antara produksi dan biaya yang tercermin pada persamaan diatas (2.2) selain menghasilkan produk yang maksimal juga memenuhi persyaratan kombinasi input dengan biaya yang paling rendah (Bi llas, 1992) dalam Nurul Komaryatin (2006).

2.5.1. Efisiensi Teknis

(22)

Farell mengusulkan efisiensi terdiri dari dua komponen yaitu : technical efficiency yang merefleksikan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output maksimum dari serangkaian input yang telah dit entukan, dan allocative efficiency yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk menggunakan berbagai macam input didalam proporsi yang optimal, dimana masing -masing inputnya sudah ditentukan tingkat harga dan teknologi produksinya. Kedua komponen efisiensi ini lalu dikombinasikan yang menghasilkan total economic efficiency.

Pemikiran awal mengenai pengukuran efisiensi dari Farell dimana analisisnya berkenaan dengan ruang input, yang berfokus pada upaya pengurangan input (an

input-reducing focus). Metode ini disebut dengan pengukuran berorientasi input ( input-orientated

measures).

2.5.1.1 Pengukuran Berorientasi Input ( Input Orientated Measure)

(23)

yang merupakan rasio dari QP/0P, yang merupakan penggambaran persentase dari input yang dapat dikurangi. Tingkat efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dari perusahaan pada umumnya diukur dengan menggunakan nilai rasio :

TE = 0Q/0P

persamaan tersebut akan sama dengan persamaan 1 – QP/0P, dimana nilainya berkisar antara nol dan satu, dan karena itu menghasilkan indikator dari derajat technical efficiency dari perusahaan tersebut. Nilai satu mengimplikasikan bahwa perusahaan telah mencapai kondisi efisien secara penuh. Sebagai contoh, titik Q telah mencapai technical efficiency karena ia berada pada kurva isokuan yang efisien.

Dimana: x1 = input pertama, x2 = input kedua, q = output. Jika rasio harga input (diwakili oleh garis AA’) juga telah diketahui, maka titik produksi yang efisien secara alokatif dapat juga dihitung. Tingkat efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE) dari suatu perusahaan yang berorientasi pada titik P dapat didefinisikan sebagai rasio dari :

AE = 0R/0Q

di mana jarak RQ menggambarkan pengurangan dalam biaya produksi yang dapat diperoleh apabila tingkat produksi berada pada titik Q’ yang efisiensi secara alokatif (dan secara

Gambar 2.4

Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif

(24)

teknis), berbeda dengan titik Q yang efisien secara teknis (technical efficient), akan tetapi tidak-efisien secara alokatif (allocatively inefficient).

Total efisiensi ekonomis (total economic efficiency) didefinisikan sebagai rasio dari :

EE = 0R / 0P

dimana jarak dari titik R ke titik P dapat juga diinterpretasikan dengan istilah pengurangan biaya (cost reduction). Perhatikan bahwa produk yang efisien secara teknis dan secara alokatif memberikan makna telah tercapainya efisiensi ekonomis secara keseluruhan.

TE x AE = (0Q/0P) x (0R/0Q) = (0R/0P) = EE

Dimana semua ukuran ketiganya terletak pada daerah yang bernilai antara noldan satu.

2.5.1.2 Pengukuran Berorientasi Output (Output-Orientated Measures)

Pengukuran efisien secara teknis yang berorientasi input, pada dasarnya bisa ditujukan untuk menjawab sebuah pertanyaan; “Sampai seberapa banyaknya kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional tanpa mengubah kuantitas output yang diproduksi ?” dengan kata lain, “Sampai seberapa banyak kuantitas dari output dapat ditambah tanpa mengubah kuantitas input yang digunakan?”. Ini yang disebut pengukuran berorientasi output (output-oriented measure), merupakan kebalikan dari pengukuran berorientasikan input.

Perbedaan antara pengukuran berorientasi input dan output dapat diilustrasikan dengan menggunakan sebuah contoh sederhana yang terdiri dari satu input dan satu output, dalam diatas, diilustrasikan mengenai sebuah fungsi produksi dengan teknologi yang bersifat

decreasing return to scale yang diwakili oleh ƒ(x), dan sebuah perusahaan yang tidak efisien

(25)

output dari efisiensi teknis diwakili oleh rasio CP/CD. Pengukuran yang berorientasi input dan output akan menghasilkan nilai pengukuran yang sama dari efisien si teknis jika berada dalam kondisi constant return to scale (CRS), namun jika berada dalam kondisi decreasing

return to scale (DRS), nilai pengukuran TE tidak akan sama hasilnya. Dalam kasus constant

return to scale (CRS) sebagaimana terlihat dari Gambar 2.5 (b), bahwa AB/AP =CP/CD,

untuk titik P yang tidak efisien (Farell dan Lovell, 1978) dalam Coelli, et al (2005).

Gambar 2.5

Pengukuran Efisiensi Berorientasi Output dan Input serta Return to Scale

Sumber : Farell dan Lovell (1978) dalam Coelli, et al (2005)

Pengukuran tingkat efisiensi berorientasi output ini dapat dianalisis lebih dalam dengan sebuah contoh kasus dimana fungsi produksi melibatkan dua macam output (q1 dan

q2) dan sebuah input tunggal ( x). Jika kita mengasumsikan kondisinya constant return to

scale, maka dapat direpresentasikan tingkat teknologi dengan sebuah kurva unit

(26)

efisien dalam kasus ini terletak dibawah kurva karena ZZ’mewakili batasan atau titik tertinggi dari garis kemungkinan produksi

Gambar 2.6

Efisiensi Teknis dan Alokatif dari Pendekatan berorientasi Output

Sumber : Farell dan Lovell (1978) dalam Coelli, et al (2005) Farell (1978) dalam Coelli, et al (2005) menjelaskan pengukuran efisiensi berorientasikan output dapat didefinisikan sebagaimana yang terilustrasikan dalam Gambar 2.5, dimana jarak A ke B mewakili ketidakefisiensi secara teknis ( technical inefficiency), yang menunjukan arti bahwa jumlah dari output dapat ditingkatkan tanpa memerlukan penambahan input. Oleh sebab itu, sebuah pengukuran efisiensi teknis berorientasikan output adalah merupakan rasio

TE= 0A/0B

dengan revenue efficiency (RE) yang merupakan rasio

RE=0A/0C

Jika diperoleh informasi tentang harga, maka dapat digambarkan sebuah kurva isorevenue yaitu garis DD’ dan mendefinisikan alokatif sebagai,

(27)

dimana mempunyai sebuah interpretasi adanya peningkatan pendapatan ( aincreasing

revenue interpretation ), dimana pada contoh kasus pengukuran efisiensi berorientasi input,

serupa dengan interpretasi adanya pengurangan biaya (cost reducing) dalam kondisi ketidakefisienan yang bersifat alokatif. Lebih lanjut dapat didefinisikan efisiensi ekonomi secara keseluruhan (overall economic efficiency) sebagai hasil dari dua pengukuran efisiensi teknis danefisiensi alokatif.

EE= (0A/0C) = (0A/0B) x (0B/0C) = TE x AE

2.6. Efisiensi Perbankan

Nurul Komaryatin (2006) mengatakan efisiensi perbankan dapat dianalisis dengan efisiensi skala (Scala Efficiency), efisiensi dalam cakupan (Scope Effisiensi), efisiensi teknis (Technical Efficiency) , dan efisiensi lokasi (Allocative Efficiency). Bank dikatakan mencapai efisiensi dalam skala ketika perbankan bersangkutan mampu b eroperasi dalam skala hasil yang konstan (constant return to scale) , sedangkan efisiensi cakupan tercapai ketika perbankan mampu beroperasi pada diversifikasi lokasi. Efisiensi alokasi tercapai ketika bank mampu menentukan berbagai output yang mampu memaksimalkan keuntungan, sedangkan efisiensi teknis merupakan hubungan antara input dengan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output yang maksimal, atau untuk menghasilkan output sejumlah tertentu digunakan input yang paling minimal .

(28)

dalam mendefinisikan hubungan input output dalam tingkah laku dari institusi keuangan pada metode parametrik maupun nonparametrik adalah,

a. Pendekatan produksi (the production approach), b. Pendekatan intermediasi (the intermediation approach) c. Pendekatan asset (the asset approach)

Pendekatan produksi melihat bank sebagai produser dari akun deposit ( deposit

accounts) dan kredit pinjaman (loans). Pendekatan intermediasi memdanang sebuah bank

sebagai intermediator yaitu merubah dan mentransfer aset –aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit -unit defisit. Pendekatan intermediasi yang lebih umum melihat bank sebagai financial intermediary, dengan output yang diukur dalam unit Rupiah dan dalam hal ini input-input bank yang digunakan pada penelitian ini seperti modal yaitu modal disetor untuk operasional bank, biaya bunga yaitu biaya yang dikeluarkan pihak bank atas semua jenis simpanan yang ada pada industri bank serta biaya operasional bank lainnya adalah biaya yang digunakan pihak bank untuk melakukan kegiatan operasionalnya dalam jangka waktu satu tahun. dengan output yang diukur dalam bentuk pendapatan bunga adalah semua pendapatan yang diperoleh bank dari pemberian kredit dan simpanan di Bank Indonesia, pendapatan operasional lainnya adalah pendapatan yang diperoleh pihak bank dari operasional perbankan selain pendapatan bunga , seperti komisi, provisi, fee.

(29)

Dalam pendekatan ini, input adalah modal finansial – deposit yang dikumpulkan dan dana yang dipinjam dari pasar finansial, dan outputoutput diukur dalam volume pinjaman dan investasi yang outstdaning.

Muliaman Hadad, et al (2003) pendekatan intermediasi memandang sebuah institusi finansial sebagai intermediator : merubah dan men transfer aset-aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit -unit defisit. Dalam hal ini input-input institusional seperti biaya tenaga kerja dan modal dan pembayaran bunga pada deposit, dengan output yang diuku r dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi finansial (financial investments). Akhirnya, pendekatan aset ini melihat fungsi primer sebuah institusi financial sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Yang terakhir adalah pendekatan asset yang memvisualisasikan fungsi primer sebuah instit usi finansial sebagai pencipta kredit pinjaman ( loans); dekat sekali dengan pendekatan intermediasi, dimana output benar -benar didefinisikan dalam bentuk aset -aset.

Muliaman Hadad, et al (2003) mengatakan bahwa pendekatan intermediasi mempunyai beberapa varians. Berger dan Humprey mengklasifikasikan aktivitas -aktivitas dimana bank-bank menciptakan value added yang tinggi, seperti kredit pinjaman ( loans),

demdan deposit, dan time dan savings deposits sebagai sebuah output yang “penting”, dengan

(30)

pendekatan value added dan user-cost cenderung menyarankan sebuah klasifikasi yang mirip pada pemilihan variabel input dan ouput dari sebuah bank, dengan perbedaan prinsipil pada klasifikasi dari demdan deposit sebagai sebuah output pada sebagian besar studi user-cost yang ada dan sebagai input maupun output ketika pendekatan value added yang diambil.

Pendekatan asset memvisualisas ikan fungsi primer sebuah institusi finansial sebagai pencipta kredit pinjaman ( loans), dekat sekali dengan pendekatan intermediasi, dimana

output benar-benar didefinisikan dalam bentuk aset-aset. Freixas dan Rochet (1997) dalam

Nurul Komaryatin (2006) menyarankan tiga pendekatan dalam diskusi literatur terkait dengan aktivitas perbankan antara lain : Pendekatan produksi ( the production approach), pendekatan intermediasi (the intermediation approach) dan pendekatan modern (the modern approach). Dua pendekatan pertama mengaplikasikan teori perusahaan mikroekonomi tradisional pada industri perbankan dan berbeda hanya pada spesifikasi dari aktivitas banknya. Pendekatan yang ketiga melangkah lebih jauh dan memasukkan beberapa aktivitas spesifik dari bank kedalam teori klasik yang kemudian dimodifikasi. Dalam pendekatan produksi, aktivitas bank dideskripsikan sebagai sebuah produksi jasa bagi para depositor dan peminjam kredit. Faktor -faktor produksi tradisional seperti tanah, tenaga kerja dan modal digunakan seb agai input untuk memproduksi output-output yang diinginkan. Pendekatan modern mempunyai kelebihan dalam mengintegrasikan resiko manajemen dan proses informasi kedalam teori klasik mengenai perusahaan. Bagian yang paling inovatif dari pendekatan ini adalah pengenalan dari kualitas aset bank dan kemungkinan dari kegagalan bank dalam pengestimasian biaya mereka. Dapat diargumentasikan, bahwa pendekatan ini terkait pada pendekatan – pendekatan sebelumnya. Pendekatan modern dapat direpresentasikan secara terbaik melalui pendekatan CAMEL yang berdasarkan rasio. Pada pendekatan ini, Capital

(31)

Earnings (pendapatan) dan Liquidity (likuiditas) diturunkan dari tabel-tabel finansial bank

dan digunakan sebagai variabel - variabel dalam analisis performance.

2.7. Fungsi produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi dapat dispesifikasi dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi ini dapat ditunjukkan dalam persamaan berikut :

Y = A Ka Lß ... (1) Dimana:

Y = output

A = koefisien teknologi K = input modal

L = input tenaga kerja a = elastisitas input modal ß = elastisitas input tenaga kerja

Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diketahui beberapa hal yang sangat penting, antara lain :

1. Marginal Physical Product dari masing-masing input, yaitu perubahan pada output

sebagai akibat perubahan-perubahan pada input. Pemahaman tentang Marginal Physical Product penting untuk mengetahui produktifitas masing-masing input.

Marginal Physical Product (MP) dapat diketahui melalui turunan fungsi produksi.

Jika fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan adalah: Y = A Ka Lß

(32)

dan MP dari tenaga kerja (Marginal Physical Product of Labor/MPL) adalah :

2. Elastisitas output dari masing-masing faktor input, yaitu perubahan persentase dari output sebagai akibat perubahan persentase dari faktor input. Parameter ini sangat penting, terutama dalam usaha mengadakan perbaikan dari proses produksi atau efisiensi dan juga untuk meramalkan, misalnya dampak-dampak perubahan-perubahan dari faktor-faktor input. Dengan kata lain, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menjelaskan kondisi return to scale. Return to scale dapat diperoleh melalui penjumlahan elastisitas substitusi. Jika a + ß = 1 berarti constant return to scale, jika a

+ ß < 1, berarti decreasing return to scale, jika a + ß > 1, berarti increasing return to

scale.

Dalam persamaan, jika input dinaikkan dua kali lipat, maka :

Artinya:

jika a + ß = 1, maka Q2 = 2Q1 terjadi constant return to scale; jika a + ß < 1, maka Q2 < 2Q1 terjadi decreasing return to scale; jika a + ß > 1, maka Q2 < 2Q1 terjadi increasing return to scale. Dalam grafik dapat dilihat kondisi return to scale sebagai berikut :

(33)
[image:33.596.117.466.60.381.2]

(sumber: joesron dan Fatthorrozi) Gambar 2.7.1 : Constan return to scale

Constan return to scale terjadi jika persentase pertambahan kantitas produksi sama besarnya dengan persentase pertambahan kuantitas faktor-faktor produksi (oa=ab)

(Sumber ; Joesron dan Fatthorrozi)

Gambar 2.7.2 : Icreasing Return to Scale

0 L 2L L

2K

K

a

a

b

b

L 2L L K

a 2K

K a

b

Q

[image:33.596.112.375.475.713.2]
(34)

Increasing return to scale terjadi jika presentase pertambahan kuantitas produksi lebih besar dari persentase pertambahan kuantitas faktor-faktor produksi.

[image:34.596.122.370.181.389.2]

(sumber : joesron dan fathorrozi) Gambar 2.7.3. : decreasing return to Scale

Decresing return to scale terjadi jika persentase bertambah kuantitas produsi lebih

kecil dari persentase pertambahan kuantitas faktor-faktor produksi

3. Bagian dari faktor input, yaitu tenaga kerja dan modal diketahui. Hal ini sangat penting karena setiap proses produksi mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap bagian-bagian tersebut. Dengan pengetahuan mengenai bagian-bagian dari input juga kita dapat mengetahui sejauh mana suatu proses perubahan bersifat padat kerja atau padat modal.

Dengan kata lain, fungsi produksi cob-Douglas dapat menjelaskan elastisitas input. Elastisitas input modal diperoleh melalui persamaan:

L 2L L K

2K

K

a

Q a

b

(35)

Dengan mensubstitusikan nilai dQ/dK pada persamaan(2) ke persamaan(4), diperoleh persamaan:

Dengan cara yang sama, diperoleh persamaan untuk elastisitas tenaga kerja, yaitu :

Dari persamaan di atas, diketahui bahwa koefisien regresi dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sama dengan elastisitas inputnya. Elastisitas input berfungsi untuk menjelaskan input mana yang lebih elastis di antara input-input yang digunakan. Di samping itu, nilai elastisitas juga menjelaskan intensitas faktor produksi. Jika a > ß, berarti proses produksi lebih bersifat padat modal. Sebaliknya, jika ß > a, berarti proses produksi lebih bersifat padat karya.

2.8. Input Dengan Dua Variabel

Isokuan adalah sebuah kurva yang memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dari Input yang menghasilkan output yang sama.

(36)

2.9. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi baik dari segi jumlahnya, kualitas dan juga macam tenaga kerja. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga penggunaannya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan upah tenaga kerja. Untuk mengetahui sejauhmana penggunaan tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria pada petani kecil maupun petani besar.

Menurut Payaman Simanjuntak (1995) yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah:

“Penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih, yang sudah atau sedang mencari pekerjaan

dan sedang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.’

0 1 2 3 4 5 2

1 3 4 5

A C

D E

B

(37)

Adapun definisi tenaga kerja menurut Mubyarto (1999) adalah :

“Jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa

jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam

aktivitas tersebut.”

Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian, di Indonesia penduduk dibawah umur 10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum berdasarkan kenyataan bahwa pada umur tersebut sudah banyak penduduk usia muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan.

Menurut Biro Pusat Statistik berdasarkan sensus tahun 1990 tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memperoleh hasil produksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur atau mencari pekerjaan. Angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah :

Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit satu jam selama seminggu yang lalu.

Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam tetapi mereka adalah :

(38)

b. Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menuggu hujan untuk menggarap sawah.

c. Orang-orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, dalang dan lain lain.

Angkatan kerja yang digolongkan menganggur dan sedang mencari pekerjaan adalah : a. Mereka yang belum pernah bekerja, pada saat sedang berusaha mendapatkan

pekerjaan.

b. Mereka yang pernah bekerja pada saat pencacahan, sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan.

c. Mereka yang dibebas tugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Golongan yang menganggur dalam pengangguran dan setengah pengangguran dimana:

a. Pengangguran yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari kerja.

b. Setengah pengangguran adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan didalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa.

dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja disini diartikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah. (Boediono, 1984)

(39)

manfaat (Utility) pada pembeli. Akan tetapi pengusaha menggunakan faktor produksi dalam hal ini tenaga kerja karena tenaga kerja itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Soedarsono, 1998).

2.10. Aset

Harta atau (asset) adalah sesuatu yang member arus keuangan atau jasa kepada pemiliknya. Dalam perbankan syariah asset meliputi kas, penempatan dana pada BI, penempatan pada bank lain, pembiayaan yang diberikan, penyertaan, penyisihan penghapusan Akitva Produktif, Aktiva Tetap dan Inventaris, serta Rupa-rupa Akitva. (Banoon dan Malik, 2007)

a. Kas.

Uang kartal yang tersedia bagi suatu usaha, terdiri atas uang kertas bank dan uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah; dalam perusahaan bukan bank, cek,wesel, dan surat berharga lain yang dapat segera dijadikan uang diperhitungkan juga sebagai kas.

b. Penempatan

(40)

c. Pembiayaan

Pembiayaan pada bank syariah meliputi pembiayaan diterima, pembiayaan investasi, pembiayaan likuiditas, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja, pembiayaan persediaan, dan pembiayaan piutang.

d. Penyertaan

Penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah atau untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang dalam perusahaan nasabah. Hal ini menyebabkan bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah atau pada perusahaan milik nasabah.

e. Penghapusan Aktiva

Penghapusan nilai buku suatu aktiva yang dilakukan apabila nilai buku yang tercantum tidak lagi menggambarkan manfaat dari aktiva yang bersangkutan.

f. Penghapusan Aktiva Produktif

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah bank yang menganut prinsip syariah (bagi hasil) baik itu Bank Umum Syariah (BUS) ataupun Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia dan tidak termasuk BPRS.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif. Kuantitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Data diambil dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2010. Apakah total aset dan jumlah tenaga kerja dapat benar-benar terimplikasi menjadi stimulus output Perbankan Syariah di indonesia selama priode penelitian dan apakah terjadi efisiensi pada perbankan Syariah tersebut.

3.3. Jenis dan Metode Pengumplan Data

(42)

3.4. Pengelolaan Data

Dalam mengelola data, penulis menggunakan program computer yaitu Eviews 5.1 serta Ms.Excel 2007 untuk mempermudah proses penginputan data

3.5. Model analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadran terkecil biasa (Ordinary Least Square) model yang digunakan adalah:

Q = f (Kα. Lβ)………..……….(1)

Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan kedalam bentuk model persamaan logaritma sebagai berikut:

Log Y = a + β1 log X1 + β2 log X2 + μ ………….………(2)

Dimana:

Y = Output Perbankan Syariah (dalam rupiah)

α = intercept

X1 = total aset Perbankan Syariah (dalam rupiah) X2 = tenaga kerja pada Perbankan Syariah (Orang)

β1,β2 = koefisien regresi

μ = Term of error

3.5.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness Fit)

(43)

3.5.1.1 Uji Koefisisien determinasi (R-square)

Uji koefesien determinasi (R2) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik digaris regresi. Uji ini digunakan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel bebas secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel terikat dimana nilai koefesien determinasi (R2) adalah antara 0 sampai dengan 1 (0<R2<1)

KoeFesien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variaber terikat, sebaliknya nilai koefesien determinasi 1 berarti ada hubungan sempurna antara variabel babas dan variabel terikat.

3.5.1.2.Uji t-Statistik (Partial Test)

Uji t merupakan suatu pengujian apakah masing-masing koefesien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

t-hitung =

dimana:

bi = koefesien

b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpang baku dari variabel independen ke-i Dalam hal ini digunankan hipotesis sebagai berikut:

H0 : bi = 0 Ha : bi ≠ 0

(44)

Dalam program Eviews:

a. Probabilitas Xi > 0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Xi > 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Xi > 0,10 bila α = 10%

Artinya variabel-variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat. Ha diterima jika t-statistik > ttabel

Dalam program Eviews:

a. Probabilitas Xi <0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Xi < 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Xi < 0,10 bila α = 10%

Artinya variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

Ho diterima

Ha diterima Ha diterima

-t α/2 0 t α/2

Kurva uji t-statistik

(45)

Uji F-statistic dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama (serentak) terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan F-hitung dengan F-tabel pada tingkat kepercayaan tertentu (α) secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus:

F-statistik =

Dimana:

R2 : koefesien determinasi

k :jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan n : jumlah sampel

Untuk pengujian ini dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : β1= β2= β3 = 0

Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel dengan criteria sebagai berikut

H0 diterima F-hitung < Ftabel Dalam program eviews:

a. Probabilitas Y > 0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Y > 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Y> 0,10 bila α = 10%

Artinya variabel-variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat. Ha diterima jika t-statistik > Ftabel

(46)

a. Probabilitas Y<0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Y< 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Y< 0,10 bila α = 10% Artinya variabel bebas mempengaruhi variabel terikat

H0 diterima

Ha diterima

0

Kurva Uji F-statistik

3.5.3. Uji Asumsi Klasik

Gujarati (2003) mengemukakan beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk suatu hasil estimasi regresi linier agar hasil tersebut dapat dikatakan baik dan efisien. Adapun asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain:

3.5.3.1.Multikolinieritas

Multikolinearity adalah alat yang digunakan untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independent diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R², F-statistik , t-hitung, serta standar error. Adanya multikolinearity ditandai dengan :

(47)

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α = 1%. c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.

d. R² sangat tinggi.

3.5.3.2.Autokorelasi (Serial Correlation)

Autokorelasi terjadi apabila term of error (µ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa term of error berkorelasi atau mengalami

korelasi serial apabila variabel (ei.ej) ≠ 0 untuk i ≠ j dalam hal ini dapat dikatakan memiliki masalah autokorelasi. Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu :

a. Dengan memplot grafik

b. Dengan uji Durbin-Watson (D-W test)

D-hitung = ∑ {et(et-฀)}²

Dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi

Ha : ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independent tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah:

(48)

Autokorelasi (-) Autokorelasi (+) inconclusive

inconclusive

Kurva Distribusi Durbin – Watson

Keterangan :

Ho : tidak ada autokorelasi

Dw < dl : tolak Ho (ada korelasi positif) Dw > 4 – dl : tolak Ho (ada korelasi negatif) du < Dw < 4 – du : terima Ho (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ Dw ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

(4 – du) ≤ Dw ≤ (4 – dl) : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

3.6Definisi Operasional

i. Qutput dalah total Pendapatan Perbankan Syariah dari tahun 2008 s.d. 2010 yang diperoleh dari pendapatan Perbankan Syariah (dalam bentuk Rupiah).

ii. Modal adalah total aset yang dimiliki oleh Perbankan Syariah dari tahun 2008 s.d. 2010 (dalam bentuk Rupiah).

(49)

iii. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja pada Perbankan Syariah dari tahun 2008 s.d. 2010 (dalam orang).

(50)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi penelitian perbankan.

4.1.1 Sejarah Singkat Perbankan Syariah di Indonesia.

Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali dari aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang Islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa sistem perbankan syariah yang menerapkan bagi hasil sangat menguntungkan, baik untuk nasabah dan bank. Pada awal tahun 1980-an, rintisan pendirian perbankan syariah mulai dilakukan. Maraknya seminar dan diskusi tentang urgensi bank syariah yang dilakukan masyarakat dan akademisi kian memantapkan langkah itu. Sebagai sebuah uji coba, mereka kemudian mempraktekkan gagasan tentang bank syariah dalam skala kecil. Sejak itu, berdirilah Bait Al-Tamwil Salman di Institut Teknologi Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Keberadaan badan usaha pembiayaan non-bank yang mencoba menerapkan konsep bagi hasil ini semakin menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan hadirnya alternatif lembaga keuangan syariah untuk melengkapi pelayanan lembaga keuangan konvensional yang sudah ada.

(51)

lahirnya amanat untuk pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam pertama di Indonesia. Kelompok kerja ini disebut Tim Perbankan MUI yang bertugas untuk menindaklanjuti aspirasi dan keinginan masyarakat tersebut serta melakukan berbagai persiapan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

Hasil kerja dari Tim Perbankan MUI ini adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI). Akte pendirian BMI ditandatangani pada tanggal 1 November 1991 dan BMI mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Selain BMI, pionir perbankan syariah yang lain adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Mardhatillah dan BPR Berkah Amal Sejahtera yang didirikan pada tahun 1991 di Bandung, yang diprakarsai oleh Institute for Sharia Economic Development (ISED). Dukungan Pemerintah dalam mengembangkan sistem perbankan syariah ini selanjutnya terlihat dengan dikeluarkannya perangkat hukum yang mendukung sistem operasional bank syariah, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No. 72 Tahun 1992. Ketentuan ini menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia, yaitu beroperasinya sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

(52)

menggantikan istilah “bank bagi hasil” yang telah digunakan sejak tahun 1992. Dalam perjalanan waktu, pengalaman membuktikan bahwa sistem perbankan syariah telah menjadi salah satu solusi untuk membantu perekonomian nasional dari krisis ekonomi dan moneter tahun 1998. Sistem perbankan syariah terbukti mampu menjadi penyangga stabilitas sistem keuangan nasional ketika melewati guncangan. Kemampuan itu semakin mempertegas posisi sistem perbankan syariah sebagai salah satu potensi penopang perekonomian nasional yang layak diperhitungkan. Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai “lebih dari sekedar bank” (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, diyakini bahwa di masa mendatang minat masyarakat Indonesia akan semakin tinggi untuk menggunakan bank syariah. Dan pada gilirannya, hal tersebut akan meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional, bersama-sama secara sinergis dengan bank konvensional dalam kerangka Dual

Banking System (sistem perbankan ganda) Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

4.1.2 Gambaran Indonesia secara umum

(53)

pantai timur Amerika atau kalau di Eropa hampir menyamai wilayah dari mulai Britania Raya sampai dengan Turki. Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 220 juta (populasi muslim ± 85%) pada tahun 2006 yang merupakan Negara berpenduduk muslim terbesar didunia; dan merupakan Negara keempat terbanyak jumlah penduduknya didunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat.

Selain dari jumlah penduduk yang besar dan merupakan pasar potensial bagi berbagai produk dan industri, Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah dimana termasuk didalamnya adalah produk pertanian, minyak mentah, gas alam , timah, batubara dan emas. Indonesia juga adalah negara produsen/pengekspor gas sekitar 20% dari total volume dunia pada tahun 2002, dan saat ini merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia. Dalam hal perdagangan luar negeri dengan dunia internasional, Indonesia mengalami surplus perdagangan sekitar US$ 39,73 miliar pada tahun 2006 yang terdiri dari penerimaan ekspor sekitar US $ 100,80 miliar dan pengeluaran impor sebesar US $ 61,07 miliar.

4.1.3. Perekonomian dan Perbankan

(54)

keseluruhan tahun 2006 pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP) riil mencapai 5,5%(yoy), atau secara nominal mencapai US$370,40 milyar dengan GDP/capita sebesar US$1.663.

4.1.3.1 Perkembangan Investasi Asing di Indonesia

[image:54.596.160.436.439.757.2]

Investasi asing di Indonesia selama kurun waktu 38 tahun terakhir didominasi oleh 10 besar negara investor utama yang porsinya mencapai 72% dari sisi jumlah proyek dibandingkan dengan total proyek seluruh investasi asing, dan 60% dari sisi nilai investasi dibandingkan seluruh nilai investasi asing pada kurun waktu tersebut. Secara kumulatif 10 negara investor terbesar selama kurun waktu 38 tahun mencapai jumlah 9.315 proyek dan nilai sebesar US$ 163,923 miliar. Investasi asing ini adalah diluar investasi dibidang perminyakan & gas serta dibidang perbankan & jasa keuangan.

Tabel Negara Investor Utama, (1967-2004*) No Negara Proyek Nilai (US$ Miliar)

1 Jepang 1.535 36.642,8

2 United Kingdom 694 30.465,4 3 Singapura 1.685 20.496,0

4 Hongkong 483 15.937

5 Taiwan 1.010 13.016,8

6 USA 555 10.721,8

7 Korea Selatan 1.821 10.019,8

8 Jerman 281 9.419,8

9 Malaysia 640 9.018,8

10 Australia 611 8.185,6

(55)

Sedangkan investasi atau kepemilikan asing di industry perbankan Indonesia pada tahun 2006 ditandai dengan meningkatnya kepemilikan asing pada beberapa bank swasta nasional. Sehubungan dengan divestasi yang dilakukan oleh pemerintah setelah sebelumnya pada krisis ekonomi sebagian besar bank di Indonesia dimiliki pemerintah sebagai konsekuensi penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan oleh pemerintah dalam menolong perbankan Indonesia, tetapi seiring berjalannya waktu dan perbaikan iklim industri perbankan di Indonesia mengakibatkan telah terjadinya perubahan peta kepemilikan perbankan di Indonesia. Jumlah kepemilikan bank asing di bank umum swasta nasional devisa meningkat dari 31,0% (2005) menjadi 46,4% (2006), sementara untuk bank swasta nasional bukan devisa meningkat dari 0,0% (2005) menjadi 3,5% (2006). Perkembangan ini menunjukkan bahwa industri perbankan Indonesia menarik bagi investasi asing. Sementara itu, kepemilikan asing pada perbankan syariah di Indonesia hanya terdapat pada 1 bank umum syariah saja yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI), dari 3 bank umum syariah yang ada di Indonesia. Dimana pada tahun 2006 porsi kepemilikan asing di BMI adalah mencapai lebih dari 49%, dengan porsi terbesar adalah Islamic Development Bank (IDB) sebesar 28,0% dan investor terbesar kedua adalah Boubyan Bank Kuwait sebesar 21,3%. Selain daripada kepemilikan saham di bank umum syariah Indonesia, kehadiran investor asing di perbankan syariah Indonesia juga ditandai dengan adanya kantor cabang bank asing yang membuka pelayanan perbankan syariah di Indonesia yaitu HSBC Amanah Syariah.

4.1.3.2 Prospek Indikator Makroekonomi Utama Indonesia

(56)

investasi dan proyek infrastruktur, permintaan domestic diprakirakan akan meningkat. Struktur pertumbuhan ekonomi akan lebih berimbang dengan meningkatnya peran investasi sebagai sumber pertumbuhan. Hasil survei dan beberapa indikator lainnya memberikan indikasi penguatan kegiatan investasi ke depan. Hal ini didorong oleh adanyakebutuhan untuk meningkatkan kapasitas produksi yang semakin besar pada 2007, sehingga investasi diprakirakan akan terjadi terutama di sektor-sektor ekonomi yang penggunaan kapasitas produksinya meningkat yaitu pada sektor industri logam dasar besi dan baja, industry telekomunikasi dan sektor infrastruktur. Sementara pertumbuhan ekonomi 2007 diprakirakan mencapai 5,7%-6,3% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi 2006 yang mencapai 5,5%(yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang pada awalnya terutama didorong oleh konsumsi secara perlahan akan didukung pula oleh peningkatan investasi swasta. Akselerasi kegiatan ekonomi diprakirakan akan semakin kuat sejalan dengan prakiraan peningkatan investasi swasta dan realisasi belanja modal Pemerintah yang semakin besar. Selain didorong oleh semakin kuatnya keyakinan pelaku ekonomi terhadap prospek perekonomian dan prakiraan peningkatan investasi swasta langsung, baik asing maupun domestik, juga disumbang oleh kontribusi positif penurunan inflasi yang diprakiraan akan mencapai kisaran 5,0% - 7,0%, serta nilai tukar rupiah yang stabil pada kisaran Rp. 9.000,00 – Rp. 9.500,00.

4.1.3.3 Industri Perbankan

(57)
(58)

4.1.4. Perbankan Syariah di Indonesia

4.1.4.1 Kebijakan Pengembangan

Payung hukum adanya perbankan syariah di Indonesia, telah terakomodasi dalam UU No. 7 Tahun 1992 (yang telah dirubah dengan UU No.10 Tahun 1998) tentang Perbankan yang mengakomodasi adanya dual banking system di Indonesia. Selain itu, adanya UU No. 23 Tahun 1999 (yang telah dirubah dengan UU No.3 Tahun 2004) tentang Bank Indonesia, juga menjadi dasar bagi Bank Indonesia untuk dapat mengawasi dan mengatur perbankan termasuk didalamnya perbankan syariah dan menyediakan instrument bank sentral yang memenuhi prinsip syariah. Kemudian, adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± 85% dari 220 juta penduduk Indonesia, memberikan kesempatan bagi berkembangnya secara pesat sektor perbankan syariah di Indonesia, dengan menyajikan alternatif instrumen keuangan dan perbankan kepada nasabah muslim Indonesia. Dalam rangka menangkap kesempatan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral mengembangkan sektor ini, yang juga diharapkan dapat menunjang pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan social masyarakat dan ekonomi Indonesia. Dimana paradigma kebijakan yang diambil antara lain berdasarkan : (i) market driven approach, (ii) gradual approach, dan (iii) fair treatment. Bentuk konkret langkah pengembangan perbankan

(59)

instrument keuangan syariah di Indonesia dan juga menetapkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di bank dalam rangka meyakini operasional, produk dan jasa bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah telah memenuhi prinsip syariah. Selain melakukan berbagai langkah di dalam negeri terkait pengembangan dan penyediaan prasarana infrastruktur syariah, Bank Indonesia juga terlibat dalam organisasi keuangan syariah internasional seperti Islamic Financial Services Board (IFSB), atau Accounting, Auditing and Organization For Islamic Financial Institution (AAOIFI). Keterlibatan Bank

Indonesia tersebut adalah dengan berperan aktif melalui working group yang membahas mengenai Guidance for Islamic Financial Institutions, yang juga telah diaplikasikan untuk hal-hal tertentu kedalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Untuk dapat lebih mengembangkan keuangan dan perbankan syariah di Indonesia dan lebih dapat menarik investor asing, saat ini Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas penyelesaian RUU Perbankan Syariah, RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan paket RUU Perpajakan yang mengatur didalamnya tentang transaksi keuangan syariah.

4.1.4.2 Perkembangan dan Prospek

(60)

tumbuh secara signifikan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 39,8% yoy (Okt’2005 – Okt’2006), dibandingkan perbankan nasional yang memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 11,9%. Lalu dari segi pangsa kredit/pembiayaan perbankan di Indonesia, walaupun aset perbankan syariah hanya sebesar 1,5 % dari total perbankan nasional pada akhir tahun 2006, namun pangsa pembiayaan perbankan syariah mencapai sekitar 2,4% (Oktober 2006) dari total kredit/pembiayaan perbankan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa fokus penyediaan dana perbankan syariah adalah lebih banyak ditujukan kepada kredit/pembiayaan dibanding jenis penyediaan dana lai

Gambar

Gambar 2.7. : Kurva TP, MP, dan AP
Gambar 2.4 Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif
Gambar 2.5
Gambar 2.6
+6

Referensi

Dokumen terkait

Data sekunder berasal dari studi literatur berupa jurnal, penelitian, bulletin penelitian, materi seminar, buku-buku perikanan dan majapahitlah- majapahitlah, serta

Berdasarkan pola pemikiran tersebut di atas, maka naskah ini akan membahas terlebih dahulu dasar-dasar metode penelitian ilmiah untuk memberikan pengertian latar

Dalam Pegadaian Syariah Unit Plaju, biaya perbaikan tidak ada dalam objek ijarah karena barang gadai yang digunakan adalah emas sehingga tidak mcmbutuhkan perbaikan hanya

Perencanaan, Pertemuan ketiga pada siklus II materi pembelajaran diawali dengan sedikit mengulang materi pertemuan pada siklus I kemudian dilanjutkan pada materi

Antara Waktu Yang Tertutupi :

Apa Nama Obat Yang Bisa Menyembuhkan Kutil Kelamin Pada Pria Dan Wanita~ Kelainan pada area alat vital (kelamin) adalah hal yang dapat menimbulkan kecemasan bagi orang

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan Wicaksono (2006) yang menyatakan bahwa orientasi perbaikan berkelanjutan tidak berpengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1)pengaruh model pembelajaran Mind Mapping terhadap pemahaman konsep siswa (2) pengaruh model pembelajaran Contextual