• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V POLITIK HUKUM PERBANKAN SYARIAH

HUKUM PERBANKAN SYARIAH DALAM SUATU TINJAUAN

2. Perbankan Syariah

Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam emlaksanakan kegiatan usahanya.14 Perbankan Syariah

13

Hermansyah, Hukum Perbakan Nasional Indonsia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008, Cet. Keempat, 39

14

Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (1)

159

adalah lembaga keuangan yang bekerja untuk menarik (mengumpulkan) sumber-sumber keuangan yang berasal dari individu-individu masyarakat, dan melaksanakan fungsinya dalam menjamin kebesaran dan pertumbuhan keuangan berdasarkan kaidah-kaidah syariat Islam, serta peran pelayanan umat dan upaya peningkatan ekonomi mereka. 15

Singkatnya tujuan bank syariah/Islam bukanlah sekedar untuk mengumpulkan harta kaum muslimin an sich namun tujuan dasarnya adalah untuk melaksankan tugas operatifnya bagi peningkatan produktifitas nasionalisme, penyediaan modal bagi masyarak dan pemenuhan kebutuhan mereka, serta tujuan untuk mencapai keuntungan bagi setiap nasabah, bank dan masyarakat.16

Secara umum, tahap pengintegrasian pinsip syariah telah dilakukan oleh Indonesia, seperti adanya pengakuan sistem perbankan berbasiskan syariah dalam UU perbankan. Namun, yang perlu diperhatikan adalan bahwa UU ini perlu didukung oleh perangkat perudang-undangan yang lainnya agar dapat berjalan secara maksimal.

Menurut Nasution, pengintegrasian ekonomi syariah agar dapat dilakukan adalah melalui pengakuan dan pengadopsian prinsip hukum ekonomi syariah seperti yang terdapat dalam KHI ke dalam regulasi nasional kita. Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan regulasi khusus yang mengatur tentang ekonomi syariah maupun melalui amandemen regulasi yang ada.

Disamping itu, juga harus dilakukan penguatan infrastruktur pelaksana hukum ekonomi syariah agar dapat diimplementasikan di tingkat lapangan. Pembentukan budaya hukum masyarakat yang menerima dan melaksanakan prinsip ekonomi syaria juga merupakan hal penting untuk menjamin suksesnya pengintegrasian hukum ekonomi syariah dalam hukum nasional. Selain itu aksi

15Lihat Al-Khadiri,

Al-Bunûk al-Islâmiyah, 17. 16Lihat Al-Khadiri, Al-Bunûk al-Islâmiyah, 31.

160

nyata yang harus dilakukan adalah pembaruan produk-produk huku ekonomi yang lebih efektif untuk mendukung perkembangan dan implementasi ekonomi syariah. Pembangunan hukum (law making) harus dilakukan sebagai suatu usaha dalam memperbarui hukum positif hukum di Indonesia.17

Menurutnya bahwa tujuan utama bank Islam antara lain: peningkatan bank Islam; penanaman modal; tujuan sosial, peningkatan kwalitas hidup manusia; tujuan pencapaian predikat tinggi; penyebaran budaya dan pengetahuan perbankan Islam; menghidupkan dan membangkitkan tradisi dalam berbagai transaksi finansial; niaga dan pertukaran uang.

Bank syariah muncul di Indonesia disebabkan oleh dorongan keinginan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Islam, yang berpandangan bahwa bunga bank merupakan riba sehingga dilarang oleh Islam. Namun tidak semua umat Islam berpendapat bahwa bunga bank itu adalah haram. Pro dan kontra inilah menyebabkan lahir dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia sangat lambat. Dilihat dari aspek hukum, adanya bank syariah di Indonesia adalah undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan sebagai bank prinsip bagi hasil.18

Tahun 1992 Undang-undang perbankan Indonesia telah mengakomodir sistem perbankan yang menjalankan operasinya berdasarkan prinsip bagi hasil, yakni perbankan syariah. Hal ini secara nyata diwujudkan dalam revisi UU Pokok Perbankan No. 14/1967 menjadi UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah memasukkan ketentuan tentang pelaksanaan kegiatan perbankan dengan sistem bagi hasil yang selanjutnya diatur secara lebih rinci dalam PP No. 72 tahun 1992 tentang Bank dengan Prinsip Bagi hasil. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 itu, bank syariah dipahami sebagian bank bagi hasil, selebihnya bank syariah harus tunduk pada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional. Oleh

17Nasution, Hukum Ekonomi Syariah dalam Regulasi Nasional, 19-20

18

Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi dan Keuangan syariah Kontemporer, 76.

161

karena itu manajemen bank syariah mengadopsi produk-produk bank konvensional.yang disyariahkan dengan variasi produk yang terbatas. Akibatnya tidak semua kebutuhan masyarakat terakomodir dan produk yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank Konvensional. Sementara itu, PP. No. 72 Tahun 1992 (Pasal 6) merupakan salah satu pelaksanaan peraturan dari UU No.7 Tahun 1992.19

Berdasarkan identifikasi terhadap sejumlah kendala tersebut maka UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998, sehingga landasan hukum syariah menjadi lebih jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Dengan demikian pengembangan bank Syariah merupakan amanah UU No. 10 tahun 1998 yang harus dilaksanakan oleh Bank Indonesia karena UU tersebut mengakui keberadaan bank konvensional dan bank syariah secara berdampingan atau lebih dikenal dengan dual banking system . Berdasarkan UU tersebut bank umum maupun BPR dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan bank umum konvensional melalui suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank Indonesia dapat melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dengan membuka kantor cabang syariah. Guna menindak lanjuti UU No. 10 tahun 1998 pada tahun 1999 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai kelembagaan dan jaringan kantor bagi Bank Umum Syariah (BUS), Bank Umum Konvensional (BUK) yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS) dan Kantor Cabang Syariah (KCS) dan ketentuan BPR Syariah (BPRS).

19

Undang-undang tersebut menentukan bahwa: Bank Umum atau Bank Perkriditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Lihat Tim Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia,

Perbankan Syariah Nasional: Arah dan Kebijakan dan Perkembangan (Jakarta: Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia,2003) 4

162

Selanjutnya Undang-undang No.3 tahun 2004 tentang perubahan UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia bahwa dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia diantaranya mempunyai tugas pokok mengatur dan mengawasi bank (pasal 8), termasuk bank umum dan BPRS. Tugas pokok tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia berkewajiban mengembangkan Bank Syariah dengan menyusun ketentuan dan menyiapkan infrastruktur yang sesuai dengan karakteristik bank syariah.

Disamping itu, pasal 10 point 2 UU No. 23 Tahun 1999 menegaskan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pada tahun 2000, sebagai tindak lanjut dari UU No. 23 Tahun 1999, dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengatur kliring, pembukaan rekening Giro pada Bank Indonesia bagi UUS, Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank umum syariah, Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS), fasilitas pembiayaan jangka pendek bank Syariah, Kualitas Aktiva Produktif Bank Syariah, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).20 Jadi bank Indonesia tidak hanya melakukan pengendalikan pada bank konvensional saja tetapi juga pada bank yang berdasarlan prinsip syariah.