• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Hukum Perbankan Syariah

BAB V POLITIK HUKUM PERBANKAN SYARIAH

HUKUM PERBANKAN SYARIAH DALAM SUATU TINJAUAN

B. Sumber Hukum Perbankan Syariah

Islam mengatur umatnya dalam segala hal, diantaranya adalah mengatur hubungan antara makhluk dengan Tuhannya serta hubungan makhluk dengan makhluk seperti hubungan antar sesama manusia.21 Hubungan makhluk dengan Tuhan diwujudkan dalam ibadah yang kemudian diatur dengan fiqh ibadah. Dan hubungan makhluk dengan makhluk diatur dengan fiqh muamalat. Salah satu

20

Bank Indonesia, Himpunan Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia Agustus1999-Januari 2005 (Jakarta: BI, 2005)

21

Sauqi Ahmad Dunya, Sistem Ekonomi Islam sebuah alternatif (Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), Cet. 1, 120

163

pembahasan dalam fiqh muamalat adalah ekonomi Islam.22 Kemudian dalam ekonomi Islam terdapat pembahasan tentang perbankan syariah.

Adapun landasan yang digunakan dalam perbankan syariah adalah Al-Qur’ân (wahyu Allâh yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat jibril) dan Sunah Rasulullah (ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw.) Yang kemudian ijma dan Qiyâs yang di ijtihatkan oleh Dewan Syariah Nasional. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Al-Qur’ân

Al-Qur’ân adalah sumber pertama dan utama bagi ekonomi Islam, oleh karena itu Al-Qur’ân23 adalah sebagai dasar hukum dalam perbankan syariah yang didalamnya terdapat hal ihwal yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terdapat hukum-hukum dan undang-undang diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual beli, orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, sebagaimana yang dijelaskan surat Al-Baqarah ayat 275.

Contoh lain di dalam al-Qur’ân adanya perintah mencatat atau membukukan yang baik dalam hal utang-piutang, di dalam surat Al-Baqarah ayat 282 yang artinya:

22

Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam (Jakarta:Kencana, 2006), ed. I., Cet-2, 12

23Tujuan diturunkannya Al-Qur’ân adalah a) sebagai

hudan atau petunjuk bagi kehidupan umat manusia; b) Sebagai rahmat atau keberuntungan yang diberikan Allâh dalam bentuk kasih sayangnya; c) sebagai furqan yaitu pembela dari yang baik dan buruk; d) sebagai mau’izhah atau pepengajaran yang akan mengajar dan membimbing umat untuk mencapai kebahagiaan dunia akherat; e) sebagai bushra atau berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allâh dan sesama manusia; f) sebagai tibyan atau mubîn yang berarti penjelasan atau yang menjelaskan terhadap segala sesuatu yang disampaikan Allâh; g) sebagai musaddiq atau pembenar terhadap kitab kitab yang datang sebelumnya (Taurat, Zabur dan Injil); h) sebagai nur atau cahaya yang akan memerangi kehidupan manusia; i) sebagai tafsil yaitu memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan yang di kehendaki Allâh; ) sebagai shifâ as sudur atau obat rohani yang sakit; k) sebagai

hakim atau sumber kebijaksanaan/hikma(Drs. Mohammad Hidayat, Pengantar Ekonomi Islam,

164

Selain itu ada perintah Allâh kepada orang-orang yang beriman agar menepati dan menghormati janjinya, baik sesama muslim maupun non muslim. Ini dijelaskan dalam surat Al-Maidah. (QS: 5:1)

2. Sunnah An-Nabawiyah

Sunnah adalah sumber kedua dalam perundang-undangan Islam. As-Sunnah sekaligus merupakan alat untuk menginterpretaskan al-Qur’ân. Di dalamnya dapat kita jumpai aturanaturan yang terkait dengan perekonomian Islam. Diantaranya seperti sebuah hadith yang isinya larangan terhadap jual beli

gharar (akad jual beli tipuan yang menyodorkan barang yang tidak jelas) ââdisebutkan dalah hadith Abu Hurairah dalah Shahih bahwa ia menceritakan:

“Rasulullah Saw. Melarang menjual dengan sistem hashat (melempar batu dalam menjual tanah untuk mengukur luasnya) dan jual beli gharar.”24

Contoh lain, As-Sunnah juga menjelaskan tentang riba. Riba adalah tergolong dalam hal yang membinasakan, hal ini disebutkan dalam hadis Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Diriwayatkan bahwa Beliau bersabda:

Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apakah Tujuh hal yang membinasakan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, ‘Perbuatan syirik kepada Allâh, sihir, membunuh orang yang diharamkan oleh Allâh untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang haq, memakan riba, memakan harta anak yatim,lari dari medan perang, dan menuduh wanita suci yang sudah menikah dan beriman bahwa mereka berzina.’25

Contoh terakhir adalah hadis yang menerangkan larangan menipu “Barang siapa menipu kami, maka tidak termasuk golongan kami”. (HR.Muslim).

Dari beberapa contoh tersebut diatas adalah sebagian dari dasar hukum yang digunakan dalam konsep perbankan syariah.

24

Muslim, Al-Iman, Bab Qauluhu Saw. Man Ghasysyana fa laisa minna, no.102 25

165

3. Ijma’ dan Qiyâs

Untuk Ijma’ dan Qiyâs disini adalah ijma’ dan Qiyâs yang dilakukan oleh para salafus shalihin. Ijma dan Qiyâs perbankan syariah merujuk pada kitab-kitab fiqih umum dan kitab fiqih khusus.

Kitab-kitab fiqih umum ini menjelaskan ibadah dan muamalah. Dalam muamalah terdapat pembahasan tentang ekonomi yang dikenal dengan Al-Muamalah Al-Maliyah, isinya merupakan hasil Ijtihat ulama terutama dalam mengeluarkan hukum-hukum dari dalil Al-Qur’ân dan Hadis yang shahih. Pembahasan yang dimaksud disini (dalam kitab-kitab fiqih umum) yang berkaitan dengan ekonomi Islam adalah Zakat, Sedekah sunah, Fidyah, Zakat Fitrah, Jual Beli, riba, dan lain sebagainya.

Kitab fiqih khusus (Al-Mâlu Wal-Iqtisâdi). Kitab ini secara khusus membahas masalah yang berkaitan dengan uang, harta lainnya dan jual beli.26 Yang dimaksud dengan Fiqih atau hukum Islam adalah pemahaman manusia mengenai al-Qur’ân dan Al-Sunnah yang kemudian impelementasikan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Di Indonesia terdapat sebuah lembaga yang bernama Majelis Ulama Indonesia, yang di dalamnya merupakan kumpulan para ulama dari berbagai golongan atau organisasi umat Islam di Indonesia. Walaupun Majelis Ulama bukan merupakan supra struktur dari ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia, akan tetapi Majelis Ulama Indonesia bisa dipahami sebagai sebuah wadah yang merepresentasikan umat Islam Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena pengurus majelis ulama Indonesia merupakan fungsionaris atau pimpinan ormas Islam, bahkan Majelis Ulama Indonesia mengakomodir tokoh-tokoh lain yang tidak berasal dari oramas Islam yang mempunyai kredibilitas dan kapabilitas,

26

Ahmad Izzan, dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-Ayat Al-Qur’ân Yang Berdimensi Ekonomi (Bandung: Rosda karya, 2006), Cet.1, 33