• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Antioksida Enzimatik Katalase Pada Kelompok Abortus Imminens Dan Kelompok Kehamilan Normal

HASIL PENELITIAN

5.2. Perbedaan Kadar Antioksida Enzimatik Katalase Pada Kelompok Abortus Imminens Dan Kelompok Kehamilan Normal

Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada penelitian ini dilakukan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Perbedaan rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada kelompok abortus imminens dan kelompok kehamilan normal

Kelompok

Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase (ng/ml) P Rerata SD Kehamilan normal Abortus Imminen 822,50 629,70 30,99 13,49 0,001

Pada tabel 5.2 ditunjukkan bahwa rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada kelompok kehamilan normal sebesar 822,50 ng/ml (SD 30,29), sedangkan rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada kelompok abortus imminen sebesar 629,70 ng/ml (SD 13,49). Dengan demikian didapatkan perbedaan rerata antara kelompok abortus imminen dan hamil normal adalah 192,81 (SD 5,17), di mana hasil kedua kelompok ini berbeda secara bermakna (p<0,001).

54

Nilai cut off point kadar antioksidan enzimatik katalase berdasarkan kurva ROC adalah 783,84 ng/ml dengan nilai sensitivitas 97,8 % dan nilai spesifisitas sebesar 83,3 %.

55

BAB 6

PEMBAHASAN

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau dengan kelahiran janin dengan berat badan kurang dari 500 gram. Abortus merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling sering dijumpai pada wanita hamil. Diperkirakan 12-20 % dari seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau ancaman abortus (threatened abortion) pada trimester pertama (Cunningham, F.G. et al., 2010). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta kejadian abortus di Asia Tenggara dan di Indonesia diperkirakan antara 750.000 sampai 1,5 juta kasus dimana menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa abortus memberikan kontribusi 11% terhadap angka kematian ibu di Indonesia (Azhari, 2002). Di RSUP Sanglah Denpasar berdasarkan buku register pasien pasien tahun 2012 didapatkan 332 (9,5%) kasus dari 3502 persalinan pada tahun 2012. Sampai saat ini penyebab abortus belum jelas, namun salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya abortus imminens adalah stress oksidatif, dimana pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan. Abortus iminens berasal dari perdarahan lokal pada bagian perifer dari plasenta yang sedang terbentuk. Perdarahan ini terjadi pada saat pembentukan membran dan dapat menyebabkan abortus komplit bila hematom meluas kebagian plasenta yang definitif. Abortus iminens dapat mengalami perbaikan dan menjadi

56

kehamilan normal sampai trimester tiga atau berlanjut menjadi abortus insipien, abortus inkomplit dan abortus komplit (Cunninghan, F.G. et al., 2010).

6.1 Karakteristik Sampel

Penelitian cross sectional yang kami lakukan di Poliklinik dan ruang bersalin RSUP Sanglah selama periode Desember 2011 hingga Desember 2012, kami dapatkan sejumlah 76 sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang terdiri dari 46 sampel abortus imminen dan 30 sampel hamil normal trimester pertama.

Rerata umur ibu pada kelompok abortus imminen adalah 27,59 tahun (SD 5,40) dan pada kelompok kehamilan normal adalah 30,27 (SD 6,70), secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0,05). Dari data rerata usia ibu hamil banyak terdapat pada kurun usia reproduksi (20-30 tahun). Sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah Rumah Sakit Aliyah di Kendari yang meneliti tentang gambaran karakteristik ibu dengan abortus imminens pada tahun 2010 mendapatkan 82,35% sampel berusia antara rentang 20-35 tahun (Safitri,2012). Penelitian yang dilakukan di RSHS Bandung juga memperlihatkan sebanyak 40 % sampel pasien abortus yang memeriksakan diri ke RSHS pada tahun 2004 berkisar antara umur 20-30 tahun (Wijaya, 2004) Penelitin lain yang dilakukan di MKH Hospital, Teheran pada tahun 2004-2006 terhadap 150 pasien abortus imminen juga mendapatkan rata-rata umur penderita 27,13 tahun (SD4,76) (Tanha, 2007). Penelitian yang sama juga dilakukan di SJGH Hospital Srilangka terhadap 110 ibu dengan abortus imminen mendapatkan rarata umur ibu 28,8 tahun (Perera, 2009).

Pada penelitian ini rerata paritas ibu pada kelompok abortus imminen adalah 0,96 (SD 1,11) dan pada kelompok kehamilan normal adalah 1,07 (SD

57

1,02), secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0,05). Dari data yang diperoleh terlihat pada ibu dengan paritas 1, hal ini sesuai dengan teori yang kami dapatkan, dimana angka kejadian abortus imminen lebih sering pada ibu dengan paritas 1 dan paritas > 3 (Hadijanto, 2008). Penelitian yang dilakukan di sebuah Rumah Sakit Aliyah di Kendari yang meneliti tentang gambaran karakteristik ibu dengan abortus imminens pada tahun 2010 mendapatkan 76,48% sampel berada pada paritas 1dan >3 (Safitri,2012). Paritas 1 dan paritas >3 mempunyai angka kejadian komplikasi lebih tinggi. Penelitin lain yang dilakukan di MKH Hospital, Teheran pada tahun 2004-2006 terhadap 150 pasien abortus imminen mendapatkan rata-rata paritas penderita 2 (SD 1,1) (Tanha, 2007). Penelitian yang sama juga dilakukan di Maternity and Children Hospital Buraidah Al Qassim, Saudi Arabia terhadap 45 ibu dengan abortus imminen mendapatkan rata-rata paritas ibu 2,0 (Ahmed,2012). Ibu dengan paritas rendah cenderung melahirkan bayi yang tidak matur atau ada komplikasi karena merupakan pengalaman pertama dalam reproduksinya serta meungkinkan akan timbul penyakit dalam kehamilan (Saifudin, 2010). Sedangkan pada paritas tinggi (>3) cenderung mengalami komplikasi pada kehamilan yang akhirnya berpengaruh pada hasil kehamilan tersebut (Hadijanto, 2008).

Pada penelitin ini rerata umur kehamilan pada kelompok abortus imminen adalah 8,63 minggu (SD 1,78) dan pada kelompok kehamilan normal adalah 9,13 (SD 2,29), secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0,05). Dari data tersebut terlihat bahwa rerata umur kehamilan pada data kami berkisar umur kehamilan 8-9 minggu. Perdarahan pervaginam berupa perdarahan bercak sangat umum terjadi

58

pada wanita hamil muda kurang dari 20 minggu yaitu sekitar 12-20 % wanita hamil trimester pertama mengalami gejala pendarahan atau ancaman abortus. Perdarahan yang banyak dan nyeri perut yang menyertai abortus iminen sangat jarang terjadi. Sering perdarahan itu berupa bercak dan berhenti sendiri, mungkin karena pengaruh implantasi trofoblas pada desidua endometrium. Sekitar setengah dari wanita yang mengalami abortus iminens mengalami abortus spontan dan sisanya terus bertahan sampai viable. Abortus imminens sering terjadi pada 8 minggu pertama kehamilan yaitu sekitar 75% dan setelah itu kejadiannya menurun. Diamana hampir 15% dari seluruh kehamilan mengalami abortus imminens dan 16-18% berkembang menjadi keguguran tergantung pada jumlah pendarahan yang terjadi (Cunninghan, F.G. et al., 2010).

6.2 Kadar Rerata Antioksidan Enzimatik Katalase Pada Abortus Imminen

dan Kehamilan Normal

Dari penelitian cross sectional yang kami lakukan, didapatkan rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada kelompok kehamilan normal sebesar 822,50 ng/ml (SD 30,29), sedangkan rerata kadar antioksidan enzimatik katalase pada kelompok abortus imminen sebesar 629,70 ng/ml (SD 13,49). Dengan demikian didapatkan perbedaan rerata antara kelompok abortus imminen dan hamil normal adalah 192,81 (SD 5,17), di mana hasil kedua kelompok ini berbeda secara bermakna (p<0,001). Nilai cut off point kadar antioksidan enzimatik katalase berdasarkan kurva ROC adalah 783,84 ng/ml dengan nilai sensitivitas 97,8 % dan nilai spesifisitas sebesar 83,3 %.

59

Penelitian di Rumah Sakit Umum Belgaum – India, kadar katalase pada wanita hamil trimester pertama adalah 7.82 ± 2.84 IU/gm Hb. Kadar ini lebih rendah dibandingkan wanita tidak hamil (8,13 + 2,25) IU/gm Hb, dan kadar katalase turun pada trimester dua yaitu 7,0 + 2,33 IU/gm Hb dan trimester tiga 6,2 + 1,73 IU/gm Hb. Penelitian ini pula menyebutkan kadar antioksidan enzimatik termasuk katalase akan menurun dengan peningkatan umur kehamilan sebagai respon terhadap perubahan sirkulasi maternal. (Patil,dkk, 2007). Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian kami dalam sampel darah yang dipakai untuk penelitian. Dimana penelitian di Rumah Sakit Umum Belgaum – India menggunakan darah vena dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung dengan heparin, sementara pada penelitian kami menggunakan serum darah. Apapun faktor yang terlibat dalam perlindungan katalase terhadap interaksi materno-plasenta, tujuan utama adalah untuk mengoptimalkan implantasi, plasentasi dan diikuti dengan transformasi progresif dari arteri spiralis maternal yang vasoreaktif menjadi arteri utero-plasenta yang flasid dan distensi yang dibutuhkan untuk mensuplai fetus yang sedang berkembang dan plasentanya dengan jumlah darah maternal yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur kehamilan (Miwa, 2008).

Penelitian tentang hubungan antara antioksidan dan stress oksidatif memberikan suatu pemahaman baru mengenai hubungan materno-fetal pada trimester pertama, menunjukkan bahwa plasenta berfungsi sebagai pembatas suplai oksigen selama organogenesis. Walaupun fetus telah mulai berimplantasi ke dalam endometrium sejak 6-7 hari setelah fertilisasi dan berimplantasi lengkap

60

pada hari ke-10 (Cunningham dkk, 2010), namun aliran darah yang cukup tidak terjadi hingga akhir trimester pertama, sekitar minggu ke-10. Tekanan parsial oksigen (PO2) intraplasenta 2-3 kali lebih rendah pada minggu ke 8-10 dibandingkan dengan setelah minggu ke-12. Jadi, hingga akhir trimester pertama, fetus berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi dirinya dari efek buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen (Jauniaux dkk, 2003), serta untuk menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan pluripotent penuh. Pada kadar fisiologis, radikal bebas berfungsi dalam regulasi berbagai fungsi sel, terutama sebagai faktor transkripsi (Agarwal, dkk. 2005).

Pembentukan sistem vaskular uteroplasenta dimulai dari invasi desidua maternal oleh extravillous cytotrophoblast. Hal ini terdiri dari 2 proses berurutan dan keberhasilan dari kedua proses ini akan mempengaruhi luaran kehamilan. Proses yang terjadi pertama kali adalah extravillous cytotrophoblast menutupi dinding luar kapiler tropoblast dan arteri spiralis cabang intra-endometrium, sehingga membentuk tudung pada pembuluh darah tersebut. Sumbatan ini berfungsi sebagai filter yang memperbolehkan plasma untuk berdifusi ke arah

intervillous space, bukan aliran darah sejati. Invasi ini terjadi sekitar pada minggu

ke 5 hingga 8. Aliran ini ditambah dengan sekresi kelenjar uteri yang dilepaskan ke dalam intervillous space hingga sekitar usia kehamilan 10 minggu. Pada minggu ke 8 hingga ke 13, sumbatan ini akan terlepas perlahan-lahan. Kemudian terjadi proses invasi tropoblast yang kedua terhadap arteri spiralis intramiometrial (pada minggu ke 13 hingga 18) (Jauniaux dkk, 2000)

61

Pada abortus spontan terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada gelombang kedua invasi trofoblas. Sehingga perubahan fisiologis pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu juga ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosit. Garis tengah arteri spiralis lebih kecil dibandingkan dengan dengan kehamilan normal. Hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua dan miometrium tersumbat oleh materi fibrinoid, berisi sel-sel busa, terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskular ( Biri, dkk. 2006). Terjadinya abortus juga disebabkan tidak adekuatnya invasi trofoblast sehingga terbentuknya

trophoblastic oxidative stress menyebabkan hubungan hasil konsepsi dengan

arteri spiralis tidak terjadi dengan baik dan sempurna (Jauniaux dkk, 2004).

Diperlukan keseimbangan antara oksidan atau radikal bebas dan antioksidan untuk mencegah terjadinya stres oksidatif. Diperlukan antioksiidan yang mampu bekerja dimana ROS terbentuk. Pada kehamilan dimana sinsitiotropoblas merupakan tempat yang memiliki antioksidan dalam jumlah yang lebih sedikit sehinggga sangat peka terhadap peningkatan oksigen yang berpeluang menyebabkan terjadinya keadaan stres oksidatif. Disinilah katalase ikut berperan untuk mencegah terjadinya keadaan stres oksdatif tersebut (Jauniaux, dkk. 2000).

62

Penelitian spesifik yang meneliti tentang kadar antioksidan enzimatik katalase pada abortus imminen belum kami temukan, namun beberapa literatur mengemukakan apabila kadar katalase ini menurun, maka radikal bebas yang diproduksi oleh embrio tidak dapat diikat dengan sempurna, sehingga H2O2 yang terbentuk semakin banyak dan diubah menjadi radikal hidroksil yang dapat merusak DNA. Bila kerusakan DNA yang terjadi tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme perbaikan DNA, maka sel akan masuk ke jalur apoptosis dan terjadilah kematian sel, yang dalam tahap janin, kematian ini akan memicu respon tubuh untuk mengeluarkan hasil konsepsi, sehingga terjadilah abortus (Jauniaux, dkk. 2000).

Dengan mengetahui nilai cut off point kadar antioksidan enzimatik katalase berdasarkan kurva ROC adalah 783,84 ng/ml dengan nilai sensitivitas 97,8 % dan nilai spesifisitas sebesar 83,3 %, diharapkan dapat dilakukan pencegahan untuk menghindari terjadinya abortus imminens bila kadar antioksidan enzimatik katalase dibawah nilai cut off point tersebut.

63

BAB 7

Dokumen terkait