• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.

a. Akad dan Aspek Legalitas Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya

berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. b. Lembaga Penyelesai Sengketa Penyelesaian perbedaan atau perselisihan

antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.

c. Struktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang

Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

d. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.

e. Lingkungan dan Budaya Kerja Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.

Berdasarkan prinsip utama itu, maka secara operasional, terdapat perbedaan perbedaan yang substantif antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional (lihat Tabel 2.1).

Tabel 2.1

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Bank Syariah Bank Konvensional

a. Berdasarkan prinsip investasi bagi hasil

b. Menggunakan prinsip jual-beli Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan

c. Melakukan investasi-investasi yang halal saja

d. Setiap produk dan jasa yang diberikan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah.

e. Dilarangnya gharar dan maisir Menciptakan keserasian diantara keduanya.

f. Tidak memberikan dana secara tunai tetapi memberikan barang yang dibutuhkan (finance the goods and services)

g. Bagi hasil menyeimbangkan sisi pasiva dan aktiva.

a. Berdasarkan tujuan membungakan uang Menggunakan prinsip pinjam-meminjam uang.

b. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur

c. Investasi yang halal maupun yang haram

d. Tidak mengenal Dewan sejenis itu.

e. Terkadang terlibat dalam speculative FOREX dealing f. Berkontribusi dalam terjadinya

kesenjangan antara sektor riel dengan sektor moneter.

g. Memberikan peluang yang sangat besar untuk sight streaming (penyalah gunaan dana pinjaman) Rentan terhadap negative spread

Sumber : Muhammad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia).

Salah satu perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah perbedaan antara bunga dan bagi hasil. Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang (lihat tabel 2.2). Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena

adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal

Tabel 2.2

Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

b. Besarnya bunga adalah suatu persen-tase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan.

c. Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbang-kan apakah proyek/usaha yang dijalankan oleh nasabah / mudharib untung atau rugi.

d. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.

a.Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi.

b.Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besar-nya keuntungan yang diperoleh. Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/usaha yang dijalankan.

c.Bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib.

d.Tidak ada yang meragukan keabsah-an bagi-hasil.

Sumber : Muhammad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia) .

5. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan adalah gambaran tentang setiap hasil ekonomi yang mampu diraih oleh perusahaan perbankan pada saat periode tertentu melalui aktivitas aktivitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efesien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap terhadap data-data keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan (sutriayani, 2008). Informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan

dimasa depan. Informasi fluktuasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, disamping itu informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.18 Kinerja keuangan berguna untuk menilai kondisi keuangan bank. Kondisi keuangan bank dapat dicerminkan dari tingkat likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas bank yang bersangkutan (Angraini, 2006). Ukuran kinerja keuangan bank tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Likuiditas

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendek maksimal satu tahun dengan sejumlah aktiva lancar yang dimiliki (Abdullah, 2002:40), Likuiditas sebagai rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya ( Sartono, 2000:21). Kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka pendek penting diketahui karena berkaitan dengan kemampuannya membayar hutang jangka panjang. Perusahaan yang tidak mampu membayar hutang jangka pendek pada umumnya juga tidak mampu membayar hutang jangka panjang. Meskipun perusahaan mampu memperoleh laba, namun apabila tidak mampu membayar hutang jangka pendeknya akan mengalami kebangkrutan. Kemampuan perusahaan membayar hutang jangka pendek dapat diketahui dengan memahami sifat dari masing-masing unsur aktiva lancar. Hal ini disebabkan hutang jangka pendek perusahaan akan dibayar dengan aktiva lancarnya (Munawir, 2000:227) .

Ada tiga rasio yang dapat digunakan untuk memperkirakan kemampuan perusahaan perbankan memenuhi kebutuhan jangka pendeknya, yaitu quick ratio, banking ratio dan loan to assets ratio. Ketiga ratio tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Muljono, 1992: 92).

1) Quick Ratio

Quick Ratio merupakan kemampuan bank mengembangkan dana nasabah dengan menggunakan aktiva lancarnya. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi kas dengan total deposito yang terus disimpan pada bank bersangkutan. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

Quick Ratio =

2) Banking Ratio

Banking ratio merupakan kemampuan bank membayar kembali kewajiban kepada nasabah yang telah menanamkan dananya. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi pinjaman modal dari pihak lain dengan simpanan-simpanan atau deposito. Formulasi dari rasio ini adalah :

3) Loan to Assets Ratio

Loan to assets ratio merupakan kemampuan bank memenuhi permintaan debitur dengan aset yang tersedia. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi kredit dengan jumlah aset yang dimiliki bank. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

Loan to Asset Ratio =

b. Solvabilitas

Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang (Martono, 2002:83). Perusahaan dikatakan solvabel apabila memiliki aktiva yang cukup untuk membayar hutang jangka panjang. Sementara perusahaan yang tidak memiliki aktiva yang cukup untuk membayar hutang jangka panjang disebut sebagai perusahaan yang unsolvable. Solvabilitas perusahaan berhubungan dengan laba yang dilaporkan sebagai hasil dari proses akuntansi dasar waktu (accruals accounting basis). Meskipun laba yang dilaporkan tidak sama dengan kas yang tersedia untuk jangka pendek, namun biaya dan pendapatan merupakan transaksi yang bermuara pada kas. Oleh sebab itu, laba merupakan faktor penting dalam untuk menentukan kemampuan membayar kewajiban jangka panjang.

Kemampuan perusahaan perbankan membayar hutang jangka panjang dapat diukur dengan rasio capital adequate ratio (CAR), primary ratio

(equity to assets ratio) dan capital ratio (equity to loan ratio).mRasio-rasio tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Capital Adequate Ratio (CAR)

Capital adequate ratio (CAR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan modal menutupi kemungkinan terjadinya kegagalan dalam perkreditan dan perdagangan surat berharga. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi modal sendiri yang telah dikurangi dengan aktiva tetap dengan total kredit yang ditambah dengan surat berharga.

CAR =

2) Primary Ratio (Equity to Assets Ratio)

Primary ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan modal sendiri/permodalan pada suatu bank untuk menutup penurunan asetnya akibat berbagai kerugian yang tidak dapat dihindarkan. Rasio ini berbeda dengan CAR. Perbedaan kedua rasio tersebut terdapat pada adanya kepastian kerugian yang dialami oleh bank. Rasio ini diperoleh dengan membagi modal sendiri dengan total aset bank yang dapat diformulasikan sebagai berikut :

Prima Ratio = 3) Capital Ratio (Equity to Loan Ratio)

Rasio ini diperoleh dengan membandingkan modal sendiri dengan total kredit atau pinjaman-pinjaman nasabah dan pembiayaan yang dilakukan oleh bank. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

Capital Ratio =

c. Rentabilitas

Rentabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba. Kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba merupakan informasi penting bagi berbagai pihak (Abdullah, 2002:40) laba perusahaan memberikan gambaran mengenai kompensasi yang dapat diperoleh karyawan (Hanafi, 2003:2008). Kemampuan perusahaan menghasilkan laba mengindikasikan bahwa terdapat aliran kas masuk (Muljono, 1992: 45). Rasio yang umum digunakan untuk menganalisis rentabilitas perusahaan perbankan adalah return on Asset (ROA), return on equity (ROE) dan gross profit margin (GPM). Ketiga rasio tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Return on asset (ROA)

Return on asset merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank memperoleh laba atas pemanfaatan aset yang dimiliki. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi laba tahun berjalan dengan total asset yang dimiliki. Rasio ini diformulasikan sebagai berikut :

ROA=

2) Return on equity (ROE)

Return on equity merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank memperoleh laba dan efesiensi secara keseluruhan operasional melalui penggunaan modal sendiri. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi laba tahun berjalan dengan total modal. Semakin tinggi ROE maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh perusahaan sehingga rentabilitas bank semakin baik. Rasio ini diformulasikan sebagai berikut :

ROE=

3) Gross profit margin (GPM)

Gross profit margin merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank menghasilkan laba dari operasional usahanya yang murni. Rasio ini diperoleh dengan cara membandingkan hasil pengurangan pendapatan operasi dan biaya operasi dengan biaya operasi. Formulasi dari rasio ini adalah :

Dokumen terkait