BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK
B. Kajian Normatif
2. Perbedaan Dalam Mengartikan “Child abuse” di Indonesia . .16
B. Child Abuse / Kekerasan Pada Anak
1. Psikologi Perkembangan Anak ………... 49 2. Viktimologi/ Ilmu Pengetahuan mengenai korban …………. 54
3. Kekerasan pada Anak di dalam keluarga (Domestic Child
Abuse) ……… 60
C. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan ... 65
BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK
A. Kajian Empiris ……….. 83
B. Kajian Normatif ………. 92
1. Keterbatasan Kerja Hukum ……… 92
2. Perbedaan Dalam Mengartikan “Child abuse” di Indonesia . . 93
3. Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum ……… 97
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan Anak Dalam Keluarga ………. 117
B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat ………. 126
C. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak ……… 128
D. Usaha-usaha Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan 132
E. Kekerasan Dikaitkan Dengan Pembentukan KUHP Nasional…135
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 138
B. Saran ……….. 139
DAFTAR PUSTAKA ……… 141
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ……… i BAB I : PENDAHULUAN ………. 1 A. Latar Belakang ………. 1 B. Perumusan Masalah ………. 2 C. Tujuan Penelitian ………. 2 D. Manfaat Penelitian ……… 2 E. Keaslian Penelitian ……….. 2 F. Spesifikasi Penelitian……… 2
BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN A. Anak 1. Aspek Agama ……….. 4
2. Aspek Sosiologis ……….. ……….. 5
3. Aspek Hukum……… 5
B. Child Abuse / Kekerasan Pada Anak………. 7
C. Kekerasan pada Anak di dalam keluarga (Domestic Child Abuse)………..………. 9
D. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan ... 11
BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK A. Kajian Empiris ……….. 14
B. Kajian Normatif ………. 15
1. Keterbatasan Kerja Hukum ……… 16
2. Perbedaan Dalam Mengartikan “Child abuse” di Indonesia . .16 3. Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum ……… 17
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan Anak Dalam Keluarga ………. 19
B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat ………. 21
C. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak ……… 22
D. Usaha-usaha Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan 24
E. Kekerasan Dikaitkan Dengan Pembentukan KUHP Nasional… 25
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 27
B. Saran ……….. 28
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Anak merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang berkedudukan mulia. Keberadaannya, melalui proses penciptaan yang dimensinya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transedental dari proses ratifikasi sains (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur Ilahiah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan (Tauhid Islam) (1)
Penjelasan kedudukan anak dalam Agama Islam ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat (70) yang terjemahannya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (2)
Penjelasan Surah Al-Qur’an tersebut diikuti dengan Hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya “Semua anak dilahirkan atas kesucian, sehingga ia jelas bicaranya, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan menjadi Yahudi atau Nasrani atau Madjusi (3)
(1)
Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi Dan Hukum perlindungan Anak, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6
(2)
T. M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk, 1971, Al-qur’an Dan Terjemahannya, Khadim al Haramain asy Syasifain (Pelayan kedua Tanah Suci)
(3)
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
Pernyataan yang diberikan oleh Islam menjadi perhatian bidang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum yaitu Hukum Perlindungan Anak, baik dalam melakukan perlindungan, pembinaan, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya mempunyai tujuan menjadikan anak sebagai khalifah di tengah masyarakat.
Negara Indonesia sebagai negara hukum, masalah perlindungan terhadap anak, merupakan hak asasi yang harus diperoleh anak. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
Pernyataan dari pasal tersebut, menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga negara, baik wanita, pria, dewasa dan anak-anak dalam mendapat perlindungan hukum.
Begitu pula arah kebijakan di bidang hukum, yang tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, di antaranya “menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.”
Berdasarkan arah kebijakan di bidang hukum yang tertuang dalam GBHN tersebut, dapat dikatakan bahwa masalah perlindungan hukum terhadap anak, bukan saja masalah hak asasi manusia, tetapi lebih luas lagi adalah masalah penegakan hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak sebagai korban tindak kekerasan, yang dilakukan oleh keluarga. Bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga, merupakan bagian yang terkecil dari bentuk kekerasan yang dialami anak.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007
USU e-Repository © 2008
Setiap hari, jutaan anak di seluruh dunia berhadapan dengan bahaya. Mereka menjadi korban peperangan, kekerasan, diskriminasi rasial, apartheid, agresi, pendudukan dan aneksasi. Setiap hari, jutaan anak menderita akibat kemiskinan dan krisis ekonomi (4)
Di Indonesia, puluhan ribu perempuan di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, berkeliaran siang dan malam sebagai komoditas seks, baik ke pasar seks domestik maupun manca negara. Lembaga internasional meramalkan, Indonesia akan segera menjadi tujuan para pelancong seks dari luar negeri.(5)Selain menjadi komoditas seks, ada berjuta-juta anak Indonesia yang terpaksa bekerja sebelum waktunya secara tidak layak dalam berbagai bentuk pekerjaan, seperti mengemis, menjajakan surat kabar di jalanan atau mengais-ngais gundukan sampah.
Menurut taksiran, dewasa ini diperkirakan jumlah anak Indonesia usia di bawah 14 (empat belas) tahun yang secara ekonomis aktif adalah sekitar 2 sampai 4 juta anak. Tetapi sekedar angka saja, tidak dapat menggambarkan penderitaan fisik, intelektual, emosional dan moral yang harus ditanggung pekerja anak. Angka itu tidak mengungkapkan bagaimana hari depan seseorang anak yang tidak berpendidikan, hari depan seseorang tanpa harapan akan perbaikan.
Pekerja anak, merupakan pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan atas hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, kebebasan, dan perlindungan dari
pemerasan.(6) Hal yang mengejutkan, adalah kenyataan bahwa masalah pekerja anak
(4)
Forum Keadilan, No. 11, 30 Juni 2002, hal. 11 (5)
Ibid (6)
Hadi Setia Tunggal (Ed), 2000, Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of the Child), Harvarindo, hal, iii-iv
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
-anak masa kini.
bukan saja mengancam hari depan anak secara individu, melainkan yang sangat berbahaya bagi hari depan bangsa dan negara di kemudian hari, karena masa depan negara terletak di tangan anak
Bentuk kekerasan yang dialami anak, bukan saja berasal dari kondisi atau keadaan keluarga dan bangsa, tetapi juga berasal dari perlakuan anggota keluarganya sendiri. Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan baik secara fisik, psikis dan seksual. Seperti yang terjadi di kota Binjai Sumatera Utara awal April 2003, yaitu seseorang Abang mencabuli 2 (dua) orang adik kandungnya. Seorang ibu di kota Subang-Jawa Barat, awal Agustus 2003 menganiaya anak kandungnya hingga tewas. Peristiwa yang dialami seorang gadis cilik yang berusia 9 (sembilan) tahun di Tegal-Jawa Tengah, awal Mei 2003 yang dicabuli oleh ayah angkatnya. Seorang ibu di Tangerang awal Januari 2006 tega membakar anaknya hingga meninggal dunia seperti yang dialami Indah yang berusia 3 tahun. Dalam penelitian ini selain peneliti melihat perlindungan hukum yang telah diberikan terhadap anak korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang lain juga melihat tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga.
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan studi kasus di kota Medan. Hal ini dilakukan karena tindak kekerasan terhadap anak di Medan meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan ini dapat dilihat dari jumlah kasus yang sedang ditangani Polisi Kota Besar (Poltabes) Medan yaitu tahun 2003 dan Januari 2004 dengan jumlah kasus 168 kasus. Tindak kekerasan yang dialami anak tidak saja diterimanya dari orang lain tetapi juga dari keluarganya sendiri.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007
USU e-Repository © 2008
“Keluarga dan Kekerasan” sekilas seperti sebuah paradoks. Kekerasan bersifat merusak, berbahaya dan menakutkan, sementara di lain sisi keluarga diartikan sebagai lingkungan kehidupan manusia, merasakan kasih sayang, mendapatkan pendidikan, pertumbuhan fisik dan rohani, tempat berlindung, beristirahat dan sebagainya, yang diterima anak dari anggota keluarganya hingga ia dewasa dan sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri. Apabila seorang anak mendapat tindak kekerasan dari keluarganya siapa yang menanggung kerugian yang dideritanya. Kerugian anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga tidak saja bersifat material, tetapi juga immaterial antara lain berupa goncangan emosional dan psikologis yang langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan masa depannya. Dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/34, ditentukan bahwa kerugian yang diderita korban kejahatan meliputi kerugian fisik maupun mental (psysical on mental injury), penderitaan emosional (emotional suffering), kerugian ekonomi (economie loss) atau perusakan substansial dari hak-hak asasi mereka (substansial impairment of their fundamental right). Selanjutnya dikemukakan, bahwa seseorang dapat dipertimbangkan sebagai korban tanpa melihat apakah si pelaku kejahatan itu sudah diketahui, ditahan atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga antara si pelaku dengan korban (7)
Dalam hukum pidana positif yang berlaku, kerugian yang dialami anak sebagai korban tindak kekerasan belum secara konkrit diatur. Artinya hukum pidana positif
(7)
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 54-55
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban, lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, yaitu dengan adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan. Sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidana tidak tertuju pada perlindungan korban secara langsung dan konkrit, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak.
Perlindungan anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga hanyalah berupa pemberatan sanksi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 356 ayat (1) KUHP, yang menentukan:
“Hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya
1e. Jika sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, isterinya (suaminya) atau anaknya”.
Hal yang sama diatur dalam Pasal 13 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 menyatakan sebagai berikut :
(1). Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi,
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, c. penelantaran,
d. kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, e. ketidak adilan dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2). Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
Jadi pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, bukanlah pertanggung
jawaban terhadap kerugian/penderitaan korban secara langsung dan konkret, tetapi
lebih tertuju pada pertanggungjawaban yang bersifat pribadi/individual.
Di sisi lain dalam Pasal 51 ayat (2) Konsep KUHP tahun 2004, salah satu yang wajib dipertimbangkan hakim dalam pemidanaan adalah pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan dan pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban.
Uraian dalam Rancangan KUHP tersebut, telah lebih luas memberikan perlindungan terhadap korban dibanding dengan pasal perundang-undangan yang tersebut di atas, akan tetapi masih berupa perlindungan secara tidak langsung kepada korban.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang menjadi permasalahan adalah :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positip
Indonesia ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang
dilakukan keluarga dikaitkan dengan pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak yang berlaku saat ini dan juga untuk
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban tindak kekerasan dalam keluarga dikaitkan dengan pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini secara umum diharapkan mempunyai manfaat/faedah yang dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu:
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mendalami pengetahuan tentang perlindungan anak dan peradilan pidana anak.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
2. Bagi Pemerintah/Penegak Hukum
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan dan menjadi salah satu
alternatif bagi pemerintah/penegak hukum dalam membenahi/penegakan hukum dalam rangka perlindungan anak di Indonesia, terutama dalam pembentukan hukum pidana nasional.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007
USU e-Repository © 2008
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan, sehingga masyarakat mendapatkan informasi tentang perlindungan anak korban kekerasan dalam keluarga dalam kaitannya dengan pembentukan hukum pidana nasional Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul: Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional (Studi Kasus di Kota Medan), sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis sosiologis.
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu
penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder.10 Penelitian hukum
normatif dilakukan untuk menemukan hukum in concreto. 11
10
Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 10
11
Soetandyo Wignjosoebroto, dalam Bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 43, membagi penelitian hukum doktrinal atas : a). penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar-dasar falsafah hukum positip, b) . penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
Penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu perkara in concreto merupakan
usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in concreto
guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu
dapat diketemukan.12 Perkara tertentu dalam penelitian ini adalah perkara tindak
kekerasan keluarga terhadap anak, akan tetapi terlebih dahulu melihat perkara tindak kekerasan yang dialami anak selain dari keluarganya sendiri.
2. Metode Kajian (Pendekatan).
Metode Kajian (pendekatan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah perpaduan antara metode normatif analitis dan sosiologis.
a. Metode kajian normatif analitis yaitu melihat hukum sebagai suatu peraturan
yang abstrak atau sebagai lembaga yang benar-benar otonom, terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan-peraturan tersebut.
b. Metode kajian sosiologis, yaitu melihat hukum sebagai alat untuk mengatur
masyarakat dalam mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan konkret dalam masyarakat. Oleh karena itu, metode ini memusat kan perhatiannya pada pengamatan mengenai efektivitas dari hukum.13
Metode kajian normatif analitis dilakukan dengan meneliti data sekunder atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Metode kajian sosiologis dilakukan dengan meneliti data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari masyarakat.
3. Sifat dan Bentuk Penelitian.
12
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 22 13
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk preskriptif.
a. Deskriptif ialah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang
situasi yang dialami, pandangan, sikap yang nampak dan sebagainya. 14 Data
yang diaturkan dan ditafsirkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
b. Preskriptif ialah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran
mengenai yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. 15
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Ditetapkan Kota Medan sebagai tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat kejahatan kekerasan terhadap anak yang tinggi.
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi dokumen atau bahan pustaka yaitu melakukan penelitian terhadap data sekunder yang terdiri dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari: a). Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.
b). Peraturan Dasar: 1). Batang Tubuh UUD 1945; 2). Ketetapan MPR
14
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (VI-Press), Jakarta, hal. 10
15
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
c). Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak kekerasan.
d). Traktat, dalam hal ini konvensi Hak-hak Anak
5). Bahan hukum dari zaman penjajahan, dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Bahan hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.
3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus.
b. Wawancara dan Kuesioner.
Digunakan untuk memperoleh data primer dari responden dan narasumber.
6. Pengolahan, Analisis dan Konstruksi Data
Di dalam penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.16
Dalam melakukan analisis data, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Memilih data sekunder yang sesuai dengan perlindungan hukum terhadap anak
korban tindak kekerasan.
16
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
b. Membuat sistematika dari pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan anak korban tindak kekerasan.
Data dianalisis secara logis, sistematis, dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Analisis data secara logis berarti cara berfikir yang digunakan runtut, tetap dan tidak ada pertentangan di dalamnya, sehingga kesimpulan yang ditarik dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Sistematis maksudnya setiap analisis saling kait mengkait karena merupakan satu kesatuan yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Metode induktif maksudnya adalah dari data yang khusus ditarik kesimpulan yang umum setelah dibandingkan dengan studi kepustakaan mengenai perlindungan hukum anak dalam peradilan pidana anak.
Selanjutnya berbagai ketentuan hukum terkait dengan perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana anak diterapkan pada data yang diperoleh (induktif).
Menggunakan metode deduktif dan metode induktif, dapat diketahui perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana anak. Dari pembahasan dan analisis ini diperoleh kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan/yang diangkat dalam penelitian ini.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
BAB II
PERLIDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN
A. Anak
1. Pengertian Anak
Pengertian anak dapat dilihat dari aspek yang sangat luas baik dari aspek agama, sosiologi hukum dan sebagainya.
1. Aspek Agama
Pengertian anak menurut pandangan agama Islam dapat dilihat dari hikmah penciptaan manusia. Bahwa Allah SWT, pencipta alam ini telah memuliakan
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
manusia. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat (70), Allah berfirman “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Di antara kemuliaan yang paling besar yang Allah berikan kepada manusia adalah akal. Adanya akal menjadikan manusia mampu mengenal pencipta-Nya, mengenal makhluk-makhluk lain-Nya, mengambil petunjuk untuk mengenal sifat-sifat-Nya dengan hikmah dan amanah yang Allah titipkan pada dirinya. 17
“Dari hikmah penciptaan manusia, Islam memandang pengertian Anak sebagai suatu yang mempunyai kedudukan mulia. Anak dalam bahasa Arab disebut “walad”, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk Allah yang sedang menempuh perkembangan ke arah abdi Allah yang saleh. Memandang anak dalam kaitan dengan perkembangan membawa arti bahwa:
a. anak diberi tempat khusus yang berbeda dunia dan kehidupannya sebagai orang
dewasa.
b. Anak memerlukan perhatian dan perlakuan khusus dari orang dewasa dan para pendidiknya“18
“Hikmah penciptaan manusia dari arti kata anak itu sendiri, meletakkan kedudukan anak menjadi tanggung jawab orang tua. Tanggung jawab dimaksud adalah tanggung jawab Syari’ah Islam yang harus diemban dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara. Islam juga meletakkan tanggung jawab tersebut pada 2 aspek yaitu aspek duniawiah yang meliputi