• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak)Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak)Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

KEKERASAN YANG DILAKUKAN KELUARGA DALAM UPAYA

PEMBENTUKAN HUKUM PIDANA NASIONAL

(Studi Kasus Di Kota Medan)

TESIS

Oleh:

M

uhammad Ansori Lubis

017005025/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7

(2)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL TESIS : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK

KORBAN

(TINDAK) KEKERASAN YANG DILAKUKAN KELUARGA DALAM UPAYA PEMBENTUKAN HUKUM PIDANA NASIONAL (Studi Kasus di Kota Medan)

NAMA MAHASISWA : MUHAMMAD ANSORI LUBIS

NOMOR POKOK : 017005025

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Chainur Arrasyid, SH. K e t u a

Prof. Muhammad Daud, SH. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktris

Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa

B.Msc

(3)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW atas terselesaikannya penulisan hasil penelitian tesis ini yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional (Studi Kasus di Kota Medan)”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan, saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada yang terhormat dan

amat terpelajar Bapak Prof. Chainur Arrasyid, SH, Bapak Prof.Muhammad Daud

SH dan Bapak Prof.Dr. Alvi Syahrin, SH.MS, atas kesediaannya membantu dalam

rangka memberikan bimbingan dan petunjuk serta arahan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Berkat bimbingan, petunjuk dan arahan yang diberikan sehingga telah diperoleh hasil yang maksimal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada para Dosen

Penguji di luar komisi pembimbing yaitu, yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Prof.

Warsani, SH., dan Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.MH., yang juga telah banyak memberikan masukan, petunjuk dan arahan yang konstruktif terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium sampai seminar hasil menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktris Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH., selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Hukum, dan Ibu Dr. Sunarmi, SH.M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya pada

Magister Ilmu Hukum yang membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi, atas jasa dan budi baik para Ibu dan Bapak Dosen, penulis ucapkan terima kasih.

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah

(4)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

5. Para responden khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang

mempunyai perhatian di bidang perlindungan anak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuan berupa data dan informasi yang penulis butuhkan dalam rangka penulisan tesis ini.

6. Ibu Sariaty PR. Siregar Br. Pardede selaku Ketua Umum Yayasan Perguruan

Darma Agung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, MS, selaku Rektor Universitas Darma Agung

tempat penulis bekerja yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Bapak Faisal Akbar Nasution, SH.M.Hum., dan Bapak Dr. Pendastaren

Tarigan, SH.MS, selaku Dekan dan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Darma Agung yang telah memberikan dorongan dan masukan-masukan dalam penulisan tesis ini.

9. Rekan-rekan pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, yaitu Antoni Tarigan, SH.CN, Majda El Muhtaj, M.Hum., Marlia Sastro, M.Hum, Habibie, SH, yang selalu memberikan bantuan, dorongan dan motivasi kepada penulis dalam rangka penyelesaian studi pada Program Magister Ilmu Hukum dan juga rekan-rekan di Fakultas Hukum UDA, Syawal A. Siregar, SH.Sp.N.MM, Alusianto Hamonangan, SH., Drs. Usman Marpaung, Manahan Nainggolan, SE dan Lanna Siregar, ST.

Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada Ayahanda Alm. Haji Adam Nurdin Lubis dan Ibunda Hj. Nurhayati terima kasih buat do’a dan cintanya. Buat isteriku tercinta Dra. Maya Linsa Sipahutar serta anak-anakku tersayang Febby Putri Anasya Lubis, Muhammad Fadhil Lubis dan Alm. Nazwa Puteri Lubis terima kasih atas pengertian dan pengorbanan serta do’anya selama penulis mengikuti perkuliahan.

Akhirnya semoga segala budi baik, jasa-jasa dan semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlimpah dari Allah SWT.

Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum, meski keberadaannya bagaikan setetes air di atas lautan yang luas dan dalam.

Amin.

Medan, Pebruari 2007

Penulis,

(5)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

Kekerasan terhadap anak atau violence (terutama child abuse, sexual

exploitation dan economic exploitation) masih terus berlangsung. Di Indonesia, puluhan ribu perempuan di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, berkeliaran siang dan malam sebagai komoditas seks, baik ke pasar seks domestik maupun manca negara. Lembaga internasional meramalkan, Indonesia akan segera menjadi tujuan pelancong seks dari luar negeri. Selain menjadi komoditas seks, ada berjuta-juta anak Indonesia yang terpaksa bekerja sebelum waktunya secara tidak layak dalam berbagai bentuk pekerjaan seperti mengemis, menjajakan surat kabar di jalanan atau mengais-ngais gundukan sampah.

Menurut taksiran, dewasa ini diperkirakan jumlah anak Indonesia usia di bawah 14 (empat belas) tahun yang secara ekonomis aktif adalah sekitar 2 sampai 4 juta anak. Tetapi sekedar angka saja, tidak dapat menggambarkan penderitaan fisik, intelektual, emosional dan moral yang harus ditanggung pekerja anak. Angka itu tidak mengungkapkan bagaimana hari depan seorang anak yang tidak berpendidikan, hari depan seseorang tanpa harapan akan perbaikan.

Bentuk kekerasan yang dialami anak, bukan saja berasal dari kondisi atau keadaan keluarga dan bangsa, tetapi juga berasal dari perlakuan anggota keluarganya sendiri.

Kekerasan di rumah tidak terjadi begitu saja tetapi ada kondisi sosial-budaya yang mendukung terjadinya kekerasan tersebut.

Kondisi tersebut secara minimal dapat dikategorikan menjadi kondisi budaya, kondisi sosial dan kondisi ekonomi sedangkan bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan baik secara fisik, psikis dan seksual.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahannya adalah : (1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positip; (2) bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang dilakukan keluarga dalam upaya pembentukan hukum pidana nasional.

(6)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

**) Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis sosiologis.

Hasil penelitian dalam tesis ini adalah menunjukkan bahwa pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap anak tidak diatur secara tersendiri, pengaturannya tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam UU No. 23 Tahun 2002, UU No. 23 Tahun 2004, UU No. 4 Tahun 1979, UU No. 3 Tahun 1999, sehingga dari berbagai peraturan perundangan tersebut tidak dijumpai keseragaman defenisi tentang anak dan batas usia siapa yang disebut dengan anak tersebut, untuk itu dalam pembentukan KUHP Nasional perlu ditegaskan batasan umur anak yang dapat dijadikan acuan bagi hukum positif khususnya dibidang perlindungan anak. Sedangkan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang dilakukan keluarga dalam pembentukan KUHP Nasional perlu diatur secara tegas tentang hak-haknya, yang dalam hal ini perlu diatur pertanggung jawaban perdata pelaku tindak kekerasan terhadap anak disamping pertanggung jawaban pidana. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa perkembangan menunjukkan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan keluarga pada kenyataannya sering terjadi dalam kehidupan masyarakat sementara perlindungan terhadap anak korban kekerasan masih sebatas pemberatan hukuman kepada si pelaku tanpa memberikan ganti rugi kepada si korban.

Kewajiban negara secara yuridis akan bergantung pada hukum positif yang ada di dalam negara tersebut untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap seorang anak, dan usaha perlindungan terhadap anak harus didukung oleh adanya hukum perlindungan anak yang efektif dan komprehensif.

_________________________ Kata kunci :

- Perlindungan Anak - Kekerasan terhadap anak

(7)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Law Protection Against Child Abuse Committed by Family in Efforts of Forming National Criminal Law

Violence against child (mainly child abuse, sexual exploitation and economic exploitation) has still been continuing. In Indonesia, thousands of girls under 18 years old, wander about in the afternoon and night as sex commodity, either to domestic sex marketing or foreign countries. An international organization predicts that Indonesia will be tourist sight-seer aim soon from abroad. Besides being sex commodity, there are millions of Indonesian children being forced to work before unreasonable time in various jobs as begging, peddling news paper in the street or scraping pile of rubbish.

According to estimation, now a days it is estimated that there are around 2 or 4 million Indonesian children under 14 years old being active economy, but it is only in number, it can’t describe physical, intellectual, emotional and moral anguish that must be born by child worker. That number doesn’t express how a child’s future who doesn’t have education, without hope for improvement.

The form of violence experienced by a child is not only from family and nation condition but also from his own family’s treatment. Violence at home doesn’t happen just like that but there is cultural social condition that supports the violence to happen. Minimally, that condition can be categorized to be cultural condition, social condition and economic condition while the form of violence experienced by a child can be violence actions in physics as well as mental and sexual.

Based on the description above, the problems are (1) how law protection against child according to positive law; (2) how law protection against child abuse committed by family in efforts of forming national criminal law.

Student of study Program of Law Magister in Post Graduate of North Sumatera University. **

(8)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Research methode used is research methode of normative juridical law and sociological jurisdiction.

The result of research in this thesis indicates that the arrangement of law protection against child is not arranged separately, the arrangement spreads in various legislation regulation as in regulation No. 23 year 2002, regulation No. 23 year 2004, regulation No. 4 year 1979, regulation No. 3 year 1999, with the result that from various legislation regulations are not found the same definition about child and whose age limit is said to that child, for that, in forming National KUHP needs explaining the child age limit that can be made in to a proposal for positive law, especially in child protection field, while law protection against child abuse committed by family in forming National KUHP needs arranging firmly about child’s rights, in this case, it needs arranging the responsibility of violence doer court of justice against child besides the responsibility of criminal. This is based on the consideration thet development indicates violence committed by family often happens in reality in society life while protection against child abuse is still severe punishment for the doer without giving compensation to the victim, juridically, country obligation will depend on positive law its self in thet country so that it can give reasonable protection against a child, and protection efforts against child must be supported by effective and comprehensive child protection law.

____________________

Keyword : - Protection child - Violence against child

(9)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

2. Bagi Pemerintah/ Penegak Hukum ……….. 8

3. Bagi Masyarakat ……….. 8

E. Keaslian Penelitian ……….. 8

F. Metode Penelitian ……… 9

1. Jenis Penelitian ……… 9

2. Metode Kajian (Pendekatan) ……….. 9

3. Sifat dan Bentuk Penelitian ……… 10

4. Lokasi Penelitian ……… 11

5. Alat Pengumpulan Data ………. 11

6. Pengolahan, Analisis dan Konstruksi Data ……… 12

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN A. Anak 1. Pengertian Anak ……….. 14

2. Sejarah Lahirnya Hukum Anak di Indonesia ……….. 23

(10)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

B. Child Abuse / Kekerasan Pada Anak

1. Psikologi Perkembangan Anak ………... 49

2. Viktimologi/ Ilmu Pengetahuan mengenai korban …………. 54

3. Kekerasan pada Anak di dalam keluarga (Domestic Child

Abuse) ……… 60

C. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan ... 65

BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK

A. Kajian Empiris ……….. 83

B. Kajian Normatif ………. 92

1. Keterbatasan Kerja Hukum ………

92

2. Perbedaan Dalam Mengartikan “Child abuse” di Indonesia . .

93

3. Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum ……… 97

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Anak Dalam Keluarga ………. 117

B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat ………. 126

C. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak ……… 128

D. Usaha-usaha Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan 132

E. Kekerasan Dikaitkan Dengan Pembentukan KUHP Nasional…135

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 138

B. Saran ……….. 139

DAFTAR PUSTAKA ……… 141

(11)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

C. Kekerasan pada Anak di dalam keluarga (Domestic Child Abuse)………..………. 9

D. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan ... 11

BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK A. Kajian Empiris ……….. 14

B. Kajian Normatif ………. 15

1. Keterbatasan Kerja Hukum ……… 16

(12)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Anak Dalam Keluarga ………. 19

B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat ………. 21

C. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak ……… 22

D. Usaha-usaha Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan 24

E. Kekerasan Dikaitkan Dengan Pembentukan KUHP Nasional… 25

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 27

B. Saran ……….. 28

(13)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

Anak merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang berkedudukan mulia.

Keberadaannya, melalui proses penciptaan yang dimensinya sesuai dengan kehendak

Allah SWT. Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transedental

dari proses ratifikasi sains (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur Ilahiah yang

diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari

proses keyakinan (Tauhid Islam) (1)

Penjelasan kedudukan anak dalam Agama Islam ditegaskan dalam Al-Qur’an

Surah Al-Isra’ ayat (70) yang terjemahannya : “Dan sesungguhnya telah Kami

muliakan Anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri

rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna

atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (2)

Penjelasan Surah Al-Qur’an tersebut diikuti dengan Hadist Nabi Muhammad

SAW yang artinya “Semua anak dilahirkan atas kesucian, sehingga ia jelas bicaranya,

maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan menjadi Yahudi atau Nasrani atau

Madjusi (3)

(1)

Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi Dan Hukum perlindungan Anak, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6

(2)

T. M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk, 1971, Al-qur’an Dan Terjemahannya, Khadim al Haramain asy Syasifain (Pelayan kedua Tanah Suci)

(3)

(14)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Pernyataan yang diberikan oleh Islam menjadi perhatian bidang ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu hukum yaitu Hukum Perlindungan Anak, baik dalam

melakukan perlindungan, pembinaan, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya

mempunyai tujuan menjadikan anak sebagai khalifah di tengah masyarakat.

Negara Indonesia sebagai negara hukum, masalah perlindungan terhadap anak,

merupakan hak asasi yang harus diperoleh anak. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 27

ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa “Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

Pernyataan dari pasal tersebut, menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di

dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga negara, baik wanita, pria, dewasa

dan anak-anak dalam mendapat perlindungan hukum.

Begitu pula arah kebijakan di bidang hukum, yang tertuang dalam Garis-garis

Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, di antaranya “menegakkan hukum secara

konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi

hukum, serta menghargai hak asasi manusia.”

Berdasarkan arah kebijakan di bidang hukum yang tertuang dalam GBHN

tersebut, dapat dikatakan bahwa masalah perlindungan hukum terhadap anak, bukan

saja masalah hak asasi manusia, tetapi lebih luas lagi adalah masalah penegakan

hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak sebagai korban tindak kekerasan,

yang dilakukan oleh keluarga. Bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga,

(15)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Setiap hari, jutaan anak di seluruh dunia berhadapan dengan bahaya. Mereka

menjadi korban peperangan, kekerasan, diskriminasi rasial, apartheid, agresi,

pendudukan dan aneksasi. Setiap hari, jutaan anak menderita akibat kemiskinan dan

krisis ekonomi (4)

Di Indonesia, puluhan ribu perempuan di bawah usia 18 (delapan belas) tahun,

berkeliaran siang dan malam sebagai komoditas seks, baik ke pasar seks domestik

maupun manca negara. Lembaga internasional meramalkan, Indonesia akan segera

menjadi tujuan para pelancong seks dari luar negeri.(5)Selain menjadi komoditas seks, ada berjuta-juta anak Indonesia yang terpaksa bekerja sebelum waktunya secara tidak

layak dalam berbagai bentuk pekerjaan, seperti mengemis, menjajakan surat kabar di

jalanan atau mengais-ngais gundukan sampah.

Menurut taksiran, dewasa ini diperkirakan jumlah anak Indonesia usia di

bawah 14 (empat belas) tahun yang secara ekonomis aktif adalah sekitar 2 sampai 4

juta anak. Tetapi sekedar angka saja, tidak dapat menggambarkan penderitaan fisik,

intelektual, emosional dan moral yang harus ditanggung pekerja anak. Angka itu tidak

mengungkapkan bagaimana hari depan seseorang anak yang tidak berpendidikan, hari

depan seseorang tanpa harapan akan perbaikan.

Pekerja anak, merupakan pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan atas hak-hak

anak untuk mendapatkan pendidikan, kebebasan, dan perlindungan dari

pemerasan.(6) Hal yang mengejutkan, adalah kenyataan bahwa masalah pekerja anak

(16)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

-anak masa kini.

bukan saja mengancam hari depan anak secara individu, melainkan yang sangat

berbahaya bagi hari depan bangsa dan negara di kemudian hari, karena masa depan

negara terletak di tangan anak

Bentuk kekerasan yang dialami anak, bukan saja berasal dari kondisi atau

keadaan keluarga dan bangsa, tetapi juga berasal dari perlakuan anggota keluarganya

sendiri. Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan

kekerasan baik secara fisik, psikis dan seksual. Seperti yang terjadi di kota Binjai

Sumatera Utara awal April 2003, yaitu seseorang Abang mencabuli 2 (dua) orang adik

kandungnya. Seorang ibu di kota Subang-Jawa Barat, awal Agustus 2003 menganiaya

anak kandungnya hingga tewas. Peristiwa yang dialami seorang gadis cilik yang

berusia 9 (sembilan) tahun di Tegal-Jawa Tengah, awal Mei 2003 yang dicabuli oleh

ayah angkatnya. Seorang ibu di Tangerang awal Januari 2006 tega membakar anaknya

hingga meninggal dunia seperti yang dialami Indah yang berusia 3 tahun. Dalam

penelitian ini selain peneliti melihat perlindungan hukum yang telah diberikan

terhadap anak korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang lain juga melihat

tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga.

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan studi kasus di kota Medan. Hal

ini dilakukan karena tindak kekerasan terhadap anak di Medan meningkat dari tahun

ke tahun. Keadaan ini dapat dilihat dari jumlah kasus yang sedang ditangani Polisi

Kota Besar (Poltabes) Medan yaitu tahun 2003 dan Januari 2004 dengan jumlah kasus

168 kasus. Tindak kekerasan yang dialami anak tidak saja diterimanya dari orang lain

(17)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

“Keluarga dan Kekerasan” sekilas seperti sebuah paradoks. Kekerasan bersifat

merusak, berbahaya dan menakutkan, sementara di lain sisi keluarga diartikan sebagai

lingkungan kehidupan manusia, merasakan kasih sayang, mendapatkan pendidikan,

pertumbuhan fisik dan rohani, tempat berlindung, beristirahat dan sebagainya, yang

diterima anak dari anggota keluarganya hingga ia dewasa dan sanggup memenuhi

kebutuhannya sendiri. Apabila seorang anak mendapat tindak kekerasan dari

keluarganya siapa yang menanggung kerugian yang dideritanya. Kerugian anak

sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga tidak saja bersifat

material, tetapi juga immaterial antara lain berupa goncangan emosional dan

psikologis yang langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan masa

depannya.

Dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/34, ditentukan bahwa kerugian

yang diderita korban kejahatan meliputi kerugian fisik maupun mental (psysical on

mental injury), penderitaan emosional (emotional suffering), kerugian ekonomi

(economie loss) atau perusakan substansial dari hak-hak asasi mereka (substansial

impairment of their fundamental right). Selanjutnya dikemukakan, bahwa seseorang

dapat dipertimbangkan sebagai korban tanpa melihat apakah si pelaku kejahatan itu

sudah diketahui, ditahan atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga

antara si pelaku dengan korban (7)

Dalam hukum pidana positif yang berlaku, kerugian yang dialami anak sebagai

korban tindak kekerasan belum secara konkrit diatur. Artinya hukum pidana positif

(7)

(18)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban, lebih banyak merupakan

perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, yaitu dengan adanya berbagai

perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan. Sistem sanksi dan

pertanggungjawaban pidana tidak tertuju pada perlindungan korban secara langsung

dan konkrit, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak.

Perlindungan anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh

keluarga hanyalah berupa pemberatan sanksi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 356

ayat (1) KUHP, yang menentukan:

“Hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya

1e. Jika sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, isterinya (suaminya) atau anaknya”.

Hal yang sama diatur dalam Pasal 13 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang No. 23 Tahun

2002 menyatakan sebagai berikut :

(1). Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan:

(19)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Jadi pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, bukanlah pertanggung

jawaban terhadap kerugian/penderitaan korban secara langsung dan konkret, tetapi

lebih tertuju pada pertanggungjawaban yang bersifat pribadi/individual.

Di sisi lain dalam Pasal 51 ayat (2) Konsep KUHP tahun 2004, salah satu

yang wajib dipertimbangkan hakim dalam pemidanaan adalah pandangan masyarakat

terhadap tindak pidana yang dilakukan dan pengaruh tindak pidana terhadap korban

atau keluarga korban.

Uraian dalam Rancangan KUHP tersebut, telah lebih luas memberikan

perlindungan terhadap korban dibanding dengan pasal perundang-undangan yang

tersebut di atas, akan tetapi masih berupa perlindungan secara tidak langsung kepada

korban.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang menjadi permasalahan adalah :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positip

Indonesia ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang

dilakukan keluarga dikaitkan dengan pembentukan Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) Nasional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan yang mengatur

(20)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban tindak kekerasan dalam

keluarga dikaitkan dengan pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) Nasional.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini secara umum diharapkan mempunyai manfaat/faedah yang

dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mendalami pengetahuan

tentang perlindungan anak dan peradilan pidana anak.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian

selanjutnya.

2. Bagi Pemerintah/Penegak Hukum

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan dan menjadi salah satu

alternatif bagi pemerintah/penegak hukum dalam membenahi/penegakan hukum

dalam rangka perlindungan anak di Indonesia, terutama dalam pembentukan hukum

pidana nasional.

(21)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan, sehingga masyarakat

mendapatkan informasi tentang perlindungan anak korban kekerasan dalam keluarga

dalam kaitannya dengan pembentukan hukum pidana nasional Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas

Sumatera Utara, penelitian dengan judul: Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban

(Tindak) Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum

Pidana Nasional (Studi Kasus di Kota Medan), sepanjang pengetahuan penulis belum

pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

yuridis normatif dan yuridis sosiologis.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu

penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder.10 Penelitian hukum

normatif dilakukan untuk menemukan hukum in concreto. 11

10

Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 10

11

Soetandyo Wignjosoebroto, dalam Bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum,

(22)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu perkara in concreto merupakan

usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in concreto

guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu

dapat diketemukan.12 Perkara tertentu dalam penelitian ini adalah perkara tindak

kekerasan keluarga terhadap anak, akan tetapi terlebih dahulu melihat perkara tindak

kekerasan yang dialami anak selain dari keluarganya sendiri.

2. Metode Kajian (Pendekatan).

Metode Kajian (pendekatan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah

perpaduan antara metode normatif analitis dan sosiologis.

a. Metode kajian normatif analitis yaitu melihat hukum sebagai suatu peraturan

yang abstrak atau sebagai lembaga yang benar-benar otonom, terlepas dari

kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan-peraturan tersebut.

b. Metode kajian sosiologis, yaitu melihat hukum sebagai alat untuk mengatur

masyarakat dalam mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan konkret

dalam masyarakat. Oleh karena itu, metode ini memusat kan perhatiannya pada

pengamatan mengenai efektivitas dari hukum.13

Metode kajian normatif analitis dilakukan dengan meneliti data sekunder atau

bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang

diteliti. Metode kajian sosiologis dilakukan dengan meneliti data primer yaitu

data yang langsung diperoleh dari masyarakat.

3. Sifat dan Bentuk Penelitian.

12

Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 22

13

(23)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk preskriptif.

a. Deskriptif ialah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang

situasi yang dialami, pandangan, sikap yang nampak dan sebagainya. 14 Data

yang diaturkan dan ditafsirkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder.

b. Preskriptif ialah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran

mengenai yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. 15

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Ditetapkan Kota Medan

sebagai tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Medan merupakan

salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat kejahatan kekerasan terhadap

anak yang tinggi.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi dokumen atau bahan pustaka yaitu melakukan penelitian terhadap data

sekunder yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:

a). Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.

b). Peraturan Dasar: 1). Batang Tubuh UUD 1945; 2). Ketetapan MPR

14

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (VI-Press), Jakarta, hal. 10

15

(24)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

c). Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan

hukum terhadap anak korban tindak kekerasan.

d). Traktat, dalam hal ini konvensi Hak-hak Anak

5). Bahan hukum dari zaman penjajahan, dalam hal ini Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP)

2. Bahan hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus.

b. Wawancara dan Kuesioner.

Digunakan untuk memperoleh data primer dari responden dan narasumber.

6. Pengolahan, Analisis dan Konstruksi Data

Di dalam penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya berarti

kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.

Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis

tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.16

Dalam melakukan analisis data, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Memilih data sekunder yang sesuai dengan perlindungan hukum terhadap anak

korban tindak kekerasan.

16

(25)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

b. Membuat sistematika dari pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan anak

korban tindak kekerasan.

Data dianalisis secara logis, sistematis, dengan menggunakan metode induktif

dan deduktif. Analisis data secara logis berarti cara berfikir yang digunakan runtut,

tetap dan tidak ada pertentangan di dalamnya, sehingga kesimpulan yang ditarik dapat

dipertanggungjawabkan secara rasional. Sistematis maksudnya setiap analisis saling

kait mengkait karena merupakan satu kesatuan yang berkaitan dengan permasalahan

yang telah dirumuskan. Metode induktif maksudnya adalah dari data yang khusus

ditarik kesimpulan yang umum setelah dibandingkan dengan studi kepustakaan

mengenai perlindungan hukum anak dalam peradilan pidana anak.

Selanjutnya berbagai ketentuan hukum terkait dengan perlindungan anak dalam

sistem peradilan pidana anak diterapkan pada data yang diperoleh (induktif).

Menggunakan metode deduktif dan metode induktif, dapat diketahui

perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana anak. Dari pembahasan dan analisis

ini diperoleh kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang

(26)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

BAB II

PERLIDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK

DARI TINDAK KEKERASAN

A. Anak

1. Pengertian Anak

Pengertian anak dapat dilihat dari aspek yang sangat luas baik dari aspek

agama, sosiologi hukum dan sebagainya.

1. Aspek Agama

Pengertian anak menurut pandangan agama Islam dapat dilihat dari hikmah

(27)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

manusia. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat (70), Allah berfirman “Dan

sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di

daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami

lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang

telah Kami ciptakan”.

Di antara kemuliaan yang paling besar yang Allah berikan kepada manusia

adalah akal. Adanya akal menjadikan manusia mampu mengenal pencipta-Nya,

mengenal makhluk-makhluk lain-Nya, mengambil petunjuk untuk mengenal

sifat-sifat-Nya dengan hikmah dan amanah yang Allah titipkan pada dirinya. 17

“Dari hikmah penciptaan manusia, Islam memandang pengertian Anak sebagai suatu yang mempunyai kedudukan mulia. Anak dalam bahasa Arab disebut “walad”, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk Allah yang sedang menempuh perkembangan ke arah abdi Allah yang saleh. Memandang anak dalam kaitan dengan perkembangan membawa arti bahwa:

a. anak diberi tempat khusus yang berbeda dunia dan kehidupannya sebagai orang

dewasa.

b. Anak memerlukan perhatian dan perlakuan khusus dari orang dewasa dan para pendidiknya“18

“Hikmah penciptaan manusia dari arti kata anak itu sendiri, meletakkan kedudukan anak menjadi tanggung jawab orang tua. Tanggung jawab dimaksud adalah tanggung jawab Syari’ah Islam yang harus diemban dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara. Islam juga meletakkan tanggung jawab tersebut pada 2 aspek yaitu aspek duniawiah yang meliputi kesejahteraan, keselamatan di dunia dan aspek ukhrawiah yang meliputi

pengampunan/pahala dari pembina, pemelihara dan pendidikan di dunia” 19

Tanggung jawab orang tua terhadap anak bermakna dari amanah Allah, bahwa

anak sebagai titipanNya. Tanggung jawab tersebut bermakna dari amanah Allah,

17

Imam Ghazali, 1998, Hikmah Penciptaan Makhluk, Lentera, Jakarta, hal. 108-109 18

Imam Jauhari, 2001, Perlindungan Hukum terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam (Penelitian di kota Binjai), Tesis, hal. 92 19

(28)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

bahwa anak adalah titipan saja untuk kedua orang tuanya, akan tetapi untuk

masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian ini melahirkan hak-hak yang harus diakui,

diyakini dan dilaksanakan serta harus diterima anak dari orang tua, masyarakat, bangsa

dan negara.

Keharusan pelaksanaan dari hak-hak anak diperkuat dalam Al-Qur’an Surat

Al-Isra ayat (31), yang terjemahannya : “Dan janganlah kamu membunuh

anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka

dan juga kepada mu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang sangat

besar.

Di antara hak-hak anak dalam pandangan agama Islam, yaitu:

a. Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau rahim

ibunya ( Q. S. Al-Baqarah ayat (233) )

b. Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak yang

benar (Q. S. Mujaadalah ayat (11))

c. Hak untuk mendapatkan nafkah orang tuanya (Q. S. Qashash ayat (12) )

Beberapa hak tersebut menunjuk bahwa tidak sepanjang hidup anak menerima

hak yang demikian, akan tetapi perlu pembatasan antara yang dikatakan sebagai anak

dan dewasa. Berarti sebelum dewasa masih dikatakan anak.

Menurut Fiqih Islam, seseorang dewasa dengan salah satu tanda berikut ini:

(29)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

Dari aspek agama (Islam) tidak ada kriteria baku yang memberi batasan

tentang pengertian anak, hanya atas dasar keadaan biologis atau pertumbuhan jasmani

yaitu dengan menyebutkan kata akhil baligh sebagai batasan antara yang dikatakan

anak dan dewasa.

2. Aspek Sosiologi

Kedudukan anak dalam aspek sosiologi menunjukkan anak sebagai makhluk

sosial yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat bangsa dan negara.

“Pengertian anak dalam makna sosial lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan dan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa. Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik pertumbuhan mental spiritual yang berada di

bawah kelompok usia orang dewasa.” 21

Pengertian anak dari aspek sosiologis juga dapat dilihat melalui pendapat

Zakiah Darajat yang menyebutkan anak sebagai generasi muda .

“Menurut beliau generasi muda terdiri atas masa kanak-kanak umur 0-12

tahun, masa remaja umur 13-20 tahun dan masa dewasa muda umur 21-25

tahun.

20

Sulaiman Rasyid, dalam Chairuh Bariah, 2003, Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga Di Kota Medan (Menurut konvensi Hak Anak dan Hukum Islam), Tesis, hal. 19

21

(30)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Masa kanak-kanak dibagi menjadi 3 tahap:

a. Masa bayi umur 0 - menjelang 2 tahun

Pada masa bayi keadaan fisik anak masih lemah dan kehidupannya masih

sangat tergantung pemeliharaan orang tuanya, terutama ibunya.

b. Masa kanak-kanak pertama umur 2-5 tahun.

Sifat anak suka meniru apa yang dilakukan orang lain dan emosinya sangat

tajam. Anak mulai mencari teman sebaya, ia mulai berhubungan dengan

orang-orang dalam lingkungannya, mulai terbentuk pemikiran tentang dirinya.

c. Masa kanak-kanak terakhir antara 5-12 tahun.

Tahap ini terjadi pertumbuhan kecerdasan yang cepat, suka bekerja, lebih suka

bermain bersama dan berkumpul tanpa aturan, suka menolong, menyayangi,

menguasai dan memerintah”.

“Pada masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat

dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan

kepribadian.

Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang terjadi

dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya sikap

dan tindakan yang oleh orang dinilai sebagai perbuatan nakal. Usia 21-25

tahun masih dapat dikelompokkan dalam generasi muda, walaupun dari

perkembangan jasmani dan kecerdasan telah betul-betul dewasa dan emosi

(31)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

juga stabil, namun dari segi kemantapan agama dan ideologi masih dalam

proses pemantapannya. 22 “Generasi muda adalah harapan bangsa. Oleh

karena itu generasi muda perlu dibina dengan baik, agar mereka tidak salah

jalan dalam hidupnya. Pembinaan generasi muda yang pertama-tama harus

dilakukan dalam lingkungan keluarga. Keluarga tempat membentuk pribadi

anak sejak kecil. Di samping pembinaan di dalam keluarga, ada pula

pembinaan di luar keluarga, seperti sekolah dan kursus-kursus keterampilan. 23 Dari aspek sosiologis, batasan atau ukuran yang dapat dikatakan sebagai anak

adalah adanya keterbatasan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik dalam

pertumbuhan atau mental spiritual yang berada di bawah kelompok usia orang

dewasa.

3. Aspek Hukum

Dalam aspek hukum, pengertian anak dapat dilihat melalui beberapa

perundang-undangan:

a. Menurut hukum adat

Hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam

peraturan-peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana- sini masih

mengandung unsur agama.24 Pengertian tentang anak yang diberikan oleh

hukum adat, bahwa anak dikatakan minderjarigheid (bawah umur), yaitu

22

Zakiah Darajat dalam, Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, hal. 1-2

23

Ibid.

24

(32)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain yaitu jika

tidak dikuasai oleh orang tuanya maka dikuasai oleh walinya (voogd)nya.25 b. Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menentukan:

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian.

c. Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menentukan bahwa

yang dikatakan belum dewasa yaitu belum mencapai enam belas tahun.

d. Anak menurut Undang-undang Perkawinan:

Pasal 7 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 seorang pria diizinkan kawin

(dianggap sudah dewasa dan layak untuk kawin) sesudah mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun dan pihak wanita yang sudah mencapai umur 16 (enam

belas) tahun. Penyimpangan terhadap hal ini hanya dapat dimintakan

dispensasi.

e. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, ditentukan bahwa:

“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.”

f. Menurut Konvensi Hak Anak (Convention On The Rights of Child) yang

disetujui oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November 1984 dan disahkan

oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990,

mendefinisikan anak secara umum sebagai manusia yang umurnya belum

25

(33)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

mencapai 18 (delapan belas) tahun, namun diberikan juga pengakuan

terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam

perundangan nasional. Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) tidak dikenal istilah

belum dewasa atau remaja, yang ada hanya istilah “anak” yang berarti “semua

manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun”. Selain itu juga

dalam KHA ada 2 (dua) pendapat tentang bayi di dalam kandungan. Pendapat

pertama menyatakan bahwa bayi yang berada di dalam kandungan juga

termasuk ke dalam kategori anak yang seperti yang dimaksud oleh KHA.

Pendapat Kedua, anak terhitung sejak lahir hingga sebelum berumur 18

(delapan belas) tahun.

g. Pasal 2 butir (1) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, menentukan bahwa:

“Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (2) merumuskan bahwa anak

adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) dan belum pernah

menikah. Dalam rumusan pasal ini ada dua hal yang menyebabkan seseorang

dikategorikan sebagai seorang anak, yang pertama adalah umurnya sudah

mencapai 8 (delapan) tahun dan belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan

yang kedua adalah belum pernah menikah karena jika seseorang tersebut sudah

(34)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

atau sekalipun ia kemudian bercerai, menurut undang-undang ini ia akan

dikategorikan sebagai orang dewasa dan bukan sebagai anak.

h. Anak dalam Hukum Perburuhan

Undang-undang No. 12 tahun 1948 tentang Pokok Perburuhan mendefinisikan

anak adalah laki-laki atau perempuan yang berumur 14 (empat) tahun ke

bawah.

i. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, menyatakan bahwa:

“Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dari aspek hukum beberapa perundang-undangan yang memberi pengertian

tentang anak belum ada keseragaman. Dalam memberi kriteria atau batasan umur

yang dapat dikatakan anak, tetapi sebagai pengertian umum yang diberikan oleh

beberapa undang-undang tersebut, maka anak adalah:

1. Orang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun

2. Termasuk juga anak yang masih di dalam kandungan.

Anak mempunyai arti tersendiri di dalam kehidupan manusia yang berbeda-beda

dan memiliki ciri khas tersendiri. Pengertian anak dalam suatu kebudayaan dan

kebudayaan yang lain juga berbeda, tapi intinya adalah bahwa anak merupakan suatu

yang berharga yang dikaruniakan Tuhan bagi sebuah keluarga, sebuah suku atau

kelompok masyarakat tertentu, kehadiran seorang anak merupakan suatu yang baik

dalam sebuah keluarga. Dalam sistem hukum nasional ada berbagai macam kriteria

(35)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Dalam sistem hukum Indonesia tidak ada keseragaman di dalam menentukan

batas kedewasaaan. Hukum pidana dan hukum perdata menentukan seseorang masih

digolongkan anak atau tidak dengan menggunakan standar umur dan pernikahan,

sedangkan dalam hukum adat dan hukum islam tidak menggunakan standar umur

tetapi didasarkan pada keadaan biologis dari si anak. Apalagi ditambah dengan

berbagai sering terjadinya penipuan-penipuan umur seorang anak Di Indonesia tidak

semua orang mempunyai akte kelahiran akibatnya untuk menentukan usia seseorang

dipergunakan rapor, surat baptis atau surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah saja.

Sehingga umur seseorang dengan mudah disamarkan di Indonesia baik itu untuk bisa

mendapatkan keringanan hukuman (orang yang sudah dewasa atau sudah kawin)

berpura-pura sebagai anak. Atau didalam kasus-kasus perburuhan umur seorang anak

disamarkan agar bisa dipekerjakan.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengertian anak sangat banyak,

namun yang dipergunakan dalam hal ini adalah pengertian anak menurut

Undang-Undang Perlindungan Anak, dimana pengertian anak adalah seorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

2. Sejarah Lahirnya Hukum Anak di Indonesia

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, sejak penciptaan manusia

sampai dengan saat ini anak memiliki pemaknaan yang berbeda-beda. Dan hal tersebut

semakin berkembang dari zaman ke zaman. Sebagai contoh dahulu terdapat paham

yang mengatakan bahwa banyak anak banyak rejeki, tetapi hal tersebut terjadi pada

(36)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

belum sebanyak zaman sekarang dan pada saat itu kuantitas sangat berpengaruh dalam

peningkatan perekonomian suatu keluarga. Namun hal tersebut tidak akan menjadi

relevan lagi di zaman ini, dimana manusia semakin banyak jumlahnya, yang berarti

persaingan juga semakin besar satu sama lain. Diikuti dengan semakin beragamnya

kebutuhan manusia dan meningkatnya ketergantungan manusia pada barang-barang.

Pada saat ini kualitas dari suatu pribadi lebih penting dari pada kuantitas untuk

memenangkan persaingan. Saat ini semakin banyak anak akan menyusahkan bagi

orang tuanya karena biaya yang butuhkan untuk menghidupi anak tersebut yang tidak

sedikit. Pemaknaan anak pun bergeser kearah peningkatan kualitas dari anak tersebut.

Inilah yang menyebabkan semakin menjamurnya lembaga pendidikan-pendidikan

untuk mendidik anak supaya nantinya menjadi orang yang berguna dan berkualitas.

Dalam rangka untuk menghasilkan anak-anak yang berkualitas itu juga yang salah satu

alasan adanya hukum perlindungan anak.

Di Indonesia sendiri hukum yang mengatur tentang anak sudah ada sejak tahun

1925 pada masa kolonial Belanda, dengan lahirnya Staatsblaad 1925 No. 647 Juncto

Ordonansi 1949 No 9 yang mengatur tentang Pembatasan Kerja Anak dan Wanita.

Diikuti pada tahun 1926 dengan lahirnya Staatsblaad 1926 No 87 tentang pembatasan

Anak dan Orang Muda bekerja diatas kapal. Selanjutnya pada tanggal 8 Maret 1942

lahirlah Kitab Undang-undang hukum Pidana yang disahkan mulai belaku pada

tanggal 26 Februari 1946. Dalam beberapa pasalnya KUHP mengatur tentang anak

yaitu Pasal 45,46, dan 47 yang memberikan perlindungan terhadap anak yang

(37)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

293, 294, 297, dan lain-lain memberikan perlindungan terhadap anak dengan

memperberat hukuman atau mengkualifikasikan tindakan-tindakan tertentu sebagai

tindakan pidana jika dilakukan terhadap anak, padahal tindakan tersebut tidak akan

dikategorikan sebagai tindakan pidana jika dilakukan terhadap orang dewasa ( Anak

sebagai korban). Dilanjutkan pada tahun 1948 dengan lahirnya Undang-undang No. 12

tahun 1948 tentang Pokok-pokok Perburuhan yang melarang anak melakukan

pekerjaan. Pada tanggal 23 Juli 1979 lahirlah Undang-Undang No. 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak dan kemudian disusul pada tanggal 29 Februari 1988

dengan lahirnya peraturan pelaksana No.2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan

Anak.

Secara Internasional pada tanggal 20 November 1989 lahirlah konvensi

Perserikatan Bangsa-bangsa yang di ratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan

Presiden No. 36 Tahun 1990 dimana melalui konvensi ini setiap Negara diwajibkan

untuk menjamin hak anak-anak.

Pada tahun 1948 dengan disahkannya Undang-undang No. 12 Tahun 1948 anak

secara tegas dilarang bekerja.Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa usia pekerja adalah minimal 15 tahun dan

maksimal 55 tahun. Akan tetapi dalam kenyataan banyak anak yang terpaksa bekerja

oleh karena alasan ekonomi di Indonesia. Untuk menyikapi masalah tersebut maka

pemerintah mengeluarkan Permenaker No.1 Tahun 1987 tentang anak yang terpaksa

bekerja. Anak yang terpaksa bekerja disyaratkan harus ada ijin tertulis dari orang

(38)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

dewasa, tidak bekerja pada malam hari, dan pada tempat-tempat yang berbahaya pada

kesehatannya. Hal ini sangat bertentangan dengan Undang-undang No.12 Tahun 1948

jo Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Pada tahun 1974 diatur beberapa pasal tentang

anak, seperti usia boleh kawin untuk pria adalah 19 (sembilan belas) tahun dan untuk

wanita 16 (enam belas) tahun. Namun dalam prakteknya hal ini banyak dilanggar

dengan diadakannya kawin adat atau kepercayaan, sehingga masalah usia sudah tidak

diperhatikan. Ditambah dengan beberapa daerah tertentu, perkawinan jarang dicatatkan

membuat masalah sendiri dalam menentukan status seorang anak.

3. Convention on the Rights of the Child/Konvensi Hak Anak

Indonesia sebagai salah satu bagian dari masyarakat Internasional dan sebagai

salah satu anggota dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), juga ikut meratifikasi

Convention on the Rights of the Child/CRC melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 pada

25 Agustus 1990. CRC yang dilahirkan pada tahun 1989 melalui kesepakatan sidang

Majelis Umum PBB ke-44 (resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989)

tersebut secara otomatis mengikat Indonesia untuk mematuhi dan menjalankan

ketentuan yang terdapat didalamnya sebagai konsekuensi peratifikasian yang telah

dilakukan. Konvensi atau kovenan adalah kata lain dari treaty (traktak atau pakta),

merupakan perjanjian diantara beberapa negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara

yuridis dan politis oleh karena itu konvensi merupakan suatu hukum

internasional/instrumen internasional. Konvensi hak anak adalah perjanjian yang

mengikat secara yuridis politis diantara berbagai negara yang mengatur hal yang

(39)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

kata lain hak anak merupakan bagian integral dari HAM dan Konvensi Hak Anak

merupakan bagian integral dari instrument internasional dibidang HAM. Hak asasi

anak tetap diperlukan walaupun sudah ada HAM karena anak mempunyai

kebutuhan-kebutuhan khusus yang berhubungan dengan situasinya/sifat sebagai anak yang rentan,

tergantung, dan berkembang. Hubungan antara HAM dengan Konvensi Hak Anak

adalah sebagai berikut:

1. KHA menegaskan berlakunya HAM bagi semua tingkatan usia, contohnya hak

untuk bebas dari perlakuan aniaya, hak atas identitas dan kewarganegaraan dan hak atas jaminan sosial;

2. KHA meningkatkan standar HAM agar lebih sesuai dengan anak-anak contohnya

dalam kondisi kerja, penyelenggaraan peradilan anak, serta kondisi perengutan kemerdekaan;

3. KHA mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan anak secara khusus,

seperti pendidikan dasar, adopsi dan berhubungan dengan orang tua.

Didalam KHA terkandung 4 prinsip utama yang berhubungan dengan penegakan

hak dari seorang anak, yaitu:

1) Non Diskriminasi (Non Discrimination), artinya semua hak yang diakui dan

terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan

apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM.

2) Yang terbaik bagi anak (best interest of the Child), artinya bahwa dalam setiap

tindakan yang menyangkut anak, maka yang terbaik bagi anak harus menjadi

pertimbangan yang utama (prioritas ).

3) Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Survival and development), artinya

bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan bahwa hak

anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus dijamin. Prinsip ini

(40)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

4) Penghargaan terhadap pendapat/pandangan anak (respect for the views of the child),

artinya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang

mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan

keputusan.

Konvensi Hak Anak mendefenisikan “anak” secara umum sebagai manusia yang

umurnya belum mencapai 18 tahun (namun diberikan juga pengakuan terhadap batas

umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundang-undangan nasional).

Mengenai sejak kapan seseorang dikategorikan anak ada dua pendapat, yang pertama

sejak dalam kandungan dan yang kedua sejak orang tersebut dilahirkan.

CRC terdiri dari 54 pasal yang dapat dikategorikan kedalam 4 jenis hak anak

yaitu hak anak untuk mendapat perlindungan (Protection Rights), hak anak untuk

mempertahankan eksistensi (Survival Rights), hak untuk berkembang fisik, psikis, dan

biologis (Development Rights) dan hak partisipasi (Participation Rights).

1. Hak untuk mendapat perlindungan (Protection Rights).

Hak seorang anak untuk mendapat perlindungan adalah salah satu ide dasar

utama dari keseluruhan isi CRC yaitu mengatur hak-hak yang dimiliki oleh

seorang anak dan kemudian memberikan atas perlindungan hak tersebut.

Ada 3 kategori yang membagi pasal-pasal mengatur tentang perlindungan

anak yaitu:

1. Pasal-pasal mengenai larangan diskriminasi:

a. Pasal 2 : Prinsip Non Diskriminasi terhadap anak.

(41)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

c. Pasal 23 : Hak Anak penyandang cacat untuk mendapatkan perawatan.

d. Pasal 30 : Hak Anak dari kelompok minoritas dan penduduk asli untuk

mengamalkan budayanya.

2. Pasal mengenai larangan eksploitasi

1. Pasal 10 : Hak anak untuk berkumpul kembali bersama orang tuanya.

2. Pasal 11 : Kewajiban negara untuk mencegah dan mengatasi

penculikan atau penguasaan anak diluar negeri

3. Pasal 16 : Hak anak untuk mendapat perlindungan atas gangguan

terhadat kehidupan pribadi

4. Pasal 19 : Kewajiban negara untuk melindungi segala bentuk

perlakuan yang salah oleh orang tua atau orang lain yang

bertanggung jawab terhadap pengasuhannya.

5. Pasal 20 : Kewajiban negara untuk melindungi anak yang kehilangan

keluarganya.

6. Pasal 21 : Mengatur adopsi sesuai dengan hukum nasional

masing-masing negara dengan prinsip best interest for the child

7. Pasal 25 : Kewajiban negara untuk mengawasi secara periodik terhadap

anak-anak yang ditempatkan pada pengasuhan Negara baik

karena alasan perawatan, perlindungan atau penyembuhan.

8. Pasal 32 : Kewajiban negara untuk melindungi anak dari pekerjaan yang

(42)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

9. Pasal 33 : Kewajiban negara untuk melindungi anak dari penyalagunaan

narkotika.

10.Pasal 34 : Hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan penganiayaan

seksual.

11.Pasal 35 : Kewajiban negara untuk mengusahakan berbagai upaya untuk

mencegah penjualan, penyeludupan dan penculikan anak.

12.Pasal 56 : Perlindungan terhadap segala bentuk eksploitasi anak yang

belum tercakup dalam Pasal 32, 33, 34, 35.

13.Pasal 37 : Larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang

kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup dan penahanan

mena atau perampasan kemerdekaan yang

semena-mena.

14.Pasal 39 : Kewajiban negara untuk menjamin perawatan anak yang

menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan,

penelantaran atau eksploitasi, agar mereka mendapatkan

perawatan yang lebih layak dan proses reintegrasi sosial

sampai pada tahap normal.

3. Pasal-pasal mengenai krisis dan keadaan darurat anak :

1. Pasal 10 : Hak anak untuk berkumpul kembali bersama orang tuanya.

2. Pasal 22 : Hak perlindungan bagi anak pengungsian.

3. Pasal 25 : Kewajiban negara untuk melakukan peninjauan periodik

(43)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

4. Pasal 38 : Kewajiban negara untuk menghormati hukum humaniter

internasional yang relevan bagi anak.

5. Pasal 39 : Kewajiban negara untuk melakukan rehabilitasi terhadap anak.

2. Hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Survival Rights).

Dalam CRC setidaknya ada dua pasal yang mengatur mengenai hak untuk

mempertahankan hidup dari seorang anak yaitu Pasal 6 dan Pasal 24 dari CRC. Pasal 6

mengandung dua macam hak yaitu hak anak untuk hidup (Rights to Life) dan hak

untuk kelangsungan hidup dan pengembangan diri seorang anak (The Survival and

Development of the Child). Pasal 6 berbunyi:

1. States Parties recognize that every Child has the inherent right to life.

Artinya: Negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang

merupakan kodrat hidup.

2. States Parties shall ensure to the maximum extent possible survival and

development of the child.

Artinya: Negara-negara peserta semaksimal mungkin akan menjamin

kelangsungan hidup dan pengembangan anak.

Pasal 24 mengatur tentang kewajiban dari Negara-negara peserta untuk

memberikan jaminan hak seorang anak untuk mendapatkan standart kesehatan

tertinggi yang bisa didapatkan, demikian juga pada fasilitas perawatan dan rehabilitasi

kesehatan, dan mereka harus mampu memastikan bahwa anak tidak akan dirampas hak

(44)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

yang kedua diatur suatu ukuran dasar yang harus dilakukan pemerintah dalam

mengimplementasikan konvensi ini yaitu dengan menurunkan angka kematian bayi,

menyediakan pelayanan kesehatan primer, dll termasuk didalamnya mengembangkan

kerjasama internasional yang berkaitan dengan masalah ini.

Pasal 24 menentukan:

States recognize the right of the child to the enjoyment of the highest attainable standart of helt an to facilities for the treatment of illness and rehabilitation of health. States Parties shall strive to ensure that no child is deprived of his her right of access to such health service.”

Artinya: Negara-negara Peserta mengakui hak anak untuk memperoleh standart kesehatan tertinggi yang bisa dicapai serta atas fasilitas perawatan dan rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Peserta akan berupaya menjamin agar tak seorangpun dirampas haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan seperti yang dimaksud.

Selain Pasal 6 dan Pasal 24 dari CRC ada beberapa pasal yang juga berkaitan

dengan masalah kelangsungan hidup yaitu:

1. Pasal 7 tentang hak anak untuk mendapatkan kewarganegaraan dan nama.

2. Pasal 8 tentang kewajiban negara untuk melindungi dan jika diperlukan

memulihkan jati diri seorang anak.

3. Pasal 9 tentang hak anak untuk hidup dengan orang tuanya.

4. Pasal 19 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari perlakuan salah

yang dilakukan oleh orang tuanya, walinya atau pengasuhnya.

5. Pasal 20 tentang tentang kewajiban nmelindungi anak yang kehilangan orang

(45)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

6. Pasal 21 tentang adopsi sepanjang diperbolehkan oleh peraturan nasional

Negara yang bersangkutan dengan prinsip the best interest of the child

kepentingan terbaik untuk anak.

7. Pasal 23 tentang hak anak penyandang cacat untuk memperoleh pengasuh,

pendidikan dan pelatihan.

8. Pasal 26 tentang hak anak terhadap tunjangan dan jaminan sosial.

9. Pasal 27 tentang tanggungjawab orang tua dalam memenuhi standart kehidupan

anak yang memadai dan tanggungjawab negara untuk menjamin

tanggungjawab itu bisa dipenuhi.

10.Pasal 28 tentang kewajiban negara dalam memenuhi hak anak akan pendidikan.

11.Pasal 30 mengatur tentang hak anak dari kelompok minoritas dan penduduk

asli untuk mengamalkan budayanya.

12.Pasal 32 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari perkerjaan yang

berbahaya.

13.Pasal 33 tentang hak anak atas perlindungan dari narkoba.

14.Pasal 34 tentang hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan penganiayaan

seksual.

15.Pasal 35 tentang kewajiban negara untuk melakukan segala upaya dalam

mencegah penjualan, penyeludupan dan penculikan anak.

16.Pasal 38 tentang kewajiban negara untuk menghormati dan menjamin

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Kepolisian Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Dan Rehabilitasi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana Kekerasan .... Kendala Atau Hambatan Kepolisian

rehabilitasi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan. Upaya-upaya yang dilakukan kepolisian D.I. Perlindungan hukum yang diberikan kepolisian D.I. Yogyakarta,3.

Belum ada data yang akurat mengenai anak korban kekerasan atau penganiayaan, kejadiannya sering terselubung karena masalah ini dianggap masalah interenkeluarga yang

Karena dari tahun 2011 hingga 2014 hanya ada sekitar 15 (lima belas) kasus yang dilaporkan di Polrestabes`Makassar terkait dengan kekerasan fisik, seksual

secara hukum memiliki tanggung jawab penuh untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan melindungi perempuan dan anak sebagai anggota keluarga... (1) Untuk mencegah terjadi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya-upaya kepolisian Resort Dompu dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh pelajar di Kabupaten Dompu

Kedua, melakukan penyuluhan di masyarakat mengenai Tindak Pidana Perdagangan Anak, antara lain: (a) Pemahaman tentang aturan hukum yang mengatur tentang Tindak

pasal 17 ayat 2 juga mengatur bahwa “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan .Selain itu pasal 64 ayat 2