• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN OLEH ORANG TUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN OLEH ORANG TUA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN OLEH ORANG TUA

LEGAL PROTECTION AGAINST CHILDREN AS VICTIMS OF CRIME OF VIOLENCE BY PARENTS

1Yenni Widyastuti, 2M. Syukri Akub, 3Syamsuddin Muchtar

1 Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ([email protected])

2 Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ([email protected])

3 Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ([email protected])

Alamat Korespondensi : Yenni Widyastuti

Vila Mutiara Hijau XX No. 30 Bagian Hukum Pidana

Universitas Hasanuddin Makassar 90243 HP : 08255575177

Email : [email protected]

(2)

Abstrak

Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan oleh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana kekerasan oleh orang tua, faktor- faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, serta upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak oleh orang tua.Penelitian ini menggunakan metode studi lapangan (field research) dan metode kepustakaan (library research). Penelitian ini dilaksanakan di Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, Pengadilan Negeri Makassar, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK), Lembaga Perlindungan Anak, dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan (P2TP2A). Penulis juga melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait seperti Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Hakim Pengadilan Negeri Makassar, dan beberapa koordinator Lembaga Bantuan Hukum.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan orang tua adalah: perlindungan hukum preventif atau secara abstrak, dan perlindungan hukum represif atau secara konkret, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua adalah: faktor mendisiplinkan anak, ekonomi, minimnya pendidikan pelaku, perasaan dendam, dorongan nafsu birahi seksual, perasaan jengkel terhadap tingkah laku anak serta media cetak dan elektronik. Kemudian upaya-upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak oleh orang tua dapat dilakukan pertama kali dalam lingkup rumah tangga antara lain memperkuat landasan keimanan dalam keluarga dan membangun paradigma harmonis antara orang tua dan anak.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak, Kekerasan, Orang Tua.

Abstract

Legal protection against children as victims of crime of violence by parents. The aim of the study was to determine the form of legal protection of child victims of criminal acts of violence by parents, the factors causes of violence against children committed by parents, as well as the tackling of violence against children by parents. This study employed field study and library research. The study was conducted at Police Resort of Makassar Big City, Makassar Local court, Legal Aid Foundation of the Indonesian Women’s Association for Justice (LBH APIK), Child Protection Services, and Integrated Services Center for Women’s Empowerment and Children of South Sulawesi (P2TP2A). Interviews were also conducted with relevant parties such as the Head of the Women and Children Protection Unit (PPA), Judges of Makassar District Court, and some Legal Aid coordinator. The results of the study indicated that the form of legal protection of children victims of violence from their parents are; preventive legal protection or in abstract form, and repressive legal protection or in concrete. Factor causes violence against children by parents were; discipline, economy, lack of education, revenge feelings, sexual desire, being annoyed by the children’s behavior, as well as the print and electronic media. Then the mitigation efforts of violence against children by their parents can be initiated in household environment, such as, strengthening the foundation of the faith in the family and build harmonious paradigm between parents and children.

Keywords: Legal Protection, Children, Violence, Parents.

(3)

PENDAHULUAN

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengenal keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat, di mana anak tumbuh dewasa secara wajar menuju generasi muda yang potensial untuk pembangunan nasional. Pada dasarnya anak adalah tunas harapan bangsa yang akan melanjutkan eksistensi nusa dan bangsa Indonesia.

Pada pundak merekalah terletak masa depan kita. Anak menjadi dambaan keluarga yang diharapkan dapat meneruskan keturunan dengan kualitas yang lebih baik (Gultom, 2014).

Pada kenyataannya, masih banyak anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, dan pemerintah.Berbagai bentuk kekerasan terhadap anak seperti kekerasan fisik, psikis, ditelantarkan, kekerasan seksual, anak jalanan, pekerja anak,penculikan, dan perdagangan anak merupakan pelanggaran terhadap anak (Joni& Zuchaina, 1999), selayaknya negara harus mengambil tindakan untuk melindungi semua anak dari bentuk kekerasan fisik dan mental atau penganiayaan, pelantaran, perlakuan buruk maupun eksploitasi termasuk penganiayaan seksual selama dalam pengasuhan orang tua wali atau orang yang mengasuh anak. Hal yang paling memperihatikan ketika orang tua yang menjadikan anak itu korban kekerasan.

Di Indonesia, tidak semua anak menikmati hak-haknya sebagai anak. Apabila kita lihat Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak karena dalam Undang-Undang tersebut Selama ini pengaturan perlindungan korban belum menampakkan pola yang jelas, dalam hukum pidana positif yang berlaku pada saat ini perlindungan korban lebih banyak merupakan “perlindungan abstrak” atau

“perlindungan tidak langsung”. Artinya berbagai rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini pada hakekatnya telah ada perlindungan in abstracto secara langsung terhadap kepentingan hukum dan hak asasi korban (Nawawi, 1998).

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Huraera, 2006).Maka anak-anak seharusnya dilindungi dan berhak menjalani masa kanak-kanaknya.Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia dianggap salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak.Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung.

(4)

Menurut data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi, dan 179 kabupaten dan kota. Sebesar 58% dari pelanggaran hak anak itu, merupakan kejahatan seksual terhadap anak.Selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, dan penelantaran anak. Data dan korban kejahatan seksual terhadap anak setiap tahun terjadi peningkatan.

Pada 2010, ada 2.046 kasus, diantaranya 42% kejahatan seksual.Pada 2011 terjadi 2.426 kasus (58% kejahatan seksual), dan 2012 ada 2.637 kasus (62% kejahatan seksual).Pada 2013, terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu 3.339 kasus, dengan kejahatan seksual sebesar 62%.Sedangkan pada 2014 (Januari-April), terjadi sebanyak 600 kasus atau 876 korban.

Tujuan orang tua melakukan tindakan tertentu kepada anaknya dengan maksud mendidik, memberikan nasihat atau memberikan pelajaran, tetapi apabila tindakan tersebut dengan cara kekerasan akan menimbulkan dilanggarnya norma-norma hukum khususnya rumusan pidana tentang kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri pada dasarnya adalah kejahatan yang walaupun motivasinya benar. Namun, pelaksanaannya dengan melakukan penganiayaan merupakan cara yang salah.Kasus tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak anak acap kali kurang memperoleh perhatian publik karena selain data dan laporan tentang pelanggaran anak kurang, juga karena kasus ini seringkali masih dibungkus dengan kebiasaan masyarakat yang meletakkan masalah ini sebagai persoalan intern, dan tidak layak untuk di ekspos secara terbuka (Suyanto, 2010). Melihat uraian diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiupaya perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana kekerasan oleh orang tua.

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa instansi yaitu, Kepolisian Resort Kota Makassar, Pengadilan Negeri Makassar, Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, dan di beberapa tempat yang menyediakan bahan pustaka yaitu di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dan Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.

Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan Aparat Kepolisian Resor (Polrestabes) Kota Makassar, Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri Kota Makassar, Lembaga Pemasyarakatan Makassar, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi selatan.

(5)

Penarikan sampel penelitian ini dengan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang dilakukan dengan cara menentukan sendiri sampel yang dianggap mewakili keseluruhan populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah: Anggota Kepolisian pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, Hakim yang menangani perkara anak, dan Pelaku kekerasan terhadap anak.

Analisis Data

Seluruh data yang dikumpulkan selanjutnya diklasifikasi dan dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan dari bahan-bahan yang didapatkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut atau pesan-pesan dari berbagai macam bahan yang telah dianalisis digunakan untuk mengkaji dan membahas permasalahan yang diteliti oleh penulis pada penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pembahasan dan kesimpulan yang relevan, tepat serta sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

HASIL PENELITIAN

Pada tabel 1 dapat dilihat data mengenai perkembangan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan mulai dari tahun 2010-2014 di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak di Polrestabes Makassar . Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kasus kekerasan rumah tangga di kota Makassar pada tahun 2010 dan seterusnya sampai pada tahun 2014 cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga di kota Makassar tersebut 85% korbannya adalah istri, dan 15% adalah anak dan suami. Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang korbannya adalah anak tidak begitu banyak yang di laporkan di Polrestabes`Makassar dibandingkan dengan dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang korbannya adalah istri.

Karena dari tahun 2011 hingga 2014 hanya ada sekitar 15 (lima belas) kasus yang dilaporkan di Polrestabes`Makassar terkait dengan kekerasan fisik, seksual dan penelantaran terhadap anak.

Perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak korban kekerasan oleh orang tua diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang didalamnya memuat perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.

Pada tabel 2 menggambarkan upaya perlindungan hukum preventif bagi korban kekerasan anak oleh orang tua berdasarkan hasil penelitian dikaitkan dengan aturan perundang-undangan terkait, diketahui aparat penegak hukum dan institusi terkait telah melakukan perlindungan preventif secara kelembagaan.

(6)

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur mengenai tindak pidana kekerasan terhadap anak yaitu sebagai berikut: a) kekerasan fisik; b) kekerasan psikis; dan c) penelantaran.

Selain Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur juga di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, karena mengingat bahwa anak merupakan bagian dari unit terkecil dalam keluarga. Mengenai bentuk perlindungan hukum represif dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur dalam Pasal 15 dan Bab VI dari Pasal 16 sampai dengan Pasal 38 tentang Perlindungan Bagi Korban KDRT yang dilakukan setelah kejadian KDRT atau timbulnya korban.

Perlindungan tersebut terdiri dari: a) kewajiban bagi setiap orang yang mengetahui terjadinya KDRT untuk memberikan perlindungan; b) adanya perlindungan sementara bagi korban yang dilakukan oleh aparat penegak hukum; dan c) kerjasama antara aparat penegak hukum dengan instansi terkait untuk memberikan perlindungan terhadap korban seperti pendampingan, pelayanan kesehatan, konseling, bimbingan/layanan rohani, konsultasi hukum dan lainnya. Sementara itu dalam perlindungan represif juga diperuntukkan sebagai usaha untuk memulihkan korban dari derita korban KDRT khususnya anak.

Dalam penelitian ditemukan hambatan dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap anak oleh orang tua berupa: a) hambatan yang datang dari korban; b) hambatan dapat dilakukan oleh keluarga korban; c)hambatan yang lain datang dari masyarakat; dan d) hambatan dari negara.

Pada tabel 3 dapat dilihat faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua yang diperoleh dari penelitian di lapangan, yaitu : a) mendisiplinkan anak; b) ekonomi; c) minimnya pendidikan pelaku; d) perasaan dendam; e) dorongan nafsu birahi seksual; f) Perasaan jengkel terhadap tingkah laku anak; dan g) media cetak dan elektronik.

Dalam penelitian ini juga menyimpulkan upaya penanggulangan yang dapat dilakukan agar anak tidak menjadi korban tindak pidana kekerasan oleh orang tua, antara lain: a) memperkuat landasan keimanan antara orang tua dan anak ; b) khusus bagi orang tua berlaku lemah lembutlah kepada anak; c) dalam hal mendisiplinkan anak, maka dianjurkan sedapat mungkin menghindari cara-cara kekerasan yang mengacu pada tujuan penerapan disiplin, konsistensi dari penerapan suatu disiplin, dan tingkat atau fase perkembangan anak; d) upaya pencegahan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga juga dapat ditempuh dengan suatu bangunan paradigma harmonis antara orang tua dengan anak yang dilakukan secara interen yang berlandaskan pada rasa saling memahami, komunikasi, saling memberi dan menerima, dan penghargaan dan penghormatan.

(7)

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa upaya perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan secara preventif maupun represif dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati anak.

Lembaga pertama, yaitu Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat penegak hukum yang paling pertama berhubungan dengan masyarakat memiliki tugas utama yaitu menerima laporan dan pengaduan korban atau masyarakat tentang suatu kejahatan. Aturan mengenai Kepolisian diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Effendi, 2013).

Dari hasil penelitian dalam upaya melindungi korban terutama dalam perlindungan preventif bagi korban KDRT didapatkan data, yaitu : a) untuk perlindungan preventif bagi korban KDRT (anak), Unit PPA atau Kepolisian melakukan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat; b) memberikan/menyebarkan brosur dan spanduk tentang anti kekerasan terhadap perempuan dan anak; c) selain itu bekerjasama dengan Kejaksaan atau P2TP2A sebagai pembicara dalam seminar atau sosialisasi terkait PKDRT.

Selanjutnya kejaksaan memiliki wewenang di bidang ketertiban dan ketentraman umum dengan turut menyelenggarakan kegiatan yaitu kegiatan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat seperti: a) pengamanan kebijakan penegakan hukum; b) bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya dan lembaga bantuan hukum dalam rangka pelaksanaan tugas dan pelaksanaan pendidikan;c) mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi para calon jaksa dan jaksa tentang Diklat KDRT; dan d) mengadakan inhouse training mengenai korban atau tindak pidana KDRT.

Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa Lembaga Peradilan yakni Pengadilan melakukan perlindungan preventif bagi korban dengan cara: a) dilakukan pendidikan bagi para hakim tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kekerasan dalam rumah tangga; dan b) memberikan sosialisasi bagi para aparat penegak hukum dan juga masyarakat tentang kekerasan terhadap anak.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum untuk Perempuan dan Keadilan (LBH APIK) menyampaikan bahwa dalam menangani kekerasan terhadap anak oleh orang tua dapat dilakukan dengan pendekatan preventif dan kuratif. Untuk pendekatan preventif dilakukan dengan: a) menyelenggarakan pendidikan orang tua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan memberlakukan anak-anaknya secara humanis; b) memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi kekerasan terhadap anak; c) melakukan audiensi dengan

(8)

DPR/DPRD/lembaga terkait penegakan hukum untuk mengawal atau memproses suatu aturan terkait dengan kekerasan terhadap anak; d) menyelanggarakan pelatihan, misalnya pelatihan tentang pengetahuan KDRT, kekerasan terhadap anak, penulisan dokumen hukum, proses pendampingan dan lainnya yang melibatkan staf dan paralegal di LBH APIK.

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian perlindungan anak korban kekerasan oleh orang tua yang ditangani Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Makassar dan diperoleh data hasil perlindungan preventif yang dilakukan LPA Kota Makassar adalah dengan: a) sosialisasi terhadap masyarakat (orang tua); b) sosialisasi terhadap anak (dengan permainan); c) media conference; dan d) koordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait.

Pusat Perlindungan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) merupakan tempat penelitian yang berada di Kota Makassar. Hasil wawancara dengan Ibu Irene, Staf Pengaduan P2TP2A Kota Makassar bahwa:

“Dalam upaya perlindungan korban maka yang dilakukan oleh P2TP2A adalah melakukan pencegahan, pelayanan dan pasca kejadian KDRT termasuk kekerasan terhadap anak oleh orang tua. Untuk pencegahan P2TP2A melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat secara berkala sesuai dengan anggaran yang disediakan Pemerintah Provinsi. Sementara dengan aparat penegak hukum, P2TP2A mengadakan advokasi yaitu memberikan penerangan dan penjelasan mengenai tugas P2TP2A termasuk visi dan misinya.

Dengan advokasi akan dihasilkan aparat penegak hukum yang menyadari pentingnya perlindungan terhadap korban KDRT dan anak korban kekerasan oleh orang tua, sehingga apabila aparat penegak hukum tersebut menangani kasus anak korban kekerasan oleh orang tua, maka dapat melakukan kerjasama dan koordinasi dengan P2TP2A untuk melindungi korban. Kesulitannya adalah cepatnya rotasi tugas para aparat penegak hukum, sehingga seringkali pejabat yang baru atau petugas yang baru tidak mengetahui fungsi P2TP2A.

Oleh karena itu, advokasi harus dilakukan secara berkala.”

Selain Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun2002 tentang Perlindungan Anak, diatur juga di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, karena mengingat bahwa anak merupakan bagian dari unit terkecil dalam keluarga. Mengenai bentuk perlindungan hukum represif dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur dalam Pasal 15 dan Bab VI dari Pasal 16 sampai dengan Pasal 38 tentang Perlindungan Bagi Korban KDRT yang dilakukan setelah kejadian KDRT atau timbulnya korban.

Perlindungan tersebut terdiri dari: a)kewajiban bagi setiap orang yang mengetahui terjadinya KDRT untuk memberikan perlindungan; b) adanya perlindungan sementara bagi korban yang dilakukan oleh aparat penegak hukum; c) kerjasama antara aparat penegak hukum dengan instansi terkait untuk memberikan perlindungan terhadap korban seperti pendampingan, pelayanan kesehatan, konseling, bimbingan/layanan rohani, konsultasi hukum dan lainnya.

Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua antara lain Faktor Menerapkan Disiplin Pada Anak, artinya bahwa terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua dikarenakan faktor orang tua yang ingin menerapkan disiplin pada anak.

(9)

Kemudian faktor ekonomi dimana Kekurangan penghasilan orang tua cenderung mengalami tekanan psikis dan stres, sehingga ketika anak berbuat kenakalan atau anak meminta sesuatu barang yang tidak mampu untuk orang tua penuhi maka orang tua tidak segan akan menggunakan cara kekerasan terhadap anak.

Faktor terjadinya kekerasan terhadap anak selanjutnya adalah dorongan nafsu birahi/seksual.

Terdapat 2 (dua) responden mengakui bahwa perkosaan yang dilakukan terhadap anak tirinya yang baru berusia 17 tahun didorong oleh hawa nafsu birahi yang timbul setelah menonton film CD.

Perasaaan Jengkel Terhadap Tingkah Laku Anak juga berpengaruh pada kekerasan terhadap anak. Hasil penelitian menemukan bahwa Orang tua dari korban menyatakan ia melakukan kekerasan berupa memukul anak perempuannya yang baru menginjak kelas 3 SMP disebabkan karena tingkah laku anak yang tidak pernah mau menurut apa yang dikatakan orang tua dan tetap melakukan kebiasaan buruknya tersebut.

Upaya untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak pertama kali dilakukan dalam lingkup rumah tangga/keluarga, antara lain : a) landasan keimanan, antara orang tua dan anak harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT; b) khusus bagi orang tua berlaku lemah lembutlah kepada anak, ingatlah bahwa Rasulullah SAW mewasiatkan kepada setiap orang tua agar berbuat baik kepada anak; c) dalam hal mendisipilnkan anak, maka dianjurkan sedapat mungkin menghindari cara-cara kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan psikis.; dan d) upaya pencegahan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga juga dapat ditempuh dengan suatu bangunan paradigma harmonis antara orang tua dengan anak dengan berpatokan pada prinsip- prinsip pola hubungan yang harmonis seperti saling memahami, komunikasi, saling memberi dan menerima, serta penghargaan dan penghormatan

KESIMPULAN DAN SARAN

Bentuk Perlindungan hukum pidana terhadap anak sebagai korban kekerasan oleh orang tua terdiri dari perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang mana dalam Undang-Undang tersebut memuat tanggung jawab orang tua terhadap anak. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua adalah faktor: mendisiplinkan anak, ekonomi, perasaan dendam, dorongan nafsu birahi seksual, perasaan jengkel terhadap tingkah laku anak. Upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak oleh orang tua dapat dilakukan pertama kali dalam lingkup rumah tangga antara lain memperkuat landasan keimanan dalam keluarga dan membangun paradigma harmonis

(10)

antara orang tua dengan anak. Untuk memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan oleh orang tua maka perlu meningkatkan kerjasama antara Pemerintah dan Kepolisian, lembaga- lembaga bantuan hukum serta organisasi yang ada dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan pendidikan dan pengetahuan tentang hukum melalui bimbingan atau penyuluhan-penyuluhan terhadap masyarakat dengan penyampaian secara visual dan bahasa yang mudah dimengerti serta meningkatkan kegiatan-kegiatan keagamaan serta masyarakat khususnya para orang tua tidak menganggap kejahatan kekerasan terhadap anak sebagai persoalan pribadi antara intern keluarga.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

EffendiT. (2013).Sistem Peradilan Pidana, Perbandingan Komponen Dan Proses Sistem Peradilan Di Beberapa Negara. Jakarta: PT Buku Seru.

GultomM.(2014).Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan .Bandung: PT. Refika Aditama.

HuraerahA. (2006).Kekerasan Terhadap Anak.Bandung: Nuansa.

JoniM&Zuchaina Z. (1999).Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti.

NawawiB. (1998). Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Proses Peradilan Pidana.Jurnal Hukum Pidana Dan Kriminologi, Vol. I/No.I/1998.

SuyantoB. (2010).Masalah Sosial Anak.Jakarta: Kencana Media Grup.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(12)

Tabel 1. Jumlah Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilaporkan di Polrestabes Makassar Tahun 2010-2014

Sumber Data : Unit PPA Polrestabes Makassar, 2015

No. Jenis Tindakan 2010 2011 2012 2013 2014

1. Kekerasan fisik 77 77 92 101 115

2. Kekerasan psikis - - - - -

3. Penelantaran 2 9 7 8 13

4. Kekerasan seksual - - - - -

Jumlah 79 86 99 109 128

(13)

Tabel 2. Upaya Perlindungan Hukum Preventif Terkait Kekerasan Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Kelembagaan

No. Kelembagaan Upaya Preventif

1. Aparat Penegak Hukum a. Kepolisian

b. Kejaksaan

c. Pengadilan

- Melakukan sosialisasi atau penyuluhan;

- Memberikan/menyebarkan brosur dan spanduk tentang anti kekerasan terhadap perempuan dan anak;

- Bekerjasama dengan kejaksaan dan lembaga pemerhati anak (P2TP2A, LBH APIK, dan Lembaga Perlindungan Anak)

- Melakukan sosialisasi atau penyuluhan;

- Bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya dan lembaga pemerhati anak (P2TP2A, LBH APIK, dan Lembaga Perlindungan Anak);

- Dilakukan pendidikan bagi para hakim terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kekerasan dalam rumah tangga;

- Memberikan sosialisasi bagi para aparat penegak hukum dan masyarakat terkait kekerasan terhadap anak

2. Pusat Perlindungan Terpadu Pemberdayaan Perempuan

dan Anak (P2TP2A)

- Melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat secara berkala terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak;

- Melakukan pencegahan, pelayanan, dan pasca terjadinya kekerasan terhadap anak

3. Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan

(LBH APIK)

- Menyelenggarakan pendidikan orang tua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan

memberlakukan anak-anak secara humanis;

- Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk secepatnya melapor ke pihak lain jika sewaktu-waktu terjadi kekerasan terhadap anak

4. Lembaga Perlindungan Anak (LPA)

- Sosialisasi terhadap masyarakat (orang tua);

- Sosialisasi terhadap anak (melalui permainan);

- Koordinasi terhadap aparat penegak hukum dan instansi terkait.

Sumber Data: Data Primer, 2015

(14)

Tabel 3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang Tua

No. Faktor Penyebab Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

Menerapkan Disiplin Pada Anak Ekonomi

Perasaan Dendam

Dorongan Nafsu Birahi Pelaku

Perasaan Jengkel Terhadap Tingkah Laku Anak

2 1 1 2 1

28,55%

14,3%

14,3%

28,55%

14,3%

Jumlah 7 100%

Sumber Data : Data Primer diolah dari Kuesioner, 2015

Gambar

Tabel 2.  Upaya  Perlindungan  Hukum    Preventif  Terkait  Kekerasan  Terhadap  Anak  Yang Dilakukan Oleh Kelembagaan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Perselisihan Interkoneksi yang dilaporkan tidak layak untuk di proses dalam Arbitrase, maka Tim Arbiter harus melaporkannya kepada BRTI selambat-lambatnya 2 (dua) hari

Hasil: Substitusi tepung garut, kedelai, dan ubi jalar kuning meningkatkan kadar protein, lemak, β -karoten, zink, daya serap air, dan tingkat kekerasan pada biskuit, sedangkan

Gambar 4 menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai penduga koefisien regresi terbesar pada peubah x3 adalah kabupaten/kota Aceh Besar, Aceh Jaya, Banda Aceh,

Adanya pramuniaga diharapkan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian impulsif (impulse buying) sehingga dapat meningkatkan penjualan. Pramuniaga tersebut

Aspek terpenting untuk mengetahui dampak suatu komunikasi pemasaran adalah pemahaman terhadap proses respon ( response process ) dari penerima yang mungkin mengarah pada

(L.) Merril] sebagai Indikator Toleransi Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan dalam Larutan Polyethylene Glycol (PEG) ” dengan baik sebagai salah satu

Masalah yang terdapat pada siswa kelas IV MI Miftahul Huda Soga Desa Tenajar Kidul Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata

Hal ini juga terjadi pada serangga lain, seperti yang ditemukan pada imago betina serangga penggerek buah pada cabai ( Helicoverpa armigera ), yang masih melakukan perilaku