PEMAHAMAN HADIS LARANGAN MENGUCAPKAN DAN
MENJAWAB SALAM TERHADAP NON MUSLIM STUDI
METODE Y SUF AL
-QARDHÂWÎ
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
Acep Komarudin
NIM: 1111034000088
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAK
Acep Komarudin
Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap
non Muslim Studi Metode Y suf al-Qardhâwî.
Pergolakan di dunia Muslim telah mendorong meluasnya pengujian kembali sumber-sumber klasik hukum Islam karena orang Muslim telah berjuang untuk memelihara, menyesuaikan, atau mendefinisikan kembali norma-norma sosial dan hukum dalam menghadapi kondisi sekarang ini. Isu sentral dalam perjuangan yang terus berlangsung ini adalah masalah hakikat, status, dan autoritas sunnah (contoh-contoh normatif Nabi Muhammad Saw.) karena,
imitation Muhammadi menjadi standar etika tingkah laku di kalangan orang-orang
Muslim. Akan tetapi pesan-pesan hadis Nabi tersebut bisa saja keluar dari koridornya karena keliru dalam memahami teks-teks hadis tersebut.
Perlu diperhatikan dalam memahami teks keagamaan seperti hadis untuk meminimalisir kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Kekeliruan dan kesalahan dalam memahami teks dapat menyebabkan orang bersifat eksklusif dan berpotensi menimbulkan konflik, yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas kerukunan umat beragama.
Larangan Nabi mengucapkan dan menjawab salam terhadap non Muslim dipahami dengan memperhatikan konteks historis, hubungan dan tujuannya, dimana orang-orang Yahudi mengucapkan al-sâm ‘alaikum bukan al-salâmu
‘alaikum, yang berarti kutukan atau kematian untuk kalian. Sehingga ketika itu,
kalaupun harus dijawab, dijawab dengan ‘alaikum (tanpa wa) yakni “terhadap kalian kutukan itu” bukan terhadap kami, atau wa’alaikum (dengan wa) yakni “terhadap kami kematian pasti datang dan terhadap kalianpun demikian”. ‘Alaika
salâm atau salam yang tidak disertai dengan wa (dan) menurut Nabi Saw., adalah
salam untuk orang-orang mati” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi).
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka dengan menggunakan metode Yȗsuf al-Qardhâwî yaitu: Pertama, Fahm al-Sunnah fî
Dau’i al-Qur’ân al-Karîm. Kedua, Al-Jam’u au al-Tarjîh baina Mukhtalif
al-Hadîts. Ketiga, Fahm al-Hadîts fî Dau’i Asbâbihâ wa Malâbisâtihâ wa
Maqâsidihâ. Dengan ketiga metode ini penulis menemukan pemahaman yang
KATA PENGANTAR
ميحَرلا ن حَرلا ه مسب
Terima kasih yang tak terhingga serta rasa syukur saya ucapkan kepada
Allah Swt. Sang Maha Hati, Sang Maha Segalanya, Maha Pengasih dan
Penyayang yang telah memberikan cinta dan kasih-Nya, nikmat yang tidak pernah
berujung, dan juga terima kasih atas berjuta kesempatan untuk selalu bisa
menengok ke atas melihat ke langit demi mensyukuri segala nikmat dan cobaan
yang penuh dengan pelajaran, terima kasih atas segala pejaman dan ketertundukan
dalam do’a yang telah membuat saya bangga bahagia hadir sebagai makhluk-Nya,
dan juga memberikan kesempatan kepada saya sehingga terselesaikannya skripsi
ini yang berjudul “Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab
Salam Terhadap non Muslim Studi Metode Yȗsuf Al-Qardhâwî” yang
dipergunakan untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar S.Th.I.
Terimakasih sembah sujud kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Atas segala
perjuangan dan amanah yang tak pernah padam sampai akhir zaman.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan
terwujud secara baik (walau masih banyak kekurangan) tanpa adanya bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Maka perlu kiranya penulis
menyampaikan rasa terima kasih secara khusus. Semoga segala kebaikan yang
telah diberikan menjadi amal tersendiri untuk mengumpulkan kita bersama
seluruh umat Muhammad di sisi Allah Swt nanti. Oleh karenanya, tanpa
tidak penulis sebutkan namanya, penulis perlu menyampaikan terima kasih secara
khusus kepada:
1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.
Dede Rosyada, MA (Rektor), Prof. Dr. Masri Mansoer, MA (Dekan
Fakultas Ushuluddin), Dr. Lilik Ummi Kaltsum (Ketua Jurusan Tafsir
Hadits), Dra. Banun Binaningrum, M.Pd (Sekjur Tafsir Hadits).
2. DR. M. Isa H.A. Salam, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasinya dalam
prosesi penulisan skripsi ini.
3. Segenap dosen fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan
Tafsir Hadits yang telah banyak berbagi ilmunya kepada saya,
sehingga saya mendapatkan setetes air dari samudera ilmu
pengetahuan.
4. Ayah Ibu tercinta atas kasihmu, sayangmu, bimbinganmu, serta
ketulusan segala upaya yang engkau berikan kepada saya. Kau tak
pernah berhenti memberikan semua itu, kau pelita dalam setiap
langkah saya, tanpa engkau aku tiada disini. Sembah hatur saya
peruntukkan ucapan rasa syukur dan terima kasih kepadamu (Ayah
Ibu) atas butiran kata dalam do’a do’amu sehingga penulis rasakan
getaran do’anya dalam semangat. (Allâhumma irhamhumâ kamâ
rabbayânî saghîrâ, wa-tawwil ‘um rahumâ fi tâ’atik).
5. Adik-adik tercinta yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan dalam morilnya, semoga kalian kelak menjadi manusia-manusia yang
ke jenjang perkuliahan, dunia dimana bisa menentukan pilihan
kebebasan. Khususnya teruntuk almarhum adik Ikbal Maulana yang
telah mendahului kami pergi ke alam keabadian dalam usia 20 tahun,
Allâhummaghfirlahu warhamhu wa’âfihi wa’fu ‘anhu.
6. Keluarga saya Abah Nenek yang selalu memberikan do’anya, bibi-bibi
dan mamang atas bantuannya baik dalam usaha orang tua maupun
dalam apapun itu. Dan semua kerabat dekat maupun jauh semoga
kalian diberikan kemudahan dalam segalanya.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Tafsir Hadits khususnya
kelas THc yang masih ada keberadaannya, keluarga besar IPPMK
JADETABEK para senior dan teman sadulur saperjuangan, keluarga
besar HMKI yang ada di kuningan, keluarga besar karang taruna
babakan lor, dan para aktivis kampus yang telah mewarnai aktifitas
saya dalam hari-harinya di kampus hijau biru dan BEMJ, serta
keluarga besar asrama dershane khususnya cempaka satu yang
akhir-akhir ini penulis gunakan sebagai tempat strategis dalam menyusun
skripsi.
8. Teman-teman penulis dimana pun berada, atas semua kebersamaan
serta kebaikan, tidak ada sesuatu yang dapat penulis sampaikan,
kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga, serta do’a semoga
amal kebaikan kita semua dibalas dan diterima oleh Allah Swt,. Ȃmîn
Ciputat, 22 Oktober 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN...i
PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN...iii
ABSTRAK...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR TABEL...ix
PEDOMAN TRANSLITERASI...x
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ... 7
C. Metode Penelitian ... 9
1. Jenis dan sifat penelitian ... 10
2. Metode pengunpulan data ... 10
3. Analisis data ... 11
D. Tinjauan Pustaka ... 13
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15
F. Tehnik Penulisan ... 16
G. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II Y SUF AL-QARDHÂWÎ DAN METODE PEMAHAMAN A. Biografi Intelektual Yȗsuf Al-Qardhâwî ... 19
1. Sumbangan Pemikiran Yȗsuf Al-Qardhâwî ... 21
2. Karya Tulis Yȗsuf al-Qardhawî ... 22
3. Pemikirannya Tentang Hadis Nabi Saw ... 28
B. Metode Yȗsuf al-Qardhâwî dalam Memahami Hadis ... 30
مي لا أ لا ءوض ف لا م ف . 1 (Memahami as-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur’ân al-Karîm) ... 31
حاولا عوضو لا ف راولا ثي حأا ع ج . 2 (Mengumpulkan Hadis-Hadis dalam Satu Objek) ... 35
ثي لا ف م نيب حيج لا أ ع لا . 3 (Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif) ... 37
ثي ل تب لا ف لا يغ لا يسولا نيب يي لا .
5 (Membedakan Antara
Sarana yang Berubah-Ubah dan Tujuan Permanen Hadis) ... 42
ثي لا م ف ف لا ي لا نيب قي لا . 6 (Membedakan Antara Hakekat dan Majas dalam Memahami Hadis) ... 43
لا بيغلا نيب قي لا . 7 (Membedakan Antara yang Gaib dengan yang Nyata) ... 44
ثي لا ظ لأ اول م نم كأ لا . 8 (Mengkonfirmasi Pengertian Kata-Kata Hadis) ... 45
BAB III HADIS-HADIS TENTANG MENGUCAPKAN DAN MENJAWAB SALAM TERHADAP NON-MUSLIM A. Teks Hadis Tentang Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim ... 47
1. Takhrij Hadis... 48
2. Penjalasan (Syarah) Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim ... 52
B. Pemahaman Para Ulama Terhadap Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim... 56
C. Interaksi Nabi Dengan non-Muslim Dalam Kerukunan ... 63
BAB IV KAJIAN HADIS LARANGAN MENGUCAPKAN DAN MENJAWAB SALAM TERHADAP NON MUSLIM A. Memahami al-Sunnah Dengan Berpedoman Pada al-Qur’ân al-Karîm (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim) ... 69
B. Memadukan atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim) ... 78
C. Memahami Hadis Dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan Tujuannya. (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim) ... 81
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا Tidak dilambangkan
B be
T te
Ts te dan es
J Je
H h dengan garis bawah
Kh ka dan ha
D da
Dz De dan zet
ر R Er
Z Zet
S Es
Sy es dan ye
S es dengan garis bawah
ض D de dengan garis bawah
T te dengan garis bawah
ظ Z zet dengan garis bawah
ع ، koma terbalik keatas,
menghadap ke kanan
غ Gh ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik Program Strata 1, fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012/2013, h. 381 - 383
ف F Ef
Q Ki
K Ka
L El
M Em
N En
W We
H Ha
ء ’ Apostrof
Y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ
a fath ahَ
i kasrahَ
u ammahAdapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_ َ__ ai a dan i
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
أ â a dengan topi di atas
يئ î i dengan topi di atas
- ȗ u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ا dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf
syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan
ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ͟ َ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,
ر ُ ّ لا
tidak ditulis“ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih aksara
1 قير tarîqah
2 يماسإا عماجلا al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3 دوجولا ح wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû H̲âmid al-Ghazâlî bukan Abû H̲âmid
Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juuga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nȗr al-Dîn al-Rânîrî.
Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di
atas:
Kata Arab Alih Aksara
به
اتسأا
dzahaba al-ustâdzu
رجأا ت ث
tsabata al-ajruَيرصعلا كر حلا
al-harakah al-‘asriyyahها هل ا أ شأ
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâhحلا صلا كلماناو م
Maulânâ Malik al-Sâlihه م كرث ي
yu’atsirukum Allâhَيلق علا رهاظ لا
al-mazâhir al-‘aqliyyah1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama tidak pernah berhenti dalam mengatur tata kehidupan manusia,
karena itu kerukunan dan toleransi antara umat beragama bukan sekedar hidup
berdampingan yang pasif saja, akan tetapi lebih dari itu; untuk berbuat baik dan
berlaku adil antara satu sama lain. Bagi umat Islam dan agama lainnya seyogianya
perbedaan agama jangan sampai menghalangi untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap manusia tanpa diskriminasi agama dan kepercayaan.1
Selama berabad-abad sejarah interaksi antar umat beragama lebih banyak
diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan dengan dalih “demi mencapai rida
Tuhan dan demi menyebarkan kabar gembira yang bersumber dari Yang
Mahakuasa.”2
Dalam Islam al-Qur‟an adalah ruh eksistensi, fondasi bangunannya, dan ia
merupakan konstitusi asli yang menjadi rujukan semua perundang-undangan
Islam. al-Sunnah al-Nabawiyah adalah yang menjelaskan dan memperinci konstitusi tersebut, berfungsi sebagai penjelas teoritis dan implementasi praktis
terhadap al-Qur‟an.3
1
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih hubungan antar agama, (Ciputat: PT. Ciputat
Press, 2005), h. 16 2
Alwi Shihab, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama, (Bandung: Mizan,
1999), h. 39-40. 3
Yusuf Qardhawi, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar terj. Saifullah Kamalie,
Oleh karena itu imitation Muhammadi menjadi standar etika tingkah laku di kalangan orang-orang muslim, menjadi dasar bagi hukum Islam dan menjadi
standar bahkan bagi kebanyakan aktivitas keduniaan.
Dalam menafsirkan teks-teks keagamaan setidaknya ada dua bentuk yang
berbeda dalam tataran prakteknya; pertama skipturalistik yang lebih berorientasi
pada teks-teks doktrin dan kedua bersifat subtansialistik yang berorientasi pada
makna dan isi atau konteks.4 Keduanya tentu sangat perlu diperhatikan dalam
memahami teks keagamaan seperti al-Qur‟an dan hadis untuk meminimalisir
kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap makna yang terkandung di dalamnya.
Kekeliruan dan kesalahan dalam memahami teks dapat menyebabkan orang
bersifat eksklusif dan berpotensi menimbulkan konflik, yang pada akhirnya akan
mengganggu stabilitas kerukunan umat beragama.
Seperti dalam memahami hadis tentang larangan mengucapkan salam
terhadap non-Muslim :
َح ،ٍديِعَس ُنْب ُةَبْ يَ تُ ق اََ ثدَح
َلوُسَر نَأ ،َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ،ِيِبَأ ْنَع ،ٍلْيَهُس ْنَع ،يِدْرَواَردلا ِِْعَ ي ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثد
ىلَص ِه
:َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه
«
ِِ ْمُ َدَحَأ ْمُتيَِِل اَذََِِ ،ِِ َلسلِِ ىَراَص لا َََو َدوُهَ يْلا اوُءَدْبَ ت ََ
،ٍٍيِرََ
َِِِيْضَأ ََِإ ُورَطْضاََ
»
5
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa‟îd, telah menceritakan kepada kami „Abd al-“azîz yakni al-Darâwardiyya, dari Suhail, dari bapanya, dari Abî Hurairah, bahwasannya Rasulullah Sallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kalian awali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu
salah seorang mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR.
Muslim)
4 Djamhari Ma‟ruf, Iradikalisme Islam di Indonesia: Fenomena Sesat? Dalam Bahtiar
Effendi dan Soe Trisno Hadi(ed.), Agama dan Radikalisme (East Lansing: Nuqtah, 2007), h. 45
5
Imam Muslim, Sahih Muslim dalam Program al-Maktabat Shamel. Lihat juga Imam
،ٌمْيَشُ اََ ثدَح ،َةَبْ يَش َِِأ ُنْب ُناَمْثُع اََ ثدَح
َيِضَر ٍكِلاَم ُنْب ُسَنَأ اََ ثدَح ،ٍسَنَأ ِنْب ِرْكَب َِِأ ُنْب َِا ُدْيَ بُع َََرَ بْخَأ
وُلوَُِ َ ِباَتِكلا ُلَْأ ْمُكْيَلَع َملَس اَذِإ " :َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِِلا َلاَق :َلاَق ،َُْع َُا
ْمُكْيَلَعَو :ا
6
“Telah menceritakan kepada kami „Utsmân bin Abî Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami
„Ubaidillah bin Abî Bakri bin Anas, telah menceritakan kepada kami Anas
bin Mâlik ra, bahwasanya Rasulallah Saw bersabda “Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah
dengan ucapan wa‟alaikum.” (HR. Al-Bukhârî)
Kedua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Abȗ Hurairah
dan Imam al-Bukhârî melalui Anas bin Mâlik secara harfiyah dapat dipahami
sebagai larangan bagi seorang muslim untuk mengucapkan salam kepada
non-Muslim. Akan tetapi makna yang secara harfiyah ini tidak serta merta dapat
dijadikan sebagai makna tunggal karena akan terlihat bertentangan dengan sikap
dasar agama Islam yang di gambarkan di dalam al-Qur‟an.
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).7
Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisā‟ [4] ayat 86)
Allah tidak melarang kamu terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negeri kamu (tidak melarang kamu) berbuat baik bagi mereka dan berlaku
6
Imam Bukhari, Sahih Bukhari, dalam Program al-Maktabat Shamel. Lihat juga, Abi
Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 8 (Indonesia: Maktabah, Dahlan,
t.th), h. 57
7
adil kepada mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang adil. (al-Mumtahanah [60]: 8)
Kedua ayat di atas setidaknya memberi penjelasan betapa indahnya Islam
dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Oleh karena itu, untuk memahami makna
subtansi dari hadis ini, perlu memperhatikan apa yang menjadi penyebab
terlarangnya muslim mengucapkan salam terhadap non-Muslim.
Salah seorang ulama yang secara tegas melarang mengucapkan salam
kepada non Muslim adalah Sayyid Quthb (1906-1966). Menurutnya, salam tidak
layak diucapkan kepada non Muslim karena disamping salam merupakan
penghormatan (tahîyah) kepada sesama Muslim, salam juga merupakan budaya Islam yang sangat khas sekaligus sebagai pembeda dari budaya non Muslim.8
Berdasarakan pada al-Qur‟an surat al-Nisâ‟ ayat 86 Ibnu Katsîr
(1301-1372 M) memiliki pandangan yang hampir sama. Menurutnya, tidak boleh bagi
seorang Islam mengucapkan salam kepada non Muslim (baca Dzimmî). Namun, Jawaban salamnya cukup dengan kalimat yang sepadan (bi
mitslihâ/mutamâtsilah), tidak boleh lebih dari ucapan salam mereka, bahkan (akan
lebih baik bila dijawab) dengan jawaban yang sesuai dengan ketetapan dua hadis
shohih baik yang melalui Ibnu Umar r.a. maupun Anas bin Mâlik r.a, yakni
kalimat wa „alaikum.9
Syekh Mansûr „Ali Nâsif sebagai representasi ulama kontekstualis
mempunyai pandangan berbeda dengan Ibnu Katsîr di atas. Menurut Syekh
8
Sayyid Quth, Fî Dzilâl al-Qur‟an,tt., Manqahah Mufharisah, cet. 6, t.th., jild. 2, juz 5, h.
471 9
Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jil.
Mansûr „Ali Nâshif, dalam bukunya ”al-Tâj”, umat Islam dianjurkan menjawab
salam dengan kalimat wa„alaikum itu jika salam Dzimmî itu mengandung maksud
menghina, misalnya dengan kalimat „al-sâm‟ atau dengan kalimat lain yang
memiliki arti yang sama, atau salam mereka tidak dapat didengar dengan
sempurna. Tapi, kalau unsur-unsur tersebut tidak ditemukan, maka umat Islam
wajib menjawab salam mereka sebagaimana menjawab salam sesama Muslim.
Kewajiban tahiyyah yang dijelaskan oleh Al-Qur‟an surat Al-Nisa‟ ayat 86 menurut Syekh Mansûr „Ali Nâshif, tidak melihat status Muslim dan kafir
Dzimmî, tetapi yang dilihat dan dinilai adalah unsur-unsur yang terdapat kalimat
salam.10
Dalam syarah kitab Riyad al-Sâlihin, Al-Utsaimin mengungkapkan bahwa
al-Salâm mempunyai makna al-du‟â (do‟a), yaitu do‟a keselamatan dari segala
sesuatu yang membahayakan, merugikan, atau merusakan.
Syeikh Ahmad Al-Sawi dalam tafsir Al-Sawi ketika menafsirkan waidzâ
huyyitum bitahiyyatin pada QS 4:86 beliau mengatakan bahwa al-Salâm
maknanya keselamatan dari segala marabahaya baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam pendekatan lain, kata “al-Salâm” termasuk sifat Allah Swt. Ketika
as-Salâm ini dinisbahkan kepada Allah Swt. Berarti juz salamah yang memiliki
keselamatan/keterhindaran. Itulah pendapat ulama seperti yang telah dikutip oleh
Quraish Shihab (2000:42-43) hanya saja lanjut beliau beberapa ulama tersebut
berbeda dalam memahami istilah ini, ada juga yang berpendapat bahwa Allah
yang menghindarkan semua makhluk dari penganiayaan-Nya dan yang kelompok
10
Syekh Mansur „Ali Nasif, al-Taj al-Jam‟u Li Usul fi al-Hadits al-Rasul, penerjemah
ketiga berpendapat bahwa al-Salâm yang dinisbahkan kepada Allah itu berarti yang memberi salam kepada hamba-hambanya di surga kelak.11
Mengucapkan salam adalah perbuatan menanam kasih sayang dan cinta
dalam kalbu. Kesedihan, perlawanan, dan penolakan yang mungkin ada dalam
kalbu orang-orang yang dicintai akan hilang lenyap dengan ucapan selamat.
Di antara para pemikir kontemporer, al-Qardhâwî memberikan penjelasan
yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan
menjadi metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurut al-Qardhâwi,
sunnah nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu
hadis.12
Dalam buku Kaifa Nata‟âmal Ma‟a al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ma‟âlim
wa Dhawâbith, menurut Yȗsuf al-Qardhâwî, setiap orang yang berinteraksi
dengan sunnah atau yang akan menggunakan hadis untuk berbagai kepentingan
agama harus berpegang kepada 8 prinsip dasar metode dalam memahami hadis
Nabi, yaitu: 1. Memahami hadis sesuai dengan petunjuk al-Qur‟ân al-Karîm, 2. menghimpun hadis yang setema, 3. Kompromi atau tarjih terhadap
hadis-hadis yang kontradiktif, 4. Memahami hadis-hadis dengan memperhatikan konteks
historis, hubungan dan tujuannya, 5. Membedakan antara sarana yang
berubah-ubah dan tujuan yang tetap, 6. Membedakan antara yang hakekat dan ungkapan, 7.
11
Jurnal pendidikan agama islam –Ta‟lim Vol. 9 No. 1 – 2011
12
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, (Bandung: Karisma, 1999), h.
Membedakan antara yang gaib dan yang nyata, 8. Memastikan makna kata-kata
dalam hadis13
Dari 8 prinsip dasar ini penulis hanya mengambil 3 metode saja, yaitu: 1.
Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟ân al-Karîm 2.
Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif 3.Memahami
Hadis dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan Tujuannya. Dengan alasan bahwa ketiga metode ini lebih relevan untuk dipakai sebagai bahan
kerangka dalam mengambil pemahaman hadis larangan mengucapkan dan
menjawab salam terhadap non-Muslim.
Tulisan ini juga sama sekali tidak mempunyai pretensi untuk
„mengeluarkan‟ masalah tersebut dari wilayah khilâfiyah. Tapi, setidak-tidaknya,
penulis dapat mengungkapkan bahwa pendapat ulama tentang salam yang
berkembang di masyarakat bukan satu-satunya, tetapi ternyata ada pendapat lain
yang berbeda yang juga berpijak pada teks al-Qur‟ân dan al-Ḥadîth yang disertai dengan argumentasi yang tidak bisa dipandang lemah. Dengan tulisan skripsi ini,
diharapkan bagi para pembaca ataupun bagi penulis sendiri memiliki pemahaman
yang luas tentang hukum salam terhadap non-Muslim berikut implikasi sosialnya.
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menemukan banyak akar
permasalahan yang timbul dalam pemahaman penulis dan perlu adanya
penelusuran lebih lanjut berkaitan dengan hadis larangan mengucapkan dan
13
Yȗsuf Qardhâwî, Metode Memahami Al-Sunnah Dengan Benar. Penerjemah Saifullah
menjawab salam terhadap non-Muslim yang telah disabdakan oleh Rasulullah
yang jika dipahami secara tekstualis seolah kontradiktif, diantaranya :
1. Hadis ini menunjukan intoleransi Islam atas agama lain bahkan membatasi
interaksi sosial umat Islam jika dipahami secara tekstualis.
2. Adanya kesalahan dalam memahami hadis yang diriwayatkan oleh Muslim
melalui Abu Hurairah. Hadis ini tidak hanya melarang mengucapkan atau
menjawab kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyuruh
orang-orang Muslim untuk bersikap kasar terhadap mereka yaitu dengan
mendesak siapapun diantara mereka ke pinggir jalan.
3. Perlunya pemahaman ulang terhadap hadis-hadis yang melarang Muslim
mengucapkan dan menjawab salam terhadap non-Muslim melalui metode
pemahaman hadis yang lebih objektif dan komprehensif.
b. Pembatasan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini hanya terkait pengkajian
hadis-hadis yang berkaitan dengan salam terhadap non-Muslim dari al-Kutub al-Tis‟ah
dan fokus yang akan dibahas dalam kajian ini ialah memahami kembali
hadis-hadis yang menyatakan larangan mengucapkan dan menjawab salam teradap
non-Muslim yang penulis anggap kontradiktif dengan menggunakan tiga metode
Yȗsuf al-Qardhâwî 1. Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟ân
al-Karîm 2. Memadukan atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif 3.
Memahami Hadis dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan
c. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, rumusan
masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana pemahaman hadis larangan mengucapkan dan menjawab
salam terhadap non-Muslim dengan menggunakan tiga teori Yȗsuf al
-Qardhâwî ?
2. Bagaimana penerapan hadis tersebut dalam konteks kehidupan umat
sekarang ?
C. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dari sebuah
penelitian sehingga metode penelitian tidak bisa dipisahkan dari sebuah
penelitian. Bahkan metode penelitian akan membentuk karakteristik keilmiahan
dari penelitian, karena eksistensi metode dalam sebuah penelitian ini berfungsi
sebagai jalan bagaimana penelitian ini diselesaikan. Terkait dengan metode
penelitian ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:
1. Jenis dan sifat penelitian
Ditinjau dari obyeknya, penelitian ini merupakan penelitian
pustaka (library research), yaitu penelitian yang berorientasi pada data-data kepustakaan, yang dalam hal ini terutama pada kitab hadis yang
sembilan (al-Kutub al-Tis‟ah). Selain itu karena penelitian ini menggunakan pendekatan metode pemahaman Yȗsuf Qardhâwî maka
semua karya yang berhubungan dengan teori ini dianggap penting serta
Sedangkan sifat penelitian ini adalah kualitatif karena tidak
menggunakan mekanisme statistik dan sistematik dan matematis dalam
pengolahan data. Data diuraikan dan dianalisis dengan memahami dan
menjelaskan.
2. Metode pengunpulan data
Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan.14 Sedangkan data ialah
semua keterangan atau informasi mengenai suatu gejala atau fenomena
yang ada kaitannya dengan penelitian. Data yang dikumpulkan dalam
suatu penelitian harus relevan dengan pokok permasalahan. Untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperlukan suatu
metode yang efektif dan efesien.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dengan
jalan dokumentasi terhadap buku-buku atau kitab-kitab serta kajian yang
masih ada kaitannya dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini sumber
data dibagi atas dua kategori: primer dan skunder. Sumber data primernya
adalah kitab-kitab hadis yaitu sembilan kitab induk dan bulughul maram.
Pemilihan terhadap sembilan kitab induk ini didasarkan pada kehujjahan
kitab dan dianggap cukup untuk mewakili kitab-kitab hadis lainnya. Selain
itu penulis merujuk pada buku Yȗsuf al-Qardhâwî, Kaifa nata‟aamal ma‟a
al-sunnah al-nabawiyah, ma‟alim wa dhawabith, terj. Drs. H. Saifullah
Kamalie, Metode Memahami Al-Sunnah Dengan Benar, serta karya-karya
14
yang berhubungan dengan teori fungsi interpretasi Yȗsuf al-Qardhâwî.
Sedangkan sumber data sekundernya ialah semua karya baik berbentuk
buku, jurnal dan lainnya yang dapat mendukung argumen penelitian ini.
3. Analisis data
Penelitian ini mengkaji sebuah teks hadis dengan pendekatan
pemikiran tokoh yang dikenal dengan metode pemahaman Yȗsuf al
-Qardhâwî. Adapun metode yang digunakan dalam menganalisa data yang
diperoleh dari penelitian pustaka adalah dengan deskriptif analitis.
Deskriptif analisis ialah penelitian yang menuturkan, menganalisis,
serta mengklarifikasikan yang pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada
pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data.15 Analisis
ialah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi, serta
menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca.16 Dengan metode ini
diharapkan nantinya akan memperoleh pemahaman yang tepat terhadap
data-data yang telah diperoleh.
Maka dalam penelitian ini yang dimaksud deskriptif analisis adalah
memberikan gambaran secara sistematis dan akurat mengenai pemaknaan hadis
larangan mengucapkan salam terhadap non-Muslim dengan pendekatan metode
pemahaman Yȗsuf al-Qardhâwî, diantaranya sebagai berikut:
15
Winano Surahmad, Pengantar penelitian ilmiah dasar metode tehnik (Bandung: Tarsito,
1994), h. 45
16
ALUR TAHAPAN REKONSTRUKSI PEMAHAMAN HADIS NABI
HADIS (sebagai teladan ideal Nabi)
Melalui
Rekonstruksi
TEKS-TEKS HADIS REALITAS
Menghasilkan
PENELITIAN HADIS (METODE TAKHRIJ) Memecahkan
Tidak Orisinal Orisinal : (dengan metode Yȗsuf al-Qardhâwî) Produk Pemahaman
Tidak dipakai
1.
مركلا نأرِلا ءوض ى ة سلا مهَ
(
Memahami as-Sunnahdengan berpedoman pada al-Qur‟ân al-Karîm)
2.
ثيد ا فلتخ نب حيجرلا وأ عم ا
(Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif) 3.ا دصاِم و اهاسبلمو اهابسأ ءوض ى ثيداحأا مهَ
(MemahamiD. Tinjauan Pustaka
Telaah atau kajian pustaka dalam sebuah penelitian merupakan hal yang
sangat urgen karena kajian pustaka ini akan menunjukan dan membuktikan
orisinalitas sebuah karya yang tujuannya untuk menghindari plagiasi karya orang
lain. Dalam penelitian ini ada dua aspek yang menjadi perhatian dalam kajian
pustaka, pertama berkaitan dengan metode fungsi interpretasi Yusuf Qardhawi
dan kedua hadis larangan mengucapkan dan menjawab salam terhadap non
muslim yang menjadi objek dari penelitian ini.
Hadis larangan mengucapkan salam terhadap non muslim ini sejauh
penulusuran penulis ternyata udah ada karya skripsi dan jurnal yang telah
menelitinya, pertama, skripsi Ai Popon Fatimah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul: Salam Terhadap Non-Muslim Perspektif Hadis. Oleh
karena itu perlu pembacaan secara jelas agar terhindar dari pengulangan
penelitian. Ai Popon Fatimah dalam skripsinya “Salam Terhadap Non-Muslim
Perspektif Hadis” menggunakan metode tematik (maudhu‟i). Pokok masalah
dalam sekripsi ini adalah apa saja hadis yang menjelaskan tentang salam terhadap
non-Muslim, bagaimana hadis mengatur salam terhadap non-Muslim, dan
bagaimana menyikapi non-Muslim yang sangat toleran terhadap umat Islam.
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah
“Bagaimana hadis mengatur tata cara salam terhadap non-Muslim baik dalam hal
memulai atau menjawab salam secara langsung ataupun melalui surat”. Dan
kesimpulannya adalah bahwa jawaban salam atas orang-orang non-Muslim sesuai
membalas surat dari non-Muslim yang disertakan salam. Secara kontekstual hadis
tersebut datang ketika sedang terjadi permusuhan antara muslim dan non muslim.
Kedua,skripsi Said Mujahid “hadis larangan mengucapkan salam terhadap
nonmuslim ditinjau studi teori fungsi penafsiran Jorge J.E Gracia” UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2014. Skripsi ini lebih memfokuskan ke dalam teori Jorge
J.E Gracia yaitu dengan membagi fungsi interpretasi menjadi tiga aspek. Pertama,
fungsi historis (historical function). Kedua, fungsi perkembangan makna
(meaning function). Ketiga, fungsi implikatif (implikatif function). Dengan tiga
fungsi interpretasi yang ditawarkan Gracia ini mendeskripsikan mulai dari
pemaknaan salam, konteks dimana teks larangan tentang mengucapkan salam
terhadap non-Muslim dan perkembangan makna yang diakibatkan perbedaan
tempat dan kebudayaan serta implikasinya. Keseluruhan ini merupakan bahasan
pokok dalam skripsinya.17
Ketiga, Jurnal Johar Arifin, hadis-hadis Nabi dalam berinteraksi dengan
non-Muslim “Muharibun”, jurnal Ushuluddin vol. XVII No. 1, januari 2011.
Dalam jurnalnya hadis-hadis aplikatif dalam penataan konsep berinteraksi dengan
non Muslim difokuskan pada kelompok muharibun.18 Jurnal ini membahas
tentang berinteraksi dengan non Muslim Muharibun, pandangan Islam terhadap
17
Said Mujahid, Hadits larangan mengucapkan salam terhadap non muslim (Studi teori
fungsi penafsiran Jorge J.E Gracia),( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014).
18
Berasal dari kata “haraba-yuharibu-muharabah-muharib”, al-Harbu berarti musuh,
contohnya “Fulan harab Fulan” bermakna Fulan itu memusuhinya. Secara terminologi menurut
peperangan, dan sikap Rasulullah Saw., dalam berinteraksi dengan kelompok
muharibun.19
Keempat, Buku Nurcholish Madjid, dkk. Fiqih Lintas Agama, (Jakarta:
Paramadina, 2004), hlm. 66-78 dalam bab dua dengan judul besarnya, Fiqih yang
Peka Keragaman Ritual Meneguhkan Inklusivisme Islam, dan dalam judul
kecilnya, Mengucapkan Salam kepada non-Muslim. Dalam buku ini mereka
menjelaskan bahwa fatwa larangan mengucapkan salam terhadap non-Muslim
tidak disetujui oleh semua ulama. Dan penetapan hukum mengucapkan salam
kepada orang-orang non-Muslim harus berdasarkan pada kemaslahatan dan
hikmah.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, antara
lain sebagai berikut:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam
hadis tersebut tidak hanya pada ranah harfiah saja melainkan menggali
makna subtansinya. Lebih jelasnya untuk mengungkapkan pesan yang
akan disampaikan hadis tersebut dengan ditinjau melalui prinsip metode
Yȗsuf al-Qardhâwî.
2. Membantu memberikan kontribusi serta pemahaman dalam konteks dunia
sosial sekarang ini.
19
Johar Arifin, Hadis-hadis Nabi dalam Berinteraksi dengan Non Muslim “Muharibun”,
3. Dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam
(S.Th.I) Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya
dalam menambah wacana ilmu pengetahuan di bidang hadis larangan
mengucapkan salam terhadap non Muslim dengan tinjauan teori Yȗsuf al
-Qardhâwî.
2. Dengan penelitian ini diharapkan pula bisa menjadikan pemahaman
terhadap konsep teori Yȗsuf al-Qardhâwî dalam memahami hadis Nabi.
F. Tehnik Penulisan
Adapun tehnik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman akademik
program strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012/2013, dan buku
pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) cetakan ke-1
(Ciputat: Center for quality development and assurance UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1 Januari 2007), dalam bentuk pdf.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini diperlukan sistematika pembahasan yang bertujuan
untuk memudahkan dalam mengolah data. Disamping itu, sistematika
pembahasan juga berfungsi untuk mengatur kedisiplinan dalam sebuah penelitian
BAB Pertama, brupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah
penulisan skripsi, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah yang diangkat,
serta metode penelitian yang penulis terapkan dalam penelitian ini. Selain itu, di
bab ini juga dipaparkan tinjauan pustaka, tujuan penelitian dan sistematika
pembahasan.
BAB Kedua, berupa biografi intelektual Yȗsuf al-Qardhâwî, sumbangan
pemikirannya dan metode pemahaman Yȗsuf al-Qardhâwî dalam memahami
hadis Nabi; Memahami as-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟an al-Karim,
Mengumpulkan hadis-hadis dalam satu objek, Memadukan atau mentarjih antara
hadis-hadis yang kontradiktif, Memahami hadis berpedoman pada sebab-sebab,
hubungan dan tujuannya.
BAB Ketiga, berupa hadis-hadis tentang mengucapkan salam terhadap
non-Muslim, teks hadis, Takhrij Hadis, Penjalasan (Syarah) Hadis Larangan
Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim, Pemahaman Para
Ulama Terhadap Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap
non-Muslim, dan interaksi Nabi dengan non-Muslim dalam kerukunan.
BAB Keempat, berupa penerapan pemahaman Yȗsuf al-Qardhâwî;
Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟ân al-Karîm (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim), Memadukan atau mentarjih
antara hadis-hadis yang kontradiktif (dalam hadis larangan mengucapkan salam
terhadap non-muslim), Memahami hadis dengan Memperhatikan Konteks
Historis, Hubungan dan Tujuannya. (dalam hadis larangan mengucapkan salam
BAB Kelima, berupa penutup, yang meliputi; Kesimpulan, yang berisi
jawaban atas pertanyaan yang telah disebutkan dalam perumusan masalah, dan
saran, berisi saran-saran seputar isi serta esensi terhadap hasil penelitian yang
19
BAB II
Y SUF AL-QARDHÂWÎDAN METODE PEMAHAMAN
A. Biografi Intelektual Y suf Al-Qardhâwî
Perubahan di Dunia Islam dewasa ini secara keseluruhan berpengaruh dan
mendorong kepada perubahan-perubahan di kalangan umat Islam Indonesia.
Perkenalan, pengenalan, dan penyerapan pikiran-pikiran pembaruan, pemurnian,
dan reorientasi pemikiran Islam di seluruh dunia yang sangat dipengaruhi oleh
adanya teknik pencetakan buku dan terbitan berkala, media komunikasi dan
transportasi tentu akan, dan memang sedang dan sudah berpengaruh kepada
keadaan umat Islam Indonesia.1 Dalam hal ini agama memegang peranan penting
dalam mengarahkan dan membimbing masyarakat. Tak ada yang menandingi
kekuatan agama, karenanya, ia merupakan sumbu utama dan pegangan pokok
bagi kehidupan manusia.2
Seorang pemikir, sarjana dan intelek kontemporer abad 20 (tahun 90-an
sampai sekarang) Pemikirannya mempunyai pengaruh yang sangat signifikan di
seluruh dunia khususnya di Indonesia. Beliau adalah Yȗsuf bin „Abd Allâh bin
„Alî bin Yȗsuf al-Qardhâwî.3 Dilahirkan pada tanggal 09 september 1926 di desa
Shaft At- Turâb terletak antara kota Thanta (Ibu kota provinsi Al Gharbiyah), dan
kota Al-Mahallah Al-Kubra, yang merupakan kota kabupaten (markaz) paling terkenal di provinsi Al-Gharbiyyah. Ia berjarak sekitar 21 kilo meter dari Thantha
1
Budi Munawar Rachaman, Islam dan Pluralisme Nurcholish Madjid, (Jakarta: Pusat Studi
Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007), h. 1 2
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer. Penerjemah As‟ad Yasin (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), h. 51 3
Yusuf Al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku I, (Judul asli: Ibn l- y h w l-Kutt b
M l mi h S h w M s h, penerjemah: Cecep Taufikurrahman, dan Nandang Burhanuddin,
dan 9 kilo meter dari Al-Mahallah. Desa tersebut adalah tempat dimakamnya
salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yaitu Abdullah bin Harist RA.4 Kata
“al-Qardhâwî” dinisbahkan kepadanya karena kakek Qardhâwî, „Ali, berasal ari
desa al-Qardhah yang pindah ke Shafth Turab.5 Qardhâwî tumbuh di keluarga
petani dan lingkungan yang agamis dari sudut pandang tradisional. Ciri
tradisional-agamis masyarakat Shafth Turab terlihat dari ramainya aspek-aspek
formal tradisi keagamaan yang dilakukan, seperti keterikatan masyarakat pada
mazhab al-Syâfi‟î dan Hanafî dalam pelaksanaan ibadah; keterikatan kepada
tarekat Syâdziliyyah, Bâyȗmiyyah dan Khâliliyyah serta kepada Ihyâ‟ „Ulȗm al
-Dîn, karya Abȗ H âmid al-Ghazâlî, yang diakui Qardhâwî cukup berpengaruh pada
pemikirannya, dalam bertasawuf. Masyarakat Shaft Turab juga melakukan
berbagai tradisi yang umumnya ada pada masyarakat tradisional, seperti perayaan
hari lahir Nabi Muhammad Saw., perayaan Isra‟ Mi‟raj, peringatan malam Nisfu
Sya‟ban, bahkan perayaan hari lahir ( ul) syaikh-syaikh tarekat, yang
dikemudian hari tradisi-tradisi itu menjadi sasaran kritik pemikiran Qardhâwî.6
Ayahnya meninggal dunia ketika Qardhâwî masih berumur dua tahun dan
bondanya ketika berumur 15 tahun sudah pasti memberikan kesan yang mendalam
kepada dirinya (Al-Qaradawi, 2010a; 2010b), dan ia bersama pamannya, bernama
A mad, A mad mengantarkan Qardhâwî ke surau tempat mengaji (kuttâb) ketika
4
Yusuf Al-Qaradhawi, Huda Al-Isl m t w Mu‟ shi , alih bahasa Abdurrahman Ali
Bauzir, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), Cet. Ke-III, h. 45 5
Karena keturunan orang al-Qardhah inilah maka sebagian orang di mesir dan Timur
Tengah memanggilnya dengan sebutan al- Qardhâwî (tanpa “a” setelah huruf “r”). Buku-bukunya
yang pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menggunakan nama Qardhâwî, baru
belakangan inilah ia dikenalkan dan ditulis dengan Qaradhâwî (dengan “ra” yang dibaca fat ah).
penulis menggunakan kata Qardhâwî, dengan alasan lebih sesuai dengan asal pembentukan
katanya (wazan).
6
Lukman Zain Muhammad Sakur, Metode memahami hadis menurut Dr. Yuausf
Qardhâwî masih berumur lima tahun. Beliau tidak menikmati kehidupan yang
mewah. Suasana keluarganya bersama-sama bapa saudaranya yang mendidik
beliau dengan didikan agama termasuk biah kampungnya yang mementingkan ilmu dan amalan agama berjaya membentuk peribadi dan aspirasi Islam dalam diri
beliau.7
Dalam perjanan kehidupannya, Yȗsuf al-Qardhâwî pernah mengenyam
“pendidikan” penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia
masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatanya dalam
pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat
terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara
militer selama dua tahun. Yȗsuf al-Qardhâwî terkenal dengan
khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang menjadi khatib di sebuah
mesjid di daerah Zamalik. Alasannya, karena khutbah-khutbahnya dinilai
menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.
(1) Sumb ng n Pemiki n Yȗsuf Al-Qardhâwî
Fazlur Rahman seorang pemikir yang mempelopori gagasan pembaharuan
neomodernisme Islam, berpandangan bahawa seorang pemikir hebat ialah mereka
yang mempunyai ciri-ciri berikut: (a) Menemukan suatu gagasan utama atau
prinsip dasar yang utama yang mengandung segala realita, lalu dia
mentafsirkannya dengan jelas dan menjadikannya sesuatu yang baru dan penting;
(b) Gagasan pokok itu seterusnya mampu merubah perspektif kita dalam
berinteraksi dengan realita tersebut; dan (c) Mampu mengemukakan suatu
7
Zulkifli Hasan, Yusuf al-Qaradawi and Contribution of His Thoughts Vol 3 Issue 1(Juni
penyelesaian yang baru dan jitu terhadap segala permasalahan yang setelah lama
mengganggu fikiran manusia (Rahman, 1975). Berdasarkan kepada ciri-ciri
pemikir hebat oleh Fazlur Rahman, Yȗsuf Al-Qardhâwî telah memenuhi setiap
kriteria tersebut. Beliau bukan saja mengenal pasti prinsip dasar dengan segala
realiti bahkan telah mentafsirkan, memperjelaskan dan menerangkannya dalam
bentuk yang lebih segar untuk manfaat semua.8
Pemikiran Yȗsuf al-Qardhâwî mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan di seluruh dunia. Pemikiran yang dinamik dan bersesuaian dengan
keadaan dan suasana semasa menjadikan beliau sering menjadi rujukan dan
panduan oleh umat Islam. Di antara sumbangan besar Yȗsuf al-Qardhâwî ialah
memperkenalkan pendekatan dinamik untuk memahami Sh i‟ h melalui
beberapa konsep fiqh dan manhaj yang beliau anjurkan dan ini termasuk fiqh al-
Nusus, fiqh al-w qi‟, fiqh l-muwazanat, fiqh al-awlawiyyat, fiqh al-taghayyur,
fiqh al-Jihad, fiqh al-tsaurah, fiqh iqtisadi Islami, fiqh aqalliyyat, fiqh
al-wasatiyyah, fiqh al-dakwah dan manhaj al-salafi.9
(2) K y Tulis Yȗsuf al-Qardhawî
Yȗsuf al-Qardhawî merupakan ilmuan yang menguasai perbagai cabang
ilmu (Talimah, 2000). Hingga kini, lebih daripada 120 buah buku telah dihasilkan
dalam berbagai bidang seperti aqidah, sumber hukum Islam yaitu al-Qur‟ân dan
al-Sunnah, usul al-fiqh, bidang ibadat, hal ihwal wanita dan kekeluargaan,
kemasyarakatan, ekonomi dan keuangan, perubahan, politik dan pemerintahan
walaupun beliau teramat sibuk dengan jadwal harian. Diceritakan bahwa beliau
selalu menghabiskan waktunya sehingga 14 jam sehari di perpustakaan rumahnya
8
Zulkifli Hasan, Yusuf al-Qaradawi and Contribution of His Thoughts., h. 53
9
untuk menelaah dan menulis (Ghazali, 2012). Beliau bukan saja menghasilkan
penulisan akademik yang berkualitas tinggi dan menjadi rujukan utama ilmuan
tetapi menyumbangkan berbagai makalah di dalam berbagai majalah dan akhbar
harian di peringkat antarabangsa.10 Diantara buku-buku karangan beliau adalah
sebagai berikut :
a. Bidang „Ulȗm Al-Qur'ân dan as-Sunnah11
1) K if N t ‟ m l M ‟ l-Sunnah al-N b wiyy h: M ‟ lim w Dawâbith; (2) Al-Madkhal li-Dirâsât al-Sunnah al-Nabawiyyah;
2) Al-Muntaqâ fi al-Targhib wa al-Targhib (2 Juz);
3) Al-Sunn h M shd n li l-M ‟ if h w l- dh h 4) N w M usu‟ h li- l- d ts l-Nabawi;
5) Al-Sunnah wa al-Bid‟ h
6) Al-M j ‟iyy h l-„Uly f l-Islâm li al- u ‟ n w l-Sunnah.
7) Ash-Shabru wal-'IImu fil-Qur'an al-Karîm
8) 'Aqlu wal-'lmu fil-Qur'an al-Kariem
9) Kaifa Nata'amal Ma'al-Qur'an al-'Azhîm
10) Tafsir Surat ar-Ra'd
11) Quthuf Daniyyah min al-Kitab was-Sunnah
b. Bidang Fikih dan Ushul Fikih
1) Al-Halal wal-Haram fil-Islam
2) Fatawa Mu'ashirah juz 1
3) Fatawa Mu'ashirah Juz 2
4) Fatawa Muashirah Juz 3
10
Zulkifli Hasan, Yusuf al-Qaradawi and Contribution of His Thoughts., h. 54
11
Lukman Zain Muhammad Sakur, Metode memahami hadis menurut Dr. Yuausf
5) Taysir al-Fiqh: Fiqh Shiyam
6) Al-Ijtihad Fisy-Syari'ah al-Islamiyyah
7) Madkhal Li Dirasat al-Syariah al-Islamiyyah
8) Min Fiqhid-Daulah al-Islam
9) Taysir al-Fiqh li al-Muslim al-Muashir l
10) Al-Fatwa baina al-Indhibath wat-Tasayyub
11) Awamil as-Sa'ah wal-Murunah fisy-Syari'ah al-Islamiyyah
12) Al-Fiqh al-Islami bainal-Ashalah wat-Tajdid
13) Al-Ijtihad al-Mu'ashir bainal-Indhibath wal-Infirath
14) Ziwaj al-Misyar
15) Adh-Dhawabith asy-Syariyyah li Binaa al-Masajid
16) Al-Ghina' wal-Musiqa fi Dhau'il- was-Sunnah
17) Al-Hayat ar-Rabbaniyyah wal-'Iimu
18) An-Niyat wal-Ikhlash
19) Al-Tawakkul
20) Al-Taubat Ila Allah
c. Bidang Ekonomi Islam
1) Fiqhuz-Zakat (dua juz)
2) Musykilat al-Faqr wa Kaifa 'Alajaha al-Islam
3) Bai'al-Murabahah lil-Amir bisy-Syira'
4) Fawaidul-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram
5) Daurul-Qiyam wal-Akhlaq fil-Iqtishad al-Islami
d. Bidang Akidah
2) Mauqif al-Islam min Kufr af-Yahud wan-Nashara
3) Al-Iman bil-Qadar
4) Wujudullah
5) Haqiqat at-Tauhid
e. Bidang Dakwah dan Tarbiyah
1) Tsaqafat ad-Da'iyyah
2) Al-Tarbiyyah al-lslamiyyah wadrasatu Hasan al-Banna
3) Al-Ikhwan al-Muslimin 70 'Aaman fil al-Da'wah wa al-Tarbiyyah
4) Ar-Rasul wal-'lLmu
5) Rishafat al-Azhar baina al-Amsi wal-Yaum wal-Ghad
6) Al-Waqtu fi Hayat al-Muslim
f. Bidang Gerakan dan Kebangkitan Islam
1) Ash-Shahwah al-lslamiyyah bainal-Juhud wat-Tatharruf
2) Ash-Shahwah al-lslamiyyah wa Humum al-Wathan al-'Arabi
wal-Islami
3) Ash-Shahwah al-lslamiyyah bainal-Ikhtilafal-Masyru'
wat-Afarruqal-Madzmum
4) Min Ajli Shahwah Rasyidah Tujaddid ad-Din wa Tanhad bid-Dunya
5) Ayna al-Khalal?
6) Awlawiyyat al-Harakah al-Islamiyah fil al-Marhalah al-Qadimah
7) Al-Islam wal-'Almaniyyah Wajhan bi Wajhin
8) Fi Fiqh al-Awlawiyyat (FiqihPrioritas)
9) Al-Tsaqafah Arabiyyah Islamiyyah baina Ashalah wa
10) Malamih al-Mujtama' al-Islami alladdzi Nunsyiduhi
11) Ghayrul al-Muslimin fi al-Mujtama' al-Islami
12) Syari'at- al-Islam Shalihah lil-Tathbiq fi Kulli Zamanin wa Makanin
13) Al-Ummat al-Islamiyyah Haqiqat la Wahm
14) Zhahirat al-Ghuluw fit-Tafkir
15) Al-Hulul al-Musrawridah wa Kayfa Janat 'Ala Ummatina
16) Al-Hill al-Islami Faridhah wa Dharurah
17) Bayyinal-Hill al-Islami wa Syubuhat al-'ilmaniyyin
wal-Mutagharribin
18) A'da' al-Hill al-Islami
19) Dars an-Nakbah al-Tsaniyyah
20) Jailun-Nashr al-Mansyud
21) An-Naas wa al-Haq
22) Ummatuna bainal-Qarnayn
g. Bidang Penyatuan Pemikiran Islam
1) Syumul al-Islam
2) Al-Marji'iyyah al-'Ulya fi al-Islam li al-Qur'an was-Sunnah
3) Mauqif Islam min Ilham wa Kaysf wa Ru'aa wa min
al-Tamaim wa al-Kahanah wa al-Ruqa
4) Al-Siyasah al-Syar'iyyah fi Dhau' Nushush al-Syari'ah wa
Maqashidiha
h. Bidang Pengetahuan Islam Yang Umum
1) Al-'Ibadah fi al-Islam
3) Madkhal li Ma'rifat al-Islam
4) Al-lslam Hadharat al-Ghad
5) Khuthab al-Syaikh al-Qardhawi juz 1
6) Khuthab al-Syaikh al-Qaradliawi juz 2
7) Liqaat wa Muhawarat hawla Qadhaya al-Islam wal-'Ashr
8) Tsaqafatuna baina al-Infitah wa al-Inghilaq
9) Qadhaya Mu'ashirah 'Ala Bisath al-Bahts
i. Tentang Tokoh-Tokoh Islam
1) Al-Iman Al-Ghazali baina Madihihi wa Naqidihi
2) Asy-Syaikh al-Ghazali kama 'Araftuhu: Rihlah Nishfu Qarn
3) Nisaa' Mu'minaat
4) Al-Imam al-Juwaini Imam al-Haramain
5) „Um bin Abdul A i Khamis al-Khulafa' al-Rasyidin j. Bidang Sastra
1) Nafahat wa Lafahat (kumpulan puisi)
2) Al-Muslimin Qadimum (kumpulan puisi)
3) Yusuf ash-Shiddiq (naskah drama dalam bentuk prosa)
4) 'Alim wa Thagiyyah
k. Buku-Buku Kecil Tentang Kebangkitan Islam
1) Al-Din fi 'Ashr al-'Ilmi
2) Al-Islam wa al-Fann
3) Al-Niqâb lil-Mar'ah baina al-Qawl bi Bid'atihi wal-Qawl biWujubihi
4) Markaz al-Mar'ah fil-Hayah al-lslamiyyah
6) Jarimah ar-Riddah wa 'Uqububat al-Murtad fi Dhau' al-Qur'an was-Sunnah
7) Al-Aqlliyat ad-Diniyyah wal-Hill al-Islami
8) Al-Mubasyyirat bi Intishar al-Islam
9) Mustaqbal al-Ushuliyyah al-lslamiyyah
10) Al-Quds Qadhiyat Kulli Muslim
11) Al-Muslimun wal-'Awlamah
(3) Pemikirannya Tentang Hadis Nabi Saw
Di antara para pemikir kontemporer, al-Qardhâwî memberikan penjelasan
yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan
menjadi metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurut al-Qardhâwî,
sunnah nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu
hadis.12
Pernyataan al-Qardhâwî tentang karakter dasar sunnah yang komprehensif,
seimbang, dan memudahkan adalah konsep-konsep ideologisnya tentang hadis.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menanamkan satu model pemahaman ke
dalam masyarakat. Sementara model pemahaman yang ditawarkannya itu
bertujuan untuk menjaga kemurnian (keaslian) Islam, mendorong kebangkitan
kembali Islam dan penguasaan syari‟ah atas negara.
12
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, (Bandung: Karisma, 1994), h.
Yȗsuf Al-Qardhâwî berpandangan bahwa agama Islam adalah sangat
mudah dan ringan. Terutama mengenai hal-hal yang biasanya dianggap oleh
masyarakat sebagai sesuatu yang susah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt:
“Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur.” (Q.S Al Maidah: 6).22
Membebaskan masyarakat dari sifat fanatik dan taklid terhadap imam atau
madzhab tertentu. Karena Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk mengikuti
(ittib ‟) kepada madzhab atau imam tertentu, tetapi Allah Swt memerintahkan kita
agar kita mengikuti (ittib ‟) kepada al-Qur‟an dan al-Sunnah.13 Pendapat beliau
sesuai dengan perkataan Imam Hasan Al-Banna pada prinsip keenam yang
merupakan bagian dari “20 prinsipnya”, “Semua orang boleh diambil atau
ditinggalkan perkataannya, kecuali al-M ‟sȗm (terjaga dari kesalahan dan dosa) yaitu nabi Muhammad Saw. Semua yang datang dari generasi salaf, yang sesuai
dengan al-Qur‟an dan Sunnah maka kita terima. Sedangkan jika tidak, maka
al-Qur‟an dan as-Sunnah lebih utama untuk diikuti.”14
13
Biografi Yusuf Al-Qardhawi., h. 30 14
Yusuf Al-Qaradhawi, Memahami Khazanah Klasik, Mazhab dan Ikhtilaf. Penerjemah
B. Metode Y suf al-Qardhâwîdalam Memahami Hadis
Al-Qardhâwî berpendapat bahwa, setiap orang yang berinteraksi dengan
sunnah atau yang akan menggunakan hadis untuk berbagai kepentingan agama
harus berpegang kepada tiga prinsip dasar. (1) memastikan keshahihan hadis:
prinsip pertama dalam berinteraksi dengan sunnah adalah dengan cara
memastikan keotentikan hadis (shahih atau hasan) sesuai dengan kriteria dan hasil
kerja para ahli hadis kemudian menerimanya sebagai hujjah. (2) memahami hadis
dengan seksama: memahami hadis-hadis Nabi Saw., harus dilakukan secara
seksama dan cermat. Menurut Qardhâwî, pemahaman atas hadis yang seksama
adalah pemahaman yang:
Sesuai dengan pengertian kebahasaan (Arab), dan dalam rangka konteks hadis tersebut serta sebab wurud (diucapkannya) oleh beliau. Juga dalam kaitannya dalam nash-nash al-Qur‟an dan Sunnah yang lain, dan dalam rangka prinsip-prinsip umum serta tujuan-tujuan universal Islam. Semua itu, tanpa mengabaikan keharusan memilah antara hadis yang diucapkan demi menyampaikan risalah (misi Nabi) dan yang bukan untuk itu. Atau
dengan kata lain, antara sunnah yang dimaksudkan untuk tasyri‟
(penetapan hukum agama) dan yang bukan untuk itu. Dan juga antara
tasyri‟ yang memiliki sifat umum dan permanen, dengan yang bersifat
khusus dan sementara. Sebab diantara penyakit terburuk dalam pemahaman sunnah adalah pencampuradukan antara bagian yang satu dengan yang lain.15
(3) menyelesaikan atau menyelaraskan pertentangan antar hadis: tentang
prinsip ketiga ini Qardhawi berkata:
memastikan bahwa nash (hadis) tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang lebih kuat kedudukannya, baik yang berasal dari al-Qur‟an, atau hadis-hadis lain yang lebih banyak jumlahnya atau lebih shahih darinya, atau labih sejalan dengan ushul (pokok ajaran agama). (hadis tersebut juga) tidak dianggap berlawanan dengan nash yang lebih layak
dengan hikmah tasyri‟, atau berbagai tujuan umum syari‟ah yang dinilai
telah mencapai tingkat qath‟i karena disimpulkan bukan hanya dari satu
15
Yȗsuf al-Qardhâwî, Al-M j ‟iyy h l-„Ulyâ fi al-Islâm li-al- u ‟ân wa al-Sunnah:
atau dua nash saja, tetapi dari sekumpulan nash yang- setelah digabungkan satu sama lain – mendatangkan keyakinan serta kepastian tentang tsubut-nya (atau keberadaantsubut-nya sebagai nash).16
Oleh karenanya, dalam bukunya K if N t ‟ m l M ‟ l-Sunnah al-N b wiyy h: M ‟ lim w Dawâbith, dijelaskan secara spesifik mengenai cara memahami hadis Nabi dengan benar melalui 8 prinsip dasar, yaitu :
1.
مركلا نأرقلا ءوض َ ة سلا مهف
(
Memahami al-Sunnah dengan berpedomanpada al- u ‟ n l-Karîm)
Menurut Al-Qardhâwî, pemahaman hadis harus selalu diintegrasikan
dengan ayat-ayat al-Qur‟an agar pemahaman hadis tepat dan terhindar dari
interpretasi yang bias (al-tahrif wa al-intihal), bilamana pemahamannya selalu
dihadapkan kepada teks-teks al-Qur‟an yang jelas (al-muhkamat), karena
al-Qur‟an adalah asas pokok dan pedoman utama ajaran Islam yang tak dapat
disangkal.17
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al- u ‟ n) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha mengetahui”.
(al-An‟âm 6:115)
Dalam ayat ini, kita dituntut untuk memahami al-Sunnah dengan benar,
jauh dari penyimpangan dan salah menta‟wilkan harus dilakukan di bawah
naungan al-Qur‟an, dalam lingkup orientasi Rabbani yang benar dan adil.
16
Yȗsuf al-Qardhâwî, Al-Marja‟iyyah, h. 126 17
Afwan Faizin, Metode fuqaha dalam memahami hadis (Studi pendekatan Yusuf
Al-Qardhâwî bersikap hati-hati dalam menerapkan metodenya.
Menurutnya dalam Islam al-Qur‟an adalah ruh eksistensi, fondasi bangunannya,
dan ia merupakan konstitusi asli yang menjadi rujukan semua
perundang-undangan Islam. al-Sunnah an-Nabawiyah adalah yang menjelaskan dan memperinci konstitusi tersebut, berfungsi sebagai penjelas teoritis dan
implementasi praktis terhadap al-Qur‟an.
Dan al-Qardhâwî berpendapat bahwa tidaklah penjelasan akan
bertentangan dengan yang d