• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan Dan Menjawab Salam Terhadap Non Muslim Studi Metode Yȗsuf Al-Qardhâwî

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan Dan Menjawab Salam Terhadap Non Muslim Studi Metode Yȗsuf Al-Qardhâwî"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN HADIS LARANGAN MENGUCAPKAN DAN

MENJAWAB SALAM TERHADAP NON MUSLIM STUDI

METODE Y SUF AL

-QARDHÂWÎ

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh

Acep Komarudin

NIM: 1111034000088

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Acep Komarudin

Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap

non Muslim Studi Metode Y suf al-Qardhâwî.

Pergolakan di dunia Muslim telah mendorong meluasnya pengujian kembali sumber-sumber klasik hukum Islam karena orang Muslim telah berjuang untuk memelihara, menyesuaikan, atau mendefinisikan kembali norma-norma sosial dan hukum dalam menghadapi kondisi sekarang ini. Isu sentral dalam perjuangan yang terus berlangsung ini adalah masalah hakikat, status, dan autoritas sunnah (contoh-contoh normatif Nabi Muhammad Saw.) karena,

imitation Muhammadi menjadi standar etika tingkah laku di kalangan orang-orang

Muslim. Akan tetapi pesan-pesan hadis Nabi tersebut bisa saja keluar dari koridornya karena keliru dalam memahami teks-teks hadis tersebut.

Perlu diperhatikan dalam memahami teks keagamaan seperti hadis untuk meminimalisir kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Kekeliruan dan kesalahan dalam memahami teks dapat menyebabkan orang bersifat eksklusif dan berpotensi menimbulkan konflik, yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas kerukunan umat beragama.

Larangan Nabi mengucapkan dan menjawab salam terhadap non Muslim dipahami dengan memperhatikan konteks historis, hubungan dan tujuannya, dimana orang-orang Yahudi mengucapkan al-sâm ‘alaikum bukan al-salâmu

‘alaikum, yang berarti kutukan atau kematian untuk kalian. Sehingga ketika itu,

kalaupun harus dijawab, dijawab dengan ‘alaikum (tanpa wa) yakni “terhadap kalian kutukan itu” bukan terhadap kami, atau wa’alaikum (dengan wa) yakni “terhadap kami kematian pasti datang dan terhadap kalianpun demikian”. ‘Alaika

salâm atau salam yang tidak disertai dengan wa (dan) menurut Nabi Saw., adalah

salam untuk orang-orang mati” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi).

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka dengan menggunakan metode Yȗsuf al-Qardhâwî yaitu: Pertama, Fahm al-Sunnah fî

Dau’i al-Qur’ân al-Karîm. Kedua, Al-Jam’u au al-Tarjîh baina Mukhtalif

al-Hadîts. Ketiga, Fahm al-Hadîts fî Dau’i Asbâbihâ wa Malâbisâtihâ wa

Maqâsidihâ. Dengan ketiga metode ini penulis menemukan pemahaman yang

(6)

KATA PENGANTAR

ميحَرلا ن حَرلا ه مسب

Terima kasih yang tak terhingga serta rasa syukur saya ucapkan kepada

Allah Swt. Sang Maha Hati, Sang Maha Segalanya, Maha Pengasih dan

Penyayang yang telah memberikan cinta dan kasih-Nya, nikmat yang tidak pernah

berujung, dan juga terima kasih atas berjuta kesempatan untuk selalu bisa

menengok ke atas melihat ke langit demi mensyukuri segala nikmat dan cobaan

yang penuh dengan pelajaran, terima kasih atas segala pejaman dan ketertundukan

dalam do’a yang telah membuat saya bangga bahagia hadir sebagai makhluk-Nya,

dan juga memberikan kesempatan kepada saya sehingga terselesaikannya skripsi

ini yang berjudul “Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab

Salam Terhadap non Muslim Studi Metode Yȗsuf Al-Qardhâwî” yang

dipergunakan untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar S.Th.I.

Terimakasih sembah sujud kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Atas segala

perjuangan dan amanah yang tak pernah padam sampai akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan

terwujud secara baik (walau masih banyak kekurangan) tanpa adanya bantuan,

bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Maka perlu kiranya penulis

menyampaikan rasa terima kasih secara khusus. Semoga segala kebaikan yang

telah diberikan menjadi amal tersendiri untuk mengumpulkan kita bersama

seluruh umat Muhammad di sisi Allah Swt nanti. Oleh karenanya, tanpa

(7)

tidak penulis sebutkan namanya, penulis perlu menyampaikan terima kasih secara

khusus kepada:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.

Dede Rosyada, MA (Rektor), Prof. Dr. Masri Mansoer, MA (Dekan

Fakultas Ushuluddin), Dr. Lilik Ummi Kaltsum (Ketua Jurusan Tafsir

Hadits), Dra. Banun Binaningrum, M.Pd (Sekjur Tafsir Hadits).

2. DR. M. Isa H.A. Salam, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasinya dalam

prosesi penulisan skripsi ini.

3. Segenap dosen fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan

Tafsir Hadits yang telah banyak berbagi ilmunya kepada saya,

sehingga saya mendapatkan setetes air dari samudera ilmu

pengetahuan.

4. Ayah Ibu tercinta atas kasihmu, sayangmu, bimbinganmu, serta

ketulusan segala upaya yang engkau berikan kepada saya. Kau tak

pernah berhenti memberikan semua itu, kau pelita dalam setiap

langkah saya, tanpa engkau aku tiada disini. Sembah hatur saya

peruntukkan ucapan rasa syukur dan terima kasih kepadamu (Ayah

Ibu) atas butiran kata dalam do’a do’amu sehingga penulis rasakan

getaran do’anya dalam semangat. (Allâhumma irhamhumâ kamâ

rabbayânî saghîrâ, wa-tawwil ‘um rahumâ fi tâ’atik).

5. Adik-adik tercinta yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan dalam morilnya, semoga kalian kelak menjadi manusia-manusia yang

(8)

ke jenjang perkuliahan, dunia dimana bisa menentukan pilihan

kebebasan. Khususnya teruntuk almarhum adik Ikbal Maulana yang

telah mendahului kami pergi ke alam keabadian dalam usia 20 tahun,

Allâhummaghfirlahu warhamhu wa’âfihi wa’fu ‘anhu.

6. Keluarga saya Abah Nenek yang selalu memberikan do’anya, bibi-bibi

dan mamang atas bantuannya baik dalam usaha orang tua maupun

dalam apapun itu. Dan semua kerabat dekat maupun jauh semoga

kalian diberikan kemudahan dalam segalanya.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Tafsir Hadits khususnya

kelas THc yang masih ada keberadaannya, keluarga besar IPPMK

JADETABEK para senior dan teman sadulur saperjuangan, keluarga

besar HMKI yang ada di kuningan, keluarga besar karang taruna

babakan lor, dan para aktivis kampus yang telah mewarnai aktifitas

saya dalam hari-harinya di kampus hijau biru dan BEMJ, serta

keluarga besar asrama dershane khususnya cempaka satu yang

akhir-akhir ini penulis gunakan sebagai tempat strategis dalam menyusun

skripsi.

8. Teman-teman penulis dimana pun berada, atas semua kebersamaan

serta kebaikan, tidak ada sesuatu yang dapat penulis sampaikan,

kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga, serta do’a semoga

amal kebaikan kita semua dibalas dan diterima oleh Allah Swt,. Ȃmîn

Ciputat, 22 Oktober 2015

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN...iii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...ix

PEDOMAN TRANSLITERASI...x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Metode Penelitian ... 9

1. Jenis dan sifat penelitian ... 10

2. Metode pengunpulan data ... 10

3. Analisis data ... 11

D. Tinjauan Pustaka ... 13

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

F. Tehnik Penulisan ... 16

G. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II Y SUF AL-QARDHÂWÎ DAN METODE PEMAHAMAN A. Biografi Intelektual Yȗsuf Al-Qardhâwî ... 19

1. Sumbangan Pemikiran Yȗsuf Al-Qardhâwî ... 21

2. Karya Tulis Yȗsuf al-Qardhawî ... 22

3. Pemikirannya Tentang Hadis Nabi Saw ... 28

B. Metode Yȗsuf al-Qardhâwî dalam Memahami Hadis ... 30

مي لا أ لا ءوض ف لا م ف . 1 (Memahami as-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur’ân al-Karîm) ... 31

حاولا عوضو لا ف راولا ثي حأا ع ج . 2 (Mengumpulkan Hadis-Hadis dalam Satu Objek) ... 35

ثي لا ف م نيب حيج لا أ ع لا . 3 (Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif) ... 37

(10)

ثي ل تب لا ف لا يغ لا يسولا نيب يي لا .

5 (Membedakan Antara

Sarana yang Berubah-Ubah dan Tujuan Permanen Hadis) ... 42

ثي لا م ف ف لا ي لا نيب قي لا . 6 (Membedakan Antara Hakekat dan Majas dalam Memahami Hadis) ... 43

لا بيغلا نيب قي لا . 7 (Membedakan Antara yang Gaib dengan yang Nyata) ... 44

ثي لا ظ لأ اول م نم كأ لا . 8 (Mengkonfirmasi Pengertian Kata-Kata Hadis) ... 45

BAB III HADIS-HADIS TENTANG MENGUCAPKAN DAN MENJAWAB SALAM TERHADAP NON-MUSLIM A. Teks Hadis Tentang Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim ... 47

1. Takhrij Hadis... 48

2. Penjalasan (Syarah) Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim ... 52

B. Pemahaman Para Ulama Terhadap Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim... 56

C. Interaksi Nabi Dengan non-Muslim Dalam Kerukunan ... 63

BAB IV KAJIAN HADIS LARANGAN MENGUCAPKAN DAN MENJAWAB SALAM TERHADAP NON MUSLIM A. Memahami al-Sunnah Dengan Berpedoman Pada al-Qur’ân al-Karîm (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim) ... 69

B. Memadukan atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim) ... 78

C. Memahami Hadis Dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan Tujuannya. (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim) ... 81

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(11)

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

B be

T te

Ts te dan es

J Je

H h dengan garis bawah

Kh ka dan ha

D da

Dz De dan zet

ر R Er

Z Zet

S Es

Sy es dan ye

S es dengan garis bawah

ض D de dengan garis bawah

T te dengan garis bawah

ظ Z zet dengan garis bawah

ع ، koma terbalik keatas,

menghadap ke kanan

غ Gh ge dan ha

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik Program Strata 1, fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012/2013, h. 381 - 383

(12)

ف F Ef

Q Ki

K Ka

L El

M Em

N En

W We

H Ha

ء ’ Apostrof

Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ

a fath ah

َ

i kasrah

َ

u ammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

_ َ__ ai a dan i

(13)

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

أ â a dengan topi di atas

يئ î i dengan topi di atas

- ȗ u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ا dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan

ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ͟ َ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,

ر ُ ّ لا

tidak ditulis

ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

(14)

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No Kata Arab Alih aksara

1 قير tarîqah

2 يماسإا عماجلا al-jâmi’ah al-islâmiyyah

3 دوجولا ح wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abû H̲âmid al-Ghazâlî bukan Abû H̲âmid

Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juuga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

(15)

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nȗr al-Dîn al-Rânîrî.

Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas

kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab Alih Aksara

به

اتسأا

dzahaba al-ustâdzu

رجأا ت ث

tsabata al-ajru

َيرصعلا كر حلا

al-harakah al-‘asriyyah

ها هل ا أ شأ

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

حلا صلا كلماناو م

Maulânâ Malik al-Sâlih

ه م كرث ي

yu’atsirukum Allâh

َيلق علا رهاظ لا

al-mazâhir al-‘aqliyyah
(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama tidak pernah berhenti dalam mengatur tata kehidupan manusia,

karena itu kerukunan dan toleransi antara umat beragama bukan sekedar hidup

berdampingan yang pasif saja, akan tetapi lebih dari itu; untuk berbuat baik dan

berlaku adil antara satu sama lain. Bagi umat Islam dan agama lainnya seyogianya

perbedaan agama jangan sampai menghalangi untuk berbuat baik dan berlaku adil

terhadap manusia tanpa diskriminasi agama dan kepercayaan.1

Selama berabad-abad sejarah interaksi antar umat beragama lebih banyak

diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan dengan dalih “demi mencapai rida

Tuhan dan demi menyebarkan kabar gembira yang bersumber dari Yang

Mahakuasa.”2

Dalam Islam al-Qur‟an adalah ruh eksistensi, fondasi bangunannya, dan ia

merupakan konstitusi asli yang menjadi rujukan semua perundang-undangan

Islam. al-Sunnah al-Nabawiyah adalah yang menjelaskan dan memperinci konstitusi tersebut, berfungsi sebagai penjelas teoritis dan implementasi praktis

terhadap al-Qur‟an.3

1

Said Agil Husin Al Munawar, Fikih hubungan antar agama, (Ciputat: PT. Ciputat

Press, 2005), h. 16 2

Alwi Shihab, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama, (Bandung: Mizan,

1999), h. 39-40. 3

Yusuf Qardhawi, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar terj. Saifullah Kamalie,

(17)

Oleh karena itu imitation Muhammadi menjadi standar etika tingkah laku di kalangan orang-orang muslim, menjadi dasar bagi hukum Islam dan menjadi

standar bahkan bagi kebanyakan aktivitas keduniaan.

Dalam menafsirkan teks-teks keagamaan setidaknya ada dua bentuk yang

berbeda dalam tataran prakteknya; pertama skipturalistik yang lebih berorientasi

pada teks-teks doktrin dan kedua bersifat subtansialistik yang berorientasi pada

makna dan isi atau konteks.4 Keduanya tentu sangat perlu diperhatikan dalam

memahami teks keagamaan seperti al-Qur‟an dan hadis untuk meminimalisir

kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap makna yang terkandung di dalamnya.

Kekeliruan dan kesalahan dalam memahami teks dapat menyebabkan orang

bersifat eksklusif dan berpotensi menimbulkan konflik, yang pada akhirnya akan

mengganggu stabilitas kerukunan umat beragama.

Seperti dalam memahami hadis tentang larangan mengucapkan salam

terhadap non-Muslim :

َح ،ٍديِعَس ُنْب ُةَبْ يَ تُ ق اََ ثدَح

َلوُسَر نَأ ،َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ،ِيِبَأ ْنَع ،ٍلْيَهُس ْنَع ،يِدْرَواَردلا ِِْعَ ي ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثد

ىلَص ِه

:َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه

«

ِِ ْمُ َدَحَأ ْمُتيَِِل اَذََِِ ،ِِ َلسلِِ ىَراَص لا َََو َدوُهَ يْلا اوُءَدْبَ ت ََ

،ٍٍيِرََ

َِِِيْضَأ ََِإ ُورَطْضاََ

»

5

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa‟îd, telah menceritakan kepada kami „Abd al-“azîz yakni al-Darâwardiyya, dari Suhail, dari bapanya, dari Abî Hurairah, bahwasannya Rasulullah Sallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kalian awali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu

salah seorang mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR.

Muslim)

4 Djamhari Ma‟ruf, Iradikalisme Islam di Indonesia: Fenomena Sesat? Dalam Bahtiar

Effendi dan Soe Trisno Hadi(ed.), Agama dan Radikalisme (East Lansing: Nuqtah, 2007), h. 45

5

Imam Muslim, Sahih Muslim dalam Program al-Maktabat Shamel. Lihat juga Imam

(18)

،ٌمْيَشُ اََ ثدَح ،َةَبْ يَش َِِأ ُنْب ُناَمْثُع اََ ثدَح

َيِضَر ٍكِلاَم ُنْب ُسَنَأ اََ ثدَح ،ٍسَنَأ ِنْب ِرْكَب َِِأ ُنْب َِا ُدْيَ بُع َََرَ بْخَأ

وُلوَُِ َ ِباَتِكلا ُلَْأ ْمُكْيَلَع َملَس اَذِإ " :َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِِلا َلاَق :َلاَق ،َُْع َُا

ْمُكْيَلَعَو :ا

6

“Telah menceritakan kepada kami „Utsmân bin Abî Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami

„Ubaidillah bin Abî Bakri bin Anas, telah menceritakan kepada kami Anas

bin Mâlik ra, bahwasanya Rasulallah Saw bersabda “Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah

dengan ucapan wa‟alaikum.” (HR. Al-Bukhârî)

Kedua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Abȗ Hurairah

dan Imam al-Bukhârî melalui Anas bin Mâlik secara harfiyah dapat dipahami

sebagai larangan bagi seorang muslim untuk mengucapkan salam kepada

non-Muslim. Akan tetapi makna yang secara harfiyah ini tidak serta merta dapat

dijadikan sebagai makna tunggal karena akan terlihat bertentangan dengan sikap

dasar agama Islam yang di gambarkan di dalam al-Qur‟an.































“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu

penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).7

Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisā‟ [4] ayat 86)











































Allah tidak melarang kamu terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negeri kamu (tidak melarang kamu) berbuat baik bagi mereka dan berlaku

6

Imam Bukhari, Sahih Bukhari, dalam Program al-Maktabat Shamel. Lihat juga, Abi

Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 8 (Indonesia: Maktabah, Dahlan,

t.th), h. 57

7

(19)

adil kepada mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang adil. (al-Mumtahanah [60]: 8)

Kedua ayat di atas setidaknya memberi penjelasan betapa indahnya Islam

dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Oleh karena itu, untuk memahami makna

subtansi dari hadis ini, perlu memperhatikan apa yang menjadi penyebab

terlarangnya muslim mengucapkan salam terhadap non-Muslim.

Salah seorang ulama yang secara tegas melarang mengucapkan salam

kepada non Muslim adalah Sayyid Quthb (1906-1966). Menurutnya, salam tidak

layak diucapkan kepada non Muslim karena disamping salam merupakan

penghormatan (tahîyah) kepada sesama Muslim, salam juga merupakan budaya Islam yang sangat khas sekaligus sebagai pembeda dari budaya non Muslim.8

Berdasarakan pada al-Qur‟an surat al-Nisâ‟ ayat 86 Ibnu Katsîr

(1301-1372 M) memiliki pandangan yang hampir sama. Menurutnya, tidak boleh bagi

seorang Islam mengucapkan salam kepada non Muslim (baca Dzimmî). Namun, Jawaban salamnya cukup dengan kalimat yang sepadan (bi

mitslihâ/mutamâtsilah), tidak boleh lebih dari ucapan salam mereka, bahkan (akan

lebih baik bila dijawab) dengan jawaban yang sesuai dengan ketetapan dua hadis

shohih baik yang melalui Ibnu Umar r.a. maupun Anas bin Mâlik r.a, yakni

kalimat wa „alaikum.9

Syekh Mansûr „Ali Nâsif sebagai representasi ulama kontekstualis

mempunyai pandangan berbeda dengan Ibnu Katsîr di atas. Menurut Syekh

8

Sayyid Quth, Fî Dzilâl al-Qur‟an,tt., Manqahah Mufharisah, cet. 6, t.th., jild. 2, juz 5, h.

471 9

Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jil.

(20)

Mansûr „Ali Nâshif, dalam bukunya ”al-Tâj”, umat Islam dianjurkan menjawab

salam dengan kalimat wa„alaikum itu jika salam Dzimmî itu mengandung maksud

menghina, misalnya dengan kalimat „al-sâm‟ atau dengan kalimat lain yang

memiliki arti yang sama, atau salam mereka tidak dapat didengar dengan

sempurna. Tapi, kalau unsur-unsur tersebut tidak ditemukan, maka umat Islam

wajib menjawab salam mereka sebagaimana menjawab salam sesama Muslim.

Kewajiban tahiyyah yang dijelaskan oleh Al-Qur‟an surat Al-Nisa‟ ayat 86 menurut Syekh Mansûr „Ali Nâshif, tidak melihat status Muslim dan kafir

Dzimmî, tetapi yang dilihat dan dinilai adalah unsur-unsur yang terdapat kalimat

salam.10

Dalam syarah kitab Riyad al-Sâlihin, Al-Utsaimin mengungkapkan bahwa

al-Salâm mempunyai makna al-du‟â (do‟a), yaitu do‟a keselamatan dari segala

sesuatu yang membahayakan, merugikan, atau merusakan.

Syeikh Ahmad Al-Sawi dalam tafsir Al-Sawi ketika menafsirkan waidzâ

huyyitum bitahiyyatin pada QS 4:86 beliau mengatakan bahwa al-Salâm

maknanya keselamatan dari segala marabahaya baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam pendekatan lain, kata “al-Salâm” termasuk sifat Allah Swt. Ketika

as-Salâm ini dinisbahkan kepada Allah Swt. Berarti juz salamah yang memiliki

keselamatan/keterhindaran. Itulah pendapat ulama seperti yang telah dikutip oleh

Quraish Shihab (2000:42-43) hanya saja lanjut beliau beberapa ulama tersebut

berbeda dalam memahami istilah ini, ada juga yang berpendapat bahwa Allah

yang menghindarkan semua makhluk dari penganiayaan-Nya dan yang kelompok

10

Syekh Mansur „Ali Nasif, al-Taj al-Jam‟u Li Usul fi al-Hadits al-Rasul, penerjemah

(21)

ketiga berpendapat bahwa al-Salâm yang dinisbahkan kepada Allah itu berarti yang memberi salam kepada hamba-hambanya di surga kelak.11

Mengucapkan salam adalah perbuatan menanam kasih sayang dan cinta

dalam kalbu. Kesedihan, perlawanan, dan penolakan yang mungkin ada dalam

kalbu orang-orang yang dicintai akan hilang lenyap dengan ucapan selamat.

Di antara para pemikir kontemporer, al-Qardhâwî memberikan penjelasan

yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan

menjadi metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurut al-Qardhâwi,

sunnah nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu

hadis.12

Dalam buku Kaifa Nata‟âmal Ma‟a al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ma‟âlim

wa Dhawâbith, menurut Yȗsuf al-Qardhâwî, setiap orang yang berinteraksi

dengan sunnah atau yang akan menggunakan hadis untuk berbagai kepentingan

agama harus berpegang kepada 8 prinsip dasar metode dalam memahami hadis

Nabi, yaitu: 1. Memahami hadis sesuai dengan petunjuk al-Qur‟ân al-Karîm, 2. menghimpun hadis yang setema, 3. Kompromi atau tarjih terhadap

hadis-hadis yang kontradiktif, 4. Memahami hadis-hadis dengan memperhatikan konteks

historis, hubungan dan tujuannya, 5. Membedakan antara sarana yang

berubah-ubah dan tujuan yang tetap, 6. Membedakan antara yang hakekat dan ungkapan, 7.

11

Jurnal pendidikan agama islam –Ta‟lim Vol. 9 No. 1 – 2011

12

Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, (Bandung: Karisma, 1999), h.

(22)

Membedakan antara yang gaib dan yang nyata, 8. Memastikan makna kata-kata

dalam hadis13

Dari 8 prinsip dasar ini penulis hanya mengambil 3 metode saja, yaitu: 1.

Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟ân al-Karîm 2.

Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif 3.Memahami

Hadis dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan Tujuannya. Dengan alasan bahwa ketiga metode ini lebih relevan untuk dipakai sebagai bahan

kerangka dalam mengambil pemahaman hadis larangan mengucapkan dan

menjawab salam terhadap non-Muslim.

Tulisan ini juga sama sekali tidak mempunyai pretensi untuk

„mengeluarkan‟ masalah tersebut dari wilayah khilâfiyah. Tapi, setidak-tidaknya,

penulis dapat mengungkapkan bahwa pendapat ulama tentang salam yang

berkembang di masyarakat bukan satu-satunya, tetapi ternyata ada pendapat lain

yang berbeda yang juga berpijak pada teks al-Qur‟ân dan al-Ḥadîth yang disertai dengan argumentasi yang tidak bisa dipandang lemah. Dengan tulisan skripsi ini,

diharapkan bagi para pembaca ataupun bagi penulis sendiri memiliki pemahaman

yang luas tentang hukum salam terhadap non-Muslim berikut implikasi sosialnya.

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

a. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menemukan banyak akar

permasalahan yang timbul dalam pemahaman penulis dan perlu adanya

penelusuran lebih lanjut berkaitan dengan hadis larangan mengucapkan dan

13

Yȗsuf Qardhâwî, Metode Memahami Al-Sunnah Dengan Benar. Penerjemah Saifullah

(23)

menjawab salam terhadap non-Muslim yang telah disabdakan oleh Rasulullah

yang jika dipahami secara tekstualis seolah kontradiktif, diantaranya :

1. Hadis ini menunjukan intoleransi Islam atas agama lain bahkan membatasi

interaksi sosial umat Islam jika dipahami secara tekstualis.

2. Adanya kesalahan dalam memahami hadis yang diriwayatkan oleh Muslim

melalui Abu Hurairah. Hadis ini tidak hanya melarang mengucapkan atau

menjawab kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyuruh

orang-orang Muslim untuk bersikap kasar terhadap mereka yaitu dengan

mendesak siapapun diantara mereka ke pinggir jalan.

3. Perlunya pemahaman ulang terhadap hadis-hadis yang melarang Muslim

mengucapkan dan menjawab salam terhadap non-Muslim melalui metode

pemahaman hadis yang lebih objektif dan komprehensif.

b. Pembatasan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini hanya terkait pengkajian

hadis-hadis yang berkaitan dengan salam terhadap non-Muslim dari al-Kutub al-Tis‟ah

dan fokus yang akan dibahas dalam kajian ini ialah memahami kembali

hadis-hadis yang menyatakan larangan mengucapkan dan menjawab salam teradap

non-Muslim yang penulis anggap kontradiktif dengan menggunakan tiga metode

Yȗsuf al-Qardhâwî 1. Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟ân

al-Karîm 2. Memadukan atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif 3.

Memahami Hadis dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan

(24)

c. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, rumusan

masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana pemahaman hadis larangan mengucapkan dan menjawab

salam terhadap non-Muslim dengan menggunakan tiga teori Yȗsuf al

-Qardhâwî ?

2. Bagaimana penerapan hadis tersebut dalam konteks kehidupan umat

sekarang ?

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dari sebuah

penelitian sehingga metode penelitian tidak bisa dipisahkan dari sebuah

penelitian. Bahkan metode penelitian akan membentuk karakteristik keilmiahan

dari penelitian, karena eksistensi metode dalam sebuah penelitian ini berfungsi

sebagai jalan bagaimana penelitian ini diselesaikan. Terkait dengan metode

penelitian ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:

1. Jenis dan sifat penelitian

Ditinjau dari obyeknya, penelitian ini merupakan penelitian

pustaka (library research), yaitu penelitian yang berorientasi pada data-data kepustakaan, yang dalam hal ini terutama pada kitab hadis yang

sembilan (al-Kutub al-Tis‟ah). Selain itu karena penelitian ini menggunakan pendekatan metode pemahaman Yȗsuf Qardhâwî maka

semua karya yang berhubungan dengan teori ini dianggap penting serta

(25)

Sedangkan sifat penelitian ini adalah kualitatif karena tidak

menggunakan mekanisme statistik dan sistematik dan matematis dalam

pengolahan data. Data diuraikan dan dianalisis dengan memahami dan

menjelaskan.

2. Metode pengunpulan data

Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan

standar untuk memperoleh data yang diperlukan.14 Sedangkan data ialah

semua keterangan atau informasi mengenai suatu gejala atau fenomena

yang ada kaitannya dengan penelitian. Data yang dikumpulkan dalam

suatu penelitian harus relevan dengan pokok permasalahan. Untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperlukan suatu

metode yang efektif dan efesien.

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dengan

jalan dokumentasi terhadap buku-buku atau kitab-kitab serta kajian yang

masih ada kaitannya dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini sumber

data dibagi atas dua kategori: primer dan skunder. Sumber data primernya

adalah kitab-kitab hadis yaitu sembilan kitab induk dan bulughul maram.

Pemilihan terhadap sembilan kitab induk ini didasarkan pada kehujjahan

kitab dan dianggap cukup untuk mewakili kitab-kitab hadis lainnya. Selain

itu penulis merujuk pada buku Yȗsuf al-Qardhâwî, Kaifa nata‟aamal ma‟a

al-sunnah al-nabawiyah, ma‟alim wa dhawabith, terj. Drs. H. Saifullah

Kamalie, Metode Memahami Al-Sunnah Dengan Benar, serta karya-karya

14

(26)

yang berhubungan dengan teori fungsi interpretasi Yȗsuf al-Qardhâwî.

Sedangkan sumber data sekundernya ialah semua karya baik berbentuk

buku, jurnal dan lainnya yang dapat mendukung argumen penelitian ini.

3. Analisis data

Penelitian ini mengkaji sebuah teks hadis dengan pendekatan

pemikiran tokoh yang dikenal dengan metode pemahaman Yȗsuf al

-Qardhâwî. Adapun metode yang digunakan dalam menganalisa data yang

diperoleh dari penelitian pustaka adalah dengan deskriptif analitis.

Deskriptif analisis ialah penelitian yang menuturkan, menganalisis,

serta mengklarifikasikan yang pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada

pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data.15 Analisis

ialah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi, serta

menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca.16 Dengan metode ini

diharapkan nantinya akan memperoleh pemahaman yang tepat terhadap

data-data yang telah diperoleh.

Maka dalam penelitian ini yang dimaksud deskriptif analisis adalah

memberikan gambaran secara sistematis dan akurat mengenai pemaknaan hadis

larangan mengucapkan salam terhadap non-Muslim dengan pendekatan metode

pemahaman Yȗsuf al-Qardhâwî, diantaranya sebagai berikut:

15

Winano Surahmad, Pengantar penelitian ilmiah dasar metode tehnik (Bandung: Tarsito,

1994), h. 45

16

(27)

ALUR TAHAPAN REKONSTRUKSI PEMAHAMAN HADIS NABI

HADIS (sebagai teladan ideal Nabi)

Melalui

Rekonstruksi

TEKS-TEKS HADIS REALITAS

Menghasilkan

PENELITIAN HADIS (METODE TAKHRIJ) Memecahkan

Tidak Orisinal Orisinal : (dengan metode Yȗsuf al-Qardhâwî) Produk Pemahaman

Tidak dipakai

1.

مركلا نأرِلا ءوض ى ة سلا مهَ

(

Memahami as-Sunnah

dengan berpedoman pada al-Qur‟ân al-Karîm)

2.

ثيد ا فلتخ نب حيجرلا وأ عم ا

(Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif) 3.

ا دصاِم و اهاسبلمو اهابسأ ءوض ى ثيداحأا مهَ

(Memahami
(28)

D. Tinjauan Pustaka

Telaah atau kajian pustaka dalam sebuah penelitian merupakan hal yang

sangat urgen karena kajian pustaka ini akan menunjukan dan membuktikan

orisinalitas sebuah karya yang tujuannya untuk menghindari plagiasi karya orang

lain. Dalam penelitian ini ada dua aspek yang menjadi perhatian dalam kajian

pustaka, pertama berkaitan dengan metode fungsi interpretasi Yusuf Qardhawi

dan kedua hadis larangan mengucapkan dan menjawab salam terhadap non

muslim yang menjadi objek dari penelitian ini.

Hadis larangan mengucapkan salam terhadap non muslim ini sejauh

penulusuran penulis ternyata udah ada karya skripsi dan jurnal yang telah

menelitinya, pertama, skripsi Ai Popon Fatimah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul: Salam Terhadap Non-Muslim Perspektif Hadis. Oleh

karena itu perlu pembacaan secara jelas agar terhindar dari pengulangan

penelitian. Ai Popon Fatimah dalam skripsinya “Salam Terhadap Non-Muslim

Perspektif Hadis” menggunakan metode tematik (maudhu‟i). Pokok masalah

dalam sekripsi ini adalah apa saja hadis yang menjelaskan tentang salam terhadap

non-Muslim, bagaimana hadis mengatur salam terhadap non-Muslim, dan

bagaimana menyikapi non-Muslim yang sangat toleran terhadap umat Islam.

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah

“Bagaimana hadis mengatur tata cara salam terhadap non-Muslim baik dalam hal

memulai atau menjawab salam secara langsung ataupun melalui surat”. Dan

kesimpulannya adalah bahwa jawaban salam atas orang-orang non-Muslim sesuai

(29)

membalas surat dari non-Muslim yang disertakan salam. Secara kontekstual hadis

tersebut datang ketika sedang terjadi permusuhan antara muslim dan non muslim.

Kedua,skripsi Said Mujahid “hadis larangan mengucapkan salam terhadap

nonmuslim ditinjau studi teori fungsi penafsiran Jorge J.E Gracia” UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2014. Skripsi ini lebih memfokuskan ke dalam teori Jorge

J.E Gracia yaitu dengan membagi fungsi interpretasi menjadi tiga aspek. Pertama,

fungsi historis (historical function). Kedua, fungsi perkembangan makna

(meaning function). Ketiga, fungsi implikatif (implikatif function). Dengan tiga

fungsi interpretasi yang ditawarkan Gracia ini mendeskripsikan mulai dari

pemaknaan salam, konteks dimana teks larangan tentang mengucapkan salam

terhadap non-Muslim dan perkembangan makna yang diakibatkan perbedaan

tempat dan kebudayaan serta implikasinya. Keseluruhan ini merupakan bahasan

pokok dalam skripsinya.17

Ketiga, Jurnal Johar Arifin, hadis-hadis Nabi dalam berinteraksi dengan

non-Muslim “Muharibun”, jurnal Ushuluddin vol. XVII No. 1, januari 2011.

Dalam jurnalnya hadis-hadis aplikatif dalam penataan konsep berinteraksi dengan

non Muslim difokuskan pada kelompok muharibun.18 Jurnal ini membahas

tentang berinteraksi dengan non Muslim Muharibun, pandangan Islam terhadap

17

Said Mujahid, Hadits larangan mengucapkan salam terhadap non muslim (Studi teori

fungsi penafsiran Jorge J.E Gracia),( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014).

18

Berasal dari kata “haraba-yuharibu-muharabah-muharib”, al-Harbu berarti musuh,

contohnya “Fulan harab Fulan” bermakna Fulan itu memusuhinya. Secara terminologi menurut

(30)

peperangan, dan sikap Rasulullah Saw., dalam berinteraksi dengan kelompok

muharibun.19

Keempat, Buku Nurcholish Madjid, dkk. Fiqih Lintas Agama, (Jakarta:

Paramadina, 2004), hlm. 66-78 dalam bab dua dengan judul besarnya, Fiqih yang

Peka Keragaman Ritual Meneguhkan Inklusivisme Islam, dan dalam judul

kecilnya, Mengucapkan Salam kepada non-Muslim. Dalam buku ini mereka

menjelaskan bahwa fatwa larangan mengucapkan salam terhadap non-Muslim

tidak disetujui oleh semua ulama. Dan penetapan hukum mengucapkan salam

kepada orang-orang non-Muslim harus berdasarkan pada kemaslahatan dan

hikmah.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, antara

lain sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam

hadis tersebut tidak hanya pada ranah harfiah saja melainkan menggali

makna subtansinya. Lebih jelasnya untuk mengungkapkan pesan yang

akan disampaikan hadis tersebut dengan ditinjau melalui prinsip metode

Yȗsuf al-Qardhâwî.

2. Membantu memberikan kontribusi serta pemahaman dalam konteks dunia

sosial sekarang ini.

19

Johar Arifin, Hadis-hadis Nabi dalam Berinteraksi dengan Non Muslim “Muharibun”,

(31)

3. Dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam

(S.Th.I) Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya

dalam menambah wacana ilmu pengetahuan di bidang hadis larangan

mengucapkan salam terhadap non Muslim dengan tinjauan teori Yȗsuf al

-Qardhâwî.

2. Dengan penelitian ini diharapkan pula bisa menjadikan pemahaman

terhadap konsep teori Yȗsuf al-Qardhâwî dalam memahami hadis Nabi.

F. Tehnik Penulisan

Adapun tehnik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman akademik

program strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012/2013, dan buku

pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) cetakan ke-1

(Ciputat: Center for quality development and assurance UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1 Januari 2007), dalam bentuk pdf.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini diperlukan sistematika pembahasan yang bertujuan

untuk memudahkan dalam mengolah data. Disamping itu, sistematika

pembahasan juga berfungsi untuk mengatur kedisiplinan dalam sebuah penelitian

(32)

BAB Pertama, brupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah

penulisan skripsi, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah yang diangkat,

serta metode penelitian yang penulis terapkan dalam penelitian ini. Selain itu, di

bab ini juga dipaparkan tinjauan pustaka, tujuan penelitian dan sistematika

pembahasan.

BAB Kedua, berupa biografi intelektual Yȗsuf al-Qardhâwî, sumbangan

pemikirannya dan metode pemahaman Yȗsuf al-Qardhâwî dalam memahami

hadis Nabi; Memahami as-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟an al-Karim,

Mengumpulkan hadis-hadis dalam satu objek, Memadukan atau mentarjih antara

hadis-hadis yang kontradiktif, Memahami hadis berpedoman pada sebab-sebab,

hubungan dan tujuannya.

BAB Ketiga, berupa hadis-hadis tentang mengucapkan salam terhadap

non-Muslim, teks hadis, Takhrij Hadis, Penjalasan (Syarah) Hadis Larangan

Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap non-Muslim, Pemahaman Para

Ulama Terhadap Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap

non-Muslim, dan interaksi Nabi dengan non-Muslim dalam kerukunan.

BAB Keempat, berupa penerapan pemahaman Yȗsuf al-Qardhâwî;

Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-Qur‟ân al-Karîm (dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim), Memadukan atau mentarjih

antara hadis-hadis yang kontradiktif (dalam hadis larangan mengucapkan salam

terhadap non-muslim), Memahami hadis dengan Memperhatikan Konteks

Historis, Hubungan dan Tujuannya. (dalam hadis larangan mengucapkan salam

(33)

BAB Kelima, berupa penutup, yang meliputi; Kesimpulan, yang berisi

jawaban atas pertanyaan yang telah disebutkan dalam perumusan masalah, dan

saran, berisi saran-saran seputar isi serta esensi terhadap hasil penelitian yang

(34)

19

BAB II

Y SUF AL-QARDHÂWÎDAN METODE PEMAHAMAN

A. Biografi Intelektual Y suf Al-Qardhâwî

Perubahan di Dunia Islam dewasa ini secara keseluruhan berpengaruh dan

mendorong kepada perubahan-perubahan di kalangan umat Islam Indonesia.

Perkenalan, pengenalan, dan penyerapan pikiran-pikiran pembaruan, pemurnian,

dan reorientasi pemikiran Islam di seluruh dunia yang sangat dipengaruhi oleh

adanya teknik pencetakan buku dan terbitan berkala, media komunikasi dan

transportasi tentu akan, dan memang sedang dan sudah berpengaruh kepada

keadaan umat Islam Indonesia.1 Dalam hal ini agama memegang peranan penting

dalam mengarahkan dan membimbing masyarakat. Tak ada yang menandingi

kekuatan agama, karenanya, ia merupakan sumbu utama dan pegangan pokok

bagi kehidupan manusia.2

Seorang pemikir, sarjana dan intelek kontemporer abad 20 (tahun 90-an

sampai sekarang) Pemikirannya mempunyai pengaruh yang sangat signifikan di

seluruh dunia khususnya di Indonesia. Beliau adalah Yȗsuf bin „Abd Allâh bin

„Alî bin Yȗsuf al-Qardhâwî.3 Dilahirkan pada tanggal 09 september 1926 di desa

Shaft At- Turâb terletak antara kota Thanta (Ibu kota provinsi Al Gharbiyah), dan

kota Al-Mahallah Al-Kubra, yang merupakan kota kabupaten (markaz) paling terkenal di provinsi Al-Gharbiyyah. Ia berjarak sekitar 21 kilo meter dari Thantha

1

Budi Munawar Rachaman, Islam dan Pluralisme Nurcholish Madjid, (Jakarta: Pusat Studi

Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007), h. 1 2

Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer. Penerjemah As‟ad Yasin (Jakarta: Gema

Insani Press, 1995), h. 51 3

Yusuf Al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku I, (Judul asli: Ibn l- y h w l-Kutt b

M l mi h S h w M s h, penerjemah: Cecep Taufikurrahman, dan Nandang Burhanuddin,

(35)

dan 9 kilo meter dari Al-Mahallah. Desa tersebut adalah tempat dimakamnya

salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yaitu Abdullah bin Harist RA.4 Kata

“al-Qardhâwî” dinisbahkan kepadanya karena kakek Qardhâwî, „Ali, berasal ari

desa al-Qardhah yang pindah ke Shafth Turab.5 Qardhâwî tumbuh di keluarga

petani dan lingkungan yang agamis dari sudut pandang tradisional. Ciri

tradisional-agamis masyarakat Shafth Turab terlihat dari ramainya aspek-aspek

formal tradisi keagamaan yang dilakukan, seperti keterikatan masyarakat pada

mazhab al-Syâfi‟î dan Hanafî dalam pelaksanaan ibadah; keterikatan kepada

tarekat Syâdziliyyah, Bâyȗmiyyah dan Khâliliyyah serta kepada Ihyâ‟ „Ulȗm al

-Dîn, karya Abȗ H âmid al-Ghazâlî, yang diakui Qardhâwî cukup berpengaruh pada

pemikirannya, dalam bertasawuf. Masyarakat Shaft Turab juga melakukan

berbagai tradisi yang umumnya ada pada masyarakat tradisional, seperti perayaan

hari lahir Nabi Muhammad Saw., perayaan Isra‟ Mi‟raj, peringatan malam Nisfu

Sya‟ban, bahkan perayaan hari lahir ( ul) syaikh-syaikh tarekat, yang

dikemudian hari tradisi-tradisi itu menjadi sasaran kritik pemikiran Qardhâwî.6

Ayahnya meninggal dunia ketika Qardhâwî masih berumur dua tahun dan

bondanya ketika berumur 15 tahun sudah pasti memberikan kesan yang mendalam

kepada dirinya (Al-Qaradawi, 2010a; 2010b), dan ia bersama pamannya, bernama

A mad, A mad mengantarkan Qardhâwî ke surau tempat mengaji (kuttâb) ketika

4

Yusuf Al-Qaradhawi, Huda Al-Isl m t w Mu‟ shi , alih bahasa Abdurrahman Ali

Bauzir, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), Cet. Ke-III, h. 45 5

Karena keturunan orang al-Qardhah inilah maka sebagian orang di mesir dan Timur

Tengah memanggilnya dengan sebutan al- Qardhâwî (tanpa “a” setelah huruf “r”). Buku-bukunya

yang pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menggunakan nama Qardhâwî, baru

belakangan inilah ia dikenalkan dan ditulis dengan Qaradhâwî (dengan “ra” yang dibaca fat ah).

penulis menggunakan kata Qardhâwî, dengan alasan lebih sesuai dengan asal pembentukan

katanya (wazan).

6

Lukman Zain Muhammad Sakur, Metode memahami hadis menurut Dr. Yuausf

(36)

Qardhâwî masih berumur lima tahun. Beliau tidak menikmati kehidupan yang

mewah. Suasana keluarganya bersama-sama bapa saudaranya yang mendidik

beliau dengan didikan agama termasuk biah kampungnya yang mementingkan ilmu dan amalan agama berjaya membentuk peribadi dan aspirasi Islam dalam diri

beliau.7

Dalam perjanan kehidupannya, Yȗsuf al-Qardhâwî pernah mengenyam

“pendidikan” penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia

masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatanya dalam

pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat

terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara

militer selama dua tahun. Yȗsuf al-Qardhâwî terkenal dengan

khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang menjadi khatib di sebuah

mesjid di daerah Zamalik. Alasannya, karena khutbah-khutbahnya dinilai

menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.

(1) Sumb ng n Pemiki n Yȗsuf Al-Qardhâwî

Fazlur Rahman seorang pemikir yang mempelopori gagasan pembaharuan

neomodernisme Islam, berpandangan bahawa seorang pemikir hebat ialah mereka

yang mempunyai ciri-ciri berikut: (a) Menemukan suatu gagasan utama atau

prinsip dasar yang utama yang mengandung segala realita, lalu dia

mentafsirkannya dengan jelas dan menjadikannya sesuatu yang baru dan penting;

(b) Gagasan pokok itu seterusnya mampu merubah perspektif kita dalam

berinteraksi dengan realita tersebut; dan (c) Mampu mengemukakan suatu

7

Zulkifli Hasan, Yusuf al-Qaradawi and Contribution of His Thoughts Vol 3 Issue 1(Juni

(37)

penyelesaian yang baru dan jitu terhadap segala permasalahan yang setelah lama

mengganggu fikiran manusia (Rahman, 1975). Berdasarkan kepada ciri-ciri

pemikir hebat oleh Fazlur Rahman, Yȗsuf Al-Qardhâwî telah memenuhi setiap

kriteria tersebut. Beliau bukan saja mengenal pasti prinsip dasar dengan segala

realiti bahkan telah mentafsirkan, memperjelaskan dan menerangkannya dalam

bentuk yang lebih segar untuk manfaat semua.8

Pemikiran Yȗsuf al-Qardhâwî mempunyai pengaruh yang sangat

signifikan di seluruh dunia. Pemikiran yang dinamik dan bersesuaian dengan

keadaan dan suasana semasa menjadikan beliau sering menjadi rujukan dan

panduan oleh umat Islam. Di antara sumbangan besar Yȗsuf al-Qardhâwî ialah

memperkenalkan pendekatan dinamik untuk memahami Sh i‟ h melalui

beberapa konsep fiqh dan manhaj yang beliau anjurkan dan ini termasuk fiqh al-

Nusus, fiqh al-w qi‟, fiqh l-muwazanat, fiqh al-awlawiyyat, fiqh al-taghayyur,

fiqh al-Jihad, fiqh al-tsaurah, fiqh iqtisadi Islami, fiqh aqalliyyat, fiqh

al-wasatiyyah, fiqh al-dakwah dan manhaj al-salafi.9

(2) K y Tulis Yȗsuf al-Qardhawî

Yȗsuf al-Qardhawî merupakan ilmuan yang menguasai perbagai cabang

ilmu (Talimah, 2000). Hingga kini, lebih daripada 120 buah buku telah dihasilkan

dalam berbagai bidang seperti aqidah, sumber hukum Islam yaitu al-Qur‟ân dan

al-Sunnah, usul al-fiqh, bidang ibadat, hal ihwal wanita dan kekeluargaan,

kemasyarakatan, ekonomi dan keuangan, perubahan, politik dan pemerintahan

walaupun beliau teramat sibuk dengan jadwal harian. Diceritakan bahwa beliau

selalu menghabiskan waktunya sehingga 14 jam sehari di perpustakaan rumahnya

8

Zulkifli Hasan, Yusuf al-Qaradawi and Contribution of His Thoughts., h. 53

9

(38)

untuk menelaah dan menulis (Ghazali, 2012). Beliau bukan saja menghasilkan

penulisan akademik yang berkualitas tinggi dan menjadi rujukan utama ilmuan

tetapi menyumbangkan berbagai makalah di dalam berbagai majalah dan akhbar

harian di peringkat antarabangsa.10 Diantara buku-buku karangan beliau adalah

sebagai berikut :

a. Bidang „Ulȗm Al-Qur'ân dan as-Sunnah11

1) K if N t ‟ m l M ‟ l-Sunnah al-N b wiyy h: M ‟ lim w Dawâbith; (2) Al-Madkhal li-Dirâsât al-Sunnah al-Nabawiyyah;

2) Al-Muntaqâ fi al-Targhib wa al-Targhib (2 Juz);

3) Al-Sunn h M shd n li l-M ‟ if h w l- dh h 4) N w M usu‟ h li- l- d ts l-Nabawi;

5) Al-Sunnah wa al-Bid‟ h

6) Al-M j ‟iyy h l-„Uly f l-Islâm li al- u ‟ n w l-Sunnah.

7) Ash-Shabru wal-'IImu fil-Qur'an al-Karîm

8) 'Aqlu wal-'lmu fil-Qur'an al-Kariem

9) Kaifa Nata'amal Ma'al-Qur'an al-'Azhîm

10) Tafsir Surat ar-Ra'd

11) Quthuf Daniyyah min al-Kitab was-Sunnah

b. Bidang Fikih dan Ushul Fikih

1) Al-Halal wal-Haram fil-Islam

2) Fatawa Mu'ashirah juz 1

3) Fatawa Mu'ashirah Juz 2

4) Fatawa Muashirah Juz 3

10

Zulkifli Hasan, Yusuf al-Qaradawi and Contribution of His Thoughts., h. 54

11

Lukman Zain Muhammad Sakur, Metode memahami hadis menurut Dr. Yuausf

(39)

5) Taysir al-Fiqh: Fiqh Shiyam

6) Al-Ijtihad Fisy-Syari'ah al-Islamiyyah

7) Madkhal Li Dirasat al-Syariah al-Islamiyyah

8) Min Fiqhid-Daulah al-Islam

9) Taysir al-Fiqh li al-Muslim al-Muashir l

10) Al-Fatwa baina al-Indhibath wat-Tasayyub

11) Awamil as-Sa'ah wal-Murunah fisy-Syari'ah al-Islamiyyah

12) Al-Fiqh al-Islami bainal-Ashalah wat-Tajdid

13) Al-Ijtihad al-Mu'ashir bainal-Indhibath wal-Infirath

14) Ziwaj al-Misyar

15) Adh-Dhawabith asy-Syariyyah li Binaa al-Masajid

16) Al-Ghina' wal-Musiqa fi Dhau'il- was-Sunnah

17) Al-Hayat ar-Rabbaniyyah wal-'Iimu

18) An-Niyat wal-Ikhlash

19) Al-Tawakkul

20) Al-Taubat Ila Allah

c. Bidang Ekonomi Islam

1) Fiqhuz-Zakat (dua juz)

2) Musykilat al-Faqr wa Kaifa 'Alajaha al-Islam

3) Bai'al-Murabahah lil-Amir bisy-Syira'

4) Fawaidul-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram

5) Daurul-Qiyam wal-Akhlaq fil-Iqtishad al-Islami

d. Bidang Akidah

(40)

2) Mauqif al-Islam min Kufr af-Yahud wan-Nashara

3) Al-Iman bil-Qadar

4) Wujudullah

5) Haqiqat at-Tauhid

e. Bidang Dakwah dan Tarbiyah

1) Tsaqafat ad-Da'iyyah

2) Al-Tarbiyyah al-lslamiyyah wadrasatu Hasan al-Banna

3) Al-Ikhwan al-Muslimin 70 'Aaman fil al-Da'wah wa al-Tarbiyyah

4) Ar-Rasul wal-'lLmu

5) Rishafat al-Azhar baina al-Amsi wal-Yaum wal-Ghad

6) Al-Waqtu fi Hayat al-Muslim

f. Bidang Gerakan dan Kebangkitan Islam

1) Ash-Shahwah al-lslamiyyah bainal-Juhud wat-Tatharruf

2) Ash-Shahwah al-lslamiyyah wa Humum al-Wathan al-'Arabi

wal-Islami

3) Ash-Shahwah al-lslamiyyah bainal-Ikhtilafal-Masyru'

wat-Afarruqal-Madzmum

4) Min Ajli Shahwah Rasyidah Tujaddid ad-Din wa Tanhad bid-Dunya

5) Ayna al-Khalal?

6) Awlawiyyat al-Harakah al-Islamiyah fil al-Marhalah al-Qadimah

7) Al-Islam wal-'Almaniyyah Wajhan bi Wajhin

8) Fi Fiqh al-Awlawiyyat (FiqihPrioritas)

9) Al-Tsaqafah Arabiyyah Islamiyyah baina Ashalah wa

(41)

10) Malamih al-Mujtama' al-Islami alladdzi Nunsyiduhi

11) Ghayrul al-Muslimin fi al-Mujtama' al-Islami

12) Syari'at- al-Islam Shalihah lil-Tathbiq fi Kulli Zamanin wa Makanin

13) Al-Ummat al-Islamiyyah Haqiqat la Wahm

14) Zhahirat al-Ghuluw fit-Tafkir

15) Al-Hulul al-Musrawridah wa Kayfa Janat 'Ala Ummatina

16) Al-Hill al-Islami Faridhah wa Dharurah

17) Bayyinal-Hill al-Islami wa Syubuhat al-'ilmaniyyin

wal-Mutagharribin

18) A'da' al-Hill al-Islami

19) Dars an-Nakbah al-Tsaniyyah

20) Jailun-Nashr al-Mansyud

21) An-Naas wa al-Haq

22) Ummatuna bainal-Qarnayn

g. Bidang Penyatuan Pemikiran Islam

1) Syumul al-Islam

2) Al-Marji'iyyah al-'Ulya fi al-Islam li al-Qur'an was-Sunnah

3) Mauqif Islam min Ilham wa Kaysf wa Ru'aa wa min

al-Tamaim wa al-Kahanah wa al-Ruqa

4) Al-Siyasah al-Syar'iyyah fi Dhau' Nushush al-Syari'ah wa

Maqashidiha

h. Bidang Pengetahuan Islam Yang Umum

1) Al-'Ibadah fi al-Islam

(42)

3) Madkhal li Ma'rifat al-Islam

4) Al-lslam Hadharat al-Ghad

5) Khuthab al-Syaikh al-Qardhawi juz 1

6) Khuthab al-Syaikh al-Qaradliawi juz 2

7) Liqaat wa Muhawarat hawla Qadhaya al-Islam wal-'Ashr

8) Tsaqafatuna baina al-Infitah wa al-Inghilaq

9) Qadhaya Mu'ashirah 'Ala Bisath al-Bahts

i. Tentang Tokoh-Tokoh Islam

1) Al-Iman Al-Ghazali baina Madihihi wa Naqidihi

2) Asy-Syaikh al-Ghazali kama 'Araftuhu: Rihlah Nishfu Qarn

3) Nisaa' Mu'minaat

4) Al-Imam al-Juwaini Imam al-Haramain

5) „Um bin Abdul A i Khamis al-Khulafa' al-Rasyidin j. Bidang Sastra

1) Nafahat wa Lafahat (kumpulan puisi)

2) Al-Muslimin Qadimum (kumpulan puisi)

3) Yusuf ash-Shiddiq (naskah drama dalam bentuk prosa)

4) 'Alim wa Thagiyyah

k. Buku-Buku Kecil Tentang Kebangkitan Islam

1) Al-Din fi 'Ashr al-'Ilmi

2) Al-Islam wa al-Fann

3) Al-Niqâb lil-Mar'ah baina al-Qawl bi Bid'atihi wal-Qawl biWujubihi

4) Markaz al-Mar'ah fil-Hayah al-lslamiyyah

(43)

6) Jarimah ar-Riddah wa 'Uqububat al-Murtad fi Dhau' al-Qur'an was-Sunnah

7) Al-Aqlliyat ad-Diniyyah wal-Hill al-Islami

8) Al-Mubasyyirat bi Intishar al-Islam

9) Mustaqbal al-Ushuliyyah al-lslamiyyah

10) Al-Quds Qadhiyat Kulli Muslim

11) Al-Muslimun wal-'Awlamah

(3) Pemikirannya Tentang Hadis Nabi Saw

Di antara para pemikir kontemporer, al-Qardhâwî memberikan penjelasan

yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan

menjadi metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurut al-Qardhâwî,

sunnah nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu

hadis.12

Pernyataan al-Qardhâwî tentang karakter dasar sunnah yang komprehensif,

seimbang, dan memudahkan adalah konsep-konsep ideologisnya tentang hadis.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menanamkan satu model pemahaman ke

dalam masyarakat. Sementara model pemahaman yang ditawarkannya itu

bertujuan untuk menjaga kemurnian (keaslian) Islam, mendorong kebangkitan

kembali Islam dan penguasaan syari‟ah atas negara.

12

Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, (Bandung: Karisma, 1994), h.

(44)

Yȗsuf Al-Qardhâwî berpandangan bahwa agama Islam adalah sangat

mudah dan ringan. Terutama mengenai hal-hal yang biasanya dianggap oleh

masyarakat sebagai sesuatu yang susah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt:



































“Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak

membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya

kamu bersyukur.” (Q.S Al Maidah: 6).22

Membebaskan masyarakat dari sifat fanatik dan taklid terhadap imam atau

madzhab tertentu. Karena Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk mengikuti

(ittib ‟) kepada madzhab atau imam tertentu, tetapi Allah Swt memerintahkan kita

agar kita mengikuti (ittib ‟) kepada al-Qur‟an dan al-Sunnah.13 Pendapat beliau

sesuai dengan perkataan Imam Hasan Al-Banna pada prinsip keenam yang

merupakan bagian dari “20 prinsipnya”, “Semua orang boleh diambil atau

ditinggalkan perkataannya, kecuali al-M ‟sȗm (terjaga dari kesalahan dan dosa) yaitu nabi Muhammad Saw. Semua yang datang dari generasi salaf, yang sesuai

dengan al-Qur‟an dan Sunnah maka kita terima. Sedangkan jika tidak, maka

al-Qur‟an dan as-Sunnah lebih utama untuk diikuti.”14

13

Biografi Yusuf Al-Qardhawi., h. 30 14

Yusuf Al-Qaradhawi, Memahami Khazanah Klasik, Mazhab dan Ikhtilaf. Penerjemah

(45)

B. Metode Y suf al-Qardhâwîdalam Memahami Hadis

Al-Qardhâwî berpendapat bahwa, setiap orang yang berinteraksi dengan

sunnah atau yang akan menggunakan hadis untuk berbagai kepentingan agama

harus berpegang kepada tiga prinsip dasar. (1) memastikan keshahihan hadis:

prinsip pertama dalam berinteraksi dengan sunnah adalah dengan cara

memastikan keotentikan hadis (shahih atau hasan) sesuai dengan kriteria dan hasil

kerja para ahli hadis kemudian menerimanya sebagai hujjah. (2) memahami hadis

dengan seksama: memahami hadis-hadis Nabi Saw., harus dilakukan secara

seksama dan cermat. Menurut Qardhâwî, pemahaman atas hadis yang seksama

adalah pemahaman yang:

Sesuai dengan pengertian kebahasaan (Arab), dan dalam rangka konteks hadis tersebut serta sebab wurud (diucapkannya) oleh beliau. Juga dalam kaitannya dalam nash-nash al-Qur‟an dan Sunnah yang lain, dan dalam rangka prinsip-prinsip umum serta tujuan-tujuan universal Islam. Semua itu, tanpa mengabaikan keharusan memilah antara hadis yang diucapkan demi menyampaikan risalah (misi Nabi) dan yang bukan untuk itu. Atau

dengan kata lain, antara sunnah yang dimaksudkan untuk tasyri‟

(penetapan hukum agama) dan yang bukan untuk itu. Dan juga antara

tasyri‟ yang memiliki sifat umum dan permanen, dengan yang bersifat

khusus dan sementara. Sebab diantara penyakit terburuk dalam pemahaman sunnah adalah pencampuradukan antara bagian yang satu dengan yang lain.15

(3) menyelesaikan atau menyelaraskan pertentangan antar hadis: tentang

prinsip ketiga ini Qardhawi berkata:

memastikan bahwa nash (hadis) tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang lebih kuat kedudukannya, baik yang berasal dari al-Qur‟an, atau hadis-hadis lain yang lebih banyak jumlahnya atau lebih shahih darinya, atau labih sejalan dengan ushul (pokok ajaran agama). (hadis tersebut juga) tidak dianggap berlawanan dengan nash yang lebih layak

dengan hikmah tasyri‟, atau berbagai tujuan umum syari‟ah yang dinilai

telah mencapai tingkat qath‟i karena disimpulkan bukan hanya dari satu

15

Yȗsuf al-Qardhâwî, Al-M j ‟iyy h l-„Ulyâ fi al-Islâm li-al- u ‟ân wa al-Sunnah:

(46)

atau dua nash saja, tetapi dari sekumpulan nash yang- setelah digabungkan satu sama lain – mendatangkan keyakinan serta kepastian tentang tsubut-nya (atau keberadaantsubut-nya sebagai nash).16

Oleh karenanya, dalam bukunya K if N t ‟ m l M ‟ l-Sunnah al-N b wiyy h: M ‟ lim w Dawâbith, dijelaskan secara spesifik mengenai cara memahami hadis Nabi dengan benar melalui 8 prinsip dasar, yaitu :

1.

مركلا نأرقلا ءوض َ ة سلا مهف

(

Memahami al-Sunnah dengan berpedoman

pada al- u ‟ n l-Karîm)

Menurut Al-Qardhâwî, pemahaman hadis harus selalu diintegrasikan

dengan ayat-ayat al-Qur‟an agar pemahaman hadis tepat dan terhindar dari

interpretasi yang bias (al-tahrif wa al-intihal), bilamana pemahamannya selalu

dihadapkan kepada teks-teks al-Qur‟an yang jelas (al-muhkamat), karena

al-Qur‟an adalah asas pokok dan pedoman utama ajaran Islam yang tak dapat

disangkal.17































“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al- u ‟ n) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha mengetahui”.

(al-An‟âm 6:115)

Dalam ayat ini, kita dituntut untuk memahami al-Sunnah dengan benar,

jauh dari penyimpangan dan salah menta‟wilkan harus dilakukan di bawah

naungan al-Qur‟an, dalam lingkup orientasi Rabbani yang benar dan adil.

16

Yȗsuf al-Qardhâwî, Al-Marja‟iyyah, h. 126 17

Afwan Faizin, Metode fuqaha dalam memahami hadis (Studi pendekatan Yusuf

(47)

Al-Qardhâwî bersikap hati-hati dalam menerapkan metodenya.

Menurutnya dalam Islam al-Qur‟an adalah ruh eksistensi, fondasi bangunannya,

dan ia merupakan konstitusi asli yang menjadi rujukan semua

perundang-undangan Islam. al-Sunnah an-Nabawiyah adalah yang menjelaskan dan memperinci konstitusi tersebut, berfungsi sebagai penjelas teoritis dan

implementasi praktis terhadap al-Qur‟an.

Dan al-Qardhâwî berpendapat bahwa tidaklah penjelasan akan

bertentangan dengan yang d

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dengan dosis 20 g/tanaman meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, diameter batang, derajat infeksi FMA Pemberian konsorsium

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi bungkil kedelai dengan Indigofera zollingeriana hasil fermentasi dalam ransum terhadap konsumsi ransum,

Dari hasil penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa pendapat para ahli yang menyatakan bahwa apabila suatu produk memiliki kualitas yang tinggi dengan harga

[r]

Tujuan penelitian ini adalah (1) memperoleh informasi nilai daya gabung umum galur-galur jagung manis, yang akan dijadikan tetua dalam persilangan dialel, (2)

Sedangkan faktor pengganggu diabetes melitus terhadap kejadian stroke iskemik memiliki nilai OR<1 yaitu sebesar 0,29 yakni risiko stroke iskemik pada

Menurut Indah dan Santi (2013: 87) teks prosedur memiliki kerangka atau struktur yakni, tujuan atau judul, bahan atau segala sesuatu yang dibutuhkan, dan