AR merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai sendi diartrodial. Penyakit ini termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui. Manifestasi artikular AR dapat dibagi menjadi gejala inflamasi akibat aktivitas sinovitis yang bersifat reversibel dan gejala akibat kerusakan struktur pesendian yang bersifat ireversibel. Sistem auditori juga dapat mengalami gangguan pada penyakit ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa artritis reumatoid dapat menyebabkan gangguan pendengaran (Lee, 2003; Kasper, et al., 2005; Rani, et al., 2008; Dikici, et al., 2009; Baradaranfar & Doosti, 2010; Emamifar, Bjoerndal, & Hansen 2016).
Pada penelitian ini, didapatkan rerata kadar MMP-3 plasma pada pasien AR dengan gangguan pendengaran berjenis kelamin perempuan adalah sebesar 3,77 ng/mL dan pada pasien AR dengan gangguan pendengaran berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 6,69 ng/mL. Rerata kadar MMP-3 plasma pada pasien AR dengan gangguan pendengaran dengan durasi penyakit ≤5 tahun adalah sebesar 4,15 ng/mL dan pada pasien AR dengan gangguan pendengaran dengan durasi penyakit >6 tahun adalah sebesar 5,09 ng/mL. Sun, et al. (2014) meneliti hubungan antara kadar MMP-3 serum dengan usia, jenis kelamin, dan durasi penyakit pada pasien AR. Hasil penelitian mereka memperlihatkan bahwa usia dan durasi penyakit tidak berhubungan dengan kadar MMP-3 tersebut. Kadar MMP-3 pada pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan juga tidak berbeda bermakna. Mereka menyimpulkan bahwa MMP-3 merupakan petanda inflamasi sendi. Ribbens, et al. (2002) menyimpulkan bahwa kadar MMP-3 serum meningkat baik pada AR akut
maupun pada AR kronis. Mereka juga menyimpulkan bahwa MMP-3 serum menggambarkan inflamasi sendi.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar serum MMP-3 menurun pada pasien yang diterapi dengan DMARDs (Mamehara, et al., 2010). Kadar MMP-3 plasma menurun pada pasien dengan AR yang respon terhadap sulfasalazin maupun kombinasi sulfasalazin dan metotreksat (Posthumus, et al., 2002). Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa OAINS seperti naproxen dan natrium diklofenak memiliki efek kondroprotektif. Glukokortikoid, merupakan inhibitor yang potensial terhadap sintesis MMP dan oleh karena itu memperlambat degradasi tulang rawan (Sadowski & Steinmeyer, 2001). Namun, penelitian lainnya mendapatkan bahwa kortikosteroid dapat meningkatkan kadar MMP-3 serum. Kadar MMP-3 serum meningkat pada penyakit reumatik dengan sinovitis sendi. Kadarnya normal pada penyakit reumatik non-inflamasi tanpa sinovitis, namun kadarnya meningkat pada pasien yang diterapi dengan steroid (Ribbens, et al. 2002). Pada pasien AR, kadar MMP-3 serum menurun setelah pemberian anti TNF-α. Hal ini mengindikasikan
bahwa MMP-3 dapat digunakan sebagai prediktor terhadap efisiensi pengobatan (Sun, et al. 2014).
MMP-3 merupakan anggota famili proteinase ekstraselular. Pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa rerata kadar MMP-3 plasma pada kelompok AR dengan gangguan pendengaran adalah sebesar 4,47 ng/ml dan rerata kadar MMP-3 plasma pada kelompok AR tanpa gangguan pendengaran adalah sebesar 1,08 ng/ml. Perbedaan rerata kadar MMP-3 plasma pada kedua kelompok adalah sebesar 3,38±0,52 ng/ml. Didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara kadar MMP-3 pada pasien AR dengan gangguan pendengaran dan pasien AR tanpa gangguan pendengaran. Ini memperkuat kesimpulan yang menyatakan bahwa MMP-3 berperan dalam kerusakan sel rambut dalam akibat proses oksidatif (Evans & Halliwell, 1999; Takatsu, et al., 2005; Emamifar, Bjoerndal, & Hansen 2016).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Takatsu, et al., didapatkan bahwa konsentrasi MMP-3, interleukin-6 (IL-6), MMP-9, TNF-α pada plasma
meningkat pada pasien AR dengan SNHL. Penelitian tersebut mendapatkan hubungan yang bermakna antara SNHL pada pasien AR dengan peningkatan MMP-3 dan IL-6 plasma plasma tersebut. Peneliti menyimpulkan bahwa sitokin proinflamasi atau MMP berperan dalam kerusakan sel rambut dalam akibat proses oksidatif. Keadaan ini menghasilkan SNHL (Evans & Halliwell, 1999; Takatsu, et al., 2005; Emamifar, Bjoerndal, & Hansen 2016).
Target MMP-3 meliputi kolagen, fibronektin, laminin, plasminogen, e-cadherin dan MMP lainnya (berpartisipasi dalam aktivasi pro MMP). Protein ini terlibat dalam penguraian matriks ekstraselular pada artritis (Nagase, Visse, & Murphy, 2006; Enzo Life Sciences, 2014; MMP-9, dan MMP MT1 diproduksi secara berlebihan. MMP ini disekresikan ke dalam sinovium dan menyerang tulang rawan yang terendam dengan cairan sinovial. Konsentrasi MMP-3 dalam cairan sinovial reumatoid lebih tinggi daripada MMP lainnya dan dalam beberapa penelitian terbukti bersifat memprediksi kehancuran sendi (Carrasco & Barton, 2010).
MMP-3 merupakan proteinase yang disekresikan oleh fibroblas dan kondrosit sinovial. Aktivitasnya menyebabkan degradasi protein inti
aggrecan, protein tulang rawan, fibronektin, serta kolagen tipe IV, VII, IX
dan XI. MMP-3 ada dalam cairan sinovial penderita AR dan diekspresikan secara berlebihan. MMP-3 berhubungan dengan kerusakan sendi yang lebih parah pada AR. Dalam hal lainnya, konsentrasi MMP-3 serum diajukan sebagai prediktor untuk kehancuran sendi pada AR dini atau AR yang sudah lanjut. Konsentrasi MMP-3 yang bersirkulasi tampaknya telah ditentukan secara genetik
Kultur tulang rawan terbukti menghasilkan vesikel matriks yang mengandung pro MMP-3 dan MMP-3 aktif. Kondrosit dari zona
pertumbuhan menghasilkan vesikel membran dengan kandungan MMP yang lebih tinggi, yang mengindikasikan bahwa enzim ini terlibat dalam pemodelan ulang matriks ekstraselular pada zona sel hipertrofik pada tulang panjang. Sebuah penelitian tentang neuron dopaminergik menunjukkan adanya peranan pro-apoptotik dari MMP-3 intrasel aktif. Selama apoptosis, pro MMP-3 dibelah untuk menjadi bentuk aktif secara katalitik oleh serin proteinase. Ketiadaan aktivitas MMP-3 intrasel melindungi sel-sel dopaminergik dari apoptosis. Penghambatan aktivitas MMP-3 melemahkan aktivasi caspase-3, enzim pengeksekusi dalam apoptosis (Olsen, et al., 2011).
Sel T, sel B, dan interaksi sitokin proinflamasi berperan pada patofisiologi AR. Kerusakan sendi berawal pada membran sinovial, dimana influks dan/atau aktivasi lokal terhadap sel mononuklear dan pembentukan pembuluh darah baru menyebabkan sinovitis. Pannus, bagian membran sinovial yang kaya akan osteoklas menghancurkan tulang, sementara enzim yang disekresikan oleh sinoviosit dan kondrosit mendegradasi kartilago. Dikeluarkannya sitokin, khususnya MMP-3,
TNF-α, IL-6, IL-1, menyebabkan peradangan pada sendi (Choy, 2012;
Emamifar, Bjoerndal, & Hansen 2016). Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan pada tulang-tulang pendengaran yang dimanifestasikan sebagai CHL.
Selama ini, diagnosis gangguan pendengaran pada pasien AR didasarkan pada manifestasi klinik dan pemeriksaan audiologi. Akan tetapi, sering sulit mendiagnosis gangguan pendengaran pada fase yang sangat dini. Oleh karena itu, penelitian ini membuktikan peran penting MMP-3 plasma sebagai biomarker gangguan pendengaran pada AR. Kami merekomendasikan pemeriksaan kadar MMP-3 plasma terhadap pasien AR dengan durasi penyakit ≤5 tahun untuk mendeteksi gangguan
BAB 6