• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Pembelajaran Empat Pilar Pendidikan dengan Pembelajaran Konvensional. Konvensional

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Belajar

1. Kognitif Kategori Jenis

2.3. Perbedaan Pembelajaran Empat Pilar Pendidikan dengan Pembelajaran Konvensional. Konvensional

2.3.1. Pembelajaran Empat Pilar pendidikan

Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran.

Empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan formal, yaitu: (1) learning to Know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).

Dalam rangka merealisasikan ‘learning to know’, Guru seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan siswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.

Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan namun tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungannya. Keterampilan dapat digunakan untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.

learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru dan guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal..

Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu ditumbuh kembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada hal-hal tersebut.

Dengan demikian,pembelajaran menggunakan metode empat pilar pendidikan sangat dianjurkan dan tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional

serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini. M. Sobry Sutikno (Mahasiswa S.3 UNJ / Direktur Eksekutif YNTP Research and Development NTB)

2.3.2. Pendekatan Konvensional dalam Pembelajaran

Pendekatan konvensional merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru yang menggunakan urutan kegiatan pembelajaran uraian contoh, dan latihan. Kegiatan pembelajaran dimulai dari uraian guru untuk menjelaskan materi pelajaran disertai contoh-contoh, bila perlu siswa mencatat dan bertanya, selanjutnya diakhiri dengan latihan sebagai umpan batik. Karena pendekatan konvensional ini berpusat pada guru maka membuat siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Siswa menghabiskan waktu untuk mendengarkan penjelasan guru secara langsung kemudian mengembangkan keterampltan untuk menguasai materi yang disampaikan tersebut, dan diakhiri dengan latihan sebagai pemantapan di bawah bimbingan guru.

Pendekatan konvensional dalam proses pembelajaran biasanya sangat rutin, dan formal. Kegiatan utama guru mengajar secara lisan dan sesekali mengadakan demonstrasi. Guru sangat sedikit sekali memberikan waktu kepada siswa untuk berdiskusi atau bertukar pendapat dengannya. Guru menjadi pusat segalanya, memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam semua urusan kelas.

Pendekatan konvensional pada kajian ini merujuk kepada metode mengajar yang paling klasik, tetapi masih digunakan sebagian besar guru sampai sekarang.

Metode yang paling umum digunakan banyak guru dalam mengajar tersebut adalah metode ceramah dan tanya jawab. Menurut Muhibbin Syah (2002: 203), metode ceramah adalah sebuah cara melaksanakan pembelajaran yang dilakukan guru secara monolog dan hubungan satu arah; (one way communication). Dalam metaksanakan pembelajaran untuk menyampaikan. materi pelajaran guru bertanggung jawab penuh dalam menentukan materi dan proses berlangsungnya. Komunikasi berlangsung satu arah dengan mengedepankan peranan guru. Siswa dianggap sebagai seorang yang belum tahu apa-apa, sehingga materi terus disampaikan tanpa memperhitungkan pendapat dari siswa. Peranan siswa yang penting adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Adanya tanya jawab sesekali mewarnai proses pembelajaran dengan metode ceramah ini.

Menurut Muhibbin Syah (2002: 202) yang membedakan pembelajaran menggunakan metode ceramah, demonstrasi, dan diskusi adalah bahwa metode ceramah memiliki ciri-dri sifat materinya yang disampaikan informatif dan faktual, bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan, banyak materi yang tersaji, serta aktivitas siswa cenderung pasif.

Pada pendekatan pembelajaran secara konvensional siswa diharapkan telah siap secara mental untuk menerima atau mengikuti apa yang dilakukan oleh guru. Dalam pendekatan ini guru memberikan materi dengan ceramah dan sesekali mendemonstrasikan sesuatu untuk menjelaskan konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori tertentu. Misalnya dalam pembelajaran kimia, guru biasanya menjelaskan suatu konsep secara naratif, kemudian membuktikan hukum itu melalui

demonstrasi dan selanjutnya mendiskusikan aplikasi hukum itu dalam operasional kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini guru memegang kendali seluruh proses pembelajaran dan siswa mengikuti apa yang telah dirancang oleh guru.

Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan penggunaan pendekatan konvensional dalam proses pembelajaran ini, terutama yang menggunakan metode ceramah. Kelemahan-kelemahan tersebut. menurut Suryosubroto (1997: 167) yaitu: (1) guru sukar mengetahui sampai dimana siswanya telah mengerti pembicaraannya, dan (2) siswa seringkali memberi pengertian lain dari apa yang dimaksudkan oleh guru. Kedua hal tersebut disebabkan karena dalam pendekatan konvensional kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas, sikap kritis, dan kemandirian siswa, bahkan cenderung menumbuhkan sikap pasif siswa karena terbiasa menerima.

Dokumen terkait