• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri antara Sebelum dan Sesudah Intervensi Massase Uterus

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Kondisi saat persalinan

1.3 Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri antara Sebelum dan Sesudah Intervensi Massase Uterus

Untuk melihat efektivitas massase uterus sebelum dan sesudah dilakukan intervensi massase uterus terhadap penurunan tinggi fundus uteri kala IV pada responden maka peneliti melakukan uji t-test, yaitu paired t-test (dependent groups t-test). Berikut ini adalah hasil uji statistika perubahan tinggi fundus uteri sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi:

Tabel 5. Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri antara Sebelum dan Sesudah Intervensi Massase Uterus

Dari tabel uji paired t-test (dependent groups t-test) dapat diketahui bahwa perbedaan tinggi fundus uteri sebelum dan sesudah intervensi massase adalah 3.76923 dengan SD= 0. .83205. Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi fundus uteri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi massase memiliki perbedaan yang signifikan/bermakna (p<0,05). Dari hasil tersebut diketahui bahwa massase uterus efektif menurunkan tinggi fudus uteri pada kala IV persalinan.

Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 TFU pre intervensi (mm)

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat mengetahui efektivitas massase uterus terhadap penurunan tinggi fundus uteri pada kala IV persalinan. Dalam periode ini, tugas fisiologi yang paling penting adalah mempertahankan kontraksi dan retraksi uterus yang kuat (Farrer, 1999).

Kontraksi uterus setelah persalinan dipengaruhi oleh status persalinan ibu (Varney, 2007). Responden primipara mendapatkan intervensi massase yang lebih sedikit dibandingkan responden multipara dan grandmultipara karena responden multipara dan grandmultipara beresiko mengalami atonia uteri setelah plasenta lahir.

Tinggi fundus uteri setelah plasenta dilahirkan atau pada kala IV adalah dua jari di bawah umbilikus (Bobak, 2004). Berdasarkan pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan oleh peneliti sebelum dilakukan intervensi massase, peneliti mendapatkan tinggi fundus uteri berkisar antara 88-135 millimeter dimana peneliti juga meraba posisi uterus berada di bawah umbilikus. Tinggi fundus uteri pada akhir kala IV sekitar 81-131 millimeter dengan rata-rata penurunan tinggi fundus uteri sekitar 2-5 millimeter. Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa penurunan tinggi fundus uteri masing-masing responden bervariasi dalam setiap waktu pengukuran yang sama.

Selama satu sampai dua jam pertama postpartum, intensitas kontraksi uterus berkurang dan menjadi tidak teratur (Bobak, 2004). Intensitas kontraksi uterus dipengaruhi oleh kadar oksitosin (UI, 2005). Oksitosin merupakan hormon peptide yang disekresikan oleh pituitari posterior. Oksitosin mengubah arus ion

transmembran dalam sel otot miometrium untuk menghasilkan kontraksi uterus yang terus-menerus (Katzung, 2000). Oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan kontraksi otot uterus (UI, 2005). Pada saat intensitas kontraksi uterus berkurang peneliti melakukan intervensi massase uterus.

Menurut Mekk (1993, dalam Potter & Perry, 2005), massase merupakan teknik intregrasi sensori yang akan mempengaruhi aktivitas sistem otot dan saraf. Proses fisiologis yang terjadi saat rangsangan dilakukan pada kulit melalui massase yaitu sensasi tekanan dari massase tersebut akan diterima reseptor tekanan (paccini) di kulit dan akan membawa pesan tersebut menuju sistem saraf pusat sebagai suatu rangsangan (impuls) melalui hantaran medula spinalis. Kemudian sistem saraf pusat ini akan mengirimkan pesan melalui medula spinalis kembali ke sistem. Selama gerakan volunter, impuls turun dari jalur motorik ke medula spinalis. Impuls keluar dari medula spinalis melalui saraf motorik eferen dan berjalan melalui saraf ke otot. Dalam proses ini neurotransmitter merupakan substansi kimia seperti asetilkolin yang memindahkan impuls listrik dari saraf yang bersilangan pada simpul mioneural ke otot, akan diaktifkan (Guyton, 1994).

Manfaat massase yang paling berhubungan dengan kekuatan otot adalah manfaat melancarkan peredaran darah dan stimulasi refleks dari saraf untuk meningkatkan kekuatan otot yang lemah (Shirley, 1997). Hal ini sesuai dengan keadaan yang ditemukan oleh peneliti pada saat melakukan massase dimana apabila otot uterus yang melemah dimassase maka otot uterus tersebut akan menjadi kuat yang ditandai dengan kontraksi otot yang kuat dan konsistensi uterus yang keras.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada saat melakukan massase adalah: arah gerakan, kadar tekanan, kecepatan serta irama gerakan, media yang digunakan, posisi pasien maupun terapis, dan lama serta frekuensi tetap massase (Shirley, 1997). Tindakan massase yang dilakukan oleh peneliti dilakukan dengan arah sirkuler mengikuti arah jarum jam, dengan sedikit tekanan dan lembut, serta dilakukan dengan durasi waktu massase satu menit. Tindakan massase ini sesuai dengan Sarwono, 2008. Jumlah massase masing-masing responden berbeda-beda, sesuai dengan keadaan uterus responden selama kala IV karena kontraksi uterus dipengaruhi oleh status persalinan dimana reponden multipara dan grandmultipara mendapat tindakan massase uterus lebih banyak dibandingkan responden primipara.

Tonus otot yang berkontraksi dan berelaksasi secara periodik dapat menimbulkan rasa nyeri setelah melahirkan (Bobak, 2004). Nyeri yang terjadi tersebut disebabkan oleh adanya iskemik miometrium dan serviks karena kontraksi sebagai konsekuensi dari pengeluaran darah dari uterus dan adanya vasokontriksi akibat aktivitas berlebihan dari saraf simpatis. Nyeri lebih umum terjadi pada wanita dengan paritas tinggi dan pada wanita menyusui. Alasan nyeri yang lebih berat pada paritas tinggi adalah penurunan tonus otot secara bersamaan yang menyebabkan relaksasi intermitten (Rusdiatin,dkk, 2007). Berbeda pada wanita primipara yang tonus otot uterusnya masih kuat dengan uterus tetap berkontraksi tanpa relaksasi intermitten. Nyeri postpartum akan hilang jika uterus tetap berkontraksi dengan baik (Varney, 2007). Peneliti melihat adanya rasa nyeri akibat kontraksi dan relaksasi uterus secara periodik tersebut dari ekspresi wajah

responden dan ungkapan langsung oleh responden. Dalam penelitian, responden grandmultipara mengalami intensitas nyeri lebih lama dan lebih sering. Namun, peneliti tidak mengidentifikasi skala nyeri responden.

Berdasarkan hasil uji paired t-test (dependent groups t-test) dari hasil penelitian efektivitas massase uterus terdapat penurunan tinggi fundus uteri yang signifikan. Dimana nilai mean difference = 3.76923 dengan level of significant = 0.000. Hasil ini menunjukkan bahwa intervensi massase uterus pada kala IV efektif membantu penurunan tinggi fundus uteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Simkin, 2007 yang menyatakan bahwa tindakan massase uterus dilakukan agar uterus tetap berkontrasi dengan baik. Kontraksi uterus yang baik akan menyebabkan proses involusi uterus dapat berlangsung dengan cepat. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Ha diterima karena adanya penurunan tinggi fundus uteri yang signifikan setelah dilakukan massase uterus selama kala IV karena dengan dilakukannya massase uterus, maka kontraksi uterus kembali kuat sehingga proses involusi uterus menjadi cepat dan tinggi fundus uteri semakin turun.

BAB 6

Dokumen terkait