• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV.I. 8 Perbedaan Efek Pregabalin Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Berdasarkan NRS Sebelum dan Setelah Perlakuan Pada

IV.2.3. Perbedaan Rerata Nilai NRS Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Masing – masing Kelompok

Nilai rerata NRS sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok amitriptilin, gabapentin, ataupun pregabalin dari kedua jenis subjek

92

penelitian didapatkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p < 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok obat memiliki efektivitas dalam menurunkan intensitas nyeri pada kedua jenis nyeri neuropatik tersebut. Hal ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya dimana pada kedua jenis nyeri neuropatik baik nyeri neuropati diabetika dan neuralgia trigeminal dapat digunakan golongan obat – obatan TCA dan antikonvulsan generasi baru (Argoff dkk, 2006; Lindsay dkk, 2010; Callaghan dkk, 2012; Zakrzewska, 2010).

Menurut Argoff dkk, (2006) yang membandingkan efek antara pemberian amitriptilin dengan plasebo terhadap perubahan intensitas nyeri, di jumpai perbedaan perubahan intensitas nyeri yang signifikan pada minggu ketiga dan keenam antara kelompok yang mendapatkan amitriptilin dengan plasebo dengan nilai p < 0,005 pada minggu ketiga dan p < 0,001 pada minggu keenam. Menurut Bansal dkk, (2006) amitriptilin memberikan efek perubahan terhadap intensitas nyeri pada penderita nyeri neuropati diabetika berdasaran VAS. Dari 32 subjek, 15 mengalami perbaikan yang memuaskan, 5 orang perbaikannya sedang, dan 12 orang perbaikannya ringan. Menurut Tanenberg (2009), banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa obat – obatan golongan TCA seperti amitriptilin dan despiramin terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri pada sekitar 70% penderita dengan nyeri neuropati diabetika. Pada penelitian Kaur dkk, (2011) menunjukkan bahwa 55% pasien dengan nyeri neuropati diabetika yang diberikan amitriptilin mengalami perbaikan yang

93

93

memuaskan, 24% mengalami perbaikan yang sedang, dan 15% mengalami perbaikan yang ringan atau minimal.

Hal ini didukung melalui penjelasan Callaghan dkk, (2012) bahwa antidepresan trisiklik diklasifikasikan sebagai obat selektif dengan tingkat evidence A oleh The European Federation of Neurological Societies (EFNS) berdasarkan pada dua penelitan meta-analisis kelas I, namun, pedoman EFNS tidak merekomendasikan obat golongan TCA yang spesifik. Sedangkan berdasarkan AAN menyatakan bahwa amitriptilin (25-100 mg per hari) memiliki tingkat evidence B berdasarkan satu penelitian kelas I dan dua penelitian kelas II untuk mengatasi nyeri neuropati diabetika.

Hal serupa juga ditunjukkan pada penelitian Al-Quliti, (2015) yang menyatakan bahwa amitriptilin menunjukkan manfaat untuk mengatasi neuralgia trigeminal walaupun manfaatnya terbatas. Hal ini didukung oleh penelitian Sreenivasan dkk, (2014) yang menyatakan bahwa amitriptilin merupakan obat kedua yang paling umum diresepkan di Inggris untuk mengatasi neuralgia trigeminal.

Menurut Su dkk, (2015) amitriptilin diketahui menghambat pengambilan kembali serotonin dan norepinefrin di presinap sehingga meningkatkan konsentrasi dari kedua jenis neurotrasnmiter yang berperan dalam modulasi nyeri (sistem inhibisi nyeri). Selain itu amitriptilin juga dihubungkan dengan reseptor NMDA & aktivitas dari kanal ion yang

94

menimbulkan efek analgesik dari amitriptilin pada penderita nyeri neuropatik.

Kedua kelompok obat lainnya juga memiliki efek analgesik yang hampir mirip, dimana gabapentin dan pregabalin merupakan analog GABA yang bekerja secara selektif pada subunit α2δ dari VGCC, menghambat masuknya ion kalsium ke dalam sel saraf, akibatnya terjadi penurunan pelepasan neurotransmitter sehingga mempengaruhi aktivitas post sinaps, dimana terjadi penurunan hipereksitabilitas. Selain itu, aktivasi reseptor GABAb menyebabkan modulasi dari reseptor NMDA pre sinaps, dimana menyebabkan gangguan pelepasan neurotransmiter eksitatorik seperti glutamat, aspartat, substansi P, dan calcitonin gene-related peptide (CGRP) (Kong dan Irwin, 2007; MacEwan dkk, 2009).

Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Frampton dan Scott (2004), dimana pemberian pregabalin oral 300 dan 600 mg/hari selama lima sampai delapan minggu lebih superior dibandingkan dengan pemberian plasebo dalam mengurangi rasa nyeri dan mengatasi gangguan tidur pada penderita nyeri neuropati diabetika. Menurut Argoff dkk, (2006) penelitian yang membandingkan antara pregabalin dengan plasebo pada 246 penderita nyeri neuropati diabetika menunjukkan perbedaan yang signifikan dari rerata perubahan intensitas nyeri dengan nilai p < 0,001, dan meningkatkan proporsi pasien yang mengalami penurunan intensitas nyeri sampai 50% dari sebelum perlakuan sebanyak 39%, dimana plasebo hanya sebanyak 15%. Hal serupa juga dijumpai

95

95

pada penelitian yang membandingkan antara efek pregabalin dengan plasebo terhadap perubahan intensitas nyeri pada 338 penderita nyeri neuropati diabetika. Didapatkan perbedaan yang signifikan pada pemberian pregabalin dosis 300 atau 600 mg/ hari dalam menurunkan intensitas nyeri dibandingkan plasebo dengan nilai p < 0,001. Menurut Bansal dkk, (2006) 48% penderita nyeri neuropati diabetika yang diberikan pregabalin menunjukkan perbaikan yang memuaskan, 13% menunjukkan perbaikan yang sedang, dan 15% mengalami perbaikan yang ringan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Obermann dkk, (2007), dijumpai 74% dari 53 penderita neuralgia trigeminal yang diberikan pregabalin mengalami perbaikan. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Pérez dkk, (2009) yang menilai perubahan intensitas nyeri pada 65 penderita neuralgia trigeminal setelah mendapatkan terapi pregabalin, dimana berdasarkan penelitiannya didapatkan bahwa pregabalin dapat atau efektif dalam mengatasi nyeri dan berhubungan dengan penurunan dari biaya pengobatan penderita.

Pada penelitian Serpell, (2002) yang membandingkan antara gapabentin dengan plasebo dalam mengobati nyeri neuropatik menunjukkan gabapentin lebih superior di bandingkan dengan plasebo berdasarkan pain diary score maupun berdasarkan Patient’s Global Impression of Change. Menurut Argoff dkk, (2006) penelitian yang membandingkan antara gabapentin dengan plasebo pada 165 orang penderita nyeri neuropati diabetika menunjukkan perbedaan yang

96

96

signifikan dari perubahan intensitas nyeri dengan nilai p < 0,01. Menurut penelitian Backonja dkk, yang dikutip oleh Gilron dan Flatters, (2006) penderita nyeri neuropati diabetik mengalami penurunan nyeri sebanyak 39% dengan pemberian gabapentin, sedangan pada kelompok plasebo hanya 22%. Menurut simpson yang dikutip oleh Gilron dan Flatters, (2006) gabapentin menurunkan intensitas nyeri sebanyak 38% pada penderita nyeri neuropati diabetika, lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan plasebo yang hanya menurunkan intensitas nyeri sebanyak 8%.

Penggunaan gabapentin juga menunjukkan manfaat dalam mengurangi intensitas nyeri pada penderita neuralgia trigeminal seperti yang ditunjukkan dalam penelitian Qazi dkk, (2012) yang membandingkan antara gabapentin dengan carbamazepin terhadap 56 pasien, dimana 55% penderita yang menggunakan gabapentin mengalami penurunan intensitas nyeri.

IV.2.4. Perbedaan Rerata Perubahan Nilai NRS Selum dan Setelah

Dokumen terkait