• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Yang Diberi ASI Eksklusif Dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala

Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Umur (BB/U) diperoleh uji Mann Whitney dengan U sebesar -2,160 dengan p-value 0,031. Oleh karena p-value 0,031< α 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan status gizi bayi usia 6-12 Bulan berdasarkan berat badan per umur (BB/U) yang diberi Asi Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016.

Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis univariat, bahwa data status gizi pada bayi yang diberi ASI eksklusif diperoleh 37 bayi dengan status gizi baik, 43 bayi dengan panjang badan normal dan 39 bayi dengan berat badan normal. Sedangkan status gizi pada bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif diperoleh 25 bayi dengan status gizi baik, 34 bayi dengan panjang badan normal dan 25 bayi dengan berat badan normal. Ini menunjukkan dengan diberikannya ASI eksklusif pada bayi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhannya atau status gizi bayi lebih baik dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif. Dikarenakan pada usia6-12 bulan ASI eksklusif sangat dibutuhkan, karena system pencernaan belum sempurna, maka hanya ASI lah yang menjadi makanan terbaik baginya. Berarti, hal ini sesuai dengan teori, bahwa pemberian makanan selain ASI pada bayi yang berumur < 6 bulan, dapat

menyebabkan alergi atau bayi mengalami penyakit seperti diare, itu terjadi karena pencernaan bayi belum siap untuk menerima makanan selain ASI.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Aminah, et.al (2014) yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dengan status gizi bayi yang diberi susu formula berdasarkan perhitungan berdasarkan BB/U, PB/U dan BB/PB dengan nilai p-value (0,000) < α (0,05). Hasil penelitian didapatkan sebagian besar bayi ASI eksklusif usia 6-11 bulan di wilayah kerja Puskesmas Arjasa memiliki status gizi baik, normal dan tidak memiliki riwayat penyait infeksi. Hal yang sama diungkapkan wahyuni (2009), yang menunujukkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklisif selama 6 bulan memiliki status gizi normal dan tidak memiliki riwayat penyakit infeksi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. ASI Mengandung zat gizi yang lengkap, kandungan ASI dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan bayi.

Penelitian Atika (2014) juga menunjukkan adanya perbedaan dengan status gizi bayi 7-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi susu formula di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang didapatkan nilai Z hitung = - 2,694 dengan p-value = 0,020. Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis univariat, dimana bayi dengan status gizi baik, lebih banyak terjadi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sejumlah 15 bayi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula sejumlah 6 bayi. Ini menunjukkan dengan diberikannya ASI eksklusif pada bayi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhannya atau status gizi bayi lebih baik dibandingkan bayi yang diberikan susu formula.

71

Banyak hal positif yang terdapat pada ASI salah satunya adalah kolostrum yang sangat baik untuk kekebalan tubuh bayi. Begitu pula tidak hanya hal negatif yang dimiliki oleh susu formula, namun susu formula juga memiliki segi positif yaitu kandungan susu formula yang kaya akan kalsium membuat laju pertumbuhan bayi cepat khususnya pada laju pertumbuhan panjang badan sehingga bayi yang diberi susu formula lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif. Walaupun dari hasil penelitian terdapat 25 bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif namun memiliki status gizi baik. Hal ini bukan berarti menjadikan alasan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi, karena bayi yang memiliki status gizi baik walaupun diberi susu formula, tentu saja bayi mengalami penurunan system imun dalam tubuh. Sehingga berdasarkan penelitian, bayi tersebut mudah terjangkit penyakit dan akhirnya bayi mengalami gangguan pertumbuhan.

Terdapat sifat antibody berupa laktoferin di dalam ASI yang merupakan suatu protein yang mengikat zat besi agar tidak dimanfaatkan oleh bakteri-bakteri usus yang berbahaya sebagai media berkembangbiak.Oleh karena pemberian zat besi atau makanan tambahan kepada bayi harus segera dihindari, karena dapat mempengaruhi daya perlindungan yang diberikan oleh laktoferin yang terdapat didalam ASI. Maka bayi yang berumur 6-12 bulan sebaiknya hanya diberikan ASI saja, apabila bayi diberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI, resiko bayi terkena alergi atau terkena diare karena usus bayi belum mampu untuk mengolah makanan yang masuk selain ASI. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mudah terjangkit penyakit.Dari sinilah banyak angka kejadian bayi mengalami penurunan berat badan (Judiastuty, 2009).

Kandungan ASI yang berperan dalam pertumbuhan bayi dilihat dari protein, lemak, elektrolit, enzim dan hormone dalam ASI. Protein ASI dibentuk dalam ribosom pada reticulum endoplasma yang terdiri dari kasein, alpha laktabumin dan beta laktoglobulin. Alpha laktabumin adalah 25-30% dari total protein ASI yang merupakan penyedia asam amino untuk pertumbuhan bayi. Lemak adalah bahan penyusun yang penting bagi system syaraf. Asam lemak dalam ASI memungkinkan bayi memperoleh energy cukup dan dapat membentuk myelin dalam susunan syaraf. ASI mengandung elektrolit (natrium, kalium, klorida) sangat rendah dibandingkan susu sapi sehingga tidak memberatkan beban ginjal. Enzim dalam ASI berperan secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dimana bila fungsi enzim dalam berbagai proses metabolism tubuh terganggu maka pertumbuhan juga akan terganggu. ASI mengandung beberapa hormon dan faktor pertumbuhan. Hormone dalam ASI terdiri dari kortisol, somatostatin, laktogenik, oksitosin, prolaktin.Factor pertumbuhan terdiri dari factor pertumbuhan epidermal, insulin, laktoferin dan faktor-faktor yang secara spesifik berasal dari sel putih epitel. (Arifin, 2009)

Hasil penelitian juga terlihat adanya perbedaan berat badan bayi usia 6-12 yang diberi ASI eksklusif dengan yang tidak diberi ASI eksklusif, dimana dari 55 responden bayi yang diberi ASI eksklusif, rata-rata berat badan bayi adalah 7,0 kg dengan berat badan minimum 4,9 kg dan berat badanmaksimum 9,2 kg, sedangkan bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif, rata-rata berat badan bayi adalah 8,2 kg dengan berat badan minimum 5,2 kg dan berat badan maksimum 12,8 kg. Hal ini terjadi karena kandungan pemanis buatan yang terlalu banyak dalam susu formula yang

73

banyak dijual di pasaran menyebabkan kenaikan berat badan sangat cepat pada bayi yang diberikan susu formula. Hal ini menyebabkan bayi-bayi yang diberi susu formula mempunyai berat badan yang tidak normal, karena bayi-bayi tersebut kebanyakan mengalami kelebihan berat badan atau yang sering disebut obesitas. (Prasetyono, 2009)

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan panjang Badan Per Umur (PB/U) diperoleh nilai U hitung = -3,735 dengan p-value = 0,000, oleh karena p-value 0,000 < α 0,05, makadapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan status gizi bayi usia 6-12 Bulan berdasarkan Panjang Badan per umur (BB/U) yang diberi Asi Eksklusif dan Tidak Diberi Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mandala jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif panjang badannya tergolong pendek ada sebanyak 12 bayi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa penyebab misalnya menderita penyakit metabolic yang bersifat keturunan, seperti diabetes/kencing manis atau dia tak bisa mencerna lemak hingga tiap kali makan lemak akan keluar lagi.

Bayi pendek adalah masalah gizi kronis, yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, sejak anak masih dalam kandungan. Hal ini sering terjadi lantaran ketidaktahuan orang tua atau belum adanya kesadaran untuk

memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Selain asupan gizi yang kurang, seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan. Apabila gangguan ini bersifat kronis, dampaknya juga menyebabkan anak menjadi pendek. Risikonya makin besar ketika perilaku hidup bersih dan sehat tidak diterapkan. Kalau sanitasi lingkungan yang menjadi tumbuh kembang anak diabaikan, anak pun rawan terhadap penyakit infeksi.

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi baik secara kuatitas maupun kualitas, sedangkan secara stidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh, kondisi sanitasi lingkungan dan rendahnya ketahanan pangan (Rosidah 2008).

Dari hasil penelitian bayi yang tidak diberi ASI sebanyak 2 bayi yang mengalami panjang badan stunting dan 19 bayi yang mengalami panjang badan pendek. Stunting memang berdampak serius, tapi bukan berarti tidak dapat dicegah. Pencegahan stunting sejatinya dapat dilakukan sedini mungkin dengan memperbaiki asupan gizi mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil maupun pada balita. Artinya, sebelum hamil, kondisi si calon ibu harus sudah siap hamil. Tentunya dengan asupan gizi yang cukup, berat badan memadai dan tidak anemia. Kejadian Balita pendek juga dapat dicegah sejak janin dalam kandungan. Caranya dengan memenuhi asupan gizi bagi ibu hamil, mulai dari pembuahan sampai dengan umur kehamilan 20 minggu. Di masa-masa tersebut, ibu hamil harus mendapatkan asupan gizi mikro (mikronutrien) dan protein untuk membangun tinggi badan potensial dan

75

pertumbuhan otak anak. Asupan gizi mikro itu antara lain berupa mineral seperti zat besi (tablet Fe) maupun vitamin-vitamin. Ibu hamil perlu 300-400 kalori ekstra setiap harinya, yang bisa diperoleh makanan-makanan sumber karbohidrat, lemak nabati dan hewani, protein, sayuran dan buah. Asupan ini penting untuk membangun berat badan potensial bayi dan Balita. Bayi baru lahir cukup hanya mendapat ASI saja (ASI eksklusif) sampai dengan umur 6 bulan. Umur 6 bulan sampai 2 tahun, barulah makanan pendamping ASI (MP-ASI) bisa diberikan. Pemberian ASI tetap terus diberikan sampai usia 2 tahun.

Masa paling tepat untuk memperbaiki kondisi Balita pendek memang sampai Balita berusia 2 tahun. Setelah usia itu bisa saja intervensi dilakukan, tapi hasilnya tidak bisa mengejar capaian pertumbuhan tinggi yang optimal, masalah stunting ini erat hubungannya dengan faktor pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap gizi. Untuk itu, Kementerian Kesehatan tahun ini mulai menggelar Gerakan Nasional Sadar Gizi. Tujuannya untuk menumbuhkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih merefleksikan kesadaran gizi yang baik. Karena tahu gizi saja tidak cukup. Tapi juga harus diikuti dengan perubahan perilaku, antara lain pola konsumsi makanan yang baik.

Menurut WHO (2002), ASI merupakan satu-satunya makanan terbaik bagi bayi sampai bayi berumur 6 bulan karena mempunyai komposisi gizi yang palin ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Rekomendasi pemberian ASI saja yang dikenal sebagai ASI eksklusif sampai 6 bulan didasarkan pada bukti ilmiah tercukupinya

kebutuhan bayi dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif serta menurunkan angka morbiditas.Bayi yang diberikan ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi yang baik.Terbukti di lahan, bayi yang diberikan ASI eksklusif status gizinya lebih baik.

Menurut Arifin (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain banyaknya ibu-ibu yang bekerja. Sehingga bayi diberikan susu formula karena ibu tidak sempat memberikan ASI saat bekerja. Di lahan banyak ditemukan ibu-ibu yang bekerja dan tidak memberikan ASI mereka secara eksklusif pada bayinya. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat, mendesak para ibu untuk segera menyapih bayinya dan memberikan air susu buatan pada bayi mereka saat umur 0-6 bulan. Di lahan pun banyak ditemukan ibu yang sudah menyapih bayinya sebelum umur 6 bulan.Mereka menganggap bayi yang diberikan ASI saja kurang kenyang, sehingga perlu disapih agar bayi kelihatan kenyang.

Dari hasil penelitian, dapat menunjukkan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif memiliki status gizi yang lebih baik daripada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini dapat menjadi masukan bagi para ibu untuk selalu memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka terutama pada umur 6-12 bulan.Oleh karena itu, terciptalah bayi-bayi Indonesia yang memiliki status gizi yang baik dengan memiliki berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka.

77 BAB 6

Dokumen terkait