• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 Chapter III VI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

41 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis dan Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional yaitu melihat perbedaan status gizi bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI

ekslusif dan tidak diberi ASI ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Tembung Kota Medan Tahun 2016.

3.2Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus 2016.

3.3Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(2)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012). Sampel dari penelitian ini adalah seluruh bayi berumur 6-12 bulan yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan dengan ibu bayi sebagai responden.

Dalam menentukan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow (1997):

= 1 − + 1 −

Keterangan :

n = besar sampel minimum

= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada α 5% = 1,96

= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada β 10% = 0.842

Po = proporsi di populasi = 0,19 (Data gizi buruk menurut Riskesdas, 2013) Pa = perkiraan proporsi yang diharapkan di populasi (0,06)

Pa-Po = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi Jadi perhitungan sampelnya adalah :

= 1,96 0,19 1 − 0,19 + 0,84 0,06 1 − 0,060,19 − 0,06

(3)

43

=0,92160,0169 = 54.53 ≈ 55

Jadi, keseluruhan sampel pada penelitian ini adalah 55 orang dengan pengambilan sampel menggunakan teknik systematic random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara mengambil semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subjek yang dibutuhkan terpenuhi. Bayi yang digunakan sebagai sampel terpenuhi. Kriteria yang digunakan dalam penelitian adalah bayi terdiri dari dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi Kriteria inklusi dari penelitian adalah sebagai berikut :

a. Bayi usia 6-12 bulan

b. Bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini

Kriteria ekslusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bayi dalam keadaan sakit seperti Campak, Diare, TBC, Batuk, dan pilek berulang (>5 hari)

3.4Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

(4)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh oleh peneliti dari berbagai sumber, seperti dari Dinas Kesehatan Kota Medan, data dari Puskesmas Mandala serta data-data yang didapatkan dengan penelitian kepustakaan yaitu melalui penelaahan buku-buku, referensi, jurnal ilmiah yang berguna secara teoritis serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian.

3.5Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas kuesioner dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bromo yang karakteristiknya sama dengan wilayah kerja Puskesmas Mandala terhadap 30 orang ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan. Validitas masing-masing pertanyaan dapat dilihat pada masing-masing butir pertanyaan dengan ketentuan jika nilai corrected item total correlation > nilai r-tabel (0,361) maka dinyatakan valid dan jika nilai corrected item total correlation < nilai r tabel (0,361) maka dinyatakan tidak valid.

Menurut Sugiono (2012), uji reliabilitas untuk menunjukkan sejauhmana alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Alpha Cronbach, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran

dengan ketentuan jika nilai r-alpha >0,60, maka instrumen sudah dinyatakan reliabel dan jika nilai r-alpha <0,60 maka instrumen belum dinyatakan reliabel.

3.6Definisi Operasional

1. Karakteristik responden (nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan)

(5)

45

3. ASI Eksklusif adalah suatu keadaan dimana bayi hanya menerima ASI saja tanpa makanan lainnya baik berupa cairan maupun makanan padat, bahkan air sekalipun, dengan pengecualian drops atau sirup yang terdiri dari vitamin, suplemen mineral atau obat-obatan.

4. Data status gizi bayi berdasarkan data antropometri kemudian dinilai status gizinya berdasarkan WHO 2005. Alat pengumpulan data ini berupa timbangan digital. Data diambil langsung dilokasi penelitian oleh peneliti dan dibantu 5 orang kader yang sebelumnya telah diberikan arahan oleh peneliti. 5. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang pemberian ASI

Eksklusif terhadap bayi sejak lahir

6.

Sikap adalah pandangan ibu tentang segala sesuatu mengenai pemberian ASI Eksklusif terhadap bayi. Ada dua (2) mengenai sikap yaitu setuju dan tidak setuju.

7.

Tindakan adalah suatu sikap responden dalam melakukan sesuatu.

3.7Variabel Penelitian

3.7.1 Variabel Independen

(6)

3.7.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi bayi dengan definisi operasional yaitu status gizi bayi adalah keadaan status gizi bayi yang dibedakan atas status gizi baik, status gizi cukup dan status gizi buruk. Status gizi yang berdasarkan standar antropometri WHO 2005 (Kemenkes, 2011).

3.8Aspek Pengukuran

3.8.1 Variabel Bebas

1. Umur ibu a. <20 tahun b. 20-35 tahun c. >35 tahun 2. Pendidikan

a. Rendah : Tidak sekolah, SD b. Sedang : SLTP, SLTA

c. Tinggi : Diploma/Perguruan Tinggi 3. Pekerjaan

a. Tidak Bekerja b. Bekerja 4. Pengetahuan

(7)

47

Nilai 1 diberikan untuk jawaban yang benar Nilai 0 diberikan untuk jawaban yang salah

Skor maksimal adalah 8 dan skor minimal adalah 0 Ukuran tingkat pengetahuan :

a. Kurang baik jika ≤50% dari total skor b. Baik jika >50% dari total skor

5. Sikap ibu

Pengukuran tentang sikap berupa pertanyaan tertutup dengan jumlah pertanyaan 8 dengan dua (2) pilihan jawaban. Skor maksimal adalah 8 dan skor minimal adalah 0.

Nilai 1 diberikan untuk jawaban setuju Nilai 0 diberikan untuk jawaban tidak setuju Ukuran tingkat sikap :

a. Tidak baik jika ≤50% dari total skor

b. Baik jika >75% dari total skor ( Notoadmodjo, 2010) 6. ASI Eksklusif

a. ASI eksklusif apabila responden hanya memberikan ASI saja tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi berusia 6 bulan.

(8)

3.8.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dikatagorikan menjadi : a. Gizi Buruk, jika <-3 SD

b. Gizi Kurang, jika-3 SD sampai dengan <-2 SD c. Gizi Baik-2 SD sampai dengan 2 SD

d. Gizi Lebih, jika >2 SD

3.9Metode Analisa Data

Pengolahan data akan dilakukan dengan program statistik dengan tahapan sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. 2. Analisis Bivariat

(9)

49 BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian

Kecamatan Medan Tembung memiliki luas 7,99 km² terdiri dari 7 kelurahan. Kecamatan Medan Tembung berbatasan dengan Medan Perjuangan disebelah Barat, Kabupaten Deli Serdang di sebelah Timur, Medan Denai disebelah Selatan dan Kabupaten Deli Serdang disebelah Utara. Kepadatan penduduk nya yaitu 134.113 jiwa/km². Kecamatan Medan Tembung mempunyai banyak jenis usaha industri kecil seperti kerajinan rotan. Sebagian besar suku penduduk di Kecamatan Medan Tembung adalah suku pendatang seperti suku Minang, Batak, Aceh, Tionghoa, dan Jawa sedangkan suku asli suku Melayu Deli hanya 40 persen. Puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Tembung adalah Puskesmas Sering (Perawatan), dan Puskesmas Mandala (Non Perawatan).

Pada bab ini disajikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai perbedaan status gizi bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Juli -25 Juli 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 55 bayi yang diberi ASI Eksklusif dan 55 bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif. Responden dalam penelitian ini adalah ibu- ibu yang memiliki bayi berusia 6- 12 bulan.

(10)

4.2. Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan melihat distribusi frekuensi dan proporsi variabel yang tidak diteliti yaitu karakteristik orang tua meliputi umur ibu, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap. Selanjutnya untuk karakteristik bayi meliputi jenis kelamin, umur, dan berat badan bayi.

4.2.1 Karakteristik Orangtua

Data karakteristik orang tua meliputi umur ibu, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap dapat dilihat pada tabel 4.1.berikut

(11)

51

Berdasarkan data karakteristik ibu yang memberi ASI Eksklusif di atas diketahui bahwa mayoritas ibu yang memberi ASI Eksklusif berada pada kelompok umur 21-35 tahun (76,4%), dengan tingkat pendidikan Sedang (SMP, SMA) yaitu 43 orang ibu (78,2%), dan sebagian besar adalah ibu yang tidak bekerja yaitu 29 orang (52,7%). Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif mayoritas baik sebanyak 33 orang (60%), dan sikap ibu tentang ASI eksklusif juga mayoritas baik sebanyak 35 orang (63,6%).

Berdasarkan data karakteristik ibu yang tidka memberi ASI Eksklusif di atas diketahui bahwa mayoritas ibu yang memberi ASI Eksklusif berada pada kelompok umur 21-35 tahun yaitu 36 orang (65,5%), dengan tingkat pendidikan Sedang (SMP, SMA) yaitu 40 orang ibu (72,7%), dan sebagian besar adalah ibu yang bekerja yaitu 30 orang (54,5%). Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif mayoritas kurang sebanyak 29 orang (52,7%), dan sikap ibu tentang ASI eksklusif juga mayoritas kurang sebanyak 28 orang (50,9%).

4.2.2 Karakteristik Bayi

Distribusi frekuensi karakteristik bayi yaitu jenis kelamin, umur bayi, dan berat badan bayi dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016

Jenis Kelamin

Diberi ASI Eksklusif Tidak diberi ASI Eksklusif

n % n %

Laki-laki 23 41,8 29 52,7

Perempuan 32 58,2 26 47,3

(12)

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari 55 responden bayi yang diberi ASI eksklusif lebih banyak berjenis perempuan sejumlah 32 bayi (58,2%), dari 55 responden bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif lebih banyak berjenis kelamin laki-laki sejumlah 29 bayi (52,7%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Umur Bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 diberi ASI eksklusif, rata-rata umur bayi adalah 8,8 bulan dengan umur paling muda 6 bulan dan paling tua 12 bulan, sedangkan dari 55 responden bayi yang diberi susu formula rata-rata umur bayi 9,4 dengan umur paling muda 6 bulan dan paling tua 12 bulan.

(13)

53

minimum 4,9 kg dan berat badan maksimum 9,2 kg, sedangkan dari 55 responden bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif, rata-rata berat badan bayi adalah 8,2 kg dengan berat badan minimum 5,2 kg dan berat badan maksimum 12,8 kg.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Panjang Badan Bayi Usia 6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 diberi ASI eksklusif, rata-rata memiliki panjang badan bayi 68,4 cm dengan panjang badan minimum 63 cm dan panjang badan maksimum 74,5 cm, sedangkan dari 55 responden bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif, rata-rata memiliki panjang badan bayi 68 cm dengan panjang badan minimum 62 cm dan panjang badan maksimum 73,2 cm.

4.2.3 Perbedaan Status Gizi pada Bayi yang Diberi ASI Eksklusif dan yang Tidak Diberi ASI Eksklusif

(14)

Tabel 4.6 Perbedaan Status Gizi Bayi 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dengan Bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif

Status Gizi

Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa dari 55 bayi yang diberikan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016, sebagian besar memiliki status gizi baik sebanyak 37 bayi (67,3%) dengan panjang badan normal 43 bayi (78,2%) dan kondisi berat badan normal sebanyak 39 bayi (70,9%).

(15)

55

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada bagian ini menyajikan hasil analisis perbedaan status gizi bayi usia6-12 bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016, untuk mengetahui perbedaan ini dilakukan uji Mann Whitney. Hal ini dikarenakan data yang dipakai berbentuk ordinal (kategorik), sehingga pengujian harus menggunakan uji statistik non parametrik dalam hal ini menggunakan uji Mann Whitney.

4.3.1. Perbedaan Status gizi bayi usia6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Umur (BB/U)

Berdasarkan hasil analisis statistic non paramatrik dengan uji Mann Whitney di dapatkan hasil perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Umur (BB/U) sebagai berikut :

Tabel 4.7 Perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Umur (BB/U)

(16)

ASI eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif terhadap status gizi bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016. Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis univariat, dimana bayi dengan status gizi baik lebih banyak terjadi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sejumlah 37 bayi (67,3%) dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI Ekslusif sejumlah 25 bayi (45,5%).

4.3.2. Perbedaan Status gizi bayi usia6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Panjang Badan Per Umur (PB/U)

Berdasarkan hasil analisis statistic non paramatrik dengan uji Mann Whitney di dapatkan hasil perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Panjang Badan Per Umur (PB/U) sebagai berikut :

Tabel 4.8 Perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Panjang Badan Per Umur (PB/U)

Kelompok N Mean

Rank Z p-value

ASI Eksklusif 55 66.84 -3,735 0,000

Tidak ASI Eksklusif 55 44.16

Total 110

(17)

57

berdasarkan panjang badan per umur (PB/U) di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016. Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis univariat, dimana bayi dengan status gizi dengan panjang badan normal lebih banyak terjadi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sebanyak 43 bayi (78,2%) dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI Ekslusif sejumlah 34 bayi (61,8%). 4.3.3. Perbedaan Status gizi bayi usia6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan

tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Panjang Badan (BB/PB)

Berdasarkan hasil analisis statistic non paramatrik dengan uji Mann Whitney di dapatkan hasil perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Panjang Badan (PB/PB) sebagai berikut :

Tabel 4.9 Perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per

(18)
(19)

59 BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Status Gizi Pada Bayi yang diberi ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi berdasarkan status gizi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif didapatkan sebanyak 37 bayi memiliki status gizi baik, 43 bayi dengan panjang badan normal dan 39 bayi dengan kondisi berat badan normal.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi lebih baik dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif. Hal ini menunjukkan banyak ibu yang masih memperhatikan status gizi bayinya, dalam hal ini adalah berat badan bayi, sehingga 67,3% bayi memiliki status gizi baik. Sedangkan bayi yang mengalami gizi buruk sebanyak 3 orang yang diberi ASI eksklusif hal ini dapat terjadi dikarenakan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) atau mengalami penyakit infeksi. Menurut (Kosim dan Sholeh, 2008 ) dari 17 bayi gizi buruk didapatkan menunjukkan hanya sebagian kecil yang lahir dengan kondisi BBLR. Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Bayi yang mengalami BBLR mempunyai zat anti kekebalan yang kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan bayi kurang asupan ASI yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.

(20)

dengan kondisi normal. Hal ini berarti bayi yang lahir dengan kondisi normal pun tidak menjamin terbebas dari kasus gizi buruk. Riwayat berat badan lahir pada penelitian ini tidak sejalan dengan apa yang disampaikan Kosim dan Soleh tahun 2008 yang menyatakan riwayat BBLR merupakan faktor resiko terjadinya gizi buruk. Kemungkinan terdapat faktor resiko lain yang lebih berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk di Kecamatan Sampang.

Hasil penelitian mengenai riwayat penyakit infeksi dalam 3 bulan terakhir menunjukkan sebagian besar bayi terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan timbal balik (Notoatmodjo, 2003). Keadaan tersebut dapat mengakibatkan gizi buruk, yang disebabkan pada balita yang mengalami diare karena balita akan mengalami asupan makanan dan banyak nutrisi yang terbuang serta kekurangan cairan. Selain itu, balita dengan ISPA yaitu salah satu penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita, dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga asupan zat gizi ke dalam tubuh anak menjadi berkurang (FK UI, 2007).

(21)

61

akurat terhadap penyakit infeksi di Kecamatan Sampang untuk mencegah bertambah parahnya status gizi bayi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Atika (2014) yang menunjukkan bahwa status gizi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sebagian besar memiliki status gizi baik. Menurut Acandra (2009), ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi karena mempunyai kualitasnya paling tinggi dibandingkan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan, seperti susu sapi, susu kerbau atau susu kambing.

Sedangkan menurut Judiastuty (2009), ASI eksklusif merupakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayi yang diberikan pada bayi baru lahir hingga usianya mencapai 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif hanya diberikan untuk bayi yang berumur 0-6 bulan, apabila bayi yang berumur < 6 bulan tapi sudah diberikan makanan selain ASI seperti susu formula, bubur, roti dan berbagai macam makanan, berarti bayi tidak bisa dikatakan menggunakan ASI eksklusif lagi.

(22)

Terdapat 15 bayi yang diberikan ASI eksklusif namun memiliki gizi kurang. Hal ini disebabkan karena pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu.Ibu kurang memperhatikan asupan nutrisinya sehingga berpengaruh terhadap ASI yang diberikan kepada bayinya. Hal ini sesuai dengan teori menurut Prasetyono (2009), yang menyatakan bahwa bayi yang sudah diberi ASI eksklusif namun masih memiliki status gizi kurang, disebabkan karena faktor ibu, seperti faktor psikologis ibu maupun makanan yang dikonsumsi ibu.

5.2. Status Gizi Pada Bayi yang Tidak Diberi ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian tentang distribusi frekuensi berdasarkan status gizi pada bayi yang tidak diberi ASI ekslusif diketahui bahwa sebagian besar memiliki status gizi baik sebanyak 25 bayi dengan panjang badan normal sebanyak 34 bayi dan berat badan normal sebanyak 25 bayi.

(23)

63

Berat badan berlebih pada bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif justru menandakan terjadinya kegemukan (obesitas). Karena dengan pemberian ASI eksklusif status gizi bayi akan baik dan mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan usianya (Hariyani, 2011). Sedangkan 14 bayi (25,5%) dengan status gizi kurang karena bayi tidak mendapat ASI yang mencukupi. Diketahui bahwa bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif, karena kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif. Selain itu, banyak ibu yang beranggapan bahwa bayi yang hanya diberikan ASI saja tidak bisa mencukupi kebutuhan nutrisi bayi dan ada yang beranggapan bahwa menyusui dapat menjadikan bentuk tubuh ibu tidak menarik lagi. Sehingga ibu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI.

Selain karena faktor social budaya sangat berpengaruh, seperti beberapa ibu yang tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembungyang bekerja, maka ibu tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan waktu yang jarang dirumah dan tidak mengetahui cara memberikan ASI perah. Padahal seperti yang kita ketahui, pada usia6-12 bulan organ pencernaan bayi belum sempurna dan apabila bayi diberikan makanan selain ASI, dapat menyebabkan terjadinya alergi pada bayi sehingga dapat terjadi reaksi sakit perut atau diare pada bayi. Karena tidak adanya kandungan immunoglobulin pada susu formula seperti yang terkandung dalam ASI.

(24)

ASI (Baskoro, 2008). Menurut Indiarti dan Sukaca (2009), masalah yang sering muncul pada bayi yang diberikan susu formula adalah alergi pada bayi yang biasanya terjadi pada organ pencernaan dengan gejala muntah dan diare kronik dan konstipasi. Pada umumnya susu formula bayi dibuat dari susu sapi yang diubah komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI.

5.3 Karakteristik Orangtua

Berdasarkan data karakteristik responden dilihat bahwa mayoritas usia ibu dalam rentang 21-35 tahun.dengan pemberian ASI Eksklusif kepada bayinya sebanyak 76,4%, sedangkan yang tidak memberi ASI eksklusif 65,5%. Hal tersebut sesuai dengan kurun waktu reproduksi sehat yang dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan, persalinan, dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya dan juga dapat meningkatkan kesulitan pada kehamilan, persalinan, dan nifas (Daneswari, 2012).

(25)

65

menyusui ASI eksklusif pada umur 41 tahun atau lebih proporsinya cukup besar 64,4%. Jadi tampak keberanian untuk menyusui bayi tidak ragu-ragu bagi ibu-ibu yang relatif tua umurnya.

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah citra sosialnya.Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga, juga berperan dalam penyusunan makanan keluarga serta pengasuhan dan perawatan anak.

Hasil penelitian dapat dilihat bahwa mayoritas tingkat responden mayoritas berpendidikan SMP dan SMA. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendidikan orang tua terhadap pemberian ASI Eksklusif.Dari data hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan maka semakin tinggi pula cakupan pemberian ASI Eksklusifnya.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soehardjo (2005) yang mengatakan bahwa, dengan pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang mempunyai pendididkan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di bandingkan dengan yang berpendidikan lemah, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatu hal.

(26)

akibatnya pertumbuhan bayi khususnya berat badan bayi akan terhambat karena ibu tidak lagi memperhatikan asupan makanan bayinya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya 52,7% sebagai ibu rumah tangga, sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif mayoritas bekerja sebanyak 54,5%. Hal ini menunjukkan bahwa ibu rumah tangga melaksanakan aktifitas pekerjaan utamanya yaitu pekerjaan dalam mengasuh anak, membersihkan rumah dan melaksanakan pekerjaan rumah tangga lainnya yang menjadi tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Jenis pekerjaan yang seperti ini tidak terlalu melelahkan tenaga dan pikiran ibu sehingga proses menyusui pun dapat berjalan dengan baik dan ibu pun menghabiskan waktu yang lebih banyak dengan bayinya untuk memperhatikan bayinya sehingga mengakibatkan perkembangan status gizi bayi yang baik (Supriyadi, 2002).

Pekerjaan terkadang mempengaruhi keterlambatan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif.Secara teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak cukup untuk memperhatikan kebutuhan ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak boleh menjadi alasan ibu untuk berhenti memberikan ASI secara eksklusif.Untuk menyiasati pekerjaan maka selama ibu tidak dirumah, bayi mendapatkan ASI perah yang telah diperoleh satu hari sebelumnya (Satoto, 2009).

(27)

67

sebanyak 29 orang (52,7%). Dari data diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan, maka semakin tinggi pula cakupan pemberian ASI Eksklusif, sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka semakin rendah pula cakupan pemberian ASI eksklusifnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwanti (2008), yang mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan tujuan pemberian ASI Eksklusif bisa menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada saat pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care), mereka tidak memperoleh penyuluhan intensif tentang ASI Eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik menyusui, dan kerugian jika tidak memberikan ASI Eksklusif.

Pengetahuan ibu yang memadai mengenai ASI eksklusif akan mempengaruhi dan memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Dengan pengetahuan yang baik maka ibu akan memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya karena ibu tahu manfaat dan pentingya ASI eksklusif bagi bayinya.

(28)

Hasil penelitian Widiastuti, dkk (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif, hal ini terjadi karena responden setuju mengenai ASI merupakan makanan yang lengkap zat gizinya, memberikan ASI eksklusif dapat menyebabkan pertumbuhan yang baik pada bayi (berat badan bayi naik sesuai umur), memberikan ASI dapat mempererat hubungan batin antara ibu dengan dengan memberikan ASI, ibu setuju ASI eksklusif dapat menghemat biaya pengeluaran keluarga. Jika ibu sedang bekerja, ASI dapat diganti dengan susu formula dan Ibu merasa lebih mudah memberikan susu formula dibandingkan memberikan ASI.

(29)

69

5.4 Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Yang Diberi ASI Eksklusif Dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan Berat Badan Per Umur (BB/U) diperoleh uji Mann Whitney dengan U sebesar -2,160 dengan p-value 0,031. Oleh karena p-value 0,031< α 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan yang signifikan status gizi bayi usia 6-12 Bulan berdasarkan berat badan per umur (BB/U) yang diberi Asi Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016.

(30)

menyebabkan alergi atau bayi mengalami penyakit seperti diare, itu terjadi karena pencernaan bayi belum siap untuk menerima makanan selain ASI.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Aminah, et.al (2014) yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dengan status gizi bayi yang diberi susu formula berdasarkan perhitungan berdasarkan BB/U, PB/U dan BB/PB dengan nilai p-value (0,000) < α (0,05). Hasil penelitian didapatkan sebagian besar bayi ASI eksklusif usia 6-11 bulan di wilayah kerja Puskesmas Arjasa memiliki status gizi baik, normal dan tidak memiliki riwayat penyait infeksi. Hal yang sama diungkapkan wahyuni (2009), yang menunujukkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklisif selama 6 bulan memiliki status gizi normal dan tidak memiliki riwayat penyakit infeksi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. ASI Mengandung zat gizi yang lengkap, kandungan ASI dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan bayi.

(31)

71

Banyak hal positif yang terdapat pada ASI salah satunya adalah kolostrum yang sangat baik untuk kekebalan tubuh bayi. Begitu pula tidak hanya hal negatif yang dimiliki oleh susu formula, namun susu formula juga memiliki segi positif yaitu kandungan susu formula yang kaya akan kalsium membuat laju pertumbuhan bayi cepat khususnya pada laju pertumbuhan panjang badan sehingga bayi yang diberi susu formula lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif. Walaupun dari hasil penelitian terdapat 25 bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif namun memiliki status gizi baik. Hal ini bukan berarti menjadikan alasan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi, karena bayi yang memiliki status gizi baik walaupun diberi susu formula, tentu saja bayi mengalami penurunan system imun dalam tubuh. Sehingga berdasarkan penelitian, bayi tersebut mudah terjangkit penyakit dan akhirnya bayi mengalami gangguan pertumbuhan.

(32)

Kandungan ASI yang berperan dalam pertumbuhan bayi dilihat dari protein, lemak, elektrolit, enzim dan hormone dalam ASI. Protein ASI dibentuk dalam ribosom pada reticulum endoplasma yang terdiri dari kasein, alpha laktabumin dan beta laktoglobulin. Alpha laktabumin adalah 25-30% dari total protein ASI yang merupakan penyedia asam amino untuk pertumbuhan bayi. Lemak adalah bahan penyusun yang penting bagi system syaraf. Asam lemak dalam ASI memungkinkan bayi memperoleh energy cukup dan dapat membentuk myelin dalam susunan syaraf. ASI mengandung elektrolit (natrium, kalium, klorida) sangat rendah dibandingkan susu sapi sehingga tidak memberatkan beban ginjal. Enzim dalam ASI berperan secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dimana bila fungsi enzim dalam berbagai proses metabolism tubuh terganggu maka pertumbuhan juga akan terganggu. ASI mengandung beberapa hormon dan faktor pertumbuhan. Hormone dalam ASI terdiri dari kortisol, somatostatin, laktogenik, oksitosin, prolaktin.Factor pertumbuhan terdiri dari factor pertumbuhan epidermal, insulin, laktoferin dan faktor-faktor yang secara spesifik berasal dari sel putih epitel. (Arifin, 2009)

(33)

73

banyak dijual di pasaran menyebabkan kenaikan berat badan sangat cepat pada bayi yang diberikan susu formula. Hal ini menyebabkan bayi-bayi yang diberi susu formula mempunyai berat badan yang tidak normal, karena bayi-bayi tersebut kebanyakan mengalami kelebihan berat badan atau yang sering disebut obesitas. (Prasetyono, 2009)

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis perbedaan Status gizi bayi usia 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif Berdasarkan panjang Badan Per Umur (PB/U) diperoleh nilai U hitung = -3,735 dengan p-value = 0,000, oleh karena p-value 0,000 < α 0,05, makadapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan status gizi bayi usia 6-12 Bulan berdasarkan Panjang Badan per umur (BB/U) yang diberi Asi Eksklusif dan Tidak Diberi Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mandala jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif panjang badannya tergolong pendek ada sebanyak 12 bayi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa penyebab misalnya menderita penyakit metabolic yang bersifat keturunan, seperti diabetes/kencing manis atau dia tak bisa mencerna lemak hingga tiap kali makan lemak akan keluar lagi.

(34)

memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Selain asupan gizi yang kurang, seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan. Apabila gangguan ini bersifat kronis, dampaknya juga menyebabkan anak menjadi pendek. Risikonya makin besar ketika perilaku hidup bersih dan sehat tidak diterapkan. Kalau sanitasi lingkungan yang menjadi tumbuh kembang anak diabaikan, anak pun rawan terhadap penyakit infeksi.

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi baik secara kuatitas maupun kualitas, sedangkan secara stidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh, kondisi sanitasi lingkungan dan rendahnya ketahanan pangan (Rosidah 2008).

(35)

75

pertumbuhan otak anak. Asupan gizi mikro itu antara lain berupa mineral seperti zat besi (tablet Fe) maupun vitamin-vitamin. Ibu hamil perlu 300-400 kalori ekstra setiap harinya, yang bisa diperoleh makanan-makanan sumber karbohidrat, lemak nabati dan hewani, protein, sayuran dan buah. Asupan ini penting untuk membangun berat badan potensial bayi dan Balita. Bayi baru lahir cukup hanya mendapat ASI saja (ASI eksklusif) sampai dengan umur 6 bulan. Umur 6 bulan sampai 2 tahun, barulah makanan pendamping ASI (MP-ASI) bisa diberikan. Pemberian ASI tetap terus diberikan sampai usia 2 tahun.

Masa paling tepat untuk memperbaiki kondisi Balita pendek memang sampai Balita berusia 2 tahun. Setelah usia itu bisa saja intervensi dilakukan, tapi hasilnya tidak bisa mengejar capaian pertumbuhan tinggi yang optimal, masalah stunting ini erat hubungannya dengan faktor pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap gizi. Untuk itu, Kementerian Kesehatan tahun ini mulai menggelar Gerakan Nasional Sadar Gizi. Tujuannya untuk menumbuhkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih merefleksikan kesadaran gizi yang baik. Karena tahu gizi saja tidak cukup. Tapi juga harus diikuti dengan perubahan perilaku, antara lain pola konsumsi makanan yang baik.

(36)

kebutuhan bayi dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif serta menurunkan angka morbiditas.Bayi yang diberikan ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi yang baik.Terbukti di lahan, bayi yang diberikan ASI eksklusif status gizinya lebih baik.

Menurut Arifin (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain banyaknya ibu-ibu yang bekerja. Sehingga bayi diberikan susu formula karena ibu tidak sempat memberikan ASI saat bekerja. Di lahan banyak ditemukan ibu-ibu yang bekerja dan tidak memberikan ASI mereka secara eksklusif pada bayinya. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat, mendesak para ibu untuk segera menyapih bayinya dan memberikan air susu buatan pada bayi mereka saat umur 0-6 bulan. Di lahan pun banyak ditemukan ibu yang sudah menyapih bayinya sebelum umur 6 bulan.Mereka menganggap bayi yang diberikan ASI saja kurang kenyang, sehingga perlu disapih agar bayi kelihatan kenyang.

(37)

77 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Hasil penelitian tentang perbedaan status gizi bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 dapat disimpulkan bahwa : 1. Status gizi dari 55 bayi yang diberikan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas

Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 didapatkan sebanyak 37 bayi memiliki status gizi baik, 43 bayi dengan panjang badan normal dan 39 bayi dengan kondisi berat badan normal.

2. Status gizi dari 55 bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 didapatkan 25 bayi dengan status gizi baik, 34 bayi dengan panjang badan normal dan 25 bayi dengan berat badan normal.

(38)

6.2Saran

1. Bagi peneliti

Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi status gizi bayi tidak hanya pemberian nutrisi, namun bisa karena factor lain yang dapat menyebabkan kejadian status gizi kurang atau lebih. Factor lain yaitu meliputi genetic, aktivitas, gangguan hormone, bangsa atau suku serta penyakit keturunan.

2. Bagi petugas kesehatan:

Diharapkan promosi kesehatan tentang pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan sehingga menekan kejadian status gizi kurang atau lebih dan mengajarkan pada ibu cara memerah ASI dan cara menyimpan ASI yang benar (misalnya poster, pamphlet, dan penyuluhan kepada para ibu). khususnya bidan desa agar lebih mendukung, berperan dan bertanggung jawab dalam pemberian ASI Eksklusif melalui penyuluhan serta mendorong suami dan mendukung ibu dalam memberikan ASI eksklusif.

3. Bagi masyarakat

(39)

79

4. Peneliti selanjutnya

Gambar

Tabel 4.1  Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Orangtua di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan
Tabel 4.3  Distribusi Frekuensi Umur Bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan
Tabel 4.6  Perbedaan Status Gizi Bayi 6-12 Bulan yang diberi ASI Eksklusif dengan Bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan penelitian Wijaya, dkk (2009) menyatakan bahwa variabel likuiditas yang diproksikan dengan Quick Ratio berhasil membuktikan pengaruh yang signifikan dan negatif

synthesized by green synthesis using Conocarpus erectus , and there is no study employing the antibacterial activity of SNPs prepared from aqueous extract of this plant. According

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis bentuk dan fungsi yang menggunakan teori pergeseran dan pemertahana yang terjadi pada masyarakat di Galang,

tentang pengaruh sari buah nanas ( Ananas comosus (L.) Merr.) dan lama penyimpanan terhadap jumlah koloni bakteri pada ikan bandeng menggunakan uji anava dua

Dengan demikian, gaya desain bangunan Gereja Hati Kudus Yesus Surabaya mendapat pengaruh dari perkembangan gaya kolonial Belanda yang ada pada tahun 1920 dan gaya lain

Rapat Kerja (Raker) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), pada Kamis (15/6), menyetujui Asumsi

- Pintu pada Art Nouveau ini memiliki ciri-ciri menggunakan material kayu jati dengan panel- panel persegi, bentuk yang mendominasi adalah bentuk-bentuk geometris

Tujuan: Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rumah Sakit PKU