• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Syarat Sah Kontrak Antara KUH Perdata Dengan UU ITE Serta Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Tersebut

TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK

B. Perbedaan Syarat Sah Kontrak Antara KUH Perdata Dengan UU ITE Serta Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Tersebut

Kontrak merupakan hasil atau bentuk tertulis atas suatu pencapaian kesepakatan oleh para pihak. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai peraturan bagi para pihak untuk saling memenuhi prestasi sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak itu sendiri. Pada Kontrak Elektronik itu sendiri juga mempunyai tujuan yang sama. Kontrak memiliki syarat sah yang harus dipenuhi, sehingga kontrak tersebut memiliki kekuatan hukum dan bisa menjadi alat bukti yang sah di depan pengadilan. Namun terdapat beberapa perbedaan syarat sah kontrak antara kedua aturan hukum tersebut. Di samping itu ada pula faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan syarat sah kontrak menurut aturan hukum itu masing-masing. Berikut ini akan diuraikan mengenai syarat sah kontrak dan faktor penyebab terjadinya perbedaan syarat sah kontrak menurut masing-masing aturan hukum tersebut :

1. Syarat sah kontrak menurut KUH Perdata dan UU ITE a). Syarat sah kontrak menurut KUH Perdata

Secara umum, syarat sah kontrak menurut KUH Perdata merupakan isi dari Pasal 1320 KUH Perdata. Namun, selain isi dari pasal tersebut, ada hal tambahan yang juga dinyatakan sebagai syarat sah atas suatu kontrak. Syarat sah kontrak tersebut terbagi menjadi syarat sah

umum dan khusus. Berikut pembagiannya :

(1) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata : (a) Kesepakatan kehendak,

(b) Kecakapan para pihak, (c) Suatu hal tertentu, (d) Syarat halal. (2) Syarat sah khusus yakni :

(a) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu, (b) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu, (c) Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk

kontrak-kontrak tertentu,

(d) Syarat izin dari yang berwenang.

Walaupun dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak disebutkan bentuk tertulis sebagai syarat sah kontrak, namun jika dilihat syarat sah khusus tersebut, maka suatu kontrak tersebut diharuskan untuk dibuat ke dalam bentuk tertulis. Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam Pasal 1682 KUH Perdata, di mana diharuskan suatu penghibahan itu atas persetujuan notaris, serta naskah aslinya disimpan oleh notaris tersebut. Tujuan dari pembuatan suatu kontrak ke dalam bentuk tertulis itu sendiri agar menjamin kepastian hukum dan sebagai alat bukti yang sah. Sehingga hak-hak dari para pihak yang bersepakat tersebut tetap terjaga.

b). Syarat sah kontrak menurut UU ITE

Secara umum, syarat sah bagi suatu kontrak itu tetap mengacu kepada Pasal 1320 KUH Perdata. Hal ini juga dimaksudkan oleh Pasal 47 angka (2) PP No. 82 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa syarat sah kontrak elektronik itu ialah :

(1) Kesepakatan.

(2) Dilakukan oleh Subjek Hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Objek yang disepakati.

(4) Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Namun, selain syarat sah kontrak yang secara umum tersebut, ada pula diatur mengenai syarat sah khusus atas suatu transaksi yang dibuat melalui sistem elektronik. Syarat tersebut mengatur mengenai media atau sistem elektronik yang akan dipergunakan. Hal ini diatur dalam Pasal 16 angka (1) UU ITE yang menyatakan bahwa persyaratan minimum bagi suatu sistem elektronik ialah :

(1) Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan,

(2) Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut,

(3) Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem eleketronik tersebut,

(4) Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut, dan

(5) Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggung-jawaban prosedur atau petunjuk.

Berdasarkan uraian atas syarat sah kontrak menurut masing- masing aturan hukum tersebut, yang menjadi perbedaan ialah mengenai tata cara pembuatan kontrak itu sendiri. Jika menurut KUH Perdata suatu kontrak itu untuk menjamin kepastian hukumnya harus dinyatakan dalam bentuk tertulis dan dibuat berdasarkan akta notaril, maka pada kontrak elektronik itu sendiri lebih mengacu kepada sistem elektronik yang menjadi sarana pembuatan kontraknya sebagai salah satu syarat penentunya.

Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi faktor penyebab utama terjadinya perbedaan syarat sah kontrak menurut kedua aturan hukum tersebut ialah mengenai media yang dipergunakan. Artinya, walaupun tidak disebut dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai media tempat merancang suatu kontrak itu, namun ada terdapat pengaturan bahwa suatu kontrak itu dibuat di atas kertas, atau dengan kata lain dalam bentuk tertulis, sesuai dengan ketetntuan Pasal 1682 KUH Perdata. Sedangkan pada kontrak elektronik itu sendiri, yang menjadi syarat khusus ialah kontrak elektronik itu harus dalam bentuk dokumen elektronik yang sah, dan untuk mendapatkan sebuah dokumen elektronik yang sah itu maka perangkat atau sistem elektronik yang dipergunakan itu harus sesuai dengan ketentuan Pasal 16 angka (1) UU ITE. Tidak hanya itu, menurut Pasal 5 angka (4) UU ITE merupakan pembatasan terhadap suatu dokumen elektronik itu sendiri. Artinya, suatu dokumen elektronik yang seharusnya dibuat secara tertulis, namun pada kenyataannya dibuat melalui sistem elektronik, maka kontrak tersebut dinyatakan batal demi hukum, karena bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang menyatakan bahwa surat tersebut harus dibuat tertulis.

BAB V

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun untuk pihak-pihak lainnya.

A. Kesimpulan

1. KUH Perdata memiliki bentuk aturan-aturan dasar yang dipergunakan untuk mengatur berbagai jenis perjanjian. Berbeda dengan Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 yang diciptakan khusus untuk mengatur mengenai kegiatan hukum melalui media elektronik. Namun, tidak semua jenis perjanjian yang dapat diatur dan dilakukan melalui media elektronik. Karena, tidak terdapat pengaturan yang menyatakan bahwa segala jenis perjanjian dapat dilakukan melalui media elektronik. Hal inilah yang menjadi kelemahan tersendiri bagi UU ITE walaupun UU tersebut dibuat secara khusus untuk mengatur kegiatan bertransaksi melalui media elektronik.

konvensional memiliki perbedaan. Perbedaan syarat syah suatu kontrak tersebut terletak pada syarat syah khusus. Menurut KUH Perdata, syarat syah khusus tersebut ialah syarat tertulis, walaupun tidak secara tegas disebutkan, namun jika dilihat dalam pasal 1682 KUH Perdata suatu perjanjian hibah itu harus dibuat secara tertulis dan dibuat dihadapan notaris, sedangkan menurut UU ITE syarat khususnya ialah mengenai sistem elektronik yang dipergunakan itu haruslah sesuai dengan ketentuan dalam UU ITE itu sendiri.

B. Saran

1. Hendaknya UU ITE tersebut diberikan keleluasaan dalam mengatur jenis-jenis perjanjian, sehingga tidak hanya mengatur perjanjian mengenai transaksi dagang saja, atau dengan kata lain dapat pula mengatur perjanjian-perjanjian lainnya yang tidak hanya bersifat komersial, dikarenakan pada saat sekarang ini penggunaan media elektronik tersebut dianggap sangat menguntungkan. Transaksi melalui media elektronik ini dianggap lebih mudah, cepat, dan hemat biaya.

2. Bagi para pihak yang hendak melakukan suatu kegiatan transaksi agar memperhatikan apakah jenis transaksi yang dilakukan melalui sistem elektronik tersebut diperbolehkan oleh undang-undang, serta

memperhatikan apakah pihak penyelenggara yang menyediakan kontrak tersebut sudah terdaftar secara sah melalui Lembaga Sertifikasi Keandalan yang didirikan Pemerintah.

Dokumen terkait